Kompetensi Dasar
1.5. Menghayati hikmah dari ketentuan syariat tentang pernikahan
2.5. Mengamalkan sikap taat dan bertanggungjawab sebagai implementasi dari pemahaman tentang
ketentuan undang-undang pernikahan
3.5. Menganalisis ketentuan perkawinan dalam Islam, serta ketentuan perkawinan menurut peraturan
perundang-undangan dan hikmahnya
4.5. Mengomunikasikan hasil analisis kasus praktik pernikahan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum
Islam yang terjadi di masyarakat
Tujuan Pembelajaran
1.5.1. Peserta didik meyakini terdapat hikmah dari ketentuan Islam tentang pernikahan
1.5.2. Peserta didik menyebarkan hikmah daripada ketentuan Islam tentang perikahan
2.5.1. Peserta didik berahlak mulia sebagai implementasi dari pemahaman ketentuan perkawinan dalam
hukum Islam dan perundang-undangan
2.5.2. Peserta didik menjadi teladan sebagai implementasi dari pemahaman ketentuan perkawinan dalam
hukum Islam dan perundang-undangan
3.5.1. Peserta didik mengorganisir ketentuan perkawinan dalam hukum Islam dan perundang - undangan
3.5.2. Peserta didik membandingkan ketentuan perkawinan dalam hukum Islam dan perundang - undangan
4.5.1. Peserta didik mendiskusikan hasil analisis praktik pernikahan yang sesuai dan tidak sesuai dengan
ketentuan hukum Islam yang terjadi di masyarakat
4.5.2. Peserta didik menyimpulkan hasil analisis praktik pernikahan yang sesuai dan tidak sesuai dengan
ketentuan hukum Islam yang terjadi di masyarakat
PETA KONSEP
PERNIKAHAN
padanan kata perkawinan ِ زواج. Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan yang bukan mahramnya sehingga mengakibatkan terdapatnya hak
dan kewajiban diantara keduanya.
Adapun pernikahan/perkawinan dalam UU RI no. 1 Tahun 1974 ( tentang Perkawinan) ialah ikatan
lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam Kompاilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2, bahwa Perkawinan menurut hukun Islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Tujuan pernikahan menurut Pasal 3 KHI bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam pasal 4 Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Seiring dengan kemajuan zaman, maka pernikahan harus tertib administrasi, hal ini dilakukan untuk
menjamin hak dan kewajiban suami istri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka dalam Pasal 5
menjelaskan :
1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat nikah sebagaimana
yang diatur dalam Undang - undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.
2. Hukum Pernikahan
Pernikahan merupakan perkara yang diperintahkan dalam al-Quran dan hadis, demi terwujudnya
kebahagiaan dunia akhirat. Allah berfirman dalam QS. An - Nisa’ : 3
ً َ َ َ ْ ُ ْ َ ََّ ْ ُ ْ ْ َ َ ٰ ُ َ َ ٰ ُ َ ٰ ْ َ ُ َ
احدة َ َ ْ َ َفانْك ُح ْوا َما َط
ِ النسا ِۤء مثنى وثلث وربعۚ ف ِان ِخفتم الا تع ِدلوا فو
ِ ن م
ِ م ك ل اب ِ
Artinya : “Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu
khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja”. (QS. An – Nisa’ : 3)
لكىن اان اصلى و اانم: محد هللا واثىن عليه وقال.م. ان النىب ص: عن انس ابن مالك رضي هللا عنه
) فمن رغب عن سنىت فليس مىن (رواه البخارى و مسلم,واصوم وافطر واتزوج النساء
Artinya: “Dari Anas bin Malik ra. Bahwasanya Nabi SAW memuji Allah dan menyanjungnya, beliau
bersabda : “ Akan tetapi aku shalat, aku tidur, aku berpuasa, aku makan, dan aku mengawini
perampuan, barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku
(HR. al-Bukhari Muslim)
)املؤمن اخواملؤمن فال حيل له ان يبتاع على بيع اخيه وال خيطب على خطبة اخيه حىت يذر (متفق عليه
Artinya : “Seorang mukmin adalah saudara mukmin lainnya. Oleh karena itu ia tidak boleh membeli atau
