PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan
untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup.
Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya
sebuah keluarga. Dimana dalam keluarga gejala kehidupan umat manusia
akan terbentuk paling tidak oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Hidup bersama antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan.
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang melahirkan keluarga sebagai salah
satu unsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedemikian
luhurnya anggapan tentang suatu perkawinan menyebabkan terlibatnya
seluruh kerabat dan bahkan seluruh anggota masyarakat itu yang memberi
petuah dan nasehat serta pengharapan agar dapat dilihat dalam kenyataan
bahwa dalam kehidupan masyarakat kita, bahwa tidak ada suatu upacara yang
paling diagungkan selain upacara perkawinan.
Perkawinan memerlukan pertimbangan yang matang agar dapat
bertahan dalam jangka waktu yang lama di dalam menjalin hubungan antara
suami istri diperlukan sikap toleransi dan menempatkan diri pada peran yang
semestinya. Sikap saling percaya dan saling menghargai satu sama lain
merupakan syarat mutlak untuk bertahannya sebuah perkawinan. Suami istri
harus mau menjalankan hak dan kewajibannya secara seimbang agar tidak
muncul masalah dalam perkawinan.
C. TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian Pernikahan
2. Memahami Hukum Pernikahan
3. Memahami Cara Lamaran (Khitbah)
4. Mengetahui yang dimaksud dengan Akad Nikah
5. Mengetahui Rukun Akad Nikah
6. Mengetahui Rukun dan Syarat - syarat Nikah
7. Mengetahui yang dimaksud dengan Ijab Qobul
8. Mengetahui Hari apa saja yang di Sunnahkan dan di Jauhi untuk Menikah
A. Pengertian Pernikahan
Menurut bahasa nikah bararti penyatuan. Dan dapat diartikan juga
sebagai akad atau hubungan badan. Sealain itu ada juga yang mengartikannya
dengan percampuran, Al-fara’ mengatakan:”An-nukh” adalah sebutan untuk
kemaluan. Disebut sebagai akad, karena ia merupakan penyebab terjadinya
kesepakatan itu sendiri. Sedangkan Al-azhari mengatakan asal kata nikah
dalam ungkapan bahasa arab berarti hubungan badan. Dikatan pula, bahwa
berpasangan itu juga merupakan salah satu dari makna nikah.
Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada
semua makhluk-Nya, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan-tumbuhan.
Allah SWT berfirman Surat Adz-dzariyat ayat 49 :
َو ِم ن ُك ِّل َش ْى ٍء َخ َلْقَنا َز ْو َج ْيِن َلَعَّلُك ْم َتَذ َّك ُروَن
Artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah”.
Pernikahan adalah suatu aqad atau perikatan untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih
sayang dengan cara yang diridhai Allah SWT. Adapun menurut syar’iat, nikah
juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan badan itu hanya merupakan
metafora saja. Hujjah (argumentasi) atas pendapat ini adalah banyaknya
pengertian nikah yang terdapat pada didalam Al-qur’an maupun Al-hadist
sebagai akad. Bahkan dikatakan bahwa nikah itu tidak disebutkan dalam Al-
Qur’an melainkan diartikan sebagai akad. Sebagai mana firman-Nya :
“Sehingga ia menikah dengan laki-laki lain” yang tidak dimaksudkan sebagai
hubungan badan.Rasulullah SAW sendiri menerangkan bahwa pada
kenyataannya nikah itu tidak hanya sekedar akad. Akan tetapi lebih dari itu,
setelah pelaksanaan akad si pengantin harus merasakan nikmatnya akad
tersebut. Sebagaimana dimunginkan terjadinya proses perceraian stelah
dinyatakannya akad.
Nikah merupakan amalan yang disya’riatkan. Hal ini disadarkan pada firman
allah subhanahu wa ta’ala :
ۚ َفانِكُح و۟ا َم ا َطاَب َلُك م ِّم َن الِّنَس آِء َم ْثَنٰى َو ُثٰل َث َو ُر ٰب َع ۖ َفِإْن ِخ ْفُتْم َأاَّل َتْعِد ُلو۟ا َفٰو ِح َد ًة َأْو َم ا َم َلَك ْت َأْيٰم ُنُك ْم
“Maka nikahilah wanita-wanita(lainnya) yang kalian senangi, dua ,
tiga atau empat. Kemudian jika kalian takut tidak dapat berlaku adil, maka
cukup seorang wanita saja, atau budak-budak yang kalian miliki.”(QS An-
nisa’:3).
Demikian juga dengan firman-Nya yang lain :
C. Lamaran (Khitbah)
Lamaran merupakan langkah awal dari suatu pernikahan. Hal ini telah
disya’riatkan oleh Allah SWT sebelum diadakannya akad nikah antara suami
istri. Dengan maksud, supaya masing-masing pihak mengetahui pasangan
yang akan menjadi pendamping hidupnya. Allah berfirman:
“Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kalian menyembunyikan (keinginan menikahi mereka) dalam
hati kalian. Allah mengetahui kalian akan menyebut-nyebut mereka dalam
pada itu janganlah kalian mengadakan jandi nikah dengan perkataan yang
ma’ruf. Dan janganlah kalian ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,
sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa
yang ada dalam hati kalian. Maka takutlah kepada-Nya. “(QS Al-Baqarah).
