Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MUNAKAHAT CERAI (PERNIKAHAN), RUJUK, DAN


INDAHNYA MEMBINA MAHLIGAI RUMAH TANGGA

XII MIPA 2
Disusun oleh :

KELOMPOK 3
1. Linda Fitriani
2. M. Dzacky Dzakwan
3. Nabilah Anatasnya
4. Nabilah Sahara
5. Nisa Nurfalah
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Makalah berjudul ‘‘MUNAKAHAT CERAI (PERNIKAHAN), RUJUK,
DAN INDAHNYA MEMBINA MAHLIGAI RUMAH TANGGA’’ ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.
Manusia memang tidak pernah luput dari kesalahan sebagaimana manusia biasa. Begitu juga
halnya dengan kami, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Oleh karena itu, kami harapkan kritik dan
saran yang diberikan nantinya bisa membantu untuk mencapai keinginan kami agar terwujud,
dan terciptanya tulisan yang bermanfaat serta berguna.
Walaupun demikian, kami berharap dengan disusunya makalah ini dapat membantu dalam
proses belajar serta dapat bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa, dan negara.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pernikahan ............................................................................................2
2.2 Dalil Naqli ..............................................................................................................2
2.3 Macam- Macam Pernikahan ...................................................................................3
2.4 Hukum Pernikahan .................................................................................................4
2.5 Hikmah Pernikahan ................................................................................................4
2.6 Syarat Dan Rukun Pernikahan...................................................................................
2.7 Pengertian Perceraian ...............................................................................................
2.8 Macam- Macam Talak ..............................................................................................
2.9 Iddah .........................................................................................................................
2.10 Rujuk ......................................................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................
3.2 Saran .........................................................................................................................
DAFTAR PUSAKA

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia diciptakan bukan sekedar untuk hidup mendiami dunia ini dan kemudian
mengalami kematian tanpa adanya pertanggungjawaban kepada pencipta-Nya. Manusia
diciptakan Allah SWT, untuk mengabdi dan beribadah kepadanya. Ibadah merupakan usaha
untuk mendekatkan diri kepada tuhan yang disembahnya.
Ibadah adalah perbuatan yang dilakukan sebagai usaha mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Salah satu ibadah dalam islam adalah pernikahan. Pernikahan merupakan suatu tahap
penting yang akan dilewati oleh semua orang. Pernikahan merupakan fase yang penting
sebab Allah SWT menghendaki lestarinya umat manusia secara turun temurun melalui
perkawinan. Namun masih banyak orang yang belum mengerti tentang apa itu makna
pernikahan. Padahal perkawinaan merupakan sunah Nabi Muhammad SAW, selain itu
perkawinan akan membawa kebahagiaan kepada umat manusia sekaligus memupuk rasa cinta
dan kasih sayang.

1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernikahan


Pernikahan adalah akad yang memberikan kewenangan kepadaseorang pria dengan seorang
angga yang bukan mahramnya untuk bergaulsecara sah sehingga menimbulkan hak dan
kewajiban tertentu. Secara Bahasa Menurut istilah nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara
seorang laki-laki dan anggaln untuk hidup anggal dalam suatu rumahtangga melalui aqad
yang dilakukan menurut hukum syariat Islam.Menurut UU No : 1 tahun 1974, Perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan angga sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk rumah tangga (keluarga) yang anggal dan kekal berdasarkan KetuhananYang
Maha Esa. Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang berarti sifat pembawaan
manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani
rokhani nya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis, teman hidup yang dapat
memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai, yang dapat mengasihi dan
dikasihi, yang dapat diajak bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan
kesejahteraan hidup berumah tangga.

2.2 Dalil Naqli

Dalil naqli tentang pernikahan terdapat dalam Q.S. al-Rūm/30: 21 berikut ini:

َ ِ‫َومِنْ ٰا ٰيت ٖ ِٓه اَنْ َخلَقَ لَ ُك ْم مِّنْ اَ ْنفُسِ ُك ْم اَ ْز َواجً ا لِّ َتسْ ُك ُن ْٓوا ِالَ ْي َها َو َج َع َل َب ْي َن ُك ْم م ََّو َّد ًة َّو َرحْ َم ًة ۗاِنَّ فِيْ ٰذل‬
ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬
‫ت لِّ َق ْو ٍم َّي َت َف َّكر ُْو َن‬

Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-
pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia
menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih angga. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

