Anda di halaman 1dari 7

PERNIKAHAN DAN KELUARGA

Disusun Oleh:

KELOMPOK 5

Nurwalda S. Sangaji (0632211006)

Nisfussalisa Wahnan (0632211001)

Hariadi Kamarudin (0632211019)

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE 2023
PEMBAHASAN

A. PERKAWINAN
1. Pengertian perkawinan

Pernikahan berasal dari kata “nikah” yang berarti perjanjian antara laki-laki dan
perempuan untuk bersuami. Dalam kitab-kitab fiqih dinyatakan bahwa nikah menurut bahasa
mempunyai arti hakiki dan arti majzi. Arti hakikinya adalah “al-dammu” yang berarti:
menghimpit, menindih, bercampur atau berkumpul, sedangkan arti majazinya ialah: “al-wat”
artinya bersetubuh.

Abd Al Rahman Al-Jazayri dalam kitabnya, al-fiqh Alaal-Madhabib alArba’ah


menyatakan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang asal makna kata nika yaitu sebagai
berikut :

a. Ada yang mengatakan bahwa pernikahan itu ialah hakikat daripada persetubuhan
b. Adapula yang mengatakan bahwa nikah itu hakikat daripada akad
c. Dan ada lagi mengatakan bahwa nikah itu merupakan gabungan daripada akad dan
persetubuhan.

Definisi nikah secara bahasa ada dua macam, yaitu hakiki dan majazi. Arti nikah secara
hakiki adalah ad-Dam (yang berarti menghimpit atau menindih) al-jimah (bersetubuh). Adapun
secara majazi adalah bermakna al-aqd (akad). Sedengakan arti nikah menurut istilah adalah
perikatan antara dua insan yang berbed jenis kelamin, untuk memperoleh hak atau status
kehalalan disertai syarat dan hukum yang telah di atur oleh islam.

Secara etimologis, nikah adalah bersenggama atau bercampur. Sedangkan menurut syara,
terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hal ini. Pendapat pertama menyatakan
bahwa nikah secara hakiki mempunyai arti wata’(bersenggama), sedangkan secara majazi berarti
aqd (akad). Pendapat kedua mengatakaan bahwa makna nikah secara hakiki adalah akad sedang
secara majazinya adalah wata’. Dan pendapat ketiga mengatakan bahwa makna hakikat dari
nikah adalah musytarak atau gabungan dari penegrtian akad dan wata.

Dalam kompilasi hukum islam (KHI) pasal 2 di sebutkan bahwa perkawinan menurut
hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau misaqaan galizan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan dalam bab
ketentuan umum pada pasal 1 huruf c disebutkan bahwa akad nikah ialah rangkayan ijab yang di
ucapkan oleh wali dan qabul yang di ucapkan oleh mempelai pria serta disaksikan oleh dua
orang saksi.

Ungkapan akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalizhan merupakan penjelasan dari
ungkapan “ ikatan lahir batin” yang terdapat dalam rumusan undang-undang perkawinan yang
mengandung arti bahwa akad pernikahan itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat
keperdataan. Ungkapan untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanannya merupakan ibadah,
merupakan penjelasan dari ungkapan “ketuhanan yang maha esa” dalam undang-undang
perkawinan. Hal ini lebih menjelaskan bahwa perkawinan bagi ummat islam merupakan
peristiwa agama dan oleh karena itu orang yang melaksanakannya telah melakukan perbuatan
ibada

Dari penjelasan di atas jelas bahwa arti dari perkawinan adalah “ ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai istri”. Dalam perkataan ikatan lahir batin itu di
maksudkan bahwa hubungan suami istri sangat tidak boleh semata-mata hanya berupa ikatan
lahiriya saja, tetapi kedua-duanya harus membina ikatan alhir batin. Tanpa ikatan lahir batin,
ikatan lahiriya akan mudah sekali terlepas atau putus atau bahkan bercerai.

