KAJIAN PUSTAKA
dari kata “kawin” yang merupakan terjemahan dari bahasa arab “nikah”. Di
samping kata nikah dalam bahasa arab lazim juga dipergunakan kata “ziwâj”
dalam arti yang sebenarnya (haqiqat) dan arti kiasan (majaaz). Dalam pengertian
yang sebenarnya kata “nikah” itu berarti “berkumpul”, sedangkan dalam arti
Perkawinan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut dengan dua kata,
13
14
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.2
1
QS. An-Nisaa‟ (4): 37.
2
QS. An-Nisaa‟ (4): 3.
3
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009), 35-36.
15
titik pendangan. Dalam ulama Syafi‟iyah rumusan yang biasa dipakai adalah:
Hal yang telah disebutkan diatas melihat kepada hakikat dari akad itu bila
dihubungkan dengan kehidupan suami istri yang berlaku sesudahnya, yaitu boleh
boleh bergaul.
“Akad yang ditentukan untuk memberi hak kepada seorang laki-laki menikmati
mendefinisikan bahwa nikah menurut istilah syara‟ ialah akad yang mengandung
16
ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan
definisi yang lebih luas, yaitu akad yang memberikan faedah hukum kebolehan
mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan
mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta
adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsasqan ghalizhan untuk
perkawinan, tetapi dari semua rumusan yang dikemukakan ada satu unsur yang
4
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2006), 09
5
Amir Syarifuddin, Hukum,37-39.
6
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: PT Bumi aksara, 2000), 2-4.
17
merupakan kesamaan dari seluruh pendapat, yaitu bahwa nikah itu merupakan
suatu perjanjian perikatan antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Perjanjian
disini bukan sembarang perjanjian seperti perjanjian jual beli atau sewa menyewa,
tetapi perjanjian dalam nikah adalah merupakan perjanjian suci untuk membentuk
keluarga antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Suci di sini di lihat dari segi
antara manusia dalam kehidupannya di dunia ini. Hubungan antar manusia ini
tangga.
Hukum asal dari perkawinan itu adalah mubah atau boleh. Namun dengan
melihat kepada sifatnya sebagai sunnah Allah dan Rasul, tentu tidak tidak
mungkin dikatakan bahwa hukum asal perkawinan itu hanya mubah. Dapat
7
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Yogyakarta: Liberty,
2004), 8-9
18
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
mengetahui.8
Selain dalam al-Qur‟an juga terdapat dalam hadits Nabi dari Anas bin
Malik menurut riwayat Ahmad dan disahkan oleh Ibn Hibban, sabda Nabi yang
bunyinya:
“Telah bercerita kepadaku Ahmad Ibnu Ibrahim, telah bercerita kepadaku Yazid
Ibnu Harun, telah memberi kabar kepada kita Mustalim Ibnu Sa‟id Ibnu Ukhti
Manshur Ibnu Zadzana dari Manshur Ya‟ni Ibnu Zadzana dari Mu‟awiyah Ibnu
Qurah dari Ma‟qil Ibnu Yasar berkata telah datang seorang laki-laki pada Nabi
SAW dan berkata “ Sesungguhnya saya telah meminang seorang perempuan yang
mempunyai kemulyaan dan kecantikan tetapi dia tidak bisa memiliki anak
(mandul), apakah saya boleh menikahinya?”, nabi menjawab,”tidak” lalu dia
mengatakan kedua kalinya, nabi berkata,”Tidak”, kemudian dia berkata ketiga
kalinya, Nabi menjawab,”Kawinlah perempuan-perempuan pecinta lagi bisa
beranak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga karena banyak kaum”.
8
QS. An-Nur (24): 32
9
Daud, Sunan II, 180
19
melangsungkan perkawinan.
2) Mubah bagi orang-orang yang pada dasarnya belum ada dorongan untuk
4) Shigat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau
wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-
laki.
Mahar yang harus ada dalam perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun,
karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad perkawinan dan tidak mesti
diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan demikian, mahar itu
a. Syarat-syarat suami:
b. Syarat-syarat istri:
c. Syarat-syarat wali:
1. Laki-laki;
2. Baligh;
3. Waras akalnya;
4. Tidak dipaksa;
5. Adil; dan
d. Syarat-syarat saksi:
1. Laki-laki;
2. Baligh;
3. Waras akalnya;
4. Adil;
13
H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat: Kajian Fiqh Lengkap (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009), 12
22
1974
“Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-
istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga dan bahagia dan kekal
penting.
