Disusun Oleh ;
Nim : 121104121918
2021
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya sampaikan kepada Allah SWT, Yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini. Saya mengharapkan makalah ini dapat
digunakan sebagai pedoman dalam mempelajari studi fiqih . Dan saya menyadari masih
banyak kekurangan yang ada pada makalah ini.
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nikah berarti suatu akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan melakikan
hubungan seksual dengan memakai kata-kata (lafazh) nikah atau tazwij. Nikah
mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan syarat
menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut dengan sah atau
tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti
yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terkait dengan materi pernikahan dalam Islam yaitu :
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nikah
Kata nikah berasal dari bahasa Arab yakni nikaahun yang merupakan masdar dari
kata kerja nakaha. Sinonimnya tazawwaja kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai perkawinan. Kata nikah sering kita
gunakan sebab telah masuk ke dalam bahasa Indonesia.12
Adapun secara istilah ilmu Fiqih, nikah berarti suatu akad (perjanjian) yang
mengandung kebolehan melakikan hubungan seksual dengan memakai kata-kata (lafazh)
nikah atau tazwij.4
Kemudian secara terminology para ulama mendefenisikan nikah dengan redaksi
yang sangat beragam. Sekalipun berbeda namun intinya mereka memiliki suatu rumusan
yang secara makna sama. Berikut dikemukakan beberapa rumusan para ulama tersebut.
Ulama dari golongan Hanafiyah mendefenisikan nikah dengan : Artinya: “Akad yang
memiliki kemanfaatan atas sesuatu yang menyenangkan yang dilakukan dengan
sengaja”.4
Dari defenisi yang telah di ungkapkan di atas sering terdapat kata akad. Dalam hal ini
kata akad yang dipergunakan merupakan pokok pangkal kehidupan suami istri, karena
akad merupakan hal yang mutlak dalam pernikahan.
kuat atau mitsaqan Ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.9
Sekalipun ada perbedaan pendapat dalam merumuskan perkawinan namun
masing-masing rumusan mengandung suatu unsur kesamaan yaitu perkawinan atau
pernikahan merupakan perjanjian ikatan antara seorang lakilaki dengan perempuan. 10 Dan
suatu akad antara seorang laki-laki dan perempuan atas dasar kerelaan dan kesukaan
kedua belah pihak, yang dilaksanakan oleh pihak lain (wali) menurut sifat dan syarat yang
5 Ibid.
6 Ibid, h. 3
7 Undang-Undang Perkawinan No 1, Tahun 1974 dan Penjelasannya PP. No 9 Tahun
8 (Semarang: Aneka Ilmu, 1990) Cet ke-1, h. 1
9 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: Akademi Pressindo, 1992)
10 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974,
(Yogyakarta: Liberty, 1986)
6
ditentukan syara’ untuk menghalalkan antara keduanya sehingga satu sama lain saling
membutuhkan sebagai teman hidup dalam rumah tangga. Perjanjian yang dimaksud
bukan hanya seperti perjanjian jual beli atau sewa menyewa barang, melainkan perjanjian
yang suci dan mempunyai implikasi hukum untuk membentuk suatu keluarga. Karena
perkawinan atau pernikahan adalah “keberpasangan” dan merupakan ketetapan Illahi atas
semua makhluknya
supaya dilaksanakan sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW untuk hidup berumah tangga
dengan baik sesuai dengan syari’at Islam.
B. Syarat Dan Rukun Nikah
Nikah mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan
syarat menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut dengan sah atau
tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang
sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. 11 Dalam
pernikahan misalnya, rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal. Artinya, pernikahan
tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Perbedaan rukun dan syarat adalah
kalau rukun itu harus ada dalam satu amalan dan merupakan bagian yang hakiki dari
amalan tersebut. Sementara syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam satu amalan
namun ia bukan bagian dari amalan tersebut.
1. Rukun nikah
Dalam memahami tentang Rukun perkawinan ini ada beberapa buku dan pendapat yang
mengutarakan dan menguraikan dengan susunan yang berbeda tetapi tetap sama intinya.
Pernikahan yang di dalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad lain yang memerlukan
adanya persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan akad.
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun pernikahan terdiri atas :
a. Adanya calon suami dan istri yang melakukan pernikahan. Yaitu orang
yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’i untuk menikah. Di antara
perkara syar’i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si
wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si
lelaki karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan.
Atau, si wanita sedang dalam masa iddah dan selainnya. Penghalang lainnya misalnya si
lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya seorang
muslimah.12
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin perempuan. Akad nikah akan
dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan
menikahkannya, berdasarkan sabda Nabi SAW : (ْذ ِنGِِْ َِْْغيِْر اGِ ِت ب ْ اَيُّ َ َما امْ َرأَ ٍة نِ َك َْح
ٌل (اخرجه االربعة اال للنسائGٌاِط
ٌِ ََُُحهَا بGَْ َكاGََِْ َِِولِيـَهَا فَِنGَْ
Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya batal.