2
2.3 Macam Macam Pernikahan
1. Pernikahan Az Zawaj Al Wajib
Pernikahan Az Zawaj Al Wajib adalah pernikahan wajib yang harus dilakukan oleh individu yang
memiliki kemampuan untuk melakukan pernikahan serta memiliki nafsu biologis (nafsu syahwat),
dan khawatir pribadinya melakukan dosa paling berat dalam Islam yakni perbuatan zina yang dosa
dan dilarang Allah manakala tidak melakukan pernikahan.
2. Pernikahan Az Zawaj Al Mustahab
Pernikahan Az Zawaj Al Mustahab adalah pernikahan yang dianjurkan kepada individu yang mampu
untuk melakukan pernikahan dan memiliki nafsu biologis untuk menghindarkan pribadinya dari
kemungkinan melakukan zina yang dosa.
3. Pernikahan Az Zawaj Al Makruh
Pernikahan Az Zawaj Al Makruh merupakan pernikahan yang kurang atau tidak disukai oleh Allah.
Pernikahan ini bisa terjadi karena seorang muslim tidak memiliki kemampuan biaya hidup meskipun
memiliki kemampuan biologis,
4. Pernikahan Az Zawaj Al Mubah
Pernikahan Az Zawaj Al Mubah adalah pernikahan yang diperbolehkan untuk dilakukan tanpa ada
faktor-faktor pendorong atau penghalang.
5.Pernikahan Haram
Pernikahan Haram adalah pernikahan yang berdasarkan hukum Islam haram apabila seorang muslim
menikah justru akan merugikan istrinya, karena ia tidak mampu memberi nafkah lahir dan batin.
6.Pernikahan Mut’ah
Pernikahan ini terjadi karena seorang laki-laki menikahi seorang angga dengan memberikan sejumlah
harta dalam waktu tertentu, dan pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah di
tentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat anggal.
7.Pernikahan Badal
Pernikahan badal adalah pernikahan tukar menukar istri. Hal ini terjadi karena seorang laki-laki
mengadakan perjanjian untuk menyarahkan istrinya kepada orang lain dan mengambil istri orang lain
tersebut sebagai istrinya dengan memberi sejumlah uang tambahan.
8. Pernikahan Syighar
Suatu pernikahan dianggap sebagai pernikahan syighar apabila seorang laki-laki berkata kepada laki-
laki lain, “Pernikahankanlah aku dengan puterimu, maka aku akan pernikahankan puteriku dengan
pribadimu”

2.4 Hukum Pernikahan


Pernikahan pada dasarnya berhukum mubah artinya boleh dikerjakan atau boleh
ditinggalkan. Jika dilihat dari situasi dan kondisi serta niat seseorang yang akan menikah.
Oleh karena itu hukum nikah dapat dibedakan dalam beberapa bagian :
1. Hukum Nikah Wajib, seseorang yang sudah mampu memenuhi syarat, dan khawatir berbuat
dosa besar jika tidak segera menikah.
2. Hukum Nikah Sunnah, bagi seseorang yang sudah mampu untuk berumah tangga,
mempunyai niat akan menikah dan apabila tidak melaksanakan pernikahan masih mampu
menahan dirinya dari perbuatan dosa.
3. Hukum Nikah Makruh, bagi seorang yang belum mampu atau belum mempunyai bekal
mendirikan rumah tangga
4. Hukum Nikah Haram, bagi seorang yang bermaksud tidak akan menjalankan kewajibannya
sebagai suami/istri yang baik

2.5 Hikmah Pernikahan


1. Memenuhi Tuntutan Fitrah
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan rasa tertarik kepada lawan jenisnya. Laki-laki tertarik
dengan wanita, begitu pun sebaliknya. Ketertarikan ini merupakan fitrah yang telah Allah tetapkan
kepada manusia.
2. Menghindari Perusakan Moral
Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya adalah fitrah untuk
berhubungan seksual.
3. Mewujudkan Ketenangan Jiwa
Dengan melakukan perkawinan, manusia akan mendapatkan kepuasan jasmaniah dan rohaniah berupa
kasih sayang, ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup.
4. Menyambung Keturunan
Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, beriman dan bertakwa. Anak yang cerdas
secara emosional dan intelektual juga dibutuhkan untuk melanjutkan syiar agama yang dibawa
orangtuanya.

