Anda di halaman 1dari 17

ETNOGRAFI INDONESIA

“SUKU BANGSA BATAK”


Dosen Pengampuh : Zulkifli S.IP., M.Si

Kelompok 2
Raudatul Jannah (06322211003)
Fatma Baba (06322211009)
Aftar Djuma
Abdulrahim Kamal

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI SOSIAL


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS KHAIRUN
2023
PENDAHULUAN
Kemajemukan masyarakat Indonesia melalui beragam suku,
bahasa, tradisi yang ada mulai dari Sabang hingga ke unjung Timur yaitu
Marauke. Keberagaman suku bangsa menjadi lambang dari budaya
Indonesia yang harus dilestarikan. Kehadiran media daring saat ini
sudah menjadi platfrom untuk mendistribusikan informasi. Media
memiliki fungsi untuk meneruskan nilai-nilai budaya dan historis yang
ada dalam masyarakat. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang
ada di Indonesia. Nama ini bermukim dan berasal dari Tapanuli,
Sumatera Timur, dan Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan
sebagai Batak adalah Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak
Simalungun, Batak Angkola dan Batak Mandailing.

Letak Geografis
Batak adalah salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia.
Provinsi Sumatera Utara beribu kota Medan, terletak antara 10 - 40
LU, 980 - 1000 B.T. Batas wilayahnya sebelah utara provinsi Aceh
dan Selat Sumatera, sebelah barat berbatasan dengan provinsi
Sumatera Barat dan Riau, sedangkan sebelah Timur di batasi oleh Sela
Sumatera. Dari data BPS (2011) sesuai dengan hasil sensus penduduk
tahun 2010 ditemukan bahwa suku Batak merupakan suku n terbesar
ketiga di Indonesia jika dilihat dari jumlahnya yakni sebanyak 8.466.969
orang (3,58% dari jumlah penduduk Indonesia), yang merupakan
kelompok kesatuan sosial dari bagian sub-suku masyarakat suku Batak
yang berada di daerah Sumatera Utara. Meskipun tidak semua
penduduk Sumatera Utara adalah orang Batak, tetapi suku ini sangat
mendominasi kawasan tersebut. Khususnya sebagai asal lahirnya yang
kemudian menyebar ke berbagai daerah. Suku bangsa Batak yang
dikategorikan sebagai Batak adalah Angola, Karo, Mandailing, Pakpak-
Dairi, Simalungun, dan Toba. Batak adalah rumpun suku-suku yang
mendiami sebagian besar wilayah Sumatera Utara.
Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah
dan dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur
ditengah-tengah dari Utara ke Selatan. Suku bangsa Batak dari Pulau
Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan
Daratan Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu,
Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Ciri-ciri iklimnya
berhawa tropis dengan curah hujan yang tinggi.
Keadaan iklim dipengaruhi oleh Angin Pessat dan Angin Muson.
Kelembaban udara rata-rata 78% - 91%, Curah hujan 800 – 4000
mm/tahun dan penyinaran matahari 43%. Selain itu, panjang pendek
musim-musim itu tidak selalu sama setiap tahunnya. Kemiringan tanah
antara 0 – 12 % seluas 65,51%, kemiringan 12 – 40% seluas 8,64% dan
diatas 40% seluas 24,28%. Sedangkan luas Danau Toba seluas 119.920
Ha atau 1,57% Luas wilayah Luas daratan Provinsi Sumatera Utara
adalah seluas 72.981,23 km2. Pulau dan sungai Provinsi Sumatera Utara
memiliki sebanyak 419 pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil yang
terdiri dari sebanyak 237 pulau yang telah memiliki nama dan sebanyak
182 pulau yang belum memiliki nama. Adapun jumlah sungai yang
terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 229 sungai dengan
panjang 549,56 km.
Keberadaan Suku Batak tersebar di seluruh provinsi di Indonesia,
sebagian besar dari mereka tinggal di sekitar Danau Toba.
Kenanga Flora
Bunga kenanga ditetapkan sebagai tumbuhan khas, maskot, atau flora
identitas provinsi Sumatera Utara. Bunga Kenanga adalah bunga dari
famili Annonaceae yang mempunyai ciri khas aroma yang wangi. Karena
itulah bunga ini kerap disuling untuk dijadikan minyak wangi. Pun kerap
dipergunakan sebagai pelengkap acara-acara adat dan keagamaan.
Termasuk dipergunakan sebagai salah satu bunga tabur saat berziarah.
Beo Nias Hewan Khas Sumatera Utara
Hewan khas atau fauna identitas Sumatera Utara adalah burung Beo
Nias. Burung dari family Sturnidae ini adalah anak jenis (subspesies) dari
Burung Beo (Gracula religiosa). Subspesies yang dikenal sebagai Burung
Beo Nias ini merupakan burung endemik Sumatera Utara. Daerah
sebarannya meliputi Pulau Nias, Pulau Babi, Pulau Tuangku, Pulau Simo
dan Pulau Bangkaru. Nama latin hewan ini adalah Gracula religiosa
religiosa Linnaeus, 1758. Burung Beo sendiri dalam bahasa Inggris kerap
disebut sebagai Common Hill Myna atau Hill Myna. Beo nias merupakan
salah satu subspesies (anak jenis) burung beo yang hanya terdapat
(endemik) di pulau Nias, Sumatera Utara. Beo nias yang mempunyai
ukuran paling besar dibandingkan subspesies beo lainnya paling populer
dan banyak diminati oleh para penggemar burung beo lantaran
kepandaiannya dalam menirukan berbagai macam suara termasuk
ucapan manusia. Sayang, beo nias yang endemik Sumatera Utara ini
semakin hari semakin langka.