D. Akad Nikah
1. Syarat sah akad nikah antara lain :
a. Kerelaan wanita sebelum melakukan akad nikah
Seorang gadis tidak boleh dipaksa untuk menikah, tetapi harus
dimintai izinnya terlebih dahulu . Demikian pula untuk janda, ia tidak
boleh dipaksa untuk menikah, tetapi harus ditunggu ucapan
persetujuannya atau penolakannya.
Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah, yang artinya
bahwa : “Seorang janda tidak boleh dinikahkan, hingga dimintai
persetujuannya. Dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan , hingga
diminta izinnya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimanakah izinnya?” Beliau bersabda, “Diamnya (adalah
izinnya).”( HR. Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan pula dari Khansa‟ binti Khadzam Al-
Anshariyah : "Bahwa bapaknya menikahkannya, sementara ia adalah
seorang janda dan tidak rela (dengan pernikahan) tersebut. Lalu ia
datang kepada Rasulullah, Maka Rasulullah pun membatalkan
pernikahannya". (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Seorang wali tidak sah mewalikan jika masih ada wali lain
yang lebih dekat hubungannya dengan wanita tersebut. Sehingga tidak
sah perwalian saudara laki-laki jika masih ada bapak kandungnya, atau
c. Mahar
Mahar dalam pernikahan hukumnya adalah wajib. Jika kedua
pengantin sepakat untuk meniadakan mahar, maka nikahnya
rusak/tidak sah. Ini adalah pendapat madzhab Malikiyah dan pendapat
yang dipilih oleh Syakhul Islam Ibnu Taimiyyah 5. Hal ini
sebagaimana firman Allah :
َو َء اُتو۟ا الِّنَس آَء َص ُد ٰق ِتِهَّن ِنْح َلًةۚ َفِإن ِط ْبَن َلُك ْم َعن َش ْى ٍء ِّم ْنُه َنْفًس ا َفُك ُلوُه َهِنٓئًـا َّمِر ٓئًـا
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kalian nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa’ : 4).
d. Saksi
Pernikahan tidak sah tanpa adanya dua orang saksi laki-laki
yang beragama Islam, mukallaf, dan adil. Diriwayatkan dari Aisyah
ia berkata, Rasulullah bersabda : “Tidak (sah) suatu pernikahan,
kecuali (dengan adanya) seorang wali dan dua orang saksi yang
adil.” (HR. Baihaqi).
Catatan penting :
1. Wali yang mewakilkan pada orang lain dalam ijab-qobul tidak boleh jadi
saksi nikah dan lebih baik keluar dari majlisul aqdi (ruang akad).
2. Mahar (mas kawin) hukumnya wajib
3. Menyebutkan mahar dalam akad hukumnya sunnah
G. Ijab Qabul
1. Syarat Ijab Qabul (Shighat) :
a. Kedua orang aqid minimal harus sudah mencapai umur tamyiz dan
aqil.
b. Ijab dan qabul harus satu majlis. Tak terpisahkan dengan ucapkan lain
atau hal-hal lain yang memalingkan dari ijab.
c. Ucapan Qabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali membenarkan
kesalahan ijab.
d. Ucapan ijab dapat didengar oleh masing-masing aqid dengan jelas dan
diketahui maksudnya.
e. Ucapan ijab dengan lafald sharih yaitu dengan nikah atau yang
semaknanya.
A. KESIMPULAN
Pernikahan adalah suatu aqad atau perikatan untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih
sayang dengan cara yang diridhai Allah SWT. Islam menganjurkan orang
berkeluarga karena dari segi batin orang dapat mencapai kesejahteraan hidup
melalui berkeluarga yang baik. Dengan berkeluarga orang dapat mempunyai
anak dan dari anak yang shaleh diharapkan mendapatkan amal tambahan
disamping amal-amal jariyah yang lain.
Hukum asal pernikahan adalah sunnah, yaitu bagi orang yang
berkeinginan untuk menikah. Namun, hukumnya bisa menjadi wajib, Khilaful
Aula, makruh bahkan haram pada situasi-situasi tertentu. Lamaran merupakan
langkah awal dari suatu pernikahan. Kerelaan wanita sebelum melakukan akad
nikah, izin dari wali, mahar, saksi itu adalah syarat sah akad nikah. Saat
melakukan ijab qobul ucapan qabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali
membenarkan kesalahan ijab.
Tempat yang disunahkan untuk melakukan pernikahan adalah masjid.
Sedangkan waktu yang paling utama (sunnah) adalah bulan Syawwal serta
bulan Ramadhan, karena untuk menolak persepsi orang-orang ndesit bahwa
hari-hari itu di makruhkan. Adapun tujuan pernikahan menurut agama Islam
adalah untuk mendapatkan keturunan, untuk memenuhi petunjuk agama dalam
rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia, dan untuk
memelihara diri dari kerusakan.
B. SARAN
Penulis mengharapkan bahwa makalah ini sebagai sebuah referensi
untuk mengetahui dan sebagai langkah awal untuk membangun sebuah
pernikahan yang di syariatkan oleh agama Islam.
Muhammad ‘Uwaidah, Syaikh Kamil. 1998. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.
Dewa, Mas. 2007. Bertanya Tentang Nikah & Relevansinya. Kediri: Pustaka
‘Azm.