Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan
untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup.
Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya
sebuah keluarga. Dimana dalam keluarga gejala kehidupan umat manusia
akan terbentuk paling tidak oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Hidup bersama antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan.
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang melahirkan keluarga sebagai salah
satu unsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedemikian
luhurnya anggapan tentang suatu perkawinan menyebabkan terlibatnya
seluruh kerabat dan bahkan seluruh anggota masyarakat itu yang memberi
petuah dan nasehat serta pengharapan agar dapat dilihat dalam kenyataan
bahwa dalam kehidupan masyarakat kita, bahwa tidak ada suatu upacara yang
paling diagungkan selain upacara perkawinan.
Perkawinan memerlukan pertimbangan yang matang agar dapat
bertahan dalam jangka waktu yang lama di dalam menjalin hubungan antara
suami istri diperlukan sikap toleransi dan menempatkan diri pada peran yang
semestinya. Sikap saling percaya dan saling menghargai satu sama lain
merupakan syarat mutlak untuk bertahannya sebuah perkawinan. Suami istri
harus mau menjalankan hak dan kewajibannya secara seimbang agar tidak
muncul masalah dalam perkawinan.

Dasar – dasar Pernikahan 1


B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang harus dibahas dan
diuraikan secara jelas:
1. Apa Pengertian Pernikahan ?
2. Bagaimana Hukum Pernikahan ?
3. Bagaimana Cara Lamaran (Khitbah) ?
4. Apa yang dimaksud dengan Akad Nikah ?
5. Apa saja Rukun Akad Nikah ?
6. Apa saja Rukun dan Syarat - syarat Nikah?
7. Apa yang dimaksud dengan Ijab Qobul ?
8. Hari apa saja yang di Sunnahkan dan di Jauhi untuk Menikah?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian Pernikahan
2. Memahami Hukum Pernikahan
3. Memahami Cara Lamaran (Khitbah)
4. Mengetahui yang dimaksud dengan Akad Nikah
5. Mengetahui Rukun Akad Nikah
6. Mengetahui Rukun dan Syarat - syarat Nikah
7. Mengetahui yang dimaksud dengan Ijab Qobul
8. Mengetahui Hari apa saja yang di Sunnahkan dan di Jauhi untuk Menikah

Dasar – dasar Pernikahan 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan
Menurut bahasa nikah bararti penyatuan. Dan dapat diartikan juga
sebagai akad atau hubungan badan. Sealain itu ada juga yang mengartikannya
dengan percampuran, Al-fara’ mengatakan:”An-nukh” adalah sebutan untuk
kemaluan. Disebut sebagai akad, karena ia merupakan penyebab terjadinya
kesepakatan itu sendiri. Sedangkan Al-azhari mengatakan asal kata nikah
dalam ungkapan bahasa arab berarti hubungan badan. Dikatan pula, bahwa
berpasangan itu juga merupakan salah satu dari makna nikah.
Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada
semua makhluk-Nya, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan-tumbuhan.
Allah SWT berfirman Surat Adz-dzariyat ayat 49 :
‫َو ِم ن ُك ِّل َش ْى ٍء َخ َلْقَنا َز ْو َج ْيِن َلَعَّلُك ْم َتَذ َّك ُروَن‬
Artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah”.
Pernikahan adalah suatu aqad atau perikatan untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih
sayang dengan cara yang diridhai Allah SWT. Adapun menurut syar’iat, nikah
juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan badan itu hanya merupakan
metafora saja. Hujjah (argumentasi) atas pendapat ini adalah banyaknya
pengertian nikah yang terdapat pada didalam Al-qur’an maupun Al-hadist
sebagai akad. Bahkan dikatakan bahwa nikah itu tidak disebutkan dalam Al-
Qur’an melainkan diartikan sebagai akad. Sebagai mana firman-Nya :
“Sehingga ia menikah dengan laki-laki lain” yang tidak dimaksudkan sebagai
hubungan badan.Rasulullah SAW sendiri menerangkan bahwa pada
kenyataannya nikah itu tidak hanya sekedar akad. Akan tetapi lebih dari itu,
setelah pelaksanaan akad si pengantin harus merasakan nikmatnya akad
tersebut. Sebagaimana dimunginkan terjadinya proses perceraian stelah
dinyatakannya akad.