2.6 Syarat dan Rukun Pernikahan


•Syarat Pernikahan dalam Islam
Selain harus memenuhi rukun nikah yang sudah dijelaskan di atas, ada syarat pernikahan dalam Islam
yang harus dipenuhi oleh kedua calon mempelai. Berikut ini syarat pernikahan dalam Islam:
1. Beragama Islam
Syarat pertama yang harus dipenuhi dalam pernikahan menurut Islam adalah calon suami maupun
calon istri adalah beragama Islam disertai dengan nama dan orangnya. Tidaklah sah jika seorang
muslim menikahi seorang non-muslim dengan tata cara Islam (ijab kabul).
2. Bukan mahram
Syarat kedua yang harus dipenuhi dalam pernikahan Islam adalah kedua mempelai bukanlah mahram.
Hal ini menandakan tidak terdapat unsur penghalang perkawinan. Oleh karena itu, sebelum menikah
perlu menelusuri nasab pasangan yang akan dinikahi.
Misalnya, jika di masa kecil keduanya dibesarkan dan disusui oleh satu orang yang sama, maka
keduanya dilarang untuk menikah. Karena keduanya terikat secara mahram yakni satu sepersusuan.
Saudara satu persusuan haram untuk dinikahi.
3. Adanya wali bagi calon pengantin perempuan
Sebuah pernikahan secara Islam dikatakan sah apabila terdapat atau dihadiri oleh wali nikah bagi
calon pengantin perempuan.
Syarat ini seperti yang dikatakan Nabi ‫ ﷺ‬dalam hadisnya sebagai berikut:

“Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah ‫ﷺ‬: ‘Perempuan tidak boleh menikahkan
(menjadi wali)terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya.” (HR. ad-Daruqutni dan Ibnu
Majah).

Jika mempelai perempuan masih memiliki ayah kandung, maka dialah pihak paling utama untuk
menjadi wali nikah. Namun, jika ayah perempuan sudah meninggal atau memiliki uzur tertentu bisa
diwakilkan.
Wali nikah biasanya bisa diwakilkan oleh saudara kandung laki-laki (kakak atau adik mempelai) yang
ada di keluarga, atau juga laki-laki tertua yang ada di keluarga yang masih ada misalnya kakek, paman
dan seterusnya berdasarkan nasab.
Jika wali nikah dari nasab keluarga tidak ada, bisa dicarikan alternatifnya yakni wali hakim dengan
syarat dan ketentuannya.

4. Dihadiri 2 orang saksi


Selain dihadiri oleh wali nikah untuk calon mempelai perempuan, nikah juga harus dihadiri oleh 2
orang saksi. Kedua orang saksi ini satu berasal dari pihak calon mempelai laki-laki, satu dari calon
mempelai perempuan. Seorang saksi pernikahan disyaratkan harus beragama Islam, baligh, dan
mengerti maksud akad.
5. Kedua mempelai sedang tidak berihram atau haji
Para jumhur ulama melarang nikah saat haji atau umrah (saat ihram). Syarat ini pernah ditegaskan
oleh seorang ulama dari mazhab Syafi’i yang menulis dalam kitab “Fathul Qarib al-Mujib” yang
menyebut salah satu larangan dalam haji adalah melakukan akad nikah maupun menjadi wali dalam
pernikahan:
“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang dilakukan ketika ihram) yaitu akad nikah. Akad nikah
diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali)”
6. Tidak ada paksaan
Terakhir, syarat nikah yang tidak kalah penting adalah tidak adanya paksaan dari salah satu pihak
kepada pihak lain. Kedua belah pihak saling ridha, saling menyukai dan mencintai dan sepakat untuk
menikah. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah ‫ ﷺ‬dari Abu Hurairah ra sebagai berikut:
“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah atau dimintai pendapat, dan
tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.”
(HR Al Bukhari: 5136, Muslim: 3458).
•Rukun Pernikahan Dalam Islam
Setidaknya terdapat lima rukun nikah yang wajib dipenuhi oleh calon mempelai muslim yang ingin
melangsungkan pernikahan. Kelima rukun nikah tersebut antara lain:
1.Terdapat calon mempelai pria dan mempelai perempuan yang tidak terhalang secara syar’i.
Penghalang di sini adalah kedua mempelai tidak ada masih ada hubungan mahram.
2.Terdapat wali dari calon mempelai perempuan
3.Terdapat dua orang saksi laki-laki yang menyaksikan sah tidaknya akad
4.Diucapkan ijab dari pihak wali calon mempelai perempuan atau yang mewakilinya
5.Diucapkannya kabul dari pengantin laki-laki atau yang mewakilinya.

