Anda di halaman 1dari 15

NIKAH DAN MAHAR

MAKALAH

Disusun Oleh Kelompok 2:

Mufida Zhasna Fataya Umar (22111001)

Bresia Cahya Nirmala (22111009)

Dosen Pengampuh:

Dr. Evra Willya, M.Ag

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAKHSIYYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

MANADO

2023
Daftar isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan adalah suatu perjanjian suci yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi hubungan yang halal. Mereka
yang akan mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah siap untuk membangun rumah
tangga.
Pernikahan itu bukan hanya berbicara tentang hubungan pria dan wanita yang
diakui secara sah secara agama dan negara, tetapi pernikahan dalam islam sangat erat
kaitannya dengan kondisi jiwa manusia, kerohanian (lahir dan batin), nilai kemanusiaan
dan adanya suatu kebenaran.
Salah satu syarat utama dari sebuah pernikahan ialah menyediakan mahar. Mahar
harus dipertimbangkan sejak dari awal dan dipilih sesuai kemampuan dari pihak calon
pengantin pria. Mahar juga tidak boleh didapatkan dan diberikan secara sembarangan.
Mahar merupakan suatu hal sakral dan memiliki arti penting sebelum pria meminang
wanita.
Mahar juga merupakan pemberian seorang laki-laki terhadap perempuan yang
dinikahinya, yang selanjutnya akan menjadi hak milik istri secara penuh. Mempelai
wanita bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita inginkan karena tidak ada
batasan mahar dalam syariat islam, tetapi disunnahkan adalah mahar itu disesuaikan
dengan kemampuan pihak calon suami. Namun islam menganjurkan agar meringankan
mahar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian serta hukum nikah dan mahar dalam islam?
2. Apa saja syarat serta rukun dalam pernikahan dan sebutkan syarat-syarat mahar?
3. Apa tujuan pernikahan dalam islam?
4. Sebutkan macam-macam mahar?
5. Apa hikmah dalam menikah?
6.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian serta hukumnya


a) Nikah
Kata pernikahan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna akad
perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Dalam
literatur fiqh ditemukan 2 istilah yang terkait dengan pernikahan yaitu "nikah" (

‫)النك اح‬ dan "zawaj". Nikah secara bahasa berarti himpunan atau gabungan (al-
dhamm), kumpulan (al-Jam'u) atau akad (al-'Agd) dan hubungan intim (al-Wat'u).
Kata zawaj bermakna persambungan (al-Iqtiran). Secara syara' pernikahan merupakan
sebuah akad atau ikatan yang membolehkan hubungan intim dengan menggunakan
kata "menikahkan" (al-nikab) atau mengawinkan (al-zawa).1
Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan bahwa pernikahan yaitu akad yang kuat
atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.
Dasar hukum menikah terdapat pada dalil Al-Qur’an:

‫َو ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء َخ َلْقَنا َز ْو َج ْيِن َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن‬


Terjemahanya:
“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat
(kebesaran allah). (Qs Adz-dzariyat : 49)

Juga terdapat perintah menikah pada Qs Annisa ayat 3 dan 4 “‫ا‬ ‫ ”َفاْن ِك ُحْو‬yang
artinya “Maka Menikahlah”
1. Dalam penafsir Jalalain menjelaskan pada Qs. An-Nisa: 3
‫َو ِاْن ِخْفُتْم َااَّل ُتْق ِس ُط ْو ا ِفى اْلَي ٰت ٰم ى َفاْن ِك ُحْو ا َم ا َط اَب َلُك ْم ِّم َن الِّن َس ۤا ِء َم ْثٰن ى َو ُثٰل َث‬
‫َو ُر ٰب َع ۚ َفِاْن ِخْفُتْم َااَّل َت ْع ِد ُلْو ا َفَو اِحَد ًة َاْو َم ا َم َلَكْت َاْي َم اُنُك ْم ۗ ٰذ ِلَك َاْد ٰٓن ى َااَّل َت ُعْو ُلْو ۗا‬
Terjemahanya:
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bila mana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain)
1
Lilik Kalstum and Moqsith, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, 1st ed. (Jakarta: UIN Press, 2015).
yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika khawatir tidak akan mampu
berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang
kamu mililiki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim”
Dalam tafsir jalalain ayat ini di jelaskan larangan menikahi anak yatim
dikarenakan jika seseorang tidak mampu berlaku adil, lebih baik menikahi 2,3,4 yang
disukai tapi jika tidak mampu satu orang istri saja atau budak yang dimiliki, dalam
hukum allah itu lebih baik.2
2. Penafsiran Qs. An-Nisa ayat 1 dalam tafsir Al-Ahzhar
‫ٰٓي َاُّي َه ا الَّن اُس اَّت ُقْو ا َر َّب ُك ُم اَّلِذ ْي َخ َلَقُك ْم ِّمْن َّنْف ٍس َّو اِحَدٍة َّو َخ َلَق ِم ْن َه ا َز ْو َج َه ا َو َب َّث‬
‫ِم ْن ُهَم ا ِر َج ااًل َك ِثْيًر ا َّو ِنَس ۤا ًءۚ َو اَّتُقوا َهّٰللا اَّلِذ ْي َت َس ۤا َء ُلْو َن ِبٖه َو اَاْلْر َح اَم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن‬
‫َع َلْي ُك ْم َر ِقْيًبا‬
Terjemahannya:
“hai sekalian manusia! Bertaqwalah kamu kepada tuhanmu yang telah
menjadikan kamu dari satu diri, dan daripadanya dijadikaNya isterinya serta
dari kedua”

Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima
yaitu:
a) Wajib bagi orang yang sudah mampu menikah sedangkan nafsunya telah
mendesak untuk melakukan persetubuhan yang di khawatirkan akan
terjerumus dalam praktek perzinahan.
b) Haram bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan
batin kepada calon istrinya, sedangkan nafsunya belum mendesak.
c) Sunnah bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mempunyai
kemampuan untuk menikah tetapi dia masih dapat menahan diri dari berbuat
haram.
d) Makhruh bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu memberi
belanja calon istrinya.

2
Jalaluddin As-suyuthi, Jalaluddin Muhammad, and Ibnu Ahmad, Tafsir Jalalain, 1st ed., 2018.
e) Mubah bagi orang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera
nikah nikah atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk nikah.3
b) Mahar
Secara etimologi Kata “mahar” berasal dari bahasa arab “Mahram” atau kata kerja
yakni fi’il dari “Mahara yamaharumaharan” lalu dibakukan dengan kata benda yaitu
Al-Mahr, dan sudah diindonesiakan menjadi Mahar dan telah menjadi kebiasaan
membayar mahar dengan emas, maka mahar di identikkan dengan maskawin. Juga
digunakan istilah lainnya, yakni shadaqah, nihlah, dan faridhah. Sedangkan secara
terminologi (istilah) adalah pemberian wajib dari calon suami kepada istri sebagai
ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri
kepada calon suaminya. Yang berbentuk benda ataupun jasa (memerdekakan,
mengerjakan, dan sebagainya).4

Serta diriwayatkan dari tirmizi dalam sebuah hadist shahih ia berkata: umar bin
khattab pernah berkhutbah di hadapan orang banyak yang isinya: “ketahuilah!
Janganlah kamu berlebihan dalam memberikan maskawin kepada wanita-wanita,
karena kalau pun maskawin itu adalah sebagai penghormatan di dunia atau sebagai
ketaqwaan di sisi Allah SWT, maka orang yang paling mulia diantara kamu adalah
nabi shallahu’alaihi wasallam, beliau tidak pernah memberikan maskawin kepada
istri-istrinya dan di antara putri-putrinya tidak pernah diberi maskawin lebih dari dua
belas uqiyyah.

Yang dimaksudkan hadist di atas ialah dimakhrukannya bagi laki-laki untuk memberi
maskawin kepada istri-istrinya suatu maskawin yang pembayarannya
menyusahkannya, atau sulit dilunasi jika itu berupa pinjaman.
Hukum mahar sendiri telah diatur dalam Q.s al-nisa:4

‫َو ٰا ُتوا الِّنَس ۤا َء َص ُد ٰق ِتِهَّن ِنْح َلًةۗ َفِاْن ِط ْبَن َلُك ْم َع ْن َش ْي ٍء ِّم ْنُه َنْفًسا َفُك ُلْو ُه َهِنْۤي ًٔـا َّم ِر ْۤي ًٔـا‬
Terjemahannya:
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan
3
Wahyu Wibisana, “Pernikahan Dalam Islam,” Jurnal Pendidikan Agama Islam 14, no. 2 (2016): 189.
4
Endah Ningsi Dkk, “Kedudukan Dan Hikmah Mahar Dalam Perkawinan,” Syakhsiyyah Jurnal Hukum Keluarga
Islam 2, no. 2 (2022): 6.
kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan
nikmatilah pemberian itu dengan senang hati”