Dilihat dari aspek hukum, perkawinan merupakan suatu perjanjian yang mengandung tiga
karakter khusus, yaitu:

1) Perkawinan tidak dapat di lakukan tanpa unsur suka rela dari kedua bela pihak
2) Kedua bela pihak (laki-laki dan perempuan) yang mengikat persetujuan itu saling
mempunyai hak untuk memutuskan tersebut berdasarkan ketentuan yang ada dalam
hukum-hukumnya.
3) Persutujuan perkawinan itu mengatur batas-batas hukum mengenai hak dan kewajiban
masing-masing pihak

2. Tujuan Pernikahan

Tujuan perkawinan menurut agama islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam
rangka mendirirkan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Hamonis dalam
menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga; sejahterah artinya terciptanya ketenangan
lahir dan bathin disebabkan terpenuhi keperluan hidup dan batinnya, sehingga timbullah
kebahagiaan, yakni kasih saying antara anggota keluarga.

Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapatkan
pemenuhan. Dalam pada itu manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabadikan dirinya
kepada Khaliq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi
manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia menuruti
tujuan kejadiannya, Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan perkawinan. Jadi aturan
perkawinan menurut islam, merupakan tuntukan agama yang perlu mendapat perhatian, sehingga
tujuan melangsungkan perkawinan pun hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama.
Sehingga kalau diringkas ada dua tujuan orang menglangsungkan perkawinan ialah memenuhi
nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.
Melihat dua tujuan diatas, dan memperharikan uraian imam Al-Ghazali dalam ihyanya
tentang faedah menglangsungkan perkawinan maka tujuan perkawinan itu dapat dikembangkan
menjadi lima yaitu:

1) Mendapatkan dan melangsungkan keturunan;


2) Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasi
sayangnya
3) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kerusakan
4) Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban,
juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal
5) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat tentram atas dasar cinta dan
kasi saying.

3. Rukun Dan Syarat-syarat Sah Perkawinan

Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan
(ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk
wudhu dan takbiratul ihram untuk shalat.

Dalam pasal 14 kompilasi hukum islam di sebutkan rukun perkawinan dimana untuk
melaksanakan perkawinan harus ada yaitu

a. Calon suami
b. Calon istri
c. Wali nikah
d. Dua orang saksi
e. Ijab Kabul

Syarat-syarat pernikahan berkaitan dengan rukun-rukun nikah yang telah dikemukakan di


atas. Jika dalam rukun nikah harus ada wali, orang yang menjadi wali harus memenuhi syarat-
syaratyang telah di tentukan oleh Al-Qur’an, hadis, dan undang-undang yang berlaku.

Orang yang di anggap sah untuk menjadi wali mempelai perempuan ialah menerut
susunan di bawa ini:

1. Ayah
2. Kakek (bapak dari bapak mempelai perempuan)
3. Saudara laki-laki yang seibu sebapak denganya
4. Saudara laki-laki sebapak dengannya
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak seibu dengannya
6. Anak laki-laki adri saudara laki-laki yang sebapak dengannya
7. Saudara bapak yang laki-laki (paman dari pihak bapak)
8. Anak laki-laki pamanya dari pihak bapaknya
9. Hakim
Sedangkan menurut jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas.
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. Akad nikah akan dianggap sah apabila
ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya.
c. Adanya dua orang saksi. Pelaksaan akad nikah akan sah apabila dua oaring saksi yang
menyaksiakan akad nikah tersebut
d. Sighat akad nikah, yaitu ijab Kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak
wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.

Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan
(ibadah), tetapin sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat
untuk shalat. Atau menurut islam, calon pengantin laki-laki atau perempuan itu harus beragama
islam. Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat.

Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada dua yaitu sebagai berikut:

1. Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki yang ingin menjadikannya
isttri.
2. Akad nikahnya dihadiri para saksi

1. Syarat-syarat kedua mempelai


 Syarat-syarat pengantin pria
Syariat islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami
berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:
a. Calon suami beragama islam
b. Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
c. Orangnya diketahui dan tertentu
d. Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri
e. Calon mempelai laki-laki tahu atau kenal pada calon istri serta tahu betul calon istrinya
halal baginya
f. Calon suami rela (tidak paksa) untuk melakukan pwerkawinan itu
g. Tidak sengaja melakukan irham
h. Tidak mempunyai istri yang haram di madu dengan calon istrri
i. Tidak sedang mempunyai istri empat.
 Syarat-syarat calon pengantin perempuan :
a. Beragama islam atau ahli kitab
b. Terang bahwa ia wanita, bukan khuntsa (banci)
c. Wanita itu tentu orangnya
d. Halal bagi calon suami
e. Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan dalam iddah
f. Ttidak dipaksa/ikhtiyar
g. Tidak dalam kedaan ihram haji atau umrah.

