Anda di halaman 1dari 13

BAB V

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Kompetensi Dasar
1.5. Menghayati hikmah dari ketentuan syariat tentang pernikahan
2.5. Mengamalkan sikap taat dan bertanggungjawab sebagai implementasi dari pemahaman tentang
ketentuan undang-undang pernikahan
3.5. Menganalisis ketentuan perkawinan dalam Islam, serta ketentuan perkawinan menurut peraturan
perundang-undangan dan hikmahnya
4.5. Mengomunikasikan hasil analisis kasus praktik pernikahan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum
Islam yang terjadi di masyarakat

Tujuan Pembelajaran
1.5.1. Peserta didik meyakini terdapat hikmah dari ketentuan Islam tentang pernikahan
1.5.2. Peserta didik menyebarkan hikmah daripada ketentuan Islam tentang perikahan
2.5.1. Peserta didik berahlak mulia sebagai implementasi dari pemahaman ketentuan perkawinan dalam
hukum Islam dan perundang-undangan
2.5.2. Peserta didik menjadi teladan sebagai implementasi dari pemahaman ketentuan perkawinan dalam
hukum Islam dan perundang-undangan
3.5.1. Peserta didik mengorganisir ketentuan perkawinan dalam hukum Islam dan perundang - undangan
3.5.2. Peserta didik membandingkan ketentuan perkawinan dalam hukum Islam dan perundang - undangan
4.5.1. Peserta didik mendiskusikan hasil analisis praktik pernikahan yang sesuai dan tidak sesuai dengan
ketentuan hukum Islam yang terjadi di masyarakat
4.5.2. Peserta didik menyimpulkan hasil analisis praktik pernikahan yang sesuai dan tidak sesuai dengan
ketentuan hukum Islam yang terjadi di masyarakat

PETA KONSEP

PERNIKAHAN

PERNIKAHAN WALI DAN SAKSI IJAB QABUL


Pengertian Pengertian Ijab
Hukum Pernikahan Macam Qabul
Khitbah/ Meminang Tingkatan Wali Mahar
Memahami Mahram Saksi Nikah Pernikahan terlarang
Prinsip Kafaah Hak dan Kewajiban
Syarat dan Rukun ikah Suami Istri
Hikmah nya
A. PERNIKAHAN
1. Pengertian Nikah
Sebagai agama fitrah, Islam mengatur tata hubungan antar sesama umatnya. Termasuk hubungan
manusia dengan sesamanya yang terikat dalam tali ikatan perkawinan. Pernikahan adalah salah satu
karunia agung dari Allah ta’ala.
Islam menganjurkan manusia untuk menikah, karena nikah mempunyai pengaruh yang baik bagi
pelakunya, masyarakat, maupun seluruh umat manusia. Nikah merupakan media terbaik untuk
menyalurkan hasrat biologis secara syar’i. Dengan nikah, jasmani menjadi segar bugar, jiwa menjadi
tenang, dan terpelihara dari melihat yang haram.
Kata Nikah ‫نِكاح‬ atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam Bahasa Indonesia, sebagai

padanan kata perkawinan ِ ‫زواج‬. Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan yang bukan mahramnya sehingga mengakibatkan terdapatnya hak
dan kewajiban diantara keduanya.
Adapun pernikahan/perkawinan dalam UU RI no. 1 Tahun 1974 ( tentang Perkawinan) ialah ikatan
lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam Komp‫ا‬ilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2, bahwa Perkawinan menurut hukun Islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Tujuan pernikahan menurut Pasal 3 KHI bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam pasal 4 Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Seiring dengan kemajuan zaman, maka pernikahan harus tertib administrasi, hal ini dilakukan untuk
menjamin hak dan kewajiban suami istri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka dalam Pasal 5
menjelaskan :
1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat nikah sebagaimana
yang diatur dalam Undang - undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.

2. Hukum Pernikahan
Pernikahan merupakan perkara yang diperintahkan dalam al-Quran dan hadis, demi terwujudnya
kebahagiaan dunia akhirat. Allah berfirman dalam QS. An - Nisa’ : 3
ً َ َ َ ْ ُ ْ َ ََّ ْ ُ ْ ْ َ َ ٰ ُ َ َ ٰ ُ َ ٰ ْ َ ُ َ
‫احدة‬ َ َ ْ َ ‫َفانْك ُح ْوا َما َط‬
ِ ‫النسا ِۤء مثنى وثلث وربعۚ ف ِان ِخفتم الا تع ِدلوا فو‬
ِ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫اب‬ ِ
Artinya : “Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu
khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja”. (QS. An – Nisa’ : 3)

Rasulullah SAW bersabda :

‫ لكىن اان اصلى و اانم‬: ‫ محد هللا واثىن عليه وقال‬.‫م‬.‫ ان النىب ص‬: ‫عن انس ابن مالك رضي هللا عنه‬
)‫ فمن رغب عن سنىت فليس مىن (رواه البخارى و مسلم‬,‫واصوم وافطر واتزوج النساء‬
Artinya: “Dari Anas bin Malik ra. Bahwasanya Nabi SAW memuji Allah dan menyanjungnya, beliau
bersabda : “ Akan tetapi aku shalat, aku tidur, aku berpuasa, aku makan, dan aku mengawini
perampuan, barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku
(HR. al-Bukhari Muslim)

Jumhur ulama menetapkan hukum menikah menjadi lima yaitu :


a. Sunnah
Sunah adalah hukum asal pernikahan. Seseorang yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan
rohani dan sudah mempunyai bekal untuk menikah, dan tidak takut terjerumus dalam perbuatan zina
seandainya tidak menikah.
Rasulullah SAW bersabda :