Dalam pelaksanaan pembayaran mahar ini juga tidak bisa dipaksakan dengan
kekerasan, maka ketika tidak mampu untuk membayar maka dilakukanlah
perundingan. Misalnya Q.S al-baqarah:2375

‫َو ِاْن َطَّلْقُتُم ْو ُهَّن ِم ْن َقْبِل َاْن َتَم ُّسْو ُهَّن َو َقْد َفَر ْض ُتْم َلُهَّن َفِر ْيَض ًة َفِنْص ُف َم ا َفَر ْض ُتْم‬
‫ِآاَّل َاْن َّيْع ُفْو َن َاْو َيْع ُفَو ا اَّلِذ ْي ِبَيِدٖه ُع ْقَد ُة الِّنَك اِحۗ َو َاْن َتْع ُفْٓو ا َاْقَر ُب ِللَّتْقٰو ۗى َو اَل َتْنَسُو ا‬
‫اْلَفْض َل َبْيَنُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن َبِص ْيٌر‬
Terjemahannya:

“Dan jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal
kamu sudah menentukan Maharnya, maka (bayarlah) seperdua dari yang telah kamu
tentukan, kecuali jika mereka (membebaskan) atau dibebaskan oleh orang yang akad
nikah ada di tangannya. Pembebasan itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah
kamu lupa kebaikan di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan”

Maksud dari ayat ini sendiri sebenarnya ada membahas mengenai beberapa
masalah tapi kita mengambil salah satu arti diantaranya yaitu apabila suami telat
memberikan mahar kepada istri, kemudian suami menalak istri sebelum digauli dan
mahar itu berkembang di tangan istri maka setiap barang dagangan yang diberikan
sebagai mahar kepada istri atau budak maka keuntungan dari perkembangan kedua
barang dagangan tersebut milik suami dan istri, kerugiannya dibagi sama di antara
mereka dan kebangkrutan ditanggung mereka dan tidak ada sedikitpun yang harus
diganti oleh istri.

Jika suami memberi mahar kepada istri berupa emas atau perak, lalu dengan
barang ini istri membeli seorang budak atau sebuah rumah, atau dengan sebagian
barang ini isti membeli minyak wangi, perabot rumah tangga atau lainnya yang

5
Putra Halomoan, “Penetapan Mahar Terhadap Kelangsungan Pernikahan Ditinjau Menurut Hukum Islam,” Jurnal
Ilmiah Syariah 14, no. 2 (2016): 3.
dipergunakannya untuk keperluannya berada bersama suami maka semua itu sama
seperti seandainya suami memberi mahar dengan barang barang itu kepada istri.
Bagus dan rusaknya dibagi sama antara mereka.

Jika suami menalak istri sebelum digauli maka tidak ada yang berhak diambil istri
kecuali setengah mahar dan istri tidak wajib menyerahkan kepada suami setengah dari
mahar yang dia terima.

Jika istri membeli sesuatu yang khusus untuk suami dengan seluruh mahar atau
sebagian dari mahar maka istri wajib mengganti setengah dari mahar yang telah dia
terima.

Begitu juga seandainya istri membeli seorang budak atau sebuah rumah dengan
uang seribu yang diberikan suami sebagai mahar, kemudian suami menalaknya
sebelum digauli maka istri wajib mengembalikan setengah dari seribu.6