Tahun 1974
14
Tihami, Munakah, 13-14.
15
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dan Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2006),
42-43.
23
masing-masing.
mengizinkannya.
3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau
16
Tarigan, Hukum, 50-52.
24
dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang mampu
menyatakan kehendaknya.
4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan
kehendaknya.
5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam
ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang lebih di antara mereka
mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini.
6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku
Pasal 7
(Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umr 16 (enam
belas) tahun;
17
Tarigan, Hukum, 66-68.
25
b. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku
juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan
Pasal 8
saudara, antar seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan
saudara neneknya;
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan,
e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenekan dari
Talak berasal dari kata Ath-Thalāq yang mempunyai arti melepaskan dan
meninggalkan suatu ikatan, yaitu suatu perceraian antara suami dan isteri atas
kehendak suami. Talak dalam Islam merupakan jalan keluar (solusi) yang akan
tangga.18
arti, yaitu arti yang umum dan arti yang khusus. Talak menurut arti yang umum
adalah segala macam bentuk perceraian, baik yang dijatuhkan oleh suami,
salah satu dari suami isteri. Sedangkan menurut arti khusus adalah talak yang
18
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam , h. Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum
Islam, (Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996)1776
19
Muhammad Rawwas Qal‟ahji, Ensiklopedi Fiqih Umar bin Khathab r.a., (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999), 598
20
Muhammad, Ensiklopedi, 598
21
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yokyakarta: Liberty,
1997), 104.
27
adalah ikrar suami di hadapan siding pengadilan agama yang menjadi salah satu
menggunakan lafal talak dan semisalnya sehingga istri tidak halal lagi baginya
setelah ditalak.
Adapun dasar hukum talak adalah Firman Allah SWT, dalam surat al-
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang
lain.”24
)عن ابن عمر رضى هللا عنهما انه لما طلق امرأته قال النبىو صز مز لعمر مرة فليراجعا (متفق عليه
“Dari Umar ra, sesungguhnya tatkala beliau mentalak istrinya, lalu Nabi SAW
berkata kepada Umar ra: Suruhlah dia agar dia kembali kepada istrinya.”
(Muttafaq Alaih)25
22
Depag RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 1999/2000), 57.
23
QS. Al-Baarah (2): 229.
24
QS. Al-Baarah (2): 230
28
26
syukuri, dan dengan bercerai berarti tidak menyusukuri dan dengan bercerai
berarti tidak mensukuri anugrah tersebut.27 Namun talak sendiri termasuk perkara
Talak bisa jatuh, jika suami yang mengucapkan kata talak kepada isrinya.
Mengapa yang berhak untuk menjatuhkan talak itu suami / laki-laki karena
Dari firman Allah diatas, jelaslah bahwa laki-laki / suami yang berhak
untuk menjatuhkan talak kepada istri, karena rupanya laki-laklah yang sebenarnya
25
As-Shan‟ani, Subul al-Salam III, diterjemahkan Abu Bakar Muhammad (Surabaya: Al-Ikias,
1995) 657.
26
Abi Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud Juz II, (Riyadh: Darussalam, 1999), 225
27
Drs, Toto Abrurrrahman, Fiqih (Jakarta: Direktorat Depag, 2002), 69
28
QS. Ath-thalaaq (65): 1
29
hukum asal talak, sebagian mengatakan bahwa hukum asal talakadalah dilarang
hukum talak adalah boleh, apabila ada alasan-alasan yang dapat dibenarkan. Hal
a. Talak yang diharamkan yaitu talak yang tidak diperlukan, talak ini
dihukumi haram kaerna akan merugikan suami dan istri dan tidak
ada manfaatnya.29
ataupun percekcokn antara suami dan istri yang sudah sangat berat,
Talak itu mempunyai persyaratan dan talak itu sendiri adalah jalan terakhir
untuk berpisah dalam kehidupan bersuami istri, apabila sudah tidak ada lagi
harapan untuk rukun. Dahulu melakukan perceraian itu dibutuhkan 3 syarat yaitu
29
Alhamdani, Risalah nikah (Bandung: Pustaka Amani, 1989), 176
30
Toto, Fiqih, 69
30
c. Sighat talak31
1) Talak raj‟i, yaitu talak di mana suami masih memiliki hak untuk
tidak.32
2) Talak ba‟in, yaitu talak di mana suami tidak memiliki hak untuk
Pengertian khulu‟ menurut bahasa, kata khulu‟ dibaca dhammah huruf kho
yang bertitik dan sukun lam dari kata khila‟ dengan dibaca fathah artinya naza‟
(mencabut).33 Khulu‟ ialah penyerahan harta yang dilakukan oleh istri untuk
menebus dirinya dari (ikatan) suaminya.34 Istilah lain khulu‟ adalah tebusan.