‫ اوام ْن اَلْ يا ْستا ِط ْع‬,‫ص ُن لِلْ اف ْرِج‬


‫ص ِر اوا ْح ا‬
ِ ُّ ‫اب م ِن استطااع ِمْن ُكم الْباءةا فالْي ت زَّوج فااِنَّه ا اغ‬
‫ض للْبا ا‬ ُ ْ ‫مع اشار الشَّبا ِ ا ْ ا ا ُ ا ا ا ا ا‬ ْ ‫اَي‬
) ‫لص ْوِم فااِنَّهُ لاهُ ِو اجاءٌ ( رواه البخارى و مسلم‬ َّ ‫فا اعلاْي ِه ِِب‬
Artinya : ”Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang telah mempunyai kemampuan untuk
menikah, maka menikahlah, karena menikah itu lebih dapat memelihara mata dan
mengendalikan nafsu seksual, dan barangsiapa tidak mampu hendaklah ia berpuasa sebab
puasa itu menjadi penjaga baginya.” (H.R. Bukhari Muslim)
b. Mubah
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan nikah
atau mengharamkannya. Dengan kata lain, bagi orang yang tidak mempunyai pendorong atau faktor
yang melarang untuk menikah
c. Wajib
Hukum ini berlaku bagi siapapun yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, memiliki bekal
untuk menafkahi istri, dan khawatir dirinya akan terjerumus dalam pebuatan keji zina jika hasrat
kuatnya untuk menikah tak diwujudkan.
d. Makruh
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang belum mempunyai bekal untuk menafkahi keluarganya,
walaupun dirinya telah siap secara fisik untuk menyongsong kehidupan berumah tangga, dan ia tidak
khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan hingga datang waktu yang paling tepat untuknya.
e. Haram
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang menikah dengan tujuan menyakiti istrinya,
mempermainkannya serta memeras hartanya

B. MEMINANG ATAU KHITBAH


1. Pengertian dan Hukum Khitbah
Yang dimaksud dengan meminang atau khitbah atau melamar adalah pernyataan atau ajakan untuk
menikah dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan atau sebaliknya dengan cara yang baik.
Sedangkan hukum meminang adalah mubah (boleh) dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut
a. Perempuan yang boleh dipinang, dengan syarat :
1) Tidak terikat oleh akad pernikahan
2) Tidak berada dalam masa iddah talaq raj’i
3) Bukan pinangan orang lain. Rasulullah SAW bersabda :

)‫املؤمن اخواملؤمن فال حيل له ان يبتاع على بيع اخيه وال خيطب على خطبة اخيه حىت يذر (متفق عليه‬
Artinya : “Seorang mukmin adalah saudara mukmin lainnya. Oleh karena itu ia tidak boleh membeli atau
menawar sesuatu yang sudah dibeli/ditawar saudaranya dan tidak boleh meminang seseorang
yang sudah dipinang saudaranya, kecuali ia telah melepaskannya“. (Muttafaq alaih)

b. Cara mengajukan pinangan


1) Pinangan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddahnya boleh dinyatakan secara
terang-terangan
2) Pinangan kepada janda yang masih dalam iddah talaq ba’in atau iddah ditinggal wafat suaminya,
tidak boleh dinyatakan secara terang-terangan. Pinangan kepada mereka hanya boleh dilakukan

ْ َ َ
secara sindiran saja. Allah SWT berfirman :
ُ َ ْ َّ َ َ ْ ْ ُ ْ َ َ َ َ ُ َ َ
ْۗ‫ض ُت ْم ب ٖه م ْن خ ْط َبة الن َساۤء ا ْو اك َن ْن ُت ْم ف ْي ا ْن ُفسكم‬ ‫ولا جناح عليكم ِفيما عر‬
ِ ْٓ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
Artinya : “Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau
kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati.” (QS. al – Baqarah : 235)

2. Melihat Wanita yang Akan Dinikahi


Melihat calon istri untuk mengetahui penampilan dan kecantikannya disunnnahkan oleh agama untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia dan sekaligus menghindari penyesalan setelah
menikah. Rasulullah SAW bersabda :

)‫اذا خطب احدكم املراءة فقدر ان يرى منها بعض ما يدعوه اىل نكاحها فليفعل (رواه ابو داود‬
Artinya : “Apabila salah seorang di antara kamu meminang perempuan, maka kalau dapat melihat
sesuatu yang akan mendorongnya untuk kawin, hendaklah dilaksanakan”. (HR. Abu Dawud)

Pendapat tentang batas kebolehan melihat melihat seorang perempuan yang akan dipinang, yaitu :
a. Jumhur ulama berpendapat, boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan
b. Abu Dawud berpendapat, boleh melihat seluruh tubuh
c. Imam Abu Hanifah membolehkan melihat dua telapak tangan, dua telapak kaki dan muka

C. MEMAHAMI MAHRAM
Mahram adalah orang, baik laki-laki maupun perempuan yang haram dinikahi. Adapun sebab -sebab
yang menjadikan seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seseorang laki-laki dapat dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Sebab Haram Dinikah untuk Selamanya
Perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk selamanya terbagi menjadi empat yaitu :
a. Mahram sebab keturunan keturunan atau pertalian darah (Nasab)
1) Ibu (termasuk nenek keatas, dari pihak ibu dan dari pihak bapak)
2) Anak perempuan (termasuk cucu perempuan ke bawah)
3) Saudara perempuan (sekandung, seayah atau seibu)
4) Saudara perempuan bapak (sekandung, seayah atau seibu)
5) Saudara perempuan ibu (sekandung, seayah atau seibu)
6) Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan)
7) Anak perempuan dari saudara perempuan. Firman Allah SWT.

ْ ُْ ُ ٰ َْ ُ ٰ ُ ُٰ ٰ ُ ُ َ ُ ُ َ َ ُ ُٰ ُ ُ ُ ُ ََ ْ ُ
‫ح ِر َمت عل ْيك ْم اَّم ٰهتك ْم َو َبنتك ْم َواخ ٰوتك ْم َوع ّٰمتك ْم َوخلتك ْم َو َبنت الا ِخ َو َبنت الاخ ِت‬
Artinya : “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-
saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara
ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.” (QS. an – Nisa’ : 23)

b. Mahram sebab sepersusuan (Radha’ah)


1) Ibu-ibu yang diharamkan dinikahi karena sebab nasab
2) Anak-anak perempuan
3) Saudara perempuan yang sepersusuan
4) Para bibi dari jalur ayah
5) Para bibi dari jalur ibu
6) Anak perempuannya saudara laki-laki
7) Anak perempuannya saudara perempuan.