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan akad nikah
tersebut, berdasarkan sabda Nabi
)ْد ٍل (رواه احمدGٍٍْ دَى َعGََْاَل نِ َكا َ َح ا ِّل ا بِ َول ِّي َو َشا َِِه: SAW
Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil.
yaitu Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab
oleh calon pengantin laki-laki. Maksud ijab dalam akad nikah seperti ijab
dalam berbagai transaksi lain, yaitu pernyataan yang keluar dari salah satu
pihak yang mengadakan akad atau transaksi, baik berupa katakata, tulisan,
atau isyarat yang mengungkapkan adanya keinginan terjadinya akad, baik
salah satunya dari pihak suami atau dari pihak istri. Sedangkan Qabul
adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik berupa kata-kata,
tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan ridhanya.
2. Syarat-syarat nikah
perkawinan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan
adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.
1. Syarat-syarat calon suami.
a. Beragama Islam
12 Ibid.
8
b. Bukan mahram dari calon istri dan jelas halal nikah dengan
calon istri
g. Calon suami kenal pada calon istri serta tahu betul calon istrinya halal
baginya
h. Tidak sedang melakukan ihrom, Nabi SAW bersabda :
ُُِِك ُح ْالـ ُمحْ ُر ُم َوالَ يـن َُك ُح َوالَ يَ ْخطُُبGَُ الَ يـ ْن
Seseorang yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan
tidak boleh mengkhitbah.
a. Beragama Islam
d. Terang (jelas) bahwa calon istri itu bukan khuntsa dan betul-betul
perempuan
e. Belum pernah di li’an (sumpah li’an) oleh calon suami
Artinya : “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu mawadah dan rahmah.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi
kaum yang berpikir” (QS. Ar-Rum:21).
Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama
dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis
dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, dan sejahtera yang
menciptakan ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir
batinnya.14
Dari sudut pandang sosiologis, pernikahan merupakan sarana fundamental untuk
membangun masyarakat sejahtera berdasarkan prinsipprinsip humanisme, tolong
menolong, solidaritas dan moral yang luhur.
D. Hukum-hukum Pernikahan
1.Wajib
Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang telah memiliki kemampuan
untuk berumah tangga, baik secara fisik maupun finansial, serta sulit baginya untuk
menghindari zina. Orang tersebut diwajibkan menikah karena dikhawatirkan jika tidak,
2.Sunah
15 Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai-nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, (Jakarta Bumi
Aksara, 1996), h. 139.
16
11
Dasar hukum nikah menjadi sunah jika seseorang sudah mampu dan siap membangun
rumah tangga, tapi dia dapat menahan diri dari segala perbuatan yang menjerumuskannya
pada zina. Meskipun demikian, Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah jika
sudah memiliki kemampuan sebab pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah
kepada Allah.
3.Mubah
menikah hanya untuk memenuhi syahwatnya saja dan bukan bertujuan untuk membina
rumah tangga sesuai syariat Islam, tapi dia juga tidak dikhawatirkan akan menelantarkan
istrinya.
4.Makruh
Selanjutnya ialah hukum nikah makruh. Hal ini terjadi jika seseorang memang tidak
menginginkan untuk menikah karena faktor penyakit ataupun wataknya. Dia juga tidak
memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya sehingga jika dipaksakan
menikah, dikhawatirkan orang tersebut tak bisa memenuhi hak dan kewajibannya dalam
rumah tangga.
5.Haram
12
Hukum nikah juga bisa menjadi haram jika seseorang tidak memiliki kemampuan atau
tanggung jawab untuk membangun rumah tangga. Misalnya, tidak mampu berhubungan
seksual atau tak memiliki penghasilan sehingga besar kemungkinannya dia tidak bisa
menafkahi keluarganya kelak. Selain itu, hukum nikah jadi haram jika pernikahan itu
pasangannya.