Dasar – dasar Pernikahan 3


B. Hukum Nikah
1. Wajib Adalah kategori manusia yang kondisi psikologisnya sampai pada
tingkat libido yang sangat tinggi, hingga diyakini zina jika ia tidak segera
menikah, meskipun telah di minimalkan dengan jalan puasa dan lainnya,
namun hasilnya tetap sia-sia. Sementara mengenai kondisi maliah
(material) ia termasuk tergolong mampu dalam pernikahan seperti mahar,
nafkah dan seterusnya.
2. Sunnah, kategori manusia yang mana tingkat libidonya sedang bergelora
kendati pun ia masih bisa menghindari terjadinya zina, semisal dengan
olahraga, menyibukan dengan berbagai aktifitas dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam masalah maliah, ia tergolong mampu untuk menikah,
pendek kata kategori manusia yang siap lahir dan batin.
3. Khilaful Aula, kategori manusia yang bergejolak syahwatnya sedangkan
dalam sisi financial belum mempunyai persiapan. Singkat kata hanya
mempunyai modal batin saja.
4. Makruh, bagi manusia yang menderita penyakit yang berpengaruh dalam
pernikahan, seperti harom (pikun), impoten, alat kelaminnya terpotong
dan sebagainya. Atau orang yang tidak sakit namun ia belum
berkeinginan untuk nikah, selain itu ia pun belum mempunyai biaya
cukup bilamana melangsungkan pernikahan.
5. Haram, kategori manusia yang secara yakin tidak bisa melakukan
kewajiban dalam menggapai bahtera rumah tangga yang akan ia hadapi,
walaupun syahwatnya sangat bergejolak.

Nikah merupakan amalan yang disya’riatkan. Hal ini disadarkan pada firman
allah subhanahu wa ta’ala :
‫ۚ َفانِكُح و۟ا َم ا َطاَب َلُك م ِّم َن الِّنَس آِء َم ْثَنٰى َو ُثٰل َث َو ُر ٰب َع ۖ َفِإْن ِخ ْفُتْم َأاَّل َتْعِد ُلو۟ا َفٰو ِح َد ًة َأْو َم ا َم َلَك ْت َأْيٰم ُنُك ْم‬
“Maka nikahilah wanita-wanita(lainnya) yang kalian senangi, dua ,
tiga atau empat. Kemudian jika kalian takut tidak dapat berlaku adil, maka
cukup seorang wanita saja, atau budak-budak yang kalian miliki.”(QS An-
nisa’:3).
Demikian juga dengan firman-Nya yang lain :

Dasar – dasar Pernikahan 4


‫ۚ َو َأنِكُح و۟ا اَأْلٰي َم ٰى ِم نُك ْم َو الّٰص ِلِح يَن ِم ْن ِع َباِد ُك ْم َو ِإَم آِئُك ْم‬
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirin diantara kalian serta
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba shaya laki-laki dan
hamba-hamba sahaya perempuan yang kalian miliki.”(QS An-nur:32).
Rasullulah SAW juga pernah bersabda yang artinya : “Wahai generasi
muda, barang siapa diantara kalian telah mampu serta berkeinginan untuk
menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu
menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. “(Muttafqun
‘Alaih).
Demikikian pula dengan sabda beliau yang lain : “Menikahlah dengan
wanita yang penuh cinta dan yang banyak melahirkan keturunan. Karena
sesungguhnya aku merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian diantara
para nabi pada hari kiamat kelak.”(HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).

C. Lamaran (Khitbah)
Lamaran merupakan langkah awal dari suatu pernikahan. Hal ini telah
disya’riatkan oleh Allah SWT sebelum diadakannya akad nikah antara suami
istri. Dengan maksud, supaya masing-masing pihak mengetahui pasangan
yang akan menjadi pendamping hidupnya. Allah berfirman:
“Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kalian menyembunyikan (keinginan menikahi mereka) dalam
hati kalian. Allah mengetahui kalian akan menyebut-nyebut mereka dalam
pada itu janganlah kalian mengadakan jandi nikah dengan perkataan yang
ma’ruf. Dan janganlah kalian ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,
sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa
yang ada dalam hati kalian. Maka takutlah kepada-Nya. “(QS Al-Baqarah).

