Kelompok 2
Raudatul Jannah (06322211003)
Fatma Baba (06322211009)
Aftar Djuma
Abdulrahim Kamal
Letak Geografis
Batak adalah salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia.
Provinsi Sumatera Utara beribu kota Medan, terletak antara 10 - 40
LU, 980 - 1000 B.T. Batas wilayahnya sebelah utara provinsi Aceh
dan Selat Sumatera, sebelah barat berbatasan dengan provinsi
Sumatera Barat dan Riau, sedangkan sebelah Timur di batasi oleh Sela
Sumatera. Dari data BPS (2011) sesuai dengan hasil sensus penduduk
tahun 2010 ditemukan bahwa suku Batak merupakan suku n terbesar
ketiga di Indonesia jika dilihat dari jumlahnya yakni sebanyak 8.466.969
orang (3,58% dari jumlah penduduk Indonesia), yang merupakan
kelompok kesatuan sosial dari bagian sub-suku masyarakat suku Batak
yang berada di daerah Sumatera Utara. Meskipun tidak semua
penduduk Sumatera Utara adalah orang Batak, tetapi suku ini sangat
mendominasi kawasan tersebut. Khususnya sebagai asal lahirnya yang
kemudian menyebar ke berbagai daerah. Suku bangsa Batak yang
dikategorikan sebagai Batak adalah Angola, Karo, Mandailing, Pakpak-
Dairi, Simalungun, dan Toba. Batak adalah rumpun suku-suku yang
mendiami sebagian besar wilayah Sumatera Utara.
Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah
dan dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur
ditengah-tengah dari Utara ke Selatan. Suku bangsa Batak dari Pulau
Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan
Daratan Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu,
Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Ciri-ciri iklimnya
berhawa tropis dengan curah hujan yang tinggi.
Keadaan iklim dipengaruhi oleh Angin Pessat dan Angin Muson.
Kelembaban udara rata-rata 78% - 91%, Curah hujan 800 – 4000
mm/tahun dan penyinaran matahari 43%. Selain itu, panjang pendek
musim-musim itu tidak selalu sama setiap tahunnya. Kemiringan tanah
antara 0 – 12 % seluas 65,51%, kemiringan 12 – 40% seluas 8,64% dan
diatas 40% seluas 24,28%. Sedangkan luas Danau Toba seluas 119.920
Ha atau 1,57% Luas wilayah Luas daratan Provinsi Sumatera Utara
adalah seluas 72.981,23 km2. Pulau dan sungai Provinsi Sumatera Utara
memiliki sebanyak 419 pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil yang
terdiri dari sebanyak 237 pulau yang telah memiliki nama dan sebanyak
182 pulau yang belum memiliki nama. Adapun jumlah sungai yang
terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 229 sungai dengan
panjang 549,56 km.
Keberadaan Suku Batak tersebar di seluruh provinsi di Indonesia,
sebagian besar dari mereka tinggal di sekitar Danau Toba.
Kenanga Flora
Bunga kenanga ditetapkan sebagai tumbuhan khas, maskot, atau flora
identitas provinsi Sumatera Utara. Bunga Kenanga adalah bunga dari
famili Annonaceae yang mempunyai ciri khas aroma yang wangi. Karena
itulah bunga ini kerap disuling untuk dijadikan minyak wangi. Pun kerap
dipergunakan sebagai pelengkap acara-acara adat dan keagamaan.
Termasuk dipergunakan sebagai salah satu bunga tabur saat berziarah.
Beo Nias Hewan Khas Sumatera Utara
Hewan khas atau fauna identitas Sumatera Utara adalah burung Beo
Nias. Burung dari family Sturnidae ini adalah anak jenis (subspesies) dari
Burung Beo (Gracula religiosa). Subspesies yang dikenal sebagai Burung
Beo Nias ini merupakan burung endemik Sumatera Utara. Daerah
sebarannya meliputi Pulau Nias, Pulau Babi, Pulau Tuangku, Pulau Simo
dan Pulau Bangkaru. Nama latin hewan ini adalah Gracula religiosa
religiosa Linnaeus, 1758. Burung Beo sendiri dalam bahasa Inggris kerap
disebut sebagai Common Hill Myna atau Hill Myna. Beo nias merupakan
salah satu subspesies (anak jenis) burung beo yang hanya terdapat
(endemik) di pulau Nias, Sumatera Utara. Beo nias yang mempunyai
ukuran paling besar dibandingkan subspesies beo lainnya paling populer
dan banyak diminati oleh para penggemar burung beo lantaran
kepandaiannya dalam menirukan berbagai macam suara termasuk
ucapan manusia. Sayang, beo nias yang endemik Sumatera Utara ini
semakin hari semakin langka.
Garis besar tata cara dan urutan pernikahan adat batak adalah sebagai
berikut:
1. Mangarisika.
2.Marhori-horiDinding/marhusip.
3.MarhataSinamot.