Karena istri menebus dirinya dari suaminya dengan mengembalikan apa yang
pernah dia terima. Khulu‟ dalam pandangan ulama di bidang fikih adalah istri
31
Slamet, Munakahat II, 55
32
M. Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, diterjemahkan Masykur A. B, Lentera, Jakarta,
1996.45
33
Abdul Aziz, Fiqh Munakahat,( Jakarta: Amzah, 2009), 297
34
Muhammad, Fiqih,456
35
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009),77
31
dengan keridhaan dari keduanya dan dengan pembayaran diserahkan isteri kepada
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 229 yang berbunyi:
36
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya”. (Al-Baqarah :
229).
yang ingin melepaskan diri dari ikatan perkawinan dengan jalan khuluk apabila ada
faktor-faktor yang menyebabkan, seperti suami memiliki cacat fisik atau tidak dapat
Adapun khulu‟dapat dipandang syah dan jatuh akan hukumnya jika memenuhi
1. Suami
36
QS. Al-Baarah (2): 229.
37
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 8, diterjemahkan Moh. Thalib (Bandung:Al-Ma‟arif, 1990), 107.
38
Abdul, Fiqh, 300.
32
khulu‟ juga talak, suami menjadi rukun bukan syarat. Suami yang sah
talaknya merupakan syarat dalam diri suami. Khulu‟ tidak sah dari suami
yang masih anak kecil, suami gila, dan terpaksa, sperti talak mereka.39
talak, dianggap sah bila dilakukan oleh orang yang mumayyiz (telah
2. Istri
a. Hendaknya dia itu adalah isterinya yang sah secara syar'i. Hal ini karena
sebagai isteri. Ikatan ini baru dapat pudar manakala dihasilkan dari
pernikahan yang sah. Apabila dari pernikahan yang tidak sah, maka si isteri
b. Isteri yang mengajukan Khulu' hendaknya orang yang dipandang sah untuk
berderma. Hal ini dengan melihat wanita tersebut sudah baligah, berakal dan
dapat dipercaya.
39
Abdul, Fiqh,. 301.
40
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,( Jakarta, Lentera, 2006,), 462.
33
dari makna khulu‟. Jika tidak dicapai pengganti maka tidak dicapai pula
khulu‟. Jika seorang suami berkata kepada istrinya: “Aku khulu‟ kepada
engkau” dan dia diam maka demikian itu tidak mencapai khulu‟. Jika ia
berniat talak, menjadi talak raj‟i dan jika tidak berniat maka sesuatu tidak
dengan mengembalikan semua mahar yang diterima pada saat akad nikah,
baik nilainya kurang dari nilai mahar yang diterima atau lebih. Khulu‟ juga
berarti: “Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
41
Abdul, Fiqh, 304
42
Sayyid, Fiqih 4, 81
43
Sayyid, Fiqih 4, 82
34
4. Shighat
redaksi yang jelas, misalnya khulu‟ dan fasakh, maupun dengan redaksi
kiasan (kinayah) semisal, “saya lepas dan jauhkan engkau dari sisiku.”44
menggunakan kata khulu‟ atau redaksi yang merupakan turunan dari kata
khulu‟. Khulu‟ juga boleh dilakukan dengan menggunakan redaksi yang lain
(melepaskan diri) dan fidyah (menebus diri). Jika tidak menggunakan kata
khulu‟ atau kata lain yang memilki arti sama, semisal, suami berkata kepada
istrinya, “Engkau ditalak dengan wajib membayar uang seratus ribu,” lalu
istri menerima, maka hal semacam ini dinggap talak, bukan khulu‟.45
untuk berderma. Hal ini dengan melihat wanita tersebut sudah baligah,
Adapun akibat hukum dari khulu‟ mayoritas para ulama, diantaranya adalah
imam mazhab yang empat berpendapat bahwa jika suami mengizinkan khulu‟
kepada istrinya, berarti istri memiliki kuasa terhadap dirinya dan urusan talak
untuk melepaskan dirinya dari ikatan perkawinan. Jika suami tetap dianggap
44
Muhammad, Fiqih, 462
45
Sayyid, Fiqih 4, 79.