Ada 4 point yang dianjurkan Rasullulah SAW dalam Khitbah (meminanang) :


1. Melihat sifat calon istri
Wanita muslimah yang hendak dinikahi harus memiliki sifat penuh
kasih saying. Karena kasih saying antara suami dan istri menjadi
penyangga bagi berlangsungnya hidup rumah tangga. Selain itu juga

Dasar – dasar Pernikahan 5


mampu melahirkan keturunan. Karena dengan adanya keturunan akan
menopang kepentingan peradaban dan kekayaan. Kecintaan dan kasih
saying wanita kepada suaminya merupakan bukti adanya karakter yang
kuat dari sifat alamiah yang ada pada dirinya. Yang mana hal itu dapat
dihindarkan dirinya dari perselingkuhan atau mencari perhatian laki-laki
lain.
Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih muslim serta yang
lainnya, dari Jabir disebutkan: bahwa Nabi SAW pernah bertanya
kepadanya: “Wahai Jabir, dengan gadis atau janda kamu menikah?
Dengan janda, menjawab jabir. Maka beliapun berkata: Alangkah baiknya
jika engkau menikah dengan gadis sehingga engkau bias bermain-main
denggannya dan isa bias bermain-main denganmu. (HR. Bukhari,
Muslim)”.
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasullulah SAW pernah
bersabda : “Sesungguhnya dunia ini keindahan dan tidak ada keindakahn
di dunia ini yang lebih baik dari pada seorang wanita shalihah. “(HR.
Ibnu Majah).
Dari jabir radhiyallahu Anhu, dia menceritakan: bahwa Nabi
SAWA pernah bersabda : “Sesungguhnya seorang wanita itu dinikahi
karena agama, harta dan kecantikannya. Untuk itu nikahilah wanita yang
taat beragama, niscaya kamu akan bahagia. “(HR. Bukhari dan Tirmidzi).

2. Memilih calon suami


Seorang wanita muslimah hendaknya memilih calon suami yang
shalih dan berahlak mulia, hingga mempergaulinya dengan cara yang baik
atau nanti apabila menceraikannya, maka hal itu akan ia lakukan dengan
cara yang baik pula.
Imam ghazali berkata: “Berhati-hati terhadap hak-hak wanita
sebagai istri adalah lebih panjang. Karena mereka (kaum wanita)
merupakan makhluk yang lemah, sedangkan laki-laki dapat melakukan
perceraian kapan saja yang ia kehendaki. Apabila wanita muslimah
memilih calon suami yang zhalim, fasiq atau peminum minuman keras,

Dasar – dasar Pernikahan 6


maka berarti agamanya menjadi ternoda serta akan menjadi penyebab
kemurkaan Allah Azzawa Jalla, karena ia telah memutuskan tali
silaturahmi dan salah pilih.
Seorang betanya kepada Hasan bin Ali: “Aku mempunyai anak
gadis. Menurutmu kepada siapa aku harus menikahkannya? Hasan
menjawab: Nikahkanlah ia dengan laki-laki yang bertakwa kepada Allah.
Jika laki-laki itu mencitainya, maka akan menghormatinya dan jika ia
marah kepadanya, ,maka ia tidak akan menzhaliminya.

3. Melihat wanita yang hendak dilamar


Dari Mughirah bin Syu’bah, ia berkata : “Aku pernah melamar
seorang wanita, lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bertkata : Lihatlah
ia. Karena, yang demikian itu akan melanggengkan kasih sayang antara
kalian berdua.” (HR. Nasa’I, Ibnu Majah dan Tarmidzi).
Menurut jumhur ulama’ : “Diperbolehkan bagi pelamar melihat
wanita yang dilamarnya.” Akan tetapi, mereka tidak diperbolehkan
melihat, kecuali hanya sebatas wajah dan kedua telapak tangannya.”
Sedangkan Al-Auza’I mengetakan : “Boleh melihat pada bagian-bagian
yang dikehendaki, kecuali aurat.” Adapun Ibnu Hazm mengatakan :
“Boleh melihat pada bagian depan dan belakang dari wanita yang hendak
dilamarnya.”