1. Mahram
adalah perempuan yang haram untuk dinikahi dengan beberapa sebab. Keharaman
dikategorikan menjadi dua macam, pertama hurmah mu’abbadah (haram selamanya) dan
kedua hurmah mu’aqqatah (haram dalam waktu tertentu). Hurmah mu’abbadah terjadi
dan susuan. Perempuan yang haram dinikahi karena di sebabkan hubungan kekerabatan
ada 7 (tujuh), ibu, anak permpuan, saudara perempuan, anak perempuannya saudara laki-
laki (keponakan), anak perempuannya saudara perempuan (keponakan), bibi dari ayah,
dan yang terahir bibi dari ibu. Dalam Al-Qur'an disebutkan: حُرِّ َم ْت َعلَ ْي ُك ْم أُ َّمهَاتُ ُك ْم َوبَنَاتُ ُك ْم َوأَخَ َواتُ ُك ْم
ْ َ ُل أَبْنَائِ ُك ُم الَّ ِذينَ ِم ْن أGGGِائِ ُك ُم الالَّتِي َدخَ ْلتُ ْم بِ ِه َّن فَإِ ْن لَ ْم تَ ُكونُوا َدخَ ْلتُ ْم بِ ِه َّن فَالَ جُنَا َح َعلَ ْي ُك ْم َو َحالَئGGGُجُور ُك ْم ِم ْن نِ َس
الَبِ ُك ْمGGGص ِ فِي ح
perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan seper susuan, ibu-ibu
istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan),
13
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 23) Ketentuan ini berlaku bagi laki-
laki. Dan bagi perempuan berlaku sebaliknya, yaitu haram bagi mereka menikahi ayah,
anak laki-laki, saudara laki-laki dan seterusnya. Selanjutnya, perempuan yang haram
dinikahi karena disebabkan hubungan permantuan ada 4 (empat) yaitu istri ayah, istri
anak laki-laki, ibunya istri (mertua) dan anak perempuannya istri (anak tiri). Kemudian
yang haram dinikahi sebab persusuan ada 7 (tujuh) yaitu, ibu yang menyusui, saudara
perempuan susuan, anak perempuan saudara laki-laki susuan, anak perempuan saudara
perempuan susuan, bibi susuan (saudarah susuan ayah), saudara susuan ibu dan anak
perempuan susuan (yang menyusu pada istri). Apabila pernikahan dengan perempuan
yang menjadi mahram tetap dilakukan maka pernikahannya menjadi batal. Bahkan
apabila tetap dilanggar dan dilanjutkan akan bisa mengakibatkan beberapa kemungkinan
F. Macam-macam pernikahan
Pernikahan Az Zawaj Al Wajib adalah pernikahan wajib yang harus dilakukan oleh
individu yang memiliki kemampuan untuk melakukan pernikahan serta memiliki nafsu
biologis (nafsu syahwat), dan khawatir pribadinya melakukan dosa paling berat dalam
Islam yakni perbuatan zina yang dosa dan dilarang Allah manakala tidak melakukan
yang mampu untuk melakukan pernikahan dan memiliki nafsu biologis untuk
menghindarkan pribadinya dari kemungkinan melakukan zina yang dosa. Seorang muslim
yang memiliki kemampuan dalam bidang ekonomi, serta sehat jasmani dalam artian
memiliki nafsu syahwat, maka dia tetap dianjurkan supaya melakukan pernikahan
pribadinya.
"Dari Abdillah berkata : Rasulullah SAW bersabda kepada kami, "hai para pemuda
barang siapa pribadi kalian mampu untuk melakukan pernikahan maka melakukan
(kehormatan). Dan barang siapa tidak mampu maka berpuasalah, sesungguhnya puasa itu
baginya sebagai penahan. (pribadiwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Pernikahan)".
Pernikahan Az Zawaj Al Makruh merupakan pernikahan yang kurang atau tidak disukai
oleh Allah. Pernikahan ini bisa terjadi karena seorang muslim tidak memiliki kemampuan
biaya hidup meskipun memiliki kemampuan biologis, atau tidak memiliki nafsu biologis
itu tidak sampai membahayakan salah satu pihak khususnya istri. Hal itu terjadi apabila
seorang muslim akan menikah tetapi tidak berniat memiliki anak, juga ia mampu
15
menahan diri dari berbuat zina. Padahal, apabila ia menikah ibadah sunnahnya akan
terlantar.
dilakukan tanpa ada faktor-faktor pendorong atau penghalang. Seseorang yang hendak
menikah tetapi mampu menahan nafsunya dari berbuat zina, maka hukum nikahnya
adalah mubah. Sementara, ia belum berniat memiliki anak dan seandainya ia menikah
BAB III
PENUTUP
16
A. Kesimpulan
Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Terdapat 5 tujuan dari
pernikahan yaitu:
1. Memperoleh keturunan yang sah dan akan melangsungkan keturunan serta
memperkembangkan suku-suku bangsa.
2. Menghalalkan hubungan kelamin antara suami istri untuk memenuhi tuntutan hajat
tabiat kemanusiaan.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari masyarakat
yang besar atas dasar kasih sayang.
5. Menumbuhkan kesanggupan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal, dan
memperbesar tanggung jawab
DAFTAR PUSTAKA
https://islam.nu.or.id/syariah/siapa-saja-mahram-orang-yang-haram-dinikahi-itu-iV5Ei
https://www.brilio.net/wow/macam-macam-pernikahan-dalam-islam-lengkap-dengan-
penjelasannya-200702i.html
PDF.SayyidQub,TafsirFiZhilailQur’an
17