Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar belakang masalah Sesuai hakekat manusia yang membedakannya dengan mahluk hidup lainnya, sudah menjadi kodrat alam sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya didalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat rohani atau jasmani. Pada umumnya, bagi seorang pria maupun sorang wanita timbul kebutuhan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya yang berlainan jenis kelaminnya. Hidup bersama antara seorang pria dengan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-sayarat terentu disebut perkawinan.

1.2. Rumusan masalah a. Bagaimana Hakikat Pernikahan Dalam islam? b. Apa saja rukun dan syarat perkawinan dalam islam? c. Apa pengertian walimah?

1.3. Tujuan masalah a. Untuk mengetahui hakikat pernikahan dalam islam b. Untuk mengetahui rukun dan syarat perkawinan dalam islam c. Untuk mengetahui pengertian walimah

BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pernikahan Dalam Islam Secara etimologi, nikah atau ziwaj dalam bahasa Arab adalah mendekap atau berkumpul. Sedangkan secara terminologi, nikah adalah akad atau kesepakatan yang ditentukan oleh syara yang bertujuan agar seorang laki-laki memiliki keleluasaan untuk bersenang-senang dengan seorang wanita dan menghalalkan seorang wanita untuk bersenang-senang dengan seorang laki-laki. Menurut Syara, nikah adalah aqad antara calon suami isteri untuk membolehkan keduanya bergaul sebagai suami isteri.1Aqad nikah artinya perjanjian untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang laki-laki.2 Menurut pengertian fukaha, perkawinan adalah aqad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan nikah atau ziwaj yang semakna keduanya. 3 Menurut golongan Malikiyah, nikah adalah aqad yang mengandung kenentuan hukum semata-mata untuk membolehkan bersenang-senang dan menikmati yang ada pada diri wanita yang boleh nikah dengannya..4 Hakekat perkawinan sendiri adalah ikatan lahir batin suami isteri untuk hidup bersama dan memiliki tujuan untuk membentuk keluarga (hidup berrumah tangga) yang bahagia dan sejahtera (Rasjid, 1996). B. Rukun dan syarat dalam perkawinan Menurut jumhur ulama rukun dalam perkawinan ada 5, dan masing-masing rukun itu mempunyai syarat tertentu. Syarat dan rukun adalah : 1. 2. 3. 4. Shighat (ijab-kabul) Kedua calon mempelai Wali Saksi

Asmin, Status Perkawinan antarAgama Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1974, Jakarta : PT. Dian Rakyat, 1986, hal. 28
2

1 Tahun

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta : Universitas Indonesia, 1974, hal. 63 Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqih Jilid 2, Yogyakarta : Dana Bhakti, 1995, hal. 37 Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, Bengkulu : Dina Utama Semarang (DIMAS), 1993, hal. 3.