Persaksian akad nikah tersebut berdasarkan dalil hadits secara marfu:


“Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-
Nasa`i).
• kewajiban suami
1. Memberikan nafkah, sandang, pangan dan tempat tinggal kepada istri dan anak anaknya.
2. Memimpin serta membimbing istri dan anak anaknya agar berguna bagi diri sendiri dan orang lain
3. Bergaul dengan istri dan anak anaknya dengan baik
4. Melihara istri dan anak anaknya dari bencana lahir dan batin
5. Membantu istri dalam tugas sehari hari

• Kewajiban istri
1. Taat kepada suami dalam batas sesuai dalam batas sesuai ajaran Islam
2. Melihara diri serta kehormatan dan harta benda suami
3. Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarga.
4. Menerima dan menghormati pemberian suami
5. Hormat dan sopan kepada suami dan keluarga nya
6. Memelihara, mengasuh, dan mendidik anak agar menjadi anak yang soleh

2.7 Pengertian Perceraian


Di Indonesia peraturan yang mengatur tentang perceraian adalah Undang-undang No 1 tahun 1974
Tentang Perkawinan. Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 Tentang pelaksanaan Undang-undang
No 1 Tahun 1974, akan tetapi di dalamnya tidak ditemukan interpretasi mengenai istilah perceraian.
Menurut R. Subekti perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan keputusan hakim atau
tuntutan salah satu pihak selama perkawinan.
[1] Sedangkan pengertian perceraian menurut bahasa Indonesia berasal dari suku kata cerai, dan
perceraian menurut bahasa berarti perpisahan, perihal bercerai antara suami dan istri, perpecahan,
menceraikan.
[2]Perceraian menurut ahli fikih disebut talaq atau firqoh. Talak diambil dari kata ‫( اطالق‬itlaq), artinya
melepaskan, atau meninggalkan. Sedangkan dalam istilah syara’, talak adalah melepaskan ikatan
perkawinan, atau rusaknya hubungan perkawinan.
Beberapa rumusan yang diberikan ahli fikih tentang definisi talak di antaranya adalah:
-Sayyid Sabiq, memberikan pengertian sebagai berikut :
Talak diambil dari kata itlaq artinya melepaskan atau meninggalkan. Sedangkan dalam istilah syara’,
talak artinya melepaskan ikatan perkawinan atau mengakhiri hubungan perkawinan.
-Zainuddin Ibn ‘Abdul Aziz, memberikan pengertian sebagai berikut :
Talak menurut bahasa adalah melepaskan ikatan, sedangkan menurut istilah syara’ talak adalah
melepaskan ikatan perkawinan dengan menggunakan kata-kata.
-Muhammad bin Ismail as-San’aniy, memberikan pengertian sebagai berikut:
Talak menurut bahasa adalah melepaskan kepercayaan yang diambil dari kata itlaq yang berarti
meninggalkan. Sedangkan menurut syara’ talak adalah melepaskan tali perkawinan.

2.8 Talak
Talak dalam syariat Islam adalah memutuskan hubungan antara suami istri dari ikatan pernikahan
yang sah menurut syariat agama Islam.
Talak Roj'i; yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya kurang dari tiga kali. Pada talak ini
seorang suami masih diperbolehkan rujuk kembali tidak melalui akad nikah dan mahar baru selama
masih dalam masa iddah.
Talak Ba'in; yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya tiga kali atau lebih. Pada talak ini
suami tidak boleh rujuk kembali kecuali adanya muhallil.
Ila', Yaitu sumpah seorang suami yang menyatakan bahwa dia tidak akan meniduri istrinya selama
empat bulan atau lebih. Akibat dari ila' adalah suami tidak boleh meniduri istrinya, kecuali setelah
membayar kafarat.
Li'an, Tuduhan seorang suami dengan disertai bersumpah atas nama Allah, bahwa istrinya telah
berbuat zina, sumpah tersebut diucapkan sekurang-kurangnya empat kali, kemudian pihak istri
membela dengan mengangkat sumpah bahwa dirinya tidak pernah melakukan seperti yang dituduhkan
suaminya. Akibat li'an suami tidak boleh menikah kembali terhadap mantan istrinya untuk selama-
lamanya.
Khulu', Gugatan seorang istri untuk minta diceraikan oleh suaminya, dengan cara pihak istri
memberikan tebusan (iwadh) kepada suaminya. Akibat dari khuluk adalah menjadi talak ba'in jika
seluruh ganti rugi terpenuhi, dan jika ganti rugi tidak terpenuhi maka menjadi talak biasa.
Fasakh, pembatalan pernikahan karena sebab-sebab tertentu. Akibat perceraian dengan fasakh, suami
tida boleh rujuk kepada bekas istrinya. Jika ingin kembali, harus melalui akad nikah baru.
Zihar, Ucapan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya. Jika tidak dilanjutkan dengan
menalak istrinya, suami wajib bayar kafarat.