َ َ َّ َ ْ ُ ُ ٰ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ّٰ ُ ُ ُ ٰ َُّ َ
‫وامهتكم ال ِت ْٓي ارضعنكم واخوتكم ِمن الرضاع ِة۔‬
Artinya : “Ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan”. (QS. an –
Nisa’ : 23)

c. Mahram sebab menantu/pernikahan (Mushaharah)


1) Isteri ayah dan Istri kakek beserta jalur ke atasnya, karena Allah SWT berfirman:
ُ
ً ً ْ ً َ َ َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ َّ َ
ࣖ ‫احشة َّو َمقتاۗ َو َسا َۤء َس ِب ْيلا‬ ‫ف‬ ‫ان‬‫ك‬ ‫ه‬‫ن‬ ‫ا‬ ۗ
‫ف‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫د‬‫ق‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ل‬‫ا‬ ‫ۤء‬
‫ا‬ ‫س‬ ‫الن‬ ‫ن‬َ ‫َو َلا َت ْنك ُح ْوا َما نَ َك َح ٰا َبا ُۤؤك ْم م‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu,
kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan
dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (QS. an – Nisa’ : 22)

2) Ibu dari istri (mertua)


3) Anak tiri, jika istri (ibunya) telah dicampuri
4) Istri dari anak (menantu)
َّ ْ ُ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َّ ْ َ َّ ْ ُ ْ َ َ ْ ّٰ ُ ُ َ ْ ْ ُ ْ ُ ُ ْ ْ ّٰ ُ ُ ُ َ َ َ ْ ُ َ ُ ٰ َُّ َ
‫وامهت ِنس ۤاىِٕكم ورب ۤاىِٕبكم ال ِتي ِفي حجو ِركم ِمن ِنس ۤاىِٕكم ال ِتي دخلتم ِب ِهنَّۖ ف ِان لم تكونوا دخلتم ِب ِهن‬
ُ َ َّ ُ َ ُ
ْ‫َف َلا ُج َنا َح َع َل ْيك ْمَّۖ َو َح َلاۤى ُِٕل ابْ َن ۤاىِٕك ُم الذيْ َن م ْن ا ْص َلابكم‬
ِ ِ ِ
Artinya : “Ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan
(dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau.” (QS. an – Nisa’ : 23)

d. Wanita yang haram dinikahi lagi karena sebab li’an


Li’an adalah persaksian seorang suami sebagaimana berikut, “Aku bersaksi kepada Allah, atas
kebenaran dakwaanku bahwa istriku telah berzina”.
Persaksian ini diulangi hingga empat kali, kemudian setelahnya ia berkata, “Laknat Allah akan
menimpaku seandainya aku berdusta dalam dakwaanku ini”.
Bisa disimpulkan bahwa suami yang mendakwa istrinya berzina, dikenai salah satu dari dua
konsekuensi. Pertama; didera 80 kali bila ia tidak bisa menghadirkan saksi. Kedua; li’an, yang
dengan persaksian tersebut ia terbebas dari hukuman dera.
Walaupun dengan li’an seorang suami terbebas dari hukuman dera, akan tetapi efek yang
diakibatkan dari li’an tersebut, ia harus berpisah dengan istrinya selama-lamanya. Hal ini
disandarkan pada Hadis Rasulullah SAW :

)‫املتالعنان اذا تفرقا ال جيتمعان ابدا (رواه ابو داود‬


Artinya : “ Suami istri yang telah melakukan li’an, jika keduanya telah bercerai maka tidak boleh
berkumpul Kembali (dalam ikatan pernikahan) selama-lamanya.” (HR. Abu Dawud)

2. Sebab Haram Dinikahi Sementara


Ada beberapa sebab yang menjadikan seorang wanita tidak boleh dinikahi sementara waktu. Apabila
sebab tersebut hilang, maka wanita tersebut boleh dinikahi kembali. Sebab-sebab tersebut adalah :
a. Sebab pertalian nikah.
Perempuan yang masih dalam ikatan perkawinan, haram dinikahi laki-laki lain. Termasuk perempuan
yang masih ada dalam massa iddah, baik iddah talak maupun iddah wafat.
Firman Allah SWT.
َ َ َ ُ ٰ ْ َ ُ ْ َ ّٰ َ َ َ َ ْ ُ ْ ُ َْ ََ
ۗ‫النك ِاح حتى يبلغ ال ِكتب اجله‬
ِ ‫ولا تع ِزموا عقدة‬
Artinya : “Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa iddahnya”. (QS. al –
Baqarah : 235)

b. Sebab beristri lebih dari empat orang.


ً َ َ َ ْ ُ ْ َ ََّ ْ ُ ْ ْ َ َ ٰ ُ َ َ ٰ ُ َ ٰ ْ َ ُ َ
‫احدة‬ َ َ ْ َ ‫َفانْك ُح ْوا َما َط‬
ِ ‫النسا ِۤء مثنى وثلث وربعۚ ف ِان ِخفتم الا تع ِدلوا فو‬
ِ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫اب‬ ِ
Artinya : “Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika
kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja”. (QS. an –
Nisa’ : 3)

c. Sebab Talaq Ba’in Kubra.


Bagi seorang laki-laki yang mencerai istrinya dengan talak tiga, haram baginya menikah dengan
mantan istrinya itu, selama ia belum dinikahi laki-laki lain, kemudian diceraikan kembali dan melalui
masa iddah.
Dengan kata lain, ia bisa menikahi kembali istrinya tersebut dengan beberapa syarat berikut :
1) Istrinya telah menikah dengan laki-laki lain (suami baru).
2) Istrnya telah melakukan hubungan intim dengan suami barunya.
3) Istrinya dicerai suami barunya secara wajar, bukan karena ada rekayasa.
4) Telah habis masa iddah talak dari suami baru.
ْ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َّ َ ْ َ َ ً َ َ ْ َ ّٰ َ ُ ْ ْ َ ُّ َ َ َ َ َ َّ َ ْ َ
‫ن َبعد حتى تن ِكح ز ْوجا غ ْي َرهۗ ف ِان طلق َها فلا جناح عل ْي ِهم ْٓا انَّيتراجع ْٓا ِان‬
ْۢ ‫تحل له ِم‬
ِ ‫ف ِان طلقها فلا‬
ّٰ َ ُ ُ َ ْ َ َّ َ
ِ ‫ظن ْٓا ان ُّي ِق ْيما حد ْود‬
ۗ‫اّٰلل‬
Artinya : “Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak
halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri)
untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah.” (QS. al – Baqarah : 2300