3 4

1. Shighat (Ijab-Qabul)
Pengertian akad nikah dalam pasal 1 bagian c akad nikah ialah: rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan Kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh 2 orang saksi. Syarat bentuk kalimat ijab dan Qabul: para fuqaha telah mensyaratkan harus dalam bentuk madzi (lampau) bagi kedua belah pihak. Atau salah satunya dengan bentuk madhi, sedangkan lainnya berbentuk mustaqbal (yang datang). Contoh untuk bentuk pertama adalah si wali mengatakan, Uzawwajtuka ibnatii (aku nikahkan kamu dengan putriku), sebagai bentuk madhi. Lalu si mempelai laki-laki menjawab, Qabiltu (aku terima), sebagi bentuk madhi juga. Sedangkan contoh bagi bentuk kedua adalah si wali mengatakan: Uzawwijuka ibnatii (aku akan menikahkanmu dengan putriku), sebagai bentuk mustakbal. Lalu si mempeli laki-laki menjawab: Qabiltu (aku terima nikahnya), sebagai bentuk madhi.5 Mereka mensyaratkan hal itu, karena adanya persetujuan dari kedua belah pihak merupakan rukun yang sebenarnya bagi akad nikah. Sedangkan Ijab dan Qabul hanya merupakan manifestasi dari persetujuan tersebut. Dengan kata lain kedua belah pihak harus memperlihatkan secara jelas adanya persetujuan dan kesepakatan tersebut pada waktu akad nikah berlangsung. Adapun bentuk kalimat yang dipakai menurut syariat bagi sebuah akad nikah adalah bentuk madhi. Yang demikian itu, juga karena adanya persetujuan dari kedua belah pihak yang bersifat pasti dan tidak mengandung persetujuan lain. Di lain pihak, bentuk mustaqbal tidak menunjukkan secara pasti persetujuan antara kedua belah pihak tersebut pada saat percakapan berlangsung. Sehinggaa, jika salah seorang di antaranya mengatakan : Uzawwajtuka ibnatii (aku nikahkan kamu dengan putriku). Lalu pihak yang lain menjawab : Aqbalu nikahaha (aku akan menerima nikahnya). Maka, bentuk tersebut tidak dapat mensahkan akad nikah. Karena, kalimat yang dikemukakan mengandung pengertian yang bersifat janji, sedangkan perjanjian nikah untuk masa mendatang belum disebut sebagai akad pada saat itu. Seandainya mempelai laki-laki mengatakan zawwijnii ibnataka (nikahkan aku dengan putrimu), lalu si wali mengatakan : Zawwajtuha laka (aku telah menikahkannya untuk kamu). Maka dengan demikian akad nikah pada saat itu telah terlaksana. Karena, kata Zawwijnii (nikahkan aku)

Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqh Wanita, terj. Abdul Ghoffar (Jakarta, Pustaka al- Kautsar), 404

menunjukkan arti perwakilan dan akad nikah itu dibenarkan jika diwakili oleh salah satu dari kedua belah pihak.

2. Sifat-sifat/ syarat calon kedua mempelai yang baik


Sifat-sifat calon mempelai yang baik seperti yang digambarkan oleh nabi Muhammad SAW ialah : Nikahilah seorang wanita yang mempunyai ciri-ciri empat dari hartanya, dari keturunannya , dari dari kecantikannya, dari agamanya. Diriwayatkan oleh Bukhari. Untuk syarat seorang laki-laki sama dengan sifat yang dimiliki oleh seorang wanita tinggal kebalikanya. Syarat-syarat calon suami lainnya adalah: 1. Tidak dalam keadaan ihrom, meskipun diwakilkan. 2. Kehendak sendiri 3. Mengetahui nama, nasab, orang, serta keberadaan wanita yang akan dinikahi. 4. Jelas laki-laki Syarat-syarat calon isteri : 1. Tidak dalam keadaan ihrom 2. Tidak bersuami 3. Tidak dalam keadaan iddah (masa penantian) 4. Wanita6

3. Wali
Wali adalah rukun dari beberapa rukun pernikahan yang lima, dan tidak syah nikah tanpa wali laki-laki. Dalam hadis nabi : Yang artinya: Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil. Jika ada pernikahan tanpa itu maka pernikahan itu dianggap batal. (HR. Ibnu Hiban) Syarat-syarat wali : a. Islam b. Sudah baligh c. Berakal sehat d. Merdeka