4. Dimintai izin bagi gadis, sedangkan janda berhak menentukan sendiri


Para ulama mengamalkan bahwa “seorang janda tidak boleh
dinikahi sehingga dimintai pendapatnya. Jika seorang tuanya menikahkan
tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu, sedang ia sendiri tidak
menyukai pernikahan tersebut, maka pernikahan itu menjadi batal.
Sedangkan sebagian dari ulama Madinah berpebdapat :
Diperbolehkan seorang ayah menikahkan putrinya yang masih gadis
meskipun ia tidak menyukainya. Ini juga yang menjadi pendapat dari
Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’I, Imam Ahmad dan Imam Ishak.

Dasar – dasar Pernikahan 7


Dari Ibnu Abbas Radiyallahu Anhu, ia berkata : bahwa Rasulullah
SAW pernah bersabda : “Seorang janda lebih berhak atas dirinya sendiri
dari pada walinya. Sedangkan bagi seorang gadis harus dimintai izinnya
dan jawabannya adalah diamnya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu
Majah dan Tarmidzi).

D. Akad Nikah
1. Syarat sah akad nikah antara lain :
a. Kerelaan wanita sebelum melakukan akad nikah
Seorang gadis tidak boleh dipaksa untuk menikah, tetapi harus
dimintai izinnya terlebih dahulu . Demikian pula untuk janda, ia tidak
boleh dipaksa untuk menikah, tetapi harus ditunggu ucapan
persetujuannya atau penolakannya.
Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah, yang artinya
bahwa : “Seorang janda tidak boleh dinikahkan, hingga dimintai
persetujuannya. Dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan , hingga
diminta izinnya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimanakah izinnya?” Beliau bersabda, “Diamnya (adalah
izinnya).”( HR. Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan pula dari Khansa‟ binti Khadzam Al-
Anshariyah : "Bahwa bapaknya menikahkannya, sementara ia adalah
seorang janda dan tidak rela (dengan pernikahan) tersebut. Lalu ia
datang kepada Rasulullah, Maka Rasulullah pun membatalkan
pernikahannya". (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

b. Izin dari wali


Izin wali dari pihak wanita merupakan syarat sah pernikahan.
Ini adalah pendapat Jumhur ulama’. Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa
Rasulullah bersabda : “Wanita mana saja yang menikah tanpa seizing
walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal.” (HR.
Ahmad, Tarmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Dasar – dasar Pernikahan 8


Diriwayatkan pula dari Abu Musa ia berkata, bahwa
Rasulullah bersabda : “tidak (sah) suatu pernikahan, kecuali (dengan
adanya) seorang wali (bagi wanita).”(HR. Ahmad, Tarmidzi, Abu
Dawud dan Ibnu Majah).
Wali seorang wanita yang berhak menikahkannya adalah Al-
Ashabah, yaitu kaum kerabat yang laki-laki dari pihak bapaknya,
bukan dari pihak ibunya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah yia berkata , bahwa
Rasulullah bersabda : “Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita
lainnya . Seorang wanita juga tidak boleh menikahkan dirinya
(sendiri).”(HR. Ibnu Majah).

Sehingga dengan demikian yang menjadi wali bagi seorang wanita


secara berurutan adalah :
1) Bapaknya (ia adalah orang yang paling berhak untuk menikahkan
anak perempuannya)
2) Kakeknya dari pihak bapak, dan seterusnya ke atas
3) Saudara laki-lakinya sekandung
4) Saudara laki-lakinya sebapak
5) Anak laki-lakinya
6) Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
7) Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung (keponakan)
8) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak (keponakan)
9) Paman yang sekandung dengan bapaknya
10) Paman yang sebapak dengan bapaknya
11) Anak laki-laki pamannya (sepupu) dari pihak bapak
12) Yang terakhir adalah hakim/sulthan (penguasa).

Seorang wali tidak sah mewalikan jika masih ada wali lain
yang lebih dekat hubungannya dengan wanita tersebut. Sehingga tidak
sah perwalian saudara laki-laki jika masih ada bapak kandungnya, atau