35
mempunyai hak rujuk, tentu tebusan istri yang diberikan kepada suaminya tidak
mantan istri mau menerimanya, namun mantan suami tetap tidak berhak rujuk
meskipun istri masih dalam masa iddah. Sebab, dengan khulu‟, berarti mantan
Imam malik berpendapat bahwa khulu‟ itu tidak dapat diikuti dengan talak,
Persoalan lainnya ialah, jumhur ulama telah sepakat bahwa suami yang
menjatuhkan khulu‟ tidak dapat merujuk mantan istrinya pada masa iddah, kecuali
pendapat yang diriwayatkan dari sa‟id bin al-Musayyad dan Ibnu Syihab,
Fasakh artinya putus atau batal,49 sedangkan dalam arti luas, fasakh adalah
rusak atau tidak sahnya perkawinan kerena tidak memenuhi salah satu syarat atau
46
Sayyid, Fiqih 4, 87.
47
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: kencana, 2008), 274.
48
Abdul,Munakahah. 274-275.
49
Slamet Abidin dan Aminuddin 1999. Fiqh Munakahat. (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1990),73.
50
Tihami, Munakahat, 195.
36
perkawinan. Fasakh dapat terjadi karena sebab yang berkenaan akad (sah atau
Hal-hal yang bisa dijadikan memfasakh aqad nikah berkisar pada dua
kelompok sebab. Ada sesab yang diketahui setelah aqad terjadi padahal
sebenarnya telah ada sebelum aqad, dan ada sebab yang terjadi kemudian yakni
seumpama tiba-tiba terungkap bukti secara kuat bahwa antara mereka yang
berakad sebagai suami istri itu adalah saudara susu haram saling menikah, atau si
istri ketikaaqad berlangsung masih dalam masa iddah, masih ada ikatan
agamanya, karena murtad ke dalam iman yang diharamkan kawin, maka putus
atau batal ikatan perkawinannya. Baik pihak yang satu menerima (ridha) dengan
kenyataannya atau tidak. Mengenai sebab merasa tertipu oleh salah satu pihak
yang berakad maka data memohon ke pengadilan karena terdapat hal-hal yang
Adapun akibat hukum dari fasakh adalah istri yang dicerai dengan
menghendaki untuk membina rumah tangga kembali setelah habis masa iddahnya,
kalau suami menghendaki kembali kepadanya, maka harus dengan nikah lagi
dengan akad yang baru. Fasakh tidak mengurangi bilangan talak yang menjadi
51
Ahmad Kuzari, nikah sebagai perikatan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,1995), 131.
37
pihak suami, artinya bila mereka terikat terikat perkawinan kembali maka
pemisahan itu terjadi sebelum terjadi hubugan suami istri, maka tidak ada mahar
bagi istri. Apakah pemisalah itu dari pihak suami atau pihak istri, sebab jika
fasakh itu dari pihak istri maka haknya gugur dan jika pemisahan itu datang dari
pihak suami dan hal itu di sebabkan cacat yang di sembunyikan oleh istri terhadap
mahar dan pemisahan dilakukan oleh hakim (pengadilan) Dan seorang suami
maksud agara istri menyerahkan harta (mahar) nya kepada suami sebagai ganti
Tahun 1974
Perceraian berasal dari kata dasar cerai, yang berarti putus hubungan
sebagai suami isteri dan perceraian menurut bahasa adalah perpisahan antara suami
dan isterinya.53 Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai
hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan
52
Slamet Abiddin, Fiqih Munakahat II ,( Bandung : Pustaka setia, 1999), 73.
53
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jkarta: Balai Pustaka,
1993). 164
38
dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui
a. Kematian,
b. Perceraian dan
c. Atas keputusan Pengadilan.”
1. Kematian
karena matinya salah satu pihak ( suami/istri ). Sejak saat matinya salah satu
pihak itulah putusnya perkawinan itu terjadi. Demi kepastian hukum, surat
keterangan yang berisi tentang matinya seseorang ini agaknya sangat penting
bagi seseorang yang telah kematian suami/ istri, sebagai bukti otentik.