EM. Yusmar, Wanita dan Nikah Menurut Urgensinya (Kediri: Pustaka Azm), 16

e. Laki-laki f. Adil

g. Sedang tidak melakukan ihram Yang diprioritaskan menjadi wali: 1. Bapak. 2. Kakek dari jalur Bapak 3. Saudara laki-laki kandung 4. Saudara laki-laki tunggal bapak 5. Kemenakan laki-laki (anak laki-lakinya saudara laki-laki sekandung) 6. Kemenakan laki-laki (anak laki-laki saudara laki-laki bapak) 7. Paman dari jalur bapak 8. Sepupu laki-laki anak paman 9. Hakim bila sudah tidak ada wali wali tersebut dari jalur nasab. Bila sudah benar-benar tidak ditemui seorang kerabat atau yang dimaksud adalah wali di atas maka berdasarkan hadis Nabi adalah pemerintah atau hakim kalau dalam masyarakat kita adalah naib. Wanita manapun yang kawin tanpa seizing walinya, maka pernikahannya batal, pernikahannya batal. Bila (telah kawin dengan syah dan) telah disetubuhi, maka ia berhak menerima maskawin (mahar) karena ia telah dinikmati kemaluannya dengan halal. Namun bila terjadi pertengkaran diantara para wali, maka pemerintah yang menjadi wali yang tidak mempunyai wali. Wali dapat di gantikan oleh hakim bila: 1. Jika terjadi pertentangan antar wali. 2. Jika tidak adanya wali, ketidak adanya di sini yang dimaksud adalah benar-benar tidak ada satu kerabat pun, atau karena jauhnya tempat sang wali sedangkan wanita sudah mendapatkan suami yang kufu.

4. Saksi
Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, dan Imam Malik bersepakat bahwa saksi termasuk syarat dari beberapa syarat syahnya nikah. Dan ulama jumhur berpendapat bahwa pernikahan tidak dilakukan kecuali dengan jelas dalam pengucapan ijab dan qabul, dan tidak boleh dilaksanakan kecuali dengan saksi-saksi hadir langsung dalam pernikahan agar mengumumkan atau memberitahukan kepada orang-orang.

Syarat-syarat saksi : Islam, Baligh, Berakal, mendengarkan langsung perkataan IjabQabul, dua orang laki-laki dan yang terpenting adil. C. Pengertian Walimah Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literature arab yang membawa arti jamuan atau berkumpul yang dikhusus untuk perkawinan saja. Walimah diadakan ketika akad nikah berlangsung, atau sesudahnya atau ketika hari perkawinan. Walimah juga biasa diadakan menurut adat yang berlaku dalam masyarakat. Dalam istilah perkawinan walimah adalah : makanan pesta perkawinan atau setiap makanan untuk undangan dan sebagainya, karena itu dalam bahasa Indonesia searti dengan resepsi perkawinan atau pesta perkawinan.7 Walimah adalah perayaan pesta yang diadakan dalam kesempatan pernikahan. Dikarenakan pernikahan menurut Islam adalah sebuah kontrak yang serius dan juga momen yang sangat membahagiakan dalam kehidupan seseorang maka dianjurkan untuk mengadakan sebuah pesta perayaan pernikahan dan membagi kebahagiaan itu dengan orang lain seperti dengan para kerabat, teman-teman ataupun bagi mereka yang kurang mampu. Dan pesta perayaan pernikahan itu juga sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah Dia berikan kepada kita.8Disamping itu walimah juga memiliki fungsi lainnya yaitu mengumumkan kepada masyarakat ramai tentang pernikahan itu sendiri. Tidak ada cara lain yang lebih baik melainkan melalui pesta pernikahan yang bisa dinikmati oleh orang banyak. Kita bias melihat bahwa pelaksanaan ini terdapat hadits Rasullah SAW yang menganjurkan walimah, jadi jelas bahwa walimah bgian dari syariat, akan tetapi kita tidak bisa memisahkan bahwa dalam pelaksaannya walimah terdapat pngaruh adat, sehingga perayaan tersebut selalu mengikuti adat sebuah tempat. Adat dalam pelaksanaan ini sangat berfariasi. Namun sejauh dan semegah apapun acara kita, tujuan nya agar mengharap ridha dari Allah SW. a. Hukum Walimah Semua ulama sepakat tentang pentingnya pesta perayaan nikah, meskipun mereka berbeda pendapat tentang hukumnya, beberapa ulama berpendapat hukum untuk mengadakan walimah pernikahan adalah wajib sementara itu umumnya para ulama berpendapat hukumnya adalah Sunah yang sangat dianjurkan.