2.9 Iddah
Ikatan pernikahan antara suami-istri dinyatakan habis baik di waktu hidupnya (yakni bercerai)
maupun meninggal salah satu diantara keduanya. Disetiap keadaan ini terdapat kewajiban masa iddah
yaitu waktu terbatas (menunggu untuk menikah lagi) secara syar'i. Masa iddah ini terbagi atas
beberapa macam, yaitu :
Iddah masa kehamilan, yaitu waktunya sampai masa kelahiran kandungan yang dikarenakan thalaq
ba'in (perceraian yang mengakibatkan tidak kembali kepada suaminya) atau talaq raj'i (perceraian
yang dapat kembali kepada suaminya) dalam keadaan hidup atau wafat.
Iddah muthlaqah (masa perceraian), yaitu masa iddah yang terhitung masa haidh, maka wanita
menunggu tiga quru' (3 kalimasa suci)
Perempuan yang tidak terkena haidh, yakni ada dua jenis perempuan yaitu perempuan usia dini
yang tidak/belum terkena haidh dan perempuan usia tua yang telah berhenti masa haidhnya
(menopause)
Istri yang ditinggal suaminya karena wafat, Allah menjelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 234
Al Quran Surah Al Baqarah Ayat 234 "Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan
meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan
sepuluh hari."

3.0 Rujuk
Rujuk adalah kembalinya suami istri pada ikatan pernikahan setelah terjadi talak roj'i dan masih
dalam masa iddah. Rujuk itu tidak memerlukan akad nikah lagi, cukup suami menyatakan niatnya
untuk kembali kepada istrinya yang telah diceraikan. Pada dasarnya hukum rujuk adalah jaiz (boleh).
Tetapi jika dilihat dari kondisi dan niat seseorang maka hukum rujuk dibedakan sebagai berikut:
Sunah, Jika suami bermaksud memperbaiki keluarganya dan rujuk dipandang lebih menguntungkan
kedua belah pihak.
Wajib, bagi suami yang menceraikan istrinya sebelum dia menyempurnakan pembagian waktunya
terhadap istri yang ditalaknya. Makruh, apabila perceraian itu dianggap lebih baik dan bermanfaat
bagi keduanya. Haram, Jika suami memiliki maksud menyakiti istrinya setelah ia rujuk.
Makruh, apabila perceraian itu dianggap lebih baik dan bermanfaat bagi keduanya
Haram, apabila suami memiliki maksud menyakiti istrinya setelah rujuk.

BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Dalam pandangan Islam perkawinan merupakan sebuah ikatanlahir batin
yang kukuh antara dua insan manusia laki-laki dan perempuan.Berdasarkan penjelasan
pasal 2 ayat (1) Undang-Undang nomor 1 tahun1974 tentang perkawinan, perkawinan di
anggap sah apabila dilaksanakanmenurut agama dan kepercayaan masing masing.
Berdasarkan pada penjelasan dari bab I sampai dengan bab IIIdapat disimpulkan bahwa
Hukum nikah adalah mubah, artinya bolehdikerjakan dan boleh ditinggalkan.
Tujuan pernikahan adalah untukmemperoleh kebahagiaan dan ketenangan, membina
rasa cinta dan kasihsayang, melaksanakan perintah Allah SWT, dan untuk
memperolehketurunan. Adapun kewajiban suami yang harus istri ketahui
yaitumemberi nafkah, memimpin keluarga dan membantu tugas istri dalamsehari hari.
Rukun nikah nya yaitu: Sighat (akad), Wali (wali siperempuan), Dua orang
saksi dan Calon pengantin.Pernikahan merupakan penyambungan silaturahmi antara
umatmanusia, Memalingkan pandangan yang liar dan membebaskan
umatmanusia dari perbuatan maksiat atau perzinahan ”dimana Nikah adalahsuatu akad
yang menyebabkan kebolehan bergaul antara seorang laki-lakidengan seorang wanita
dan saling menolong diantara keduanya sertamenentukan batas hak dan kewajiban
diantara keduanya”