4. Pudun Sauta.
5. Martumpol (baca : martuppol)
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
7.Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
8. Pesta Unjuk.
9. Mangihut di ampang (dialap jual)
10. Ditaruhon Jual.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni
si Panganon)
12. Paulak Unea.
13. Manjahea.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Sistem Politik
Sistem politik yang dimaksud adalah sistem pemerintahan dan
kepemimpinan. Pada masyarakat Batak sistem kepemimpinan ini terbagi
atas tiga bidang sebagai berikut.
1). Kepemimpinan di Bidang Adat
Kepemimpinan di bidang adat meliputi: perkawinan dan perceraian,
kematian, warisan, penyelesaian perselisihan, kelahiran, dan sebagainya.
Kepemimpinan pada bidang adat ini tidak berada dalam tangan seorang
tokoh, tetapi berupa musyawarah Dalihan Na Tolu (Toba) dan Sangkep
Sitelu (Karo). Mengundang para pihak kerabat dongan sabutuha, hula-
hula, dan boru dalam Dalikan Na Tolu. Keputusannya merupakan hasil
musyawarah dengan kerabat-kerabat tersebut.
2). Kepemimpinan di Bidang Agama
Dalam masyarakat Batak, kepemimpinan dalam bidang agama
berhubungan dengan perdukunan dan roh nenek moyang serta kekuatan-
kekuatan gaib. Pemimpin keagamaan dipegang oleh guru sibaso.
3). Kepemimpinan di Bidang Pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, kepemimpinan dipegang oleh salah satu
keturunan dari merga taneh. Oleh sebab itu, faktor tradisi masih melekat
dalam memilih pemimpin pemerintahan. Adapun tugas pemimpin
pemerintahan, yaitu menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pada saat
ini, masyarakat Batak selalu mencari orang yang dianggap mampu dan
memahami segala persoalan yang terdapat dalam masyarakat.
Kesenian
a. Seni Bangunan
Rumah adat Batak disebut ruma/jabu (bahasa Toba) merupakan
kombinasi seni pahat ular serta kerajinan.Rumah akronim Ririt di Uhum
Adat yang artinya sumber hukum adat dan sumber pendidikan
masyarakat Batak. Rumah berbentuk panggung yang terdiri atas tiang
rumah yang berupa kayu bulat, tiang yang paling besar disebut tiang
persuhi. Tiang-tiang tersebut berdiri di tiap sudut di atas batu sebagai
pondasi yang disebut batu persuhi. Bagian badan terbuat dari papan
tebal, sebagai dinding muka belang, kanan dan kiri, dinding muka
belakang penuh ukiran cicak. Atap sebelah barat dan timur menjulang ke
atas dan dipasang tanduk kerbau sebagai lambang pengharapan.
b. Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis) Tari serampang dua
belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil
kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu
ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara
kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati
dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan
yang diwariskan nenek moyang .
Kepercayaan Agama
Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke
tanah Batak, orang Batak pada mulanya belum mengenal nama dan
istilah ‘dewa-dewa’. Kepercayaan orang Batak dahulu (kuno) adalah
kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan kepada benda-
benda mati. Benda-benda mati dipercayai memiliki tondi (roh) misalnya:
gunung, pohon, batu, dll yang kalau dianggap keramat dijadikan tempat
yang sakral (tempat sembahan). Orang Batak percaya kepada arwah
leluhur yang dapat menyebabkan beberapa penyakit atau malapetaka
kepada manusia. Penghormatan dan penyembahan dilakukan kepada
arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan, kesejahteraan bagi
orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah yang paling
ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat dekat
sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan
istilah ‘Debata’, sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut
‘Ompu Na Bolon’ (Kakek/Nenek Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada
awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi dia adalah yang telah
dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki
kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia. Tetapi
setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu;
Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno
sebagai nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar biasa. Untuk
menekankan bahwa ‘Ompu Nabolon’ ini sebagai kakek/nenek yang
terdahulu dan yang pertama menciptakan adat bagi manusia, Ompu
Nabolon menjadi ‘Mula Jadi Nabolon’ atau ‘Tuan Mula Jadi Nabolon’.
Karena kata Tuan, Mula, Jadi berarti yang dihormati, pertama dan yang
diciptakan merupakan kata-kata asing yang belum pernah dikenal oleh
orang Batak kuno. Selanjutnya untuk menegaskan pendewaan bahwa
Ompu Nabolon atau Mula Jadi Nabolon adalah salah satu dewa terbesar
orang Batak ditambahkanlah di depan Nabolon atau Mula Jadi Nabolon
itu kata ‘Debata’ yang berarti dewa (=jamak) sehingga menjadi ‘Debata
Mula Jadi Nabolon’. Jadi jelaslah, istilah debata pada awalnya hanya
dipakai untuk penegasan bahwa pribadi yang disembah masuk dalam
golongan dewa. Dapat juga dilihat pada tokoh-tokoh kepercayaan Batak
lainnya yang dianggap sebagai dewa mendapat penambahan kata ‘Debata’
di depan nama pribadi yang disembah. Misalnya Debata Batara Guru,
Debata Soripada, Debata Asi-Asi, Debata Natarida (Tulang atau paman
dan orang tua), dll. Tetapi setelah masuknya Kekristenan (yang pada
awalnya hanya sebatas strategi pelayanan) kata debata semakin populer
karena nama debata dijadikan sebagai nama pribadi Maha Pencipta.
Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta
isinya diciptakan oleh Debata Mula Jadi Nabolon dan bertempat tinggal
diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan
kedudukanya. Debata Mula Jadi Nabolon: bertempat tinggal dilangit dan
merupakan maha pencipta. Siloan Nabolon: berkedudukan sebagai
penguasa dunia mahluk halus,menyangkut jiwa dan roh.
Suku Batak mengenal tiga konsep,yaitu:
a. Tondi: jiwa atau roh seseorang yang merupakan
kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada
manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam
kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang,
maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka
diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari
sombaon yang menawannya.
b. Sahala: jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki
seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak
semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan
sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja
atau hula-hula.
c. Begu: tondi orang telah meninggal, yang tingkah
lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya
muncul pada waktu malam.
Beberapa begu yang ditakuti oleh orang Batak, yaitu:
o Sombaon, yaitu begu yang bertempat tinggal di pegunungan
atau di hutan rimba yang gelap dan mengerikan.
o Solobean, yaitu begu yang dianggap penguasa pada tempat
tempat tertentu
o Silan, yaitu begu dari nenek moyang pendiri hutan/kampung
dari suatu marga
o Begu Ganjang, yaitu begu yang sangat ditakuti, karena dapat
membinasakan orang lain menurut perintah pemeliharanya.
Adat Istiadat
Adat adalah bagian dari pada Kebudayaan, berbicara kebudayaan
dari suatu bangsa atau suku bangsa maka adat kebiasaan suku bangsa
tersebut yang akan menjadi perhatian, atau dengan katalain bahwa adat
lah yang menonjol didalam mempelajari atau mengetahui kebudayaan
satu suku bangsa, meskipun aspek lain tidak kalah penting nya seperti
kepercayaan, keseniaan,kesusasteraan dan lain-lain.
Dahulu kala keseluruhan aspek kehidupan orang Batak diatur oleh
dan didalam adat. Gunanya ialah untuk menciptakan keterarturan
didalam masyarakat. Kegiatan sehari-hari didalam hubungan sesama
orang Batak selalu diukur dan diatur berdasarkan adat.
Namun keterbukaan akan suku bangsa lain dan membawa
budayanya misalnya melalui asimilasidan akulturasi (proses percampuran
dua budaya atau lebih) , dan agama yang melarang untuk terlibat dalam
adat mempengaruhi sikap pada adat dan tradisi membuat cenderung
semakingoyang. Artinya muncul sikap tidak lagi membutuhkan adat
istiadat warisan nenek moyang,meskipun masih banyak yang mematuhi
dan melaksana-kan adat bahkan dibeberapa suku Batak masih
membutuhkannya didalam pengaturan masyarakat, dan kenyataan dapat
diharapkansebagai suatu alat pemeliharaan moral.
Orang Batak mengenal 3 (tiga) tingkatan adat yaitu:
a. Adat Inti adalah seluruh kehidupan yang terjadi (in illo tempore)
pada permulaan penciptaan dunia oleh Dewata Mulajadi Na
Bolon. Sifat adat ini konservatif (tidak berubah).
b. Adat Na taradat adalah adat yang secara nyata dimiliki oleh
kelompok desa, negeri, persekutuan agama, maupun
masyarakat. Ciri adat ini adalah praktis dan flexibel, setia pada
adat inti atau tradisi nenek moyang. Adat ini juga selalu
akomodatif dan lugas menerima unsur dari luar, setelah
disesuaikan dengan tuntunan adat yang asalnya dari Dewata.
c. Adat Na niadathon yaitu segala adat yang sama sekalibaru dan
menolak adat inti dan adat na taradat, adat na diadatkan ini
merupakan adat yang menolak kepercayaan hubungan adat
dengan Tuhan, bahkan merupakan konsep agama baru (Kristen,
Islam dll)yang dipandang sebagai adat, yang justru bertentangan
dengan agama asli Batak atau tradisi nenek moyang. (Sinaga
1983).
Berdasarkan ketiga tingkatan adat tersebut diatas. Adat yang
sekarang dilakoni orang Batak adalah Adat tingkat kedua. Namun
dibeberapa bagaian kelompok Batak sudah mendekati tyingkat ketiga.
Meskipun ini terjadi sadar atau tidak sadar dilakukan.
Kesimpulan
Armawi, A. (2008). Kearifan Lokal Batak Toba Dalihan Na Tolu Dan Good
Governance Dalam Birokrasi Publik. Filsafat UGM, 18.
Damanik, E. L. (2018). Menolak Evasive Identity: Memahami Dinamika
Kelompok Etnik di Sumatera Utara. Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial
Dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology), 4(1), 9.
https://doi.org/10.24114/antro.v4i1.9970