Dasar – dasar Pernikahan 9


tidak sah pula perwalian saudara laki-laki sebapak jika saudara laki-
laki sekandung masih ada, demikian seterusnya.
Adapun syarat bagi seorang wali adalah :
1) Beragama Islam. Ini menurut kesepakatan para ulama. Berdasarkan
firman Allah :
‫َو اْلُم ْؤ ِم ُنوَن َو اْلُم ْؤ ِم ٰن ُت َبْعُضُهْم َأْو ِلَيآُء َبْع ض‬
“Dan orang - orang yang beriman, laki-laki dan wanita,
sebagian mereka adalah wali (menjadi penolong) bagi sebagian
yang lain.” (QS. At-Taubah : 71).
2) Laki-laki. Ini menurut kesepakatan para ulama’.
3) Mukallaf (baligh dan berakal). Ini menurut Jumhur ulama’.
4) Merdeka. Ini menurut mayoritas ahli ilmu.
5) ‘Adil (tidak tampak kefasikan darinya). Ini menurut pendapat
Imam Asy-Syafi’i dan satu riwayat dari Imam Ahmad.

c. Mahar
Mahar dalam pernikahan hukumnya adalah wajib. Jika kedua
pengantin sepakat untuk meniadakan mahar, maka nikahnya
rusak/tidak sah. Ini adalah pendapat madzhab Malikiyah dan pendapat
yang dipilih oleh Syakhul Islam Ibnu Taimiyyah 5. Hal ini
sebagaimana firman Allah :
‫َو َء اُتو۟ا الِّنَس آَء َص ُد ٰق ِتِهَّن ِنْح َلًةۚ َفِإن ِط ْبَن َلُك ْم َعن َش ْى ٍء ِّم ْنُه َنْفًس ا َفُك ُلوُه َهِنٓئًـا َّمِر ٓئًـا‬
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kalian nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa’ : 4).

d. Saksi
Pernikahan tidak sah tanpa adanya dua orang saksi laki-laki
yang beragama Islam, mukallaf, dan adil. Diriwayatkan dari Aisyah
ia berkata, Rasulullah bersabda : “Tidak (sah) suatu pernikahan,
kecuali (dengan adanya) seorang wali dan dua orang saksi yang
adil.” (HR. Baihaqi).

Dasar – dasar Pernikahan 10


Imam Tirmidzi berkata : “Pengamalan dari hadits ini
yang dilakukan oleh para ulama” dari kalangan sahabat Nabi a, dan
orang-orang setelahnya dari kalangan tabi‟in. Mereka berkata,
“Tidak ada pernikahan kecuali dengan adanya (saksi-saksi) yang
menyaksikan .” (HR. Ibnu ‘Abbas).

E. Rukun Akad Nikah


Akad nikah tidak dapat diadakan, kecuali setelah memenuhi beberapa
syarat berikut ini:
1. Kedua belah pihak (calon mempelai) telah mencapai usia akil baligh. Jika
salah seorang dari keduanya hilang ingatan tau masih kecil, maka berarti
belum mencapai usia baligh, sehingga nikah tidak dapat dilaksanakan.
2. Menyatukan tempat pelaksanaan ijab qabul. Dengan perngertian tidak
boleh memisahkan antara ijab dan qabul dengan pembicaraan atau hal-hal
lainnya. Tidak disyariatkan, pelaksanan qabul dilakukan langsung setelah
ijab. Meski pertemuan pelaksanaan ijab qabul itu berlangsung cukup lama
dan qabul dilakukan dengan adanya selang waktu dari ijab serta tidak ada
hal-hal yang menunjukkan penolakan dari kedua belah pihak, mak
pelaksanaan ijab qabul tersebut tetap satu. Sedangkan Imam malik
membolehkan tenggang waktu yang tidak terlalu lama antara ijab dan
qabul.
3. Agar lafadz (penyampaian) qabul tidak bertentangan dengan ijab kecuali
pertentangannya itu lebih baik dari yang seharusnya. Yaitu jika pihak wali
mengatakan : Aku nikahkan kamu dengan dengan putriku, si fullan dengan
mahar seratus Junnaihah. Lalu si mempelai menjawab: Aku terima
nikahnnya dengan mahar dua ratus Junaihah. Maka dengan demikian
pernikahan itu telah sah. Karena mencukupi dari yang seharusnya.
4. Kedua belah pihak saling mendengar satu dengan yang lainnya dan
memahami, bahwa maksudnya adalah pelaksanaan nikah. Meskipun salah
satu dari keduanya tidak memahami kata per kata dari kalimat yang
diucapkan (dalam bahasa lain). Karena yang terpenting adalah tujuan dan
niat.