3.2 Saran
Penulis merekomendasikan beberapa saran kepada
masyarakat,diharapkan hendaknya senantiasa selalu berpedoman kepada
aturan Islam sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan, seperti dalam
proses dalammenuju pernikahan, dan hendaklah meninggalkan dan tidak
mengamalkantradisi yang bertentangan dengan hukum Islam itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
A. Zuhbi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan (Nikah, Talak, Cerai,
dan Rujuk), (Bandung: Al-Bayan, 1994), Cet. Ke-1
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Munakahat, ( Jakarta; Amzah)
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010)
Abdurrahman Al-Nahlawi, Ushul Al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibiha fi
al- bait wa al-madrasah wa al-mujtama’,( Beirut : Dar al-fikr, 1983).cet-2
Abustani Ilyas, Nikah Mut’ah dalam Islam (Jakarta : Restu Ilahi, 2004)
Ahamad Asy-syarbashi, Yas’alunaka 3 (tanya Jawab Lengkap Tentang
Agama
dan Kehidupan), (Jakarta) : lentera, 2006), cet, ke-2
Ahmad Al- Hajji Al-Kurdi, Hukum-Hukum Wanita Dalam Fiqih Islam,
(Diana
Utama, Semarang)
Alhamdani, Risalatun Nikhah, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Pusat,
104200
Burhanuddin S. Nikah sirri (Yogyakarta : Pustaka Yustisa, 2010), Cet I
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV.
Toha
Putra,1989)
Dewi Durotun Nasekhah,“Nikah Sirri Dan Akibatnya Terhadap Kejiwaan
Anak Di Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak (Analisis Bki)",
(skripsi, Perpustakaan IAIN Walisongo Semarang, 2002)
Djaman Nur, Fiqih Munakahat, Semarang : Dina Utama Semarang, 1993,
cet. I Effi Setiawati, Nikah Siri Tersesat di Jalan yang Benar?, (Bandung:
Kepustakaan
Eja Insani,2005), Cet. Ke-1
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, ( Bandung: Mandar
Maju, 1990), cet ke-I,
Imam Abi Abdul-Rahman Ahmad bin Su’aib An-nasai, Kitab Sunah Al-
kubro,( Beirut: Mu’sadisah Ar-risalah, 303H), Juz 6
Imam Annawawi, Syarah Riyadush Shalihin 1, Penerjemah Misbah,
( Jakarta : Gema Insani, 2012), Cet. 1,
Indi Aunullah, Ensiklopedi Fiqih Untuk Remaja jilid 2, (yogyakarta: Insan
Madani, 2008. H. 97

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan,( Jakarta: PT.


Bulan Bintang, 1987), Cet. Ke-2
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (PT Gramedia Pusat Bahasa
2008
Kompilasi Hukum Islam, Hukum Perkawinan, Waris, Perwakafan,
(Surabaya: Karya Anda, 1996), Cet. Ke-1
Lukman A. Irfan, Nikah, ( Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani,2007)
M. Sujari Dahlan, Fenomena Nikah Sirri( Bagaimana Kedudukannya
Menurut
Agama Islam), Surabaya: Pustaka Progressif, 1996),Cet. Ket-1
Moh .Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara
Perdilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, ( Jakarta : Sinar
Grafika,2006), Cet . Ke-4
Mohamad Fauzi Adhim, Indahnya Pernikahan Dini,(Jakarta :Gema Insani
Press,2002), Cet, Ke-1, h. 187
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari
Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Ilsam), (Jakarta:
Bumi Aksara, 1996), Cet. Ke-1, Ed.2,
Neng Djubaedah, (Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Tercatat),
Sinar Grafika
Nurcholish Madjid, Masyarakat Relegius,( Jakarta: Paramadina,1997)
Rahmayulis, dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam
Mulia,1996), Cet. Ke-3,
Sayiq Sabiq, Fiqih sunnah, ( Jakarta: Cakrawala publishing, 2009). Cet. 1,
jil. 4
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Cakarawala Publising, 2009), cet .,1,
jil, 4.
Shomad, Hukum Islam (Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum
Indonesia), Jakarta: Kencana 2010
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka
Setia,1999), cet 1,

Anda mungkin juga menyukai