2. Perceraian
Islam disebutkan tentang alasan-alasan yang diajukan oleh suami atau istri untuk
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
berturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
9/1975 dan pasal 14-36. Dari PP tersebut perceraian tersebut menjadi dua macam,
a. Cerai talak
Cerai talak ini hanya khusus bagi yang beragama Islam, sebagaimana yang
memanggil suami dan istri yang akan bercerai untuk meminta penjelasan.
b. Cerai gugat
gugatan lebih dahulu oleh salah satu pihak kepada pengadilan dan
lainnya. Tata cara gugatan perceraian secara rinci diatur dalam pasal 10 –
1. Pengajuan gugatan,
hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak
kediaman pengugat.
42
2. Pemanggilan.
akan diadakan persidangan melalui juru sita untuk hadir pada sidang
3. Persidangan
dan istri dapat datang sendiri/ diwakili oleh kuasanya. Surat-surat yang
4. Perdamaian
5. Putusan
pendidikan anak.
berua (suami dan istri). Pasal 41 yat 1 dan 2 UU nomor 1/1974 menjelaskan
a. Baik ibu dan ayah tetap berkewajiban memelihara dan mendiidk anak-
anaknya
harta bersama. J Satrio menjelaskan apa saja yang masuk dalam harta bersama
sebagai berikut:
c. Hasil dan pendapatan dari harta pribadi suami maupun istri asal kesemuanya
atas persetujuan kedua belah pihak dan harta bawaan masing-masing suami
antara lain; (a) bersifat adil dan takwa, (b) menguasai bahasa Arab dan cabang-
cabangnya, ilmu tafsir, ushul fiqih, dan „ulumul hadits. Ilmu-ilmu tersebut
a. Ijma‟
mujtahid diantara umat Islam pada suatu masa setelah Rasulullah wafat,
54
Slamet, Munakah, 68
55
Amir Syarifuddin,Ushul Fiqh II,(Jakarta: Kencana, 2009), 237
46
2) Bila ada kesepakatan para mujtahid dikalangan umat Islam terhadap hukum
syara‟ tentang suatu hukum masalah atau kejadian pada saat terjadinya, maka
1) Ijma‟ Sharih adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu waktu terhadap
jelas yang dilakukan dengan cara memberi fatwa atau memberi keputusan.
pendapatnya secara jelas terhadap suatu kejadian yang dilakukan dengan cara
b. Ditinjau dari segi qath‟i atau zhanni adalah hukumnya bagi ijma‟ ada dua
macam;
1) Ijma‟ qath‟i adalah hukum ijma‟ sharih, hukumnya telah dipastikan dan tak
ada jalan lain untuk mengeluarkan hukum yang bertentangan, serta tidak
56
Amir Syarifuddin,Ushul Fiqh I,(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 112
47
2) Ijma‟ zhanni adalah ijma‟ sukuty, hukumnya diduga berdasarkan dugaan kuat
mengenai suatu kejadian, oleh sebab itu masih memungkinkan adanya ijtihad.
b. Qiyas
tidak ada nash kepada kejadian lain yang ada nashnya pada nash hukum yang
telah menetapkan lantaran adanya kesamaaan antara dua kejadian itu dalam
catatan, jika tidak dijumpai hukum atas kejadian itu berdasar nash atau ijma‟.
sahabat dan lain-lain yang rasional. Ayat Al-Qur‟an yang mereka gunakan
persoalan atau kejadian dan ketika itu wahyu belum member penjelasan,
57
Amir, Ushul I,144
48
jalan qiyas.
2. Al-Far‟u adalah sesuatu yang hukumnya tidak terdapat didalam nash, dan
4. Al-Illat adalah keadaan tertentu yang dipakai sebagai bagi hukum ashl (asal),
kemudian cabang (al-far‟u) itu disamakan kepada asal dalam hal hukumnya.
c. Istihsan
mujtahid dari tuntutan qias jali (nyata) kepada qias khafi (samar), atau dari
dalil qully kepada hukum takhshish lantaran terdapat dalil yang menyebabkan
hukum.58
Karenanya, jika terdapat suatu yang tidak ada nash hukumnya, maka
bagian:
58
Amir, Ushul II,324
49
dalil.