Dasar – dasar Pernikahan 11


F. Rukun dan Syarat-syarat Nikah
Nikah mempunyai lima rukun yang harus ditepati. Diantaranya lima
rukun itu memiliki syarat-syarat tersendiri.
1. Calon Suami, dengan syarat :
a. Bukan muhrim (sedang melaksanakan ihram) walaupun diwakilkan.
b. Tidak dipaksa (mukrah dengan segala ketentuannya) selain paksaan
yang dibenarkan oleh syara’.
c. Jelas (tertentu) sehingga jikalau menyebutkan dua laki-laki tanpa
ditentukan salah satunya, maka tidak sah.
d. Jelas laki-laki, sehingga tidak sah menikah orang yang belum jelas
sifat laki-lakinya.
2. Calon Istri, dengan syarat :
a. Bukan muhrimah
b. Jelas sifat wanitanya
c. Sudah tertentu
d. Tidak dalam ikatan/ ‘iddah orang lain.
3. Shighat (Transaksi), dengan syarat :
a. Harus dengan ungkapan sharih (jelas), tidak boleh dengan khinayah.
Pelaksanaan ijab harus dilakukan walinya sendiri atau diwakilkan.
b. Harus bersambung (mustasil) anatara lafadz dan qabul, maksudnya
tidak ada selingan diantara keduanya.
c. Tidak ada ta’liqkan (digantungkan)
d. Tidak di batasi dengan waktu.
4. Wali
Yang menikahkan mempelai wanita adalah walinya. Wali
hendaknya seseorang yang beragama Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-
laki dan adil. Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam: “Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali” (HR. Imam
yang lima kecuali Nasa’i). Apabila seorang wanita menikahkan dirinya
sendiri tanpa wali maka nikahnya tidak sah. Di antara hikmahnya,
karena hal itu merupakan penyebab terjadinya perzinahan dan wanita

Dasar – dasar Pernikahan 12


biasanya dangkal dalam berfikir untuk memilih sesuatu yang paling
maslahat bagi dirinya.
5. Dua Saksi
Sebuah pernikahan tidak akan pernah sah tanpa adanya wali dari
pihak wanita, baik wali dari khos (khusus) atau ‘am (umum) dan dua saksi.
a. Syarat – syarat dari keduanya yaitu :
1) Islam
2) Baligh
3) Berakal (tidak sakit jiwa atau gila)
4) Laki – laki
5) Adil.
b. Yang di prioritaskan jadi wali nikah adalah :
1) Bapak
2) Kakek dari jalur bapak dan seterusnya
3) Saudara laki – laki sekandung
4) Saudara laki - laki tunggal bapak
5) Kemenakan laki – laki (anak laki – lakinya saudara laki – laki
sekandung meskipun jalur sebawahnya).
6) Kemenakan laki – laki dan saudara laki – laki sebapak meskipun
jelur sebawahnya.
7) Paman dari jalur bapak (sekandung)
8) Paman dari jalur bapak sebapak
9) Sepupu laki – laki (anak paman) sekandung meskipun jalur
sebawahnya.
10) Sepupu laki – laki sebapak meskipun jalur sebawahnya.
11) Penghulu bila sudah tak ada wali dari jalur nasab.

Catatan penting :
1. Wali yang mewakilkan pada orang lain dalam ijab-qobul tidak boleh jadi
saksi nikah dan lebih baik keluar dari majlisul aqdi (ruang akad).
2. Mahar (mas kawin) hukumnya wajib
3. Menyebutkan mahar dalam akad hukumnya sunnah

Dasar – dasar Pernikahan 13


4. Disunnahkan mahar tidak terlalu murah dan tidak terlalu mahal
5. Suami yang menyetubuhi istrinya sebelum ia tahu besar kecil mahar, wajib
membayar mahar mitsil
6. Jikalau mahar rusak sebelum diterima, maka istri boleh memilih antara
rusak dan sahnya mahar.
7. Mahar diharuskan dari sesuatu yang bisa dijadikan mabi’ (barang yang
bisa dijual)
8. Boleh dengan bahasa selain arab asal bisa di pahami.

G. Ijab Qabul
1. Syarat Ijab Qabul (Shighat) :
a. Kedua orang aqid minimal harus sudah mencapai umur tamyiz dan
aqil.
b. Ijab dan qabul harus satu majlis. Tak terpisahkan dengan ucapkan lain
atau hal-hal lain yang memalingkan dari ijab.
c. Ucapan Qabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali membenarkan
kesalahan ijab.
d. Ucapan ijab dapat didengar oleh masing-masing aqid dengan jelas dan
diketahui maksudnya.
e. Ucapan ijab dengan lafald sharih yaitu dengan nikah atau yang
semaknanya.