Asal Usul dan Sejarah Suku Bangsa Batak


Dalam mitologis, masyarakat Batak sebagai salah satu kebudayaan
Indonesia memiliki kepercayaan bahwa nenek moyang Si Raja Batak
merupakan keturunan langsung dari dewa tertinggi yang disebut sebagai
Debata Mulajadi Nabolono, dimana hal ini dipercayai datang langsung dari
langit kemudian mendarat di puncak gunung Pusuk Buhit sehingga
masyarakat Batak sering beranggapan bahwa pusuk buhit merupakan
pusat dari dunia ynag dapat menjadi akses menuju Tuhan Yang Maha
Esa (Siahaan, 2017).
Dalam karya Situmorang (2004) berjudul: Pustaha Tarombo dohot
Turi-turian ni Bangso Batak bahwa asal muasal orang “Batak” sendiri dari
Pusuk Buhit yang menyebar ke Simalungun, Mandaeilig, Karo, Pakpak,
Angkola bahkan ke Gayo serta Nias, kemudian Si Raja Batak dilahirkan
dan membentuk pemukiman di Sianjur Mula-mula (Damantik, 2018).
Melalui keyakinan kosmologi-nya masyarakat Batak telah menjadikan
para leluhur terebut beserta keterunannya berawal dari gunung Pusuk
Buhit (Siahaan, 2017).
Setiap ornag Batak yang ingin melakuan jiarah atau sekedar
berkunjung ke Pusuk Buhit harus memakai sarung karena tempat
tersebut dianggap sakral untuk menghargai para leluhur. Opung Boru
Deak Parujar yang melahirkan Raja Batak pertama kali oleh Mula Jadi
Nabolon atau Tuhan Yang Maha Kuasa di atas Batu Hobbon. Anak dari
Raja Batak ada dua orang yaitu Opung Guru Tatea Bulan dan Opung Guru
Raja Isumbaon. Opung Guru Tatea Bulan melahirkan lima anak laki-laki
dan lima anak perempuan. Untuk mengetahui garis keturunan setiap
orang Batak dan mengetahui sapaan yang digunakan dalam aktivitas
sehari-hari dalam kelompok Batak, harus mengetahui letak garis
keturunannya, hal ini menentukan sapaan opung, bapaktua, mamaktua,
inanguda, uda, tulang, nantulang, namboru, dan amangboru bagi
masyarakat Batak.
Selama beberapa abad lamanya, pergaulan mereka dengan suku-
suku bangsa Indonesia lainnya sangat terbatas, sehingga di kemudian
hari terdapat kenekaragaman dalam suku bangsa Batak, akan tetapi
selalu mengatakan bahwa aadirinya adalah bangsa Batak. Hal ini
dikarenakan orang Batak mempunyai daerah, yang disebut Tano Batak,
bahasa Batak, tulisan atau huruf, serta budaya Batak yang mempunyai
ciri khas tertentu.
Bahasa
Setiap suku yang ada di Indonesia memiliki bahasa yang berbeda-
beda, diantaranya bahasa Batak. Dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Batak menggunakan beberapa logat yaitu:
1. Logat Karo yang dipakai orang Karo
2. Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak
3. Logat Simalungun yang dipakai oleh orang Simalungun
4. Logat Toba yang dipakai oleh ornag Toba, Angola dan Mandailing.
Terdapat dua bahasa daerah Batak , yakni bahasa Batak Toba dan
bahasa Batak Mandailing. Bahasa Toba dipergunakan oleh masyarakat
pemakiannya tergolong dalam keluarga Austronesia yang di turunkan oleh
masyarakat di Pulau Sumatera bagian Utara. Secara geografis di Provinsi
Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 etnis, yaitu Batak Toba,
(Tapanuli), Batak Simalugun, Batak Karo, Batak Mandailing (Angkola),
dan Batak Pakpak (Dairi) yang memiliki bahasa yang berbeda-beda.
Bahasa Batak Toba merupakan bahasa daerah di Tapanuli Utara
dan di beberapa daerah lainnya. Bahasa Batak Toba dipergunakan oleh
masyarakat pemakainya terutama dalam bidang pergaulan sehari-hari
dan upacara adat. Di dalam kedua jenis kegiatan ini jelas terlihat peranan
bahasa Batak Toba secara penuh. Masyarakat mempunyai sikap positif
terhadap bahasanya. Sikap positif ini tampaknya benar-benar atas dasar
kesadaran bahwa tanpa mempergunakan bahasa Batak Toba, hubungan
antara si pembicara dengan si pendengar terasa kaku sehingga suatu
upacara yang disampaikan melalui bahasa lain dirasakan kurang
bermana. Bahasa Batak Toba memiliki kekhasan baik dari segi bentuk