berdasarkan dalil qias khafi itu lebih diutamakan dibanding qias jali, lantaran
d. Maslahah Al-mursalah
dengan tujuan Allah Ta‟ala (Pembuat hukum), akan tetapi tidak terdapat dalil
(argumen) khusus yang menjelaskan bahwa manfaat tersebut diakui atau tidak
59
Dr. Wahbah Zuhaily, Ushulul Al Fiqh Al Islamy, (Damaskus : Dar Al Fikr), II, hal. 757
50
mempelajari apakah dalam kejadian tersebut terdapat suatu illat yang telah
mengenai kejadian atau masalah yang hukumnya tidak ada dalam nash, ijma‟,
mursalahah.60
1) Kemaslahatan umat manusia itu secara lestari sifatnya selalu aktual. Karena
itu, jika tidak ada syari‟at hukum yang berdasarkan maslahah mursalah
para sahabat, tabi‟in dan para mujtahid, akan tampak bahwa mereka telah
syarat, yaitu mencapai tingkat dharury, pasti dan global. Pendapat ini
60
Amir, Ushul II,357
51
salah satu dari lima dharuriyyah yaitu melindungi agama Islam, melindungi
menolaknya tidak termasuk salah satu dari lima dharuriyyah, maka tidak
2. Syarat kedua, ialah penerapan maslahat dalam hal-hal tersebut pasti akan
e. „Urf
„Urf adalah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena
telah menjadi kebiasaan atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau
adat.
1) „Urf Shahih, yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal umat manusia dan tidak
berlawanan dengan dalil syara‟, serta tidak menghalalkan yang haram dan
2) „Urf Fasid ialah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia, tetapi
menggugurkan kewajiban.
f. Istishab
masih tetap seperti semula pada masa sekarang atau pada masa yang akan
sesuatu itu hukumnya boleh (mubah) sesuai dengan sifat kebolehan pada
asalnya.
berdasarkan hukum yang telah ditetapkan, selama tidak terdapat dalil yang
merubah”.
63
Wahbah, Ushulul, 859
53
a) Asal sesuatu itu merupakan ketetapan terhadap sesuatu yang sudah ada
ragu-ragu.
oleh Majelis Hakim merupakan suatu hal yang paling sulit dilaksanakan.
Meskipun para hakim dianggap tahu hukum (ius curianovit), sebenarnya para
hakim itu tidak mengetahui semua hukum, sebab hukum itu berbagai macam
ragamnya, ada yang tertulis dan ada pula yang tidak tertulis. Tetapi Hakim harus
mengadili dengan benar terhadap perkara yang diajukan kepadanya, ia tidak boleh
menolak suatu perkara dengan alasan hukum tidak ada atau belum jelas,
yurisprudensi, dan tulisan-tulisan ilmiah para pakar hukum dan buku-buku lain
54
hukum. 64
argumen.65
a. Metode interpretasi
masih berpegang pada bunyi teks tersebut. Metode ini dibagi menjadi
beberapa bagian:
logis dengan mengambil kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum dan
64
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama(Jakarta:
Prenada Media Group, 2008), 279
65
Bambang Sutiyoso. Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan
Berkeadilan.(Yogyakarta:UII Press, 2006), 8
55
b. Metode argumentasi
lagi terikat dan berpegang pada bunyi teks itu, tetapi dengan syarat hakim tidak
mengabaikan hukum sebagai suatu sistem.68 Juga pada metode ini hakim tidak
lagi terikat dan berpegang pada bunyi teks akan tetapi tidak boleh
Undang-Undang.
66
Abdul Manan, Penerapan, 279-281
67
Abdul Manan, Penerapan, 282
68
Ahmad Ali, Mengenal Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Chandra
Pratama, 1996), 167
56
sebaliknya. 69
dari peraturan yang bersifat umum, diterapkan pada kasus khusus dengan
memberi ciri-ciri.
fakta baru.70 Menurut satjipto, fiksi adalah metode penemuan hukum yang
personifikasi baru di hadapan kita. Ada pun fungsi dari fiksi hukum ini di
gambaran yang jelas tentang sesuatu hal, oleh karena itu harus cukup sederhana dan
tidak menimbulkan masalah baru dan boleh tidak dilaksanakan. Sedangkan tujuan
dari konstruksi adalah agar putusan hakim dalam peristiwa konkrit dapat memenuhi
69
Sudikno Mertokusumo,.Hukum Acara Perdata Indonesia.(Yogyakarta:Liberti, 1998) 69
70
Abdul Manan, Penerapan, 283-284
71
Ahmad, Mengenal, 200
72
Ahmad, Mengenal,192
57
Dalam pasal 250 KUH Perdata yang berbunyi anak sah adalah “anak yang
ayahnya.”
berbunyi “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
Menurut hukum adat, anak kandung sah adalah anak yang dilahirkan
dalam perkawinan sah, mempunyai ibu yaitu wanita yang melahirkannya dan
Menurut Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan bahwa ukuran sah
meskipun terlahir di luar perkawinan karena orang tuanya telah bercerai, tetap
anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang
sah. Berbeda halnya dengan konsep fiqh yang tegas, Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 dan kompilasi Hukum Islam memberikan ketentuan yang lebih luas.