menawar sesuatu yang sudah dibeli/ditawar saudaranya dan tidak boleh meminang seseorang
yang sudah dipinang saudaranya, kecuali ia telah melepaskannya“. (Muttafaq alaih)
ْ َ َ
secara sindiran saja. Allah SWT berfirman :
ُ َ ْ َّ َ َ ْ ْ ُ ْ َ َ َ َ ُ َ َ
ْۗض ُت ْم ب ٖه م ْن خ ْط َبة الن َساۤء ا ْو اك َن ْن ُت ْم ف ْي ا ْن ُفسكم ولا جناح عليكم ِفيما عر
ِ ْٓ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
Artinya : “Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau
kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati.” (QS. al – Baqarah : 235)
)اذا خطب احدكم املراءة فقدر ان يرى منها بعض ما يدعوه اىل نكاحها فليفعل (رواه ابو داود
Artinya : “Apabila salah seorang di antara kamu meminang perempuan, maka kalau dapat melihat
sesuatu yang akan mendorongnya untuk kawin, hendaklah dilaksanakan”. (HR. Abu Dawud)
Pendapat tentang batas kebolehan melihat melihat seorang perempuan yang akan dipinang, yaitu :
a. Jumhur ulama berpendapat, boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan
b. Abu Dawud berpendapat, boleh melihat seluruh tubuh
c. Imam Abu Hanifah membolehkan melihat dua telapak tangan, dua telapak kaki dan muka
C. MEMAHAMI MAHRAM
Mahram adalah orang, baik laki-laki maupun perempuan yang haram dinikahi. Adapun sebab -sebab
yang menjadikan seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seseorang laki-laki dapat dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Sebab Haram Dinikah untuk Selamanya
Perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk selamanya terbagi menjadi empat yaitu :
a. Mahram sebab keturunan keturunan atau pertalian darah (Nasab)
1) Ibu (termasuk nenek keatas, dari pihak ibu dan dari pihak bapak)
2) Anak perempuan (termasuk cucu perempuan ke bawah)
3) Saudara perempuan (sekandung, seayah atau seibu)
4) Saudara perempuan bapak (sekandung, seayah atau seibu)
5) Saudara perempuan ibu (sekandung, seayah atau seibu)
6) Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan)
7) Anak perempuan dari saudara perempuan. Firman Allah SWT.
ْ ُْ ُ ٰ َْ ُ ٰ ُ ُٰ ٰ ُ ُ َ ُ ُ َ َ ُ ُٰ ُ ُ ُ ُ ََ ْ ُ
ح ِر َمت عل ْيك ْم اَّم ٰهتك ْم َو َبنتك ْم َواخ ٰوتك ْم َوع ّٰمتك ْم َوخلتك ْم َو َبنت الا ِخ َو َبنت الاخ ِت
Artinya : “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-
saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara
ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.” (QS. an – Nisa’ : 23)
َ َ َّ َ ْ ُ ُ ٰ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ّٰ ُ ُ ُ ٰ َُّ َ
وامهتكم ال ِت ْٓي ارضعنكم واخوتكم ِمن الرضاع ِة۔
Artinya : “Ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan”. (QS. an –
Nisa’ : 23)
e. Perbedaan agama
َْ ْ ُْ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ َ ْ ُّ ْ ٌ ْ َ ٌ َ ْ ُّ ٌ َ َ َ َ َّ ْ ُ ّٰ َ ٰ ْ ْ ُ َْ َ
َولا تن ِكحوا ال ُمش ِرك ِت حتى يؤ ِمنۗ ولامة مؤ ِمنة خير ِمن مش ِرك ٍة ولو اعجبتكمۚ ولا تن ِكحوا المش ِر ِكين
ُ َ َ َ
َْۗح ّٰتى ُي ْؤ ِم ُن ْواۗ َول َع ْب ٌد ُّم ْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر م ْن ُّم ْشرك َّول ْو ا ْع َج َبكم
ٍ ِ ِ
Artinya : “ Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh,
hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan
perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang
beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.” (QS. al –
Baqarah : 221)
D. PRINSIP KAFAAH DALAM PERNIKAHAN
1. Pengertian Kafaah
Kafaah atau kufu artinya kesamaan, kecocokan dan kesetaraan. Dalam konteks pernikahan berarti
adanya kesamaan atau kesetaraan antara calon suami dan calon istri dari segi keturunan, status social
(jabatan, pangkat), agama dan harta kekayaan.