B. KELUARGA
1. Pengertian keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu masyarakat. Suatu keluarga terdapat ayah,
ibu, anak dan kesemuanya itu mempunyai tugas dan fungsi masing-masing, apabila tidak di
jalankan tugas serta fungsinya dengan baik maka akan terjadi suatu ketimpangan antar anggota
keluarga yang terkadang memicu konflik. Salah satu anggota keluarganya yang kurang paham
bahkan tidak melakukan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik, maka keluarga tersebut akan
mengalami gangguan dalam perjalanan kehidupan berkeluarga. Keluarga tersebut akan
mengalami berbagai persoalan yang membuat hubungan kekeluargaan tersebut retak dan tidak
sehat. Keluarga dapat dikatakan harmonis yaitu apabila keluarga tersebut saling mengerti dan
paham akan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya.

2. Struktur Keluarga
menurut Lestari (2012:27), bahwa struktur keluarga adalah serangkaian tuntutan
fungsional tidak terlihat, yang mengorganisasi cara-cara anggota keluarga dalam berinteraksi.
Sebuah keluarga merupakan sistem yang saling berinteraksi antara satu sama lain dengan
membentuk pola bagaimana, kapan, dan dengan siapa berelasi. Menurut pandangannya struktur
dalam keluarga ada dua, yakni :
a) Keluarga inti (nuclear family), yaitu keluarga yang di dalamnya hanya terdapat tiga posisi
sosial, yaitu suami-ayah, istri-ibu, anak-sibling. Struktur keluarga yang demikian menjadi
keluarga sebagai orientasi bagi anak, yaitu keluarga tempat ia dilahirkan.
b) Keluarga batih adalah keluarga yang di dalamnya terdapat posisi lain selain ketiga posisi
di atas, yakni dalam keluarga tersebut terdapat seorang anak yang 14 sudah menikah tapi
masih tinggal di rumah orang tuanya dan terdapat generasi ketiga (cucu).

3. Tugas dan Fungsi Keluarga


a. Tugas keluarga
Tugas dan tanggung jawab kedua orang tua terhadap anaknya menurut UU No.1
Tahun 1974 tentang perkawinan dalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut :
1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 1 berlaku sampai anak itu
kawin atau berdiri sendiri, kewajiban berlaku meskipun perkawinan antara keduanya
putus.
16 Selain itu juga disebutkan dalam Pasal 77 Instruksi Presiden RI No. 1 tahun 1991
tentang kompilasi Hukum Islam. Pada pasal itu disebutkan bahwa tugas dan tanggung jawab
kedua orang tua adalah : Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat.

Selain mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku, tugas orangtua menurut


Nizam (2005:5) yakni memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka,
baik mengenai pertumbuhan fisik maupun perkembangan sosio-emosionalnya.

b. Fungsi Keluarga

Selain memiliki tugas, keluarga juga memiliki fungsi tertentu. Menurut Berns (2004, dalam
Lestari, 2012:22) keluarga memiliki lima fungsi dasar, yaitu :

a) Reproduksi, keluarga memiliki fungsi untuk mempertahankan populasi yang ada di


dalam masyarakat.
b) Sosialisasi/edukasi, keluarga menjadi sarana untuk transmisi nilai, keyakinan, sikap,
pengetahuan, keterampilan, dan teknik dari generasi sebelumnya ke generasi yang lebih
muda.
c) Penugasan peran sosial, keluarga memberikan identitas pada para anggotanya seperti ras,
etnik, religi, sosial ekonomi, dan peran gender.
d) Dukungan ekonomi, keluarga menyediakan tempat berlindung, makanan, dan jaminan
kehidupan.
e) Dukungan emosi/pemeliharaan, keluarga memberikan pengalaman interaksi sosial yang
pertama bagi anak. Interaksi yang terjadi bersifat mendalam, mengasuh, dan berdaya
tahan sehingga memberikan rasa aman pada anak.

Anda mungkin juga menyukai