73
Nuruddin, Amiur dan Tarigan, Azhari Akmal.2006.Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI.Jakarta:Kencana, 286
74
Manan, Abdul.2008.Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia.Jakarta:Kencana, 76
58
Subekti menyatakan bahwa anak sah (wettig kind) menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata adalah anak yang dilahirkan dan dibuat selama
menurut Subekti tentunya sukar di dapat. Berdasarkan hal ini ditetapkan masa
tenggang kandungan paling lama yaitu 300 hari dari tenggang kandungan yang
paling pendek yaitu 180 hari. Dengan demikian seorang anak yang terlahir
melebihi 300 hari setelah perceraian orang tuanya adalah anak tidak sah,
sebagaimana diatur dalam Pasal 255 KUHPerdata. Ada tiga macam status anak
1) anak sah yang diatur dalam Pasal 250 KUHPerdata. Tiap-tiap anak yang
2) anak yang diakui dan diatur dalam Pasal 280 KUHPerdata: Dengan
itu dan ayahnya atau ibunya. Dengan adanya pengakuan dari ibu yang
75
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta:PT.Intermasa,1984), 48
76
Abdul Manan, Aneka, 77
77
Abdul Manan, Aneka, 78
59
perzinahan,
3) anak yang disahkan yaitu anak luar kawin antara laki-laki dan
b. hasil perbuatan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri
tersebut.
KHI menjelaskan lebih rinci berkaitan dengan anak yang sah. Ketentuan
dengan cara pembuahan yang tidak hanya terjadi di dalam rahim ibu melainkan
Asal usul anak adalah dasar untuk menunjukkan adanya hubungan nasab
lahir sebagai akibat zina dan/atau li‟an, hanya mempunyai hubungan kekerabatan
dengan ibu yang melahirkannya menurut pemahaman kaum sunni. Lain halnya
baik ayah maupun ibu yang melahirkannya, sehingga tidak dapat menjadi ahli
waris dari kedua orang tuanya. Namun demikian, di negara Republik indonesia
60
Islam yang bermazhab Imam Syafi‟i, sehingga pasal 42, 43 dan 44 Undang –
Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur asal usul anak berdasarkan hukum Islam
mazhab Imam Syafi‟i. Hal ini dijadikan pasal pada 42: “Anak yang sah adalah
anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.” Selain itu
Pasal 43 berbunyi :
(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan di atur dalam
Peraturan Pemerintah.
(1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
Jika memperhatikan pasal –pasal diatas, dapat di[ahami bahwa anak yang
lahir dari ikatan perkawinan yang sah maka anak itu adalah anak yang sah.
Namun, tidak dijelaskan mengenai status bayi yang dikandung dari akibat
perzinaan atau akad nikah dilaksanakan pada saat calon mempelai wanita itu
78
Zainuddin, Hukum, 62
61
hamil. Anak yang dilahirkan setelah akad nikah maka status anak itu adalah anak
yang sah.
perkawinan tidak memenuhi syarat dan rukun Nikah maka dapat dibatalkan
perkawinan yang tidak memenuhi syarat dan rukun perkawinan dapat dibatalkan.
Adapun orang yang melakukan perkawinan dengan memenuhi syarat dan rukun
nikah tetapi tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah dengan sengaja atau
karena kelalaiannya sedangkan dari pernikahannya itu telah melahirkan anak dan
memperoleh akta nikah tidak menempuh permohonan isbat nikah, akan tetapi
mereka langsung nikah dengan menggunakan status jejaka dan perawan di KUA,
sehingga seperti nikah baru baru mengajukan asal usul anak ke pengadilan.