2. Hukum Kafaah
Kafaah adalah hak perempuan dari walinya. Jika seorang perempuan rela menikah dengan seorang
laki-laki yang tidak sekufu, tetapi walinya tidak rela maka walinya berhak mengajukan gugatan fasakh
(batal). Demikian pula sebaliknya, apabila gadis salehah dinikahkan oleh walinya dengan laki-laki yang
tidak sekufu dengannya, ia berhak mengajukan gugatan fasakh.
Kafaah adalah hak seseorang. Oleh karena itu jika yang berhak rela tanpa adanya kafaah, pernikahan
dapat diteruskan
Beberapa pendapat tentang hal-hal yang dapat diperhitungkan dalam kafaah, yaitu :
a. Sebagian ulama mengutamakan bahwa kafaah itu diukur dengan nasab, kemerdekaan, ketaatan,
agama dan kekayaan
b. Pendapat yang kuat mengatakan bahwa kafaah itu diukur dengan ketaatan menjalankan agama.
Laki-laki yang tidak patuh menjalankan agama tidak sekufu dengan perempuan yang patuh
menjalankan agamanya. Laki-laki yang akhlaknya buruk tidak sekufu dengan perempuan yang
akhlaknya mulia
)(رواه البخارى ومسلم ملاهلا وحلسبها وجلماهلا ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك:تنكح املراءة الربع
Artinya : “Memilih wanita yang hendak dinikahi itu hendaknya mencakup empat kriteria : karena
hartanya, karena (kemuliaan) keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya.
Maka pilihlah wanita yang beragama engkau akan bahagia”. (HR. Bukhari dan Muslim)
1. Wali Nikah
a. Pengertian Wali
Seluruh Madzab sepakat bahwa wali dalam pernikahan adalah wali perempuan yang melakukan
akad nikah dengan pengantin laki-laki yang menjadi pilihan wanita tersebut.
b. Kedudukan Wali
Rasulullah SAW bersabda :
)ال تزوج املراءة املراءة وال تزوج املراءة نفسها (رواه ابن ماجة
Artinya : “ Janganlah seorang perempuan menikahkan perempuan lain, dan jangan pula ia
menikahkan dirinya sendiri”. (HR. Ibnu Majah)
Senada dengan riwayat di atas, dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda:
❖ Wali Mujbir
Wali mujbir adalah wali nasab yang berhak menikahkan anak perempuannya yang sudah
baligh, berakal dengan tiada meminta izin terlebih dahulu kepadanya. Hanya bapak dan kakek
yang dapat menjadi wali mujbir, dengan memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anaknya
2) Sekufu antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya
3) Calon suami mampu membayar mahar
4) Calon suami tidak cacat yang membayakan pergaulan dengan calon istri
❖ Wali Adhal
Wali adhal adalah wali nasab yang tidak mau menikahkan anaknya karena calon suami tidak
sesuai dengan kehendaknya. Dalam keadaan semisal ini secara otomatis perwalian pindah
kepada wali hakim.
Rasulullah SAW bersabda :
2. Saksi Nikah
a. Kedudukan Saksi
Wali dan saksi merupakan dua hal yang sangat menentukan sah atau tidaknya pernikahan.
Kedudukan saksi dalam pernikahan yaitu :
1) Untuk menghilangkan fitnah atau kecuriagaan orang lain terkait hubungan pasangan suami istri.
2) Untuk lebih menguatkan janji suci pasangan suami istri. Karena seorang saksi benar-benar
menyaksikan akad nikah pasangan suami istri dan janji mereka untuk saling menopang
kehidupan rumah tangga atas dasar maslahat bersama
G. IJAB QABUL
Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai penyerahan kepada pihak pengantin
laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.
Adapun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan kata yang bermakna menikah atau mengawinkan
2. Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah (pengantin laki-laki dan wali pengantin perempuan atau
yang mewakili).