d. Memadu dua orang perempuan bersaudara


Diharamkan bagi seorang laki-laki yang masih berada dalam ikatan pernikahan dengan seorang
perempuan menikahi beberapa wanita berikut:
1) Saudara perempuan istrinya, baik kandung seayah maupun seibu
2) Saudara perempuan ibu istrinya (bibi istri) baik kandung seayah ataupun seibu dengan ibu
istrinya.
3) Saudara perempuan bapak istrinya (bibi istrinya) baik kandung seayah atupun seibu dengan
bapak istrinya.
4) Anak perempuan saudara perempuan istrinya (keponakan istrinya) baik kandung seayah maupun
seibu
5) Anak perempuan saudara laki-laki istrinya baik kandung seayah maupun seibu
6) Semua perempuan yang bertalian susuan dengan istrinya.
Firman Allah SWT.
ً ُ َ َ َ َ ّٰ َّ َ َ َ ْ َ َ َّ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ َ
‫اّٰلل كان غف ْو ًرا َّر ِح ْيما۔‬ ‫وان تجمعوا بين الاختي ِن ِالا ما قد سلفۗ ِان‬
Artinya : “ Dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (QS. an – Nisa’ : 23)

e. Perbedaan agama
َْ ْ ُْ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ َ ْ ُّ ْ ٌ ْ َ ٌ َ ْ ُّ ٌ َ َ َ َ َّ ْ ُ ّٰ َ ٰ ْ ْ ُ َْ َ
‫َولا تن ِكحوا ال ُمش ِرك ِت حتى يؤ ِمنۗ ولامة مؤ ِمنة خير ِمن مش ِرك ٍة ولو اعجبتكمۚ ولا تن ِكحوا المش ِر ِكين‬
ُ َ َ َ
ْۗ‫َح ّٰتى ُي ْؤ ِم ُن ْواۗ َول َع ْب ٌد ُّم ْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر م ْن ُّم ْشرك َّول ْو ا ْع َج َبكم‬
ٍ ِ ِ
Artinya : “ Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh,
hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan
perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang
beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.” (QS. al –
Baqarah : 221)
D. PRINSIP KAFAAH DALAM PERNIKAHAN
1. Pengertian Kafaah
Kafaah atau kufu artinya kesamaan, kecocokan dan kesetaraan. Dalam konteks pernikahan berarti
adanya kesamaan atau kesetaraan antara calon suami dan calon istri dari segi keturunan, status social
(jabatan, pangkat), agama dan harta kekayaan.
2. Hukum Kafaah
Kafaah adalah hak perempuan dari walinya. Jika seorang perempuan rela menikah dengan seorang
laki-laki yang tidak sekufu, tetapi walinya tidak rela maka walinya berhak mengajukan gugatan fasakh
(batal). Demikian pula sebaliknya, apabila gadis salehah dinikahkan oleh walinya dengan laki-laki yang
tidak sekufu dengannya, ia berhak mengajukan gugatan fasakh.
Kafaah adalah hak seseorang. Oleh karena itu jika yang berhak rela tanpa adanya kafaah, pernikahan
dapat diteruskan
Beberapa pendapat tentang hal-hal yang dapat diperhitungkan dalam kafaah, yaitu :
a. Sebagian ulama mengutamakan bahwa kafaah itu diukur dengan nasab, kemerdekaan, ketaatan,
agama dan kekayaan
b. Pendapat yang kuat mengatakan bahwa kafaah itu diukur dengan ketaatan menjalankan agama.
Laki-laki yang tidak patuh menjalankan agama tidak sekufu dengan perempuan yang patuh
menjalankan agamanya. Laki-laki yang akhlaknya buruk tidak sekufu dengan perempuan yang
akhlaknya mulia

E. SYARAT DAN RUKUN NIKAH


1. Pengertian
Rukun nikah adalah unsur pokok yang harus dipenuhi, hingga pernikahan menjadi sah.
2. Rukun dan Syarat Nikah
a. Calon suami, dengan syarat :
1) Beragama Islam
2) Laki – laki
3) Atas keinginan dan pilihan sendiri (tidak terpaksa)
4) Tidak beristri empat
5) Tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon istri
6) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istrinya
7) Tidak sedang berihram haji atau umrah
b. Calon istri, dengan syarat :
Rasulullah SAW bersabda :

)‫(رواه البخارى ومسلم‬ ‫ملاهلا وحلسبها وجلماهلا ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك‬:‫تنكح املراءة الربع‬
Artinya : “Memilih wanita yang hendak dinikahi itu hendaknya mencakup empat kriteria : karena
hartanya, karena (kemuliaan) keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya.
Maka pilihlah wanita yang beragama engkau akan bahagia”. (HR. Bukhari dan Muslim)

c. Wali, dengan syarat :


1) Laki –laki
2) Beragama Islam
3) Baligh
4) Berakal
5) Merdeka dan Adil
6) Tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah
d. Dua orang saksi, dengan syarat :
1) Laki –laki
2) Beragama Islam
3) Baligh
4) Berakal
5) Merdeka dan Adil
6) Bisa melihat dan mendengar
7) Memahami bahasa yang digunakan dalam akad
8) Tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah
9) Hadir dalam acara ijab dan qabul

e. Ijab Qabul, dengan syarat :


1) Menggunakan kata yang bermakna menikah atau mengawinkan
2) Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah (pengantin laki-laki dan wali pengantin perempuan
atau yang mewakili).
3) Antara ijab dan qabul harus bersambung dan tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan lain
4) Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat, serta tidak dikaitkan dengan suatu
persyaratan apapun
5) Tidak dibatasi dengan waktu tertentu
F. WALI DAN SAKSI
Wali dan saksi dalam pernikahan merupakan dua hal yang sangat menentukan sah atau tidaknya
pernikahan. Keduanya harus memenuhi syarat - syarat tertentu.