2. Syarat-syarat dan rukun


a. Syarat-Syarat Nikah
Adapun syarat-syaratnya sebagai berikut:
1) Syarat calon pengantin laki-laki
- Islam
- Ridha terhadap pernikahan tersebut
- Orangnya jelas
- Tidak ada halangan shara’ (tidak sedang ihram atau haji)
2) Syarat pengantin perempuan
- Ridha terhadap nikahan tersebut
- Islam
- Orangnya jelas
- Tidak ada halangan shar’I untuk dinikahi (misal tidak sedang terikat dengan
orang lain)
3) Syarat wali
Wali terbagi atas 2 yaitu:
1. Wali nasab
6
Imam Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010).
Wali nasab merupakan wali yang mempunyai hubungan tali kekeluargaan
dengan wanita yang akan di nikahi.
2. Wali hakim
Wali hakim adalah orang yang menjadi wali dalam kedudukannya menjadi
pejabat hukum (hakim) atau penguasa.
Syarat wali sendiri yaitu:
a. Cakap bertindak hukum (baligh dan berakal)
b. Merdeka
c. Seagama antara wali dan mempelai yang diakadkan
d. Laki-laki
e. Adil
4) Syarat saksi
a. Cakap bertindak hukum
b. Minimal 2 orang laki-laki
c. Muslim
d. Melihat
e. Mendengar
f. Adil
g. Faham terhadap maksud akad
h. merdeka
5) Syarat ijab qabul
a. Lafadz yang diucapkan harus bersifat pasti
b. Tidak mengandung makna yang meragukan
c. Lafadz bersifat tuntas bersamaan dengan tuntasnya akad
d. Ijab dan qabul diucapkan dalam satu majlis
e. Qabul tidak berbeda dengan ijab
f. Antara ijab dan qabul harus bersifat segera (al-faur)
g. Kedua pihak mendengar ijab dan qabul secara jelas
h. Orang yang mengucapkan ijab tidak mencabut ijabnya
i. Harus disampaikan secara lisan
j. Akad bersifat abadi7
b. Rukun Nikah
Adapun rukun dalam akad nikah yaitu:
1. Wali
Bedasarkan sabda Rasulullah SAW: “wanita mana saja yang menikah tanpa izin
walinya maka nikahnya batal… batal… batal….” (HR Abu Daud, At-Tirmidzy
dan Ibnu Majah)
2. Saksi
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan walu dan dua saksi
yang adil.” (HR Al-Baihaqi dan Ad-Daaruquthni)
3. Ijab dan qabul (Akad Nikah)
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah penyerahan
dari pihak pertama (pihak wali perempuan) sedangkan Qabul adalah penerimaan
dari pihak kedua (Pihak wali laki-laki)
4. Mahar
Mahar merupakan tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi seorang
wanita. Islam menganjurkan agar meringankan mahar. Rasulullah saw bersabda:
“sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan)” (HR Al-hakim).8
c. Syarat-syarat mahar
Mahar yang diberikan calon istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Harga berharga.
Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga walaupun tidak ada ketentuan
banyak atau sedikitnya mahar. Mahar sedikit, tapi bernilai tetap sah disebut
mahar.
b) Barangnya suci dan bisa diambil manfaatnya
Tidak sah mahar jika memberikan berupa Khamar, babi, atau darah. Karena
semua itu haram dan tidak berharga.
c) Barangnya bukan barang ghasab

7
Iffha Muzammil, Fiqh Munkahat (Hukum Pernikahan Islam), 1st ed. (Tangerang, 2019).
8
Wibisana, “Pernikahan Dalam Islam.”
Ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya namun tidak
termasuk untuk memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya. Maka
memberikan mahar dengan barang hasil ghasab itu tidak sah, tetapi akadnya tetap
sah.
d) Bukan barang yang tidak jelas keadaanya
Tidak sah mahar dengan memberikan yang tidak jelas keadaannya atau tidak
disebutkan.9
3. Tujuan Pernikahan
Bersatunya dua jenis manusia, laki-laki dan perempuan dalam satu ikatan
pernikahan suci dan halal memiliki tujuan utama yaitu terciptanya sebuah ketenangan
batin. Al-Qur’an menyebutkan dengan istilah sakinah, hanya ada dua ayat yang terkait
dengan tujuan nikah ini yaitu QS. Al-Rum:21

‫َو ِم ْن ٰا ٰي ِتٖٓه َاْن َخ َلَق َلُك ْم ِّم ْن َاْنُفِس ُك ْم َاْز َو اًجا ِّلَتْس ُك ُنْٓو ا ِاَلْيَها َو َجَعَل َبْيَنُك ْم َّم َو َّد ًة َّو َر ْح َم ًةۗ ِاَّن ِفْي‬
‫ٰذ ِلَك ٰاَل ٰي ٍت ِّلَقْو ٍم َّيَتَفَّك ُرْو َن‬
Terjemahanya:
“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia yang menciptakan pasang-pasangan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”
Memiliki kandungan arti yang sama dengan Al-Rum:21 yaitu pada Qs. Al-A’raf:
189 yang artinya “Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (adam) dan
daripadanya Dia menciptakan pasangannya agar dia merasa senang kepadanya”. Melalui
ayat ini dapat diambil pelajaran:
a) Nafs wahida “Jiwa yang satu” memberi kesan bahwa pasangan suami istri
harus menyatu, menjadi satu jiwa, satu arah dan satu tujuan.
b) Liyaskuna ilaiha “agar ia merasa tenang kepadanya” ayat ini berlaku timbal
balik, baik istri maupun suami harus bisa saling menumbuhkan rasa
ketenangan dan kenyamanan batin. Lahirnya ketenangan ini disebabkan