Lafal shighot ijab :


‫ مؤجال‬/ ‫يا … انكحتك وزوجتك فاطمة بنت سالم موكلي بمهر – الف روبية حاال‬
Artinya: “Aku menikahkanmu dengan perempuan bernama [sebutkan nama]
yang walinya mewakilkan padaku dengan maskawin [sebutkan jumlah
maskawin]”.
Lafal qabul :
‫قبلت نكاحها وتزويجها بالمهر المذكور‬
Artinya: “Saya terima nikahnya dengan mahar/maskawin tersebut”.
Perkawinan wajib dengan akad nikah dan dengan lafadz atau kalimat tertentu
berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:

Dasar – dasar Pernikahan 14


‫ اتقوا هللا في النساء فإنكم‬: ‫عن جابر بن عبد هللا في خطبة النبي صلى هللا عليه وسلم في الحج‬
‫) أخذتموهن بأمانة هللا واستحللتم فروجهن بكلمة هللا‬
Artinya : ”Dari jabir bin ‘abdullah dalam khutbah nabi ketika haji : Takutlah
engkau sekalian kepada Allah dalam hal orang-orang perempuan,
sesungguhnya engkau sekalian mengmbil mereka dan membuat halal
kemaluan-kemaluan mereka dengan kalimat Allah” (HR. Muslim).

2. Contoh Ijab Qabul


a. Contoh Ijab Qabul Wali dan Calon Suami :
1) Wali : Aku nikahkah kamu dengan anakku, Tina dengan mahar 5
juta kontan
2) Calon Suami : Aku terima nikahnya untukku dengan mahar
tersebut kontan.
b. Contoh Ijab Qabul Wakil Wali dan Calon Suami :
1) Wakil Wali : Aku nikahkan kamu dengan Tina anak perempuan
Ahmad sedang aku sebagai wakil dengan mahar 5 juta kontan.
2) Calon Suami : Aku terima nikahnya untukku dengan mahar
tersebut kontan.
c. Contoh Ijab Qabul Wali dan Wakil Calon Suami :
1) Wali : Aku nikahkan anakku, Tina dengan Agus sedangkan kamu
sebagai wakilnya, dengan mahar 5 juta kontan.
2) Wakil Calon Suami : Aku terima nikahnya untuk Agus dengan
mahar tersebut kontan.
d. Contoh Ijab Qabul Wakil Wali dan Wakil Calon Suami :
1) Wakil Wali : Aku nikahkan Agus sedangkan kamu sebagai
wakilnya dengan Tina anak perempuan Ahmad yang diwakilkan
kepadaku, dengan mahar 5 juta kontan.
2) Wakil Calon Suami : Aku terima nikahnya untuk Agus dengan
mahar tersebut kontan.

Dasar – dasar Pernikahan 15


Catatan penting :
1. Apabila akad nikah diwakilkan pada orang lain, maka harus ada sighot
taukil (transaksi perwakilan) dari wali seperti dibawah ini :
a) Nikahnya Tina anak perempuanku dengan Agus aku wakilkan padamu
dengan mahar 5 juta.
b) Dan wakil wali menerimanya dengan ucapan : Aku terima
perwakilanmu dalam menikahkan Tina dengan Agus dengan mahar
tersebut.
2. Mengungkapkan lafad li Agus (untuk Agus) atau diganti dengan lahu,
hukumnya wajib.