1. Wali Nikah
a. Pengertian Wali
Seluruh Madzab sepakat bahwa wali dalam pernikahan adalah wali perempuan yang melakukan
akad nikah dengan pengantin laki-laki yang menjadi pilihan wanita tersebut.

b. Kedudukan Wali
Rasulullah SAW bersabda :

)‫ال تزوج املراءة املراءة وال تزوج املراءة نفسها (رواه ابن ماجة‬
Artinya : “ Janganlah seorang perempuan menikahkan perempuan lain, dan jangan pula ia
menikahkan dirinya sendiri”. (HR. Ibnu Majah)

Senada dengan riwayat di atas, dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda:

)‫ل ُم ْرِش يد(رواه الرتمذى‬ ِ ِ ‫الا نِ اك‬


ٍّ‫اح إالَّ ب اوِي‬
‫ا‬
Artinya : “Tidak sah pernikahan kecuali dngan wali yang dewasa dan dua orang saksi yag adil”.
(HR. Turmudzi)

c. Syarat – Syarat Wali


1) Laki –laki
2) Beragama Islam
3) Baligh
4) Berakal
5) Merdeka dan Adil
6) Tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah

d. Macam dan Tingkatan Wali


Wali nikah terbagi menjadi dua macam yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali nasab adalah wali dari
pihak kerabat. Sedangkan wali hakim adalah pejabat yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi
wali nikah dalam keadaan tertentu dan dengan sebab tertentu.
1) Wali Nasab
Berikut urutan wali nasab, dari yang paling kuat memiliki hak perwalian hingga yang paling lemah:
a) Ayah
b) Kakek dari Ayah
c) Saudara laki-laki kandung/kakak atau adik laki-laki kandung
d) Saudara laki-laki seayah/kakak atau adil laki-laki seayah
e) Keponakan dari kakak atau adik kandung
f) Keponakan dari kakak atau adik seayah
g) Paman yang sekandung dengan ayah

h) Paman yag seayah dengan ayah


i) Anak laki-laki paman yang sekandung /saudara sepupu kandung
j) Anak kali-laki paman yang seayah/saudara sepupu seayah

❖ Wali Mujbir
Wali mujbir adalah wali nasab yang berhak menikahkan anak perempuannya yang sudah
baligh, berakal dengan tiada meminta izin terlebih dahulu kepadanya. Hanya bapak dan kakek
yang dapat menjadi wali mujbir, dengan memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anaknya
2) Sekufu antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya
3) Calon suami mampu membayar mahar
4) Calon suami tidak cacat yang membayakan pergaulan dengan calon istri

❖ Wali Adhal
Wali adhal adalah wali nasab yang tidak mau menikahkan anaknya karena calon suami tidak
sesuai dengan kehendaknya. Dalam keadaan semisal ini secara otomatis perwalian pindah
kepada wali hakim.
Rasulullah SAW bersabda :

)‫السلطان ول من ال ول له (اخرجه االربعة‬


Artinya : “ Sulthan (hakim) adalah wali bagi seseorang yang tidak mempunyai wali”. (HR. Imam
yang empat
2) Wali Hakim
Yang dimaksud dengan wali hakim adalah kepala negara yang beragama Islam. Dalam konteks
keindonesiaan tanggung jawab ini dikuasakan kepada Menteri Agama yang selanjutnya
dikuasakan kepada para pegawai pencatat nikah
Sebab – sebab perempuan berwali hakim :
1) Tidak ada wali nasab
2) Yang lebih dekat tidak mencukupi syarat sebagai wali dan yang lebih jauh tidak ada
3) Wali yang lebih dekat ghaib
4) Wali yang lebih dekat sedang melakukan ihram/ibadah haji atau umrah
5) Wali yang lebih dekat masuk penjara dan tidak dapat dijumpai
6) Wali yang lebih dekat tidak mau menikahkan (adhal)
7) Wali yang lebih dekat hilang, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula hidup dan
matimya (mafqud)

2. Saksi Nikah
a. Kedudukan Saksi
Wali dan saksi merupakan dua hal yang sangat menentukan sah atau tidaknya pernikahan.
Kedudukan saksi dalam pernikahan yaitu :
1) Untuk menghilangkan fitnah atau kecuriagaan orang lain terkait hubungan pasangan suami istri.
2) Untuk lebih menguatkan janji suci pasangan suami istri. Karena seorang saksi benar-benar
menyaksikan akad nikah pasangan suami istri dan janji mereka untuk saling menopang
kehidupan rumah tangga atas dasar maslahat bersama

b. Jumlah dan Syarat Saksi


Saksi dalam pernikahan disyaratkan dua orang laki-laki.

c. Syarat – Syarat Saksi dalam Pernikahan


1) Laki –laki
2) Beragama Islam
3) Baligh
4) Berakal
5) Merdeka dan Adil
6) Bisa melihat dan mendengar
7) Memahami bahasa yang digunakan dalam akad
8) Tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah
9) Hadir dalam acara ijab dan qabul

G. IJAB QABUL
Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai penyerahan kepada pihak pengantin
laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.
Adapun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan kata yang bermakna menikah atau mengawinkan
2. Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah (pengantin laki-laki dan wali pengantin perempuan atau
yang mewakili).
3. Antara ijab dan qabul harus bersambung dan tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan lain
4. Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat, serta tidak dikaitkan dengan suatu
persyaratan apapun
5. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu

H. MAHAR
1. Pengertian dan Hukum Mahar
Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib suami kepada istri karena sebab pernikahan. Mahar
dalam Bahasa Al – Qur’an disebut shaduqah. Firman Allah SWT :
ً َ ْ َّ ٰ ُ َ َ َ ُٰ َ
ۗ‫النساۤء صدق ِت ِهن ِنحلة‬
ِ ‫واتوا‬
Artinya : “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
yang penuh kerelaan.” (QS. an – Nisa’ : 4)