lahir dari perkawinan yang tidak tercatat, maka upaya melakukan perlindungan
hukum terhadap staus nasab anak yang telah lahir dengan permohonan penetapan
nasab dengan ayah dan ibunya , demikian yang diyakini oleh fiqh suni, karena
para ulama sepakat bahwa anak zina atau anak mula‟anah dan anak syubhat
hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibu dan sudara ibunya . Berbeda
79
H. Zainal Abidin. Kumpulan Peraturan Perundang Undangan Dalam Lingkungan Peradilan
Agama (Jakarta: Al Hikma, 1993).,106
62
dengan pemahaman ulama‟ syi‟i bahwa anak zina tidak mempunyai hubungan
nasab dengan ibu atau bapak zinanya, karena itu pula anak zina tidak bisa waris
anak dapat dilakukan dengan pengakuan secara sukarela dan pengakuan yang
ditentukan dalam hukum perdata bahwa seorang ayah atau ibu atau ibunya
mengakui seseorang anak yang lahir dari seorang ibunya itu betul anak hasil dari
hubungan biologis mereka dan hubungan itu tidak dalam ikatan perkawinan yang
sah, serta bukan karena hubungan zina dan sumbang. Sedangkan pengakuan yang
dilaksanakan adalah pengakuan yang terjadi karena adanya putusan hakim dalam
Hal ini berkaitan dengan Pasal 287 Ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum
tersebut dalam Pasal 285-288, 294 atau 322 Kitab Undang-undang Hkum Pidana,
maka atas kejahatan itu dapat diajukan kepengadilan. Berdasarkan bukti yang
80
Pelmizar Dt. Batungkek Ameh, Tes DNA Darah Sebagai Alat Bukti Penetapan Asal Usul Nak
Di Pengadilan Agama, http://www.pta padang .go.id/data/artikel .di akses pada tanggal, 26
Juli2012, hal 1
63
kuat, hakim dapat menetapkan bahwa laki-laki yang berbuat jahat itu sebagai
bapak yang sah dari seorang anak yang lahir dari perbuatan jahatnya.81
Anak yang lahir dari perbuatan zina dan sumbang tidak diperkenankan
untuk diakui oleh orang yang berbuat zina, kecuali ada dispensasi dari prisiden
Perdata. Berdasarkan ketentuan ini, maka anak zina dan anak sumbang tidak bisa
didasarkan kepada asas hukum perdata yang menentukan bahwa dalam hukum
dalam masyarakat, diantaranya ada halangan bagi laki-laki untuk menikahi ibu si
anak dan jika membenarkan pengakuan yang dipaksakan dalam peristiwa ini akan
1) Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran
2) Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada, maka
memenuhi syarat.
81
Riana Kesuma Ayu,Penetapan Asal Usul Anak, http://websiteayu.com/artikel/penetapan-asal-
usul-anak-bag-1/, diakses pda tanggal 30 Jili 2012
64
3) Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat ini, maka instansi pencatat
Untuk menentukan nasab seorang anak yang telah lahir dari pasangan
laki-laki dan perempuan yang terjadi permasalahan, tidak serta merta langsung
bisa terjadi, namun terlebih dahulu harus diajukan permohonan penetapan asal
usul anak ke Pengadilan Agama. Setelah perkara itu disidangkan maka yang
Penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa dengan adanya perumusan pasal 2 ayat (
masing calon suami isteri.82 Bagi yang beragama Islam maka hubungan hukum
nikahnya harus di jalin dengan hukum perkawinan Islam. Dengan kata lain
syarat dan rukun perkawinan menurut Islam harus dipenuhi. Dari 4 ( empat )
rukun nikah ini semuanya harus ada dan saksi – saksi harus mengetahui
Disamping itu dalam pemeriksaan juga harus meneliti tentang sarat sahnya
rukun dan sarat perkawinan , terutama pula terbukti telah terjadi akad nikah
diantara Wanita ( wali ) dan laki-laki maka dalam pertimbangan juga merujuk
fatwa ulama apa yang dimaksaud dengan Azzawaj al „urfy adalah sebuah
Dan apabila syarat dan rukun perkawinan itu telah terpenuhi dan tidak
ditemukan adanya cacat formil maka perkawinan yang telah dilakukan telah
orang tua anak yang dimohonkan penetapan asal usul anak beralasan untuk
oleh orang tua si anak, maka pencatatan yang dikehendaki oleh pasal 2 ayat ( 2 )
82
Neng Zubzidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatatkan Menurut Hukum
Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam.( Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 107
66
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tidak perlu dilakukan, apa lagi tidak
diperlukan untuk nikah ulang, hanya saja pemeriksaan itu merupakan langkah
awal untuk memeriksa nasab yang akan diterapkan pada usia anak melalui
kepada kedua orang tuanya kalau ia dilahirkan dalam perkawinan yang sah.83
83
Amir Syarifuddin , Meretas Kebekuan Ijtihad- Isu-isu Penting Hukum Islam Kontemporer di
Indonesia, (Jakarta ,Ciputat Press, 2002), 199.