3. Antara ijab dan qabul harus bersambung dan tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan lain
4. Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat, serta tidak dikaitkan dengan suatu
persyaratan apapun
5. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu
H. MAHAR
1. Pengertian dan Hukum Mahar
Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib suami kepada istri karena sebab pernikahan. Mahar
dalam Bahasa Al – Qur’an disebut shaduqah. Firman Allah SWT :
ً َ ْ َّ ٰ ُ َ َ َ ُٰ َ
ۗالنساۤء صدق ِت ِهن ِنحلة
ِ واتوا
Artinya : “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
yang penuh kerelaan.” (QS. an – Nisa’ : 4)
Berdasarkan ayat di atas, memberi mahar atau mas kawin hukumnya wajib. Jika mahar belum diberikan
kepada istri maka menjadi hutang bagi suami yang wajib dibayarkan.
Meskipun membayar mahar hukumnya wajib, namun dibayarkan atau belum (pada waktu akad) kepada
istri tidak mempengaruhi sahnya akad nikah.
2. Ukuran Mahar
Mahar merupakan symbol penghargaan seorang laki-laki kepada calon istrinya. Mahar bisa berupa
benda (materi) atau kemanfaatan (non materi). Rasulullah SAW mengajurkan kesederhanaan dalam
memberikan mahar. Beliau bersabda :
)ان اعظم النكاح بركة ايسره مؤنة (رواه امحد
Artinya : “Sesungguhnya nikah yang paling diberkahi adalah yang paling sederhana maharnya”.
)تزوج ولو خبامت من حديد (رواه امحد و ابو داود
Artinya : “Nikahlah engkau walau maharnya berupa cincin dari besi”. (HR Ahmad dan Abu Dawud)
I. WALIMATUL URSY
1. Pengertian Walimah
Walimah pernikahan dalam bahasa Arab disebut “walimatul urs” atau pesta pernikahan adalah pesta
yang diselenggarakan setelah akad nikah dengan menghidangkan jamuan kepada para undangan,
sebagai pernyataan rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah SWT.
صلَّى هللاُ اعلاْي ِه او اسلَّ ام اع اام ا ْوطاا يس ِِف الْ ُمْت اع ِة ِ اع ْن اسلا امةا بْ ِن اْالا ْك او ِع ار ِض اي هللاُ اعْنهُ قا ا
ص ار ُس ْو ُل هللا ا
ال ار َّخ ا
) ثاالاثاةا ا ََّييم ُُثَّ اَناى اعْن اها( رواه مسلم
Artinya : “ Dari Salah bin Al Akwa ra ia berkata “Pernah Rasulullah SAW. membolehkan perkawinan
mut’ah pada hari peperangan Authas selama tiga hari. Kemudian sesudah itu ia dilarang.”
( H.R. Muslim )
2. Nikah Syighar
Yang dimaksud dengan nikah syighar adalah seorang perempuan yang dinikahkan walinya dengan
laki-laki lain tanpa mahar, dengan perjanjian bahwa laki-laki itu akan menikahkan wali perempuan
tersebut dengan wanita yang berada di bawah perwaliannya.
Rasulullah SAW bersabda :
صلَّى هللاُ اعلاْي ِه او اسلَّ ام اَناى اع ِىن الشَّغاا ِر ِِف الْ اع ْق ِد اوالشَّغا اار أا ْن يُازَّو اج َّ ِاع ْن ابْ ِن عُ امار ار ِض اي هللاُ اعْنهُ ا َّن الن
َِّب ا
)اق (رواه البخارى و مسلم ٌ ص ادس باْي نا ُه اما االر ُج ُل ابْنا تاهُ علاى ا ْن يُازَّو اجهُ ابْنا تاهُ اولاْي ا
َّ
Artinya : “Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW melarang syighar dalam akad pernikahan. Yaitu
seorang mengawinkan anak perempuannya kepada seorang laki-laki dengan syarat laki-laki
tersebut harus mengawinkan anak perempuanya kepada laki-laki pertama dan masing-
masing tidak membayar mahar” (HR. Bukahri muslim)
3. Nikah Tahlil
Secara bahasa taḥlil artinya”menghalalkan, membolehkan”.
Nikah Tahlil, adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan
yang telah ditalaq tiga oleh suaminya, dengan maksud agar mantan suaminya yang telah mentalaq
tiga dapat menikahi kembali perempuan tersebut setelah diceraikan oleh suaminya yang baru.