Berdasarkan ayat di atas, memberi mahar atau mas kawin hukumnya wajib. Jika mahar belum diberikan
kepada istri maka menjadi hutang bagi suami yang wajib dibayarkan.
Meskipun membayar mahar hukumnya wajib, namun dibayarkan atau belum (pada waktu akad) kepada
istri tidak mempengaruhi sahnya akad nikah.
2. Ukuran Mahar
Mahar merupakan symbol penghargaan seorang laki-laki kepada calon istrinya. Mahar bisa berupa
benda (materi) atau kemanfaatan (non materi). Rasulullah SAW mengajurkan kesederhanaan dalam
memberikan mahar. Beliau bersabda :
)‫ان اعظم النكاح بركة ايسره مؤنة (رواه امحد‬
Artinya : “Sesungguhnya nikah yang paling diberkahi adalah yang paling sederhana maharnya”.
)‫تزوج ولو خبامت من حديد (رواه امحد و ابو داود‬
Artinya : “Nikahlah engkau walau maharnya berupa cincin dari besi”. (HR Ahmad dan Abu Dawud)

)‫قد زوجتك مبا حمك من الفراءن (رواه البخارى و مسلم‬


Artinya : “Aku telah menikahkanmu dengan hafalan Al – Qur’an”. (HR. Bukhari Muslim)

3. Macam – Macam Mahar


Mahar ada dua :
a. Mahar Musamma yaitu mahar yang jenis dan jumlahnya disebutkan saat akad nikah berlangsung.
b. Mahar Mitsil yaitu mahar yang tidakdisebutkan pada waktu akad nikah, yang jenis atau kadarnya
diukur sepadan dengan mahar yang pernah diterima oleh anggota keluarga terdekat kala mereka
melangsungkan pernikahan dengan melihat status social, kecantikan, gadis atau janda.

4. Cara Membayar Mahar


Pembayaran mahar dapat dilakukan secara kontan atau dihutang. Apabila kontan maka dapat
dibayarkan sebelum atau sesudah akad nikah. Apabila pembayaran dihutang, maka teknis pembayaran
mahar sebagaimana berikut :
a. Wajib dibayar seluruhnya, apabila mahar telah disebut pada waktu akad, suami telah mencampuri
atau salah satu dari pasangan suami istri meninggal dunia walaupun keduanya belum melakukan
hubungan suami istri.
b. Wajib dibayar separohnya, apabila mahar telah disebut pada waktu akad dan suami telah mencerai
istri sebelum ia dicampuri.
َ َ ُ ْ ْ َ َّ ُ ْ َ ُ ْ َ ً َ َ َ ُ ْ َ ْ َ ُ َ ْ َ َ ُ ُ ْ َّ َ ْ
‫َواِ ن طلقت ُم ْوهَّن ِم ْن ق ْب ِل ان ت َم ُّس ْوهَّن َوقد ف َرضت ْم ل ُهَّن ف ِر ْيضة ف ِنصف َما ف َرضت ْم ِال ْٓا ان َّيعف ْون ا ْو‬
َ ُ َ ْ ُ َّ ُ
ۗ‫النك ِاح‬ َ ْ َ َْ
ِ ‫يعفوا ال ِذي ِبي ِد ٖه عقدة‬
Artinya : “Dan jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal kamu sudah
menentukan Maharnya, maka (bayarlah) seperdua dari yang telah kamu tentukan, kecuali
jika mereka (membebaskan) atau dibebaskan oleh orang yang akad nikah ada di
tangannya”. (QS. al – Baqarah : 237)
.
c. Mahar gugur seluruhnya, apabila terjadi perceraian sebelum istri dicampuri dan mahar tidak disebut
pada waktu akad.
ْ َ َ ُ ُ َ ُ َْ َ ُ َ َ ُ
ً َ َ
‫الن َسا َۤء َما ل ْم ت َم ُّس ْوهَّن ا ْو تف ِرض ْوا ل ُهَّن ف ِر ْيضةَّۖ َّو َم ِتع ْوهَّن على ال ُم ْو ِس ِع‬ ‫م‬ُ ‫َلا ُج َنا َح َع َل ْيك ْم ا ْن َطَّل ْق ُت‬
ِ ِ
ْ ً َ َ ْ
‫ف‬ ْ ‫اعا ْۢبال َم ْع ُر‬
‫و‬ ‫ت‬ ‫م‬ ۚ ‫ه‬‫ر‬ ُ ‫َق َد ُره َو َع َلى ال ُم ْقتر َق َد‬
ۚ ِ ِ ِِ
Artinya : “ Tidak ada dosa bagimu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu yang belum kamu sentuh
(campuri) atau belum kamu tentukan maharnya. Dan hendaklah kamu beri mereka mut‘ah,
bagi yang mampu menurut kemampuannya dan bagi yang tidak mampu menurut
kesanggupannya, yaitu pemberian dengan cara yang patut”. (QS. al – Baqarah : 236)

I. WALIMATUL URSY
1. Pengertian Walimah
Walimah pernikahan dalam bahasa Arab disebut “walimatul urs” atau pesta pernikahan adalah pesta
yang diselenggarakan setelah akad nikah dengan menghidangkan jamuan kepada para undangan,
sebagai pernyataan rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah SWT.

2. Hukum Menyelenggarakan Walimah


Jumhur ulama berpendapat bahwa mengadakan “walimatul urs” hukumnya sunnah muakkad,
berdasarkan sabda Rasulullah SAW

) ‫اْوَِلْ اولا ْو بِش ا ةي ( متفق عليه‬.‫ف‬


ِ ‫الر ْمح ِن ب ِن عو‬ ِ ِ
ْ ‫ق ا ال ار ُسوهللا ل اعْبد َّ ا ْ ا‬
Artinya : “ Rasulullah SAW. Bersabda kepada Abdurrahman bin auf : “ Adakanlah pesta walaupun hanya
memotong seekor kambing“ ( H.R. Mutafaqun ‘Alaihi )

3. Hukum Menghadiri Walimah


Hukum menghadiri Walimah adalah wajib, manakala tidak ada halangan atau udzur sebagaimana sabda
Rasulullah SAW :

) ‫ىل اولِْي ام ية فالْياأْ ِِتا (متفق عليه‬ِ ِ ِ


‫ ا اذا ُدع اى ا اح ُد ُك ْم ا ا‬.‫قال ار ُسوهللا‬
Artinya : “Rasulullah SAW ersabda : Jika salah seorang diantara kamu diundang untuk menghadiri suatu
pesta, maka hendaklah ia menghadirinya (wajib)”. (HR. Muslim)
4. Hikmah Walimah
a. Dapat menghilangkan fitnah bagi kedua mempelai dan keluarganya
b. Dapat mempererat jalinan silaturrahmi
c. Mendapat restu dari orang banyak
d. Dapat berbuat baik kepada orang lain dengan menjamu tamu undangan
e. Memberi semangat bagi kedua mempelai dalam mengarungi rumah tangga