9
Halomoan, “Penetapan Mahar Terhadap Kelangsungan Pernikahan Ditinjau Menurut Hukum Islam.”
adanya rasa mawaddah dan rahma yang Allah tumbuhkan dalam hati pasagan
suami dan istri.10
4. Macam-macam mahar
Macam-macam mahar pun dapat bedakan menjadi dua yaitu:
1) Mahar musamma
Mahar musamma adalah mahar yang telah disebutkan atau dijanjikan kadar dan
besarnya pada saat akad nikah yang tentunya nilai kadarnya telah disepakati antara
suami dan istri
Jenis mahar ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Mahar Mu’ajal, yakni segera diberikan kepada mempelai perempuan.
Menyegerakan pembayaran mahar termasuk perkara yang sunnah dalam islam.
b. Mahar musamma Ghair Mu’ajjal, yakni mahar yang telah ditetapkan bentuk dan
jumlahnya akan tetapi ditangguhkan pembayarannya.
2) Mahar Mitsil
Mahar Mitsil adalah mahar yang tidak disebutkan besar kadarnya pada saat sebelum
maupun ketika terjadi pernikahan, atau mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar
yang telah diterima oleh keluarga terdekat dengan mengingat status sosial, kecantikan
dan sebagainya.11
Menurut Ulama Syafi'iyyah mahar mitsil adalah dengan melihat beberapa
keluarga wanita ashabah perempuan untuk mencari persamaan ukuran mahar. Mahar
mitsil diwajibkan dalam tiga kemungkinan:

a. Dalam keadaan suami tidak menyebutkan sama sekali mahar atau


jumlahnya ketika berlangsungnya akad nikah
b. Suami menyebutkan mahar musamma namun mahar tersebut tidak
memenuhi syarat yang ditentukan atau mahar tersebut cacat seperti
mahar dengan minuman keras.
c. Suami menyebutkan mahar musamma, namun kemudian suami-istri
berselisih dalam jumlah atau sifat mahar tersebut dan tidak dapat
terealisasikan.

10
Kalstum and Moqsith, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam.
11
Ningsi, “Kedudukan Dan Hikmah Mahar Dalam Perkawinan.”
5. Hikmah Pernikahan
Hikmah Pernikahan dalam islam yaitu:
1) Untuk menjaga kesinambungan generasi manusia
2) Menjaga kehormatan dengan cara menyalurkan kebutuhan biologis secara syar’i
3) Kerjasama suami dan istri dalam mendidik dan merawat anak
4) Mengatur rumah tangga dalam kerja sama yang produktif dengan mempertahankan
hak dan kewajiban.12

12
Muhammad Yunus Shamad, “Hukum Pernikahan Dalam Islam,” Hukum Pernikahan Dalam Islam 5, no. 1 (2017).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
As-suyuthi, Jalaluddin, Jalaluddin Muhammad, and Ibnu Ahmad. Tafsir Jalalain. 1st ed., 2018.
Halomoan, Putra. “Penetapan Mahar Terhadap Kelangsungan Pernikahan Ditinjau Menurut
Hukum Islam.” Jurnal Ilmiah Syariah 14, no. 2 (2016): 3.
Kalstum, Lilik, and Moqsith. Tafsir Ayat-Ayat Ahkam. 1st ed. Jakarta: UIN Press, 2015.
Muzammil, Iffha. Fiqh Munkahat (Hukum Pernikahan Islam). 1st ed. Tangerang, 2019.
Ningsi Dkk, Endah. “Kedudukan Dan Hikmah Mahar Dalam Perkawinan.” Syakhsiyyah Jurnal
Hukum Keluarga Islam 2, no. 2 (2022): 6.
Qurthubi, Imam. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2010.
Wibisana, Wahyu. “Pernikahan Dalam Islam.” Jurnal Pendidikan Agama Islam 14, no. 2 (2016):
189.
Yunus Shamad, Muhammad. “Hukum Pernikahan Dalam Islam.” Hukum Pernikahan Dalam
Islam 5, no. 1 (2017).

Anda mungkin juga menyukai