7
8

Dedi junaidi bimbingan perkawinan cet akapress. Hlmn 215 Fikih keluarga hasan ayyub

b. Hukum Menghadiri Walimah : Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah pernah bersabda, jika salah seorang di antara kalian diundang menghadiri walimah, maka hendaklah ia menghadirinya. Imam al-Baghawi menyebutkan, para ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban menghadiri undangan walimahtul ursy (resepsi pernikahan). Sabagian mereka berpendapat bahwa menghadirinya merupakan suatu hal yang sunnah. Sedangkan ulama lainnya mewajibkannya sampai pada batas jika seseorang tidak menghadirinya tanpa alasan yang dibenarkan, maka ia telah berdosa. Syarat-syarat wajib menghadiri undang walimah

menurut Ibnu Hajar sebagaimana disebutkan dalam kitab Fath al- Bari adalah sebagaimana berikut: 1) Apabila lebih dari satu undangan yang mengundangnya adalah orang mukallaf, merdeka dan dewasa membelanjakan harta bendanya. Undangan tidak hanya ditujukan kepada orang-orang kaya, sedang orang-orang fakir tidak ikut diundang tidak terlihat adanya kecenderungan pihak pengundang untuk mencari hati seseorang, karena senang atau takut kepadanya (dengan kata lain, tidak ikhlas dalam penyelenggaraan walimah untuk mengikuti sunnah). 2) Apabila lebih dari satu undangan untuk waktu yang bersamaan diterima dalam satu waktu, maka yang lebih dekat hubungan kerabatnya lebih diutamakan, apabila tidak ada hubungan kerabatnya, maka yang maka yang lebih dekat hubungan ketetanggaannya lebih diutamakan. 3) Tidak mendahulukan undangan lain maksudnya undangan yang lebih dulu diterima lebih berhak diterima. Apabila lebih dari satu undangan untuk waktu yang bersamaan diterima dalam satu waktu yang sama maka yang lebih dekat hubungan kerabatnya lebih dahulukan tidak terdapat kemungkaran dalam walimah.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Hakekat perkawinan sendiri adalah ikatan lahir batin suami isteri untuk hidup bersama dan memiliki tujuan untuk membentuk keluarga (hidup berrumah tangga) yang bahagia dan sejahtera (Rasjid, 1996). Rukun dan syarat dalam perkawinan Menurut jumhur ulama rukun dalam perkawinan ada 5, dan masing-masing rukun itu mempunyai syarat tertentu. Syarat dan rukun adalah : 1. 2. 3. 4. Shighat (ijab-kabul) Kedua calon mempelai Wali Saksi Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literature arab yang membawa arti jamuan atau berkumpul yang dikhusus untuk perkawinan saja. Walimah diadakan ketika akad nikah berlangsung, atau sesudahnya atau ketika hari perkawinan. Walimah juga biasa diadakan menurut adat yang berlaku dalam masyarakat. Dalam istilah perkawinan walimah adalah : makanan pesta perkawinan atau setiap makanan untuk undangan dan sebagainya, karena itu dalam bahasa Indonesia searti dengan resepsi perkawinan atau pesta perkawinan. Semua ulama sepakat tentang pentingnya pesta perayaan nikah, meskipun mereka berbeda pendapat tentang hukumnya: beberapa ulama berpendapat hukum untuk mengadakan walimah pernikahan adalah wajib sementara itu umumnya para ulama berpendapat hukumnya adalah Sunah yang sangat dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

a.

Syaikh Kamil Muhammad uwaidah, Fikih Wanita. terj. Abdul Ghoffar Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2002 Al-Jaziri, Abdurrahman. Fiqh Ala Madzahib al-Arbaah. Mesir: Al-Maktab At-Tijariyyati Al-Qubra

b.

c.

UU RI nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawianan Dan Kompilasi Hukum Islam. Bandung : Citra Umbara Yusmar, EM. Wanita dan Nikah Menurut Urgensinya. Kediri: Pustaka Azm Nurudin, Amirudin dan Azhari Kamal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2004

d. e.

Anda mungkin juga menyukai