J. MACAM – MACAM PERNIKAHAN TERLARANG


Maksud dari pernikahan yang dilarang adalah pernikahan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Adapun macam-macam pernikahan yang dilarang dalam agama Islam adalah :
1. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah ialah nikah yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan melampiaskan hawa nafsu
dan bersenang-senang untuk sementara waktu.
Yaitu pernikahan yang dilakukan oleh seseorang dengan menyebutkan batas waktu tertentu ketika
akad nikah misalnya satu minggu, satu bulan dan seterusnya
Rasulullah SAW bersabda :

‫صلَّى هللاُ اعلاْي ِه او اسلَّ ام اع اام ا ْوطاا يس ِِف الْ ُمْت اع ِة‬ ِ ‫اع ْن اسلا امةا بْ ِن اْالا ْك او ِع ار ِض اي هللاُ اعْنهُ قا ا‬
‫ص ار ُس ْو ُل هللا ا‬
‫ال ار َّخ ا‬
) ‫ثاالاثاةا ا ََّييم ُُثَّ اَناى اعْن اها( رواه مسلم‬
Artinya : “ Dari Salah bin Al Akwa ra ia berkata “Pernah Rasulullah SAW. membolehkan perkawinan
mut’ah pada hari peperangan Authas selama tiga hari. Kemudian sesudah itu ia dilarang.”
( H.R. Muslim )

2. Nikah Syighar
Yang dimaksud dengan nikah syighar adalah seorang perempuan yang dinikahkan walinya dengan
laki-laki lain tanpa mahar, dengan perjanjian bahwa laki-laki itu akan menikahkan wali perempuan
tersebut dengan wanita yang berada di bawah perwaliannya.
Rasulullah SAW bersabda :

‫صلَّى هللاُ اعلاْي ِه او اسلَّ ام اَناى اع ِىن الشَّغاا ِر ِِف الْ اع ْق ِد اوالشَّغا اار أا ْن يُازَّو اج‬ َّ ِ‫اع ْن ابْ ِن عُ امار ار ِض اي هللاُ اعْنهُ ا َّن الن‬
‫َِّب ا‬
)‫اق (رواه البخارى و مسلم‬ ٌ ‫ص اد‬‫س باْي نا ُه اما ا‬‫الر ُج ُل ابْنا تاهُ علاى ا ْن يُازَّو اجهُ ابْنا تاهُ اولاْي ا‬
َّ
Artinya : “Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW melarang syighar dalam akad pernikahan. Yaitu
seorang mengawinkan anak perempuannya kepada seorang laki-laki dengan syarat laki-laki
tersebut harus mengawinkan anak perempuanya kepada laki-laki pertama dan masing-
masing tidak membayar mahar” (HR. Bukahri muslim)

3. Nikah Tahlil
Secara bahasa taḥlil artinya”menghalalkan, membolehkan”.
Nikah Tahlil, adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan
yang telah ditalaq tiga oleh suaminya, dengan maksud agar mantan suaminya yang telah mentalaq
tiga dapat menikahi kembali perempuan tersebut setelah diceraikan oleh suaminya yang baru.
Rasulullah SAW bersabda :
ِ ِ ِ ‫اع ِن ابْ ِن ام ْسعُ ْويد ار ِض اى هللاُ اعْنهُ قا ا‬
ُ‫صلَّى هللاُ اعلاْيه او اسلَّ ام الْ ُم احلٍّ ال اوالْ ُم احلَّ ال لاه‬
‫لا اع ان ار ُس ْو ُل هللا ا‬:‫ال‬
) ‫( رواه الرتمذى والنس ائى‬
Artinya : “ Dari Ibnu Mas’ud RA. Berkata : telah mengutuki Rasulullah SAW. terhadap orang yang laki-
laki yang menghalalkan dan yang dihalalkan “ ( H.R. Tirmidzi dan Nasa’i )

4. Nihah Beda Agama/Silang


ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ َ ْ ُّ ْ ٌ ْ َ ٌ َ ْ ُّ ٌ َ َ َ َ َّ ْ ُ ّٰ َ ٰ ْ ْ ُ َْ َ
‫َولا تن ِكحوا ال ُمش ِرك ِت حتى يؤ ِمنۗ ولامة مؤ ِمنة خير ِمن مش ِرك ٍة ولو اعجبتكمۚ ولا تن ِكحوا‬
ْ ُ ْ ُ ّٰ َ َ ْ ْ ُ ْ
ۗ‫المش ِر ِكين حتى يؤ ِمنوا‬
Artinya : “ Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh,
hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik
meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik
(dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman”. (QS. al – Baqarah : 221)
K. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Firman Allah SWT.
ُ ٰ ّٰ َ ْ َ ْ َ ْ ْ ُ َ ْ َ َ َّ ْ َ ٰ َ ْ ُ َ ْ َ ُ ّٰ َ َّ َ َ َ َ َ َ ْ ُ ََّ ُ َ َ
‫النسا ِۤء ِبما فضل اّٰلل بعضهم على بع ٍض و ِبم ْٓا انفقوا ِمن اموا ِل ِهمۗ فالص ِلحت‬ ِ ‫ا ِلرجال قوامون على‬
ُ ّٰ ‫ٰقن ٰت ٌت ٰحف ٰظ ٌت ل ْل َغ ْيب ب َما َحف َظ‬
ۗ‫اّٰلل‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
Artinya : “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian
mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah
memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang
taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga
(mereka). (QS. an – Nisa’ : 34)

1. Hak dan Kewajiban Bersama Suami Istri


a. Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
b. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
c. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
d. Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap yang ditentukan oleh suami isteri
bersama.
e. Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir
bathin yang satu kepada yang lain.