Rasulullah SAW bersabda :
ِ ِ ِ اع ِن ابْ ِن ام ْسعُ ْويد ار ِض اى هللاُ اعْنهُ قا ا
ُصلَّى هللاُ اعلاْيه او اسلَّ ام الْ ُم احلٍّ ال اوالْ ُم احلَّ ال لاه
لا اع ان ار ُس ْو ُل هللا ا:ال
) ( رواه الرتمذى والنس ائى
Artinya : “ Dari Ibnu Mas’ud RA. Berkata : telah mengutuki Rasulullah SAW. terhadap orang yang laki-
laki yang menghalalkan dan yang dihalalkan “ ( H.R. Tirmidzi dan Nasa’i )
2. Kewajiban Suami
a. Suami wajib membimbing, melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
b. Sesuai dengan penghasilannya, suami wajib menanggung nafkah, kiswah, dan tempat kediaman
bagi isteri, biaya rumah tangga, biaya pendidikan bagi anak.
c. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya, atau bekas istri yang
masih dalam keadaan iddah
d. Suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang wajib memberikan tempat tinggal dan biaya hidup
kepada masing-masing isteri secara berimbang.
3. Kewajiban Istri
a. Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
b. Melayani suami lahir batin dengan penuhtanggung jawa.
c. Istri wajib menjaga kehormatan
d. Merawat dan memelihara anak-anak serta mendidiknya denga penuh kasih saying
L. HIKMAH PERNIKAHAN
1. Hikmah Bagi Individu dan Keluarga
a. Terwujudnya kehidupan yang tenang dan tentram karena terjalinnya cinta dan kasih sayang
diantara sesama.
ً َ ْ َ َّ ً ََّ َّ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ ً َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ ْ ُ َ َ َ َ ْ َ ٰ ٰ ْ َ
ۗو ِمن اي ِت ٖ ْٓه ان خلق لكم ِمن انف ِسكم ازواجا ِلتسكنوْٓا ِاليها وجعل بينكم مودة ورحمة
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.”. (QS. ar – Rum : 21)
b. Dengan pernikahan maka tujuan syariat tentang nikah tercapai yaitu menjaga keturunan
ٰ َّ َ ْ ُ َ َ َ َّ ً َ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ْ ْ ُ َ َ َ َ َّ ً َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ ْ ُ َ َ َ َ ُ ّٰ َ
ۗاجكم ب ِنين وحفدة ورزقكم ِمن الط ِيب ِت ِ واّٰلل جعل لكم ِمن انف ِسكم ازواجا وجعل لكم ِمن ازو
َ ْ ُ ُ ْ َ ْ ُ ّٰ َ ْ َ َ ْ ُُ ْم َ ْ ََ
اّٰلل هم يكفرون ِ اط ِل يؤ ِ نون و ِب ِنعم ِت
ِ اف ِبالب
Artinya : “Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik.
Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?(QS. an – Nahl : 72)
c. Pernikahan tidak saja hanya menjalankan hak dan kewajiban bagi suami istri yang dipenuhi akan
tetapi rasa saling mengerti diantara keduanyapun harus dipahami.
Azas-azas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam Undang-undang ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri
perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil
b. Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannyaitu; dan disamping itu tiap-tiap
perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Undang-undang ini menganut azas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang
bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang
suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan
lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai pernyataan tertentu dan diputuskan oleh
Pengadilan.
d. Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami istri itu harus telah masak jiwa
raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat diwujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik
dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya adanya perkawinan antara calon suami/istri yang
masih di bawah umur.
Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan.
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan
sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya
perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus
dilakukan di depan sidang Pengadilan.
f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian
segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.
5. Untuk menjamin kepastian hukum, maka perkawinan berikut segala sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku, yang dijalankan menurut
hukum yang telah ada adalah sah.
Demikian pula apabila mengenai sesuatu hal Undang-undang ini tidak mengatur dengan
sendirinya berlaku ketentuan yang ada.
❖ Pasal 2
Perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon
gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah
❖ Pasal 4
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
❖ Pasal 5
1) Agar terjadi ketertiban perkawinan dalam masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat
2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang No.
32 Tahun 1954
❖ Pasal 7
1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat
Nikah
2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat
nikahnya ke Pengadilan Agama
3) Itsbat Nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang
berkenaan dengan :
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian
b. Hilangnya Akta Nikah
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang RI. No 1 Tahun 1974
e. halangan perkawinan menurut Undang-Undang RI. No1 Tahun 1974
f. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan
menurut. 1 Tahun 1974