H. Hari yang di Sunnahkan dan di Jauhi untuk Menikah


Tempat yang disunahkan untuk melakukan pernikahan adalah masjid.
Sedangkan waktu yang paling utama (sunnah) adalah bulan Syawwal serta
bulan Ramadhan, karena untuk menolak persepsi orang-orang ndesit bahwa
hari-hari itu di makruhkan.
Arti dari sabda Nabi dalam hal ini adalah hadits dari Sayyidina Aisyah:
“Dari Aisyah RA berkata : Rasul SAW menikahiku de bulan Syawwal dan
membina rumah tangga bersamaku juga di bulan Syawwal. Maka siapakah
istri Rasulullah SWA yang lebih utama dari pada aku? Kemudian Aisyah RA
mensunnahkan agar para wanita memasuki pernikahan di bulan Syawwal,
sedang Rasulullah SAW mensunnahkan pernikahan di bulan Ramadhan.”
Hari-hari yang perlu di jauhi dalam pernikahan (Ijab Qobul) adalah
hari Rabu yang berada di akhir bulan, karena terdapat hadits yang menyatakan
bahwa hari tersebut adalah malapetaka. Serta hari Sabtu, karena hari Sabtu
adalah hari tipu muslihat dan penipuan. Sebab di hari tersebut, orang-orang
Quraisy berkumpul untuk membahas cara yang tepat untuk membunuh Nabi
SAW.
Demikian juga hari selasa, karena hari selasa adalah hari tragedi
berdarah, di hari itu Siti Hawa mengeluarkan darah haid. Putra nabi Adam di
bunuh oleh saudaranya, terbunuhnya Jirjis, nabi Zakariya, nabi Yahya dan
masih banyak lagi tragedi-tragedi mengerikan di hari tersebut. Selain itu ada

Dasar – dasar Pernikahan 16


beberapa ulama yang melarang untuk menikah tanggal 3, 5, 13, 16, 21, 24 dan
25 disetiap bulanya.
Pernyataan ini pun pernah diungkapkan oleh Sayyidina Ali RA. Hari-
hari diatas tidak sampai menyebabkan haram atau bahkan tidak sahnya tali
pernikahan, namun hanyalah hukum khilaful aula atau paling tidak makruh
bila terpaksa di laksanakan ijab qobul (nikah) tepat pada hari-hari tersebut.

Dasar – dasar Pernikahan 17


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pernikahan adalah suatu aqad atau perikatan untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih
sayang dengan cara yang diridhai Allah SWT. Islam menganjurkan orang
berkeluarga karena dari segi batin orang dapat mencapai kesejahteraan hidup
melalui berkeluarga yang baik. Dengan berkeluarga orang dapat mempunyai
anak dan dari anak yang shaleh diharapkan mendapatkan amal tambahan
disamping amal-amal jariyah yang lain.
Hukum asal pernikahan adalah sunnah, yaitu bagi orang yang
berkeinginan untuk menikah. Namun, hukumnya bisa menjadi wajib, Khilaful
Aula, makruh bahkan haram pada situasi-situasi tertentu. Lamaran merupakan
langkah awal dari suatu pernikahan. Kerelaan wanita sebelum melakukan akad
nikah, izin dari wali, mahar, saksi itu adalah syarat sah akad nikah. Saat
melakukan ijab qobul ucapan qabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali
membenarkan kesalahan ijab.
Tempat yang disunahkan untuk melakukan pernikahan adalah masjid.
Sedangkan waktu yang paling utama (sunnah) adalah bulan Syawwal serta
bulan Ramadhan, karena untuk menolak persepsi orang-orang ndesit bahwa
hari-hari itu di makruhkan. Adapun tujuan pernikahan menurut agama Islam
adalah untuk mendapatkan keturunan, untuk memenuhi petunjuk agama dalam
rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia, dan untuk
memelihara diri dari kerusakan.

B. SARAN
Penulis mengharapkan bahwa makalah ini sebagai sebuah referensi
untuk mengetahui dan sebagai langkah awal untuk membangun sebuah
pernikahan yang di syariatkan oleh agama Islam.

Dasar – dasar Pernikahan 18


Dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan, olek
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun untuk dapat menyempurnakan penyusunan makalah dasar – dasar
pernikahan ini sehingga dapat membantu penyusun dan pembaca untuk dapat
memahami lebih jelas tentang definisi dan dasar – dasar pernikahan tersebut.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca
pada umumnya.

Dasar – dasar Pernikahan 19


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad ‘Uwaidah, Syaikh Kamil. 1998. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.

Dewa, Mas. 2007. Bertanya Tentang Nikah & Relevansinya. Kediri: Pustaka
‘Azm.

Ghozali, Abdul Rahman. 2008. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group.

Hadi, Abdul. 1989. Fiqh Munakahat. Semarang: Duta Grafika.

Dasar – dasar Pernikahan 20

Anda mungkin juga menyukai