2. Kewajiban Suami
a. Suami wajib membimbing, melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
b. Sesuai dengan penghasilannya, suami wajib menanggung nafkah, kiswah, dan tempat kediaman
bagi isteri, biaya rumah tangga, biaya pendidikan bagi anak.
c. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya, atau bekas istri yang
masih dalam keadaan iddah
d. Suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang wajib memberikan tempat tinggal dan biaya hidup
kepada masing-masing isteri secara berimbang.

3. Kewajiban Istri
a. Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
b. Melayani suami lahir batin dengan penuhtanggung jawa.
c. Istri wajib menjaga kehormatan
d. Merawat dan memelihara anak-anak serta mendidiknya denga penuh kasih saying

L. HIKMAH PERNIKAHAN
1. Hikmah Bagi Individu dan Keluarga
a. Terwujudnya kehidupan yang tenang dan tentram karena terjalinnya cinta dan kasih sayang
diantara sesama.
ً َ ْ َ َّ ً ََّ َّ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ ً َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ ْ ُ َ َ َ َ ْ َ ٰ ٰ ْ َ
ۗ‫و ِمن اي ِت ٖ ْٓه ان خلق لكم ِمن انف ِسكم ازواجا ِلتسكنوْٓا ِاليها وجعل بينكم مودة ورحمة‬
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.”. (QS. ar – Rum : 21)

b. Dengan pernikahan maka tujuan syariat tentang nikah tercapai yaitu menjaga keturunan
ٰ َّ َ ْ ُ َ َ َ َّ ً َ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ْ ْ ُ َ َ َ َ َّ ً َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ ْ ُ َ َ َ َ ُ ّٰ َ
ۗ‫اجكم ب ِنين وحفدة ورزقكم ِمن الط ِيب ِت‬ ِ ‫واّٰلل جعل لكم ِمن انف ِسكم ازواجا وجعل لكم ِمن ازو‬
َ ْ ُ ُ ْ َ ْ ُ ّٰ َ ْ َ َ ْ ُ‫ُ ْم‬ َ ْ ََ
‫اّٰلل هم يكفرون‬ ِ ‫اط ِل يؤ ِ نون و ِب ِنعم ِت‬
ِ ‫اف ِبالب‬
Artinya : “Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik.
Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?(QS. an – Nahl : 72)

c. Pernikahan tidak saja hanya menjalankan hak dan kewajiban bagi suami istri yang dipenuhi akan
tetapi rasa saling mengerti diantara keduanyapun harus dipahami.

2. Hikmah Bagi Masyarakat


a. Terjaminnya ketenangan dan ketentraman anggota masyarakat, karena dengan pernikahan
perbuatan-perbuatan maksiat yang biasa dilakukan masyarakat yang belum menikah akan
terkurangi.
b. Dapat memperkuat tali persaudaraan dan menumbuhkan rasa cinta dan kasih serta tolong-
menolong diantara masyarakat
PERKAWINAN
MENURUT PERUNDANG – UNDANGAN
A. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Terdiri dari 14 BAB 67 Pasal
1. Pasal 1 :
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
KeTuhanan Yang Maha Esa.
2. Pasal 2 :
1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.
2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. Pasal 6 :
1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai
2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapat izin kedua orang tua
4. Pasal 30
Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi
dasar dari susunan masyarakat
5. Pasal 31
1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat
2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum
3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga
6. Pasal 32
1) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap
2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami istri
7. Pasal 33
Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan member bantuan lahir
batin yang satu kepada yang lain
8. Pasal 34
1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah
tangga sesuai dengan kemampuannya
2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya
3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan
kepada Pengadilan

Penjelasan UU RI No. 1 Tahun 1974


1. Bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia adalah mutlaq adanya Undang-undang
Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan
hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan
dalam masyarakat.
2. Sebelum berlakunya UU RI No. 1 Tahun 1974, berlaku berbagai hukum perkawinan bagi berbagai
warga negara dan berbagai daerah yang berbeda
3. Sesuai dengan landasan falsafah Pancasila dan UUD 1945, maka Undang-undang ini disatu fihak
harus dapat mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945,
sedangkan dilain fihak harus dapat pula menampung segala kenyataan yang hidup dalam
masyarakat dewasa ini. Undang-undang Perkawinan ini telah menampung di dalamnya unsur-
unsur dan ketentuan-ketentuan hukum Agamanya dan Kepercayaan itu dari yang bersangkutan.
4. Dalam Undang-undang ini ditentukan prinsip-prinsip atau azas-azas mengenai perkawinan dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang telah disesuaiakan dengan
perkembangan dan tuntutan zaman.

Azas-azas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam Undang-undang ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri
perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil
b. Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannyaitu; dan disamping itu tiap-tiap
perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Undang-undang ini menganut azas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang
bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang
suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan
lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai pernyataan tertentu dan diputuskan oleh
Pengadilan.
d. Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami istri itu harus telah masak jiwa
raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat diwujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik
dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya adanya perkawinan antara calon suami/istri yang
masih di bawah umur.
Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan.
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan
sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya
perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus
dilakukan di depan sidang Pengadilan.
f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian
segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.
5. Untuk menjamin kepastian hukum, maka perkawinan berikut segala sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku, yang dijalankan menurut
hukum yang telah ada adalah sah.
Demikian pula apabila mengenai sesuatu hal Undang-undang ini tidak mengatur dengan
sendirinya berlaku ketentuan yang ada.

B. Inpres RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia


Kompilasi Hukum Islam terdiri dari :
1. Buku I tentang Hukum Perkawinan
2. Buku II tentang Hukum Kewarisan
3. Buku III tentang Hukum Perwakafan

❖ Pasal 2
Perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon
gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah
❖ Pasal 4
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
❖ Pasal 5
1) Agar terjadi ketertiban perkawinan dalam masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat
2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang No.
32 Tahun 1954
❖ Pasal 7
1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat
Nikah
2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat
nikahnya ke Pengadilan Agama
3) Itsbat Nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang
berkenaan dengan :
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian
b. Hilangnya Akta Nikah
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang RI. No 1 Tahun 1974
e. halangan perkawinan menurut Undang-Undang RI. No1 Tahun 1974
f. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan
menurut. 1 Tahun 1974

Anda mungkin juga menyukai