maupun makna kata berdasarkan ragam pemakaiannya. Dalam bahasa
Batak Toba intonasi sangat mempengaruhi makna. Pada kata marbottar
berarti menjadi putih, sedangkan kata marbot’tar berarti ada darah.
Contoh lain, misalnya kata margota yang berarti bergetah, sedangkan
margota’ berarti berdarah. Secara administratif, wilayah tempat tinggal
suku bangsa Batak Toba meliputi 4 kabupaten: Kabupaten Tapanuli
Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan
Kabupaten Samosir. Pembagian dialek Bahasa Batak Toba adalah (1)
dialek Silindung meliputi: Tarutung,
Sipoholon, Pahae Jae, Sipahutar, Pangaribuan, dan Garoga, (2) dialek
Humbang meliputi: Siborong-borong, Dolok Sanggul, Lintong Nihuta,
Muara, Parmonangan, dan Onan Ganjang, (3) dialek Toba meliputi: Balige,
Lagu Boti, Porsea, Lumban Julu, Parsoburan, dan Silaen, (4) dialek
Samosir meliputi: Palipi, Pangururan, Onan Runggu, Simanindo, dan
Harean, (5) dialek Sibolga
meliputi: di wilayah Silindung yaitu Adiankoting.
Masyarakat Batak Mandailing memiliki adat-istiadat sendiri. Bahasa
ibu Batak Mandailing disebut hata (bahasa) Mandailing. Bahasa Batak
Mandailing digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari, baik di rumah
maupun di luar rumah. Selain itu, bahasa Batak Mandailing juga dipakai
dalam upacara adat, ritual dan kegiatan lain. Bahasa Mandailing memiliki
kekhasan, baik dari segi bentuk, proses pembentukan kata, makna kata
maupun berdasarkan ragam pemakaiannya. Dalam bahasa Mandailing
intonasi sangat mempengaruhi arti. Pada kata ba’gas berarti rumah,
sedangkan kata bag’as berarti dalam. Contoh lain, misalnya kata
parmangan dengan pengucapan berbeda dapat bermakna (1) suka makan;
(2) uang yang digunakan untuk membeli makanan; dan (3) cara makan.
Begitu juga dengan bentuk-bentuk lain seperti da’bu berarti jatuhkan,
dan dabu’ berarti dalam keadaan jatuh.
Mata Pencaharian
Mata Pencaharian Hidup sebagian besar masyarakat batak bercocok
tanam di irigasi dan ladang. Suku batak masih menggarap tanahnya
menurut adat kuno.Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan
marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya.
Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain
perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan
ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor
kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran
kayu, tembikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
Sistem Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah
pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya
satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga. Ada pula kelompok
kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok patrilineal keturunan
pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu
misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang
masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang
anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi
mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu
disertakan dibelakang nama kecilnya.
Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu :
(a) perbedaan tigkat umur
(b) perbedaan pangkat dan jabatan
(c) perbedaan sifat keaslian dan
(d) status kawin.

Sistem kekerabatan patrilineal dengan dasar satu ayah, satu kakek


atau satu nenek moyang. Dalam masyarakat Batak hubungan
berdasarkan satu ayah disebut sada bapa (bahasa Karo) atau saama
(bahasa Toba). Adapun kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga
batih (keluarga inti, terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak) yang disebut
jabu, dan ripe dipakai untuk keluarga luas yang virilokal (tinggal di rumah
keluarga pihak laki-laki). Dalam masyarakat Batak, banyak pasangan
yang sudah kawin tetap tinggal bersama orang tuanya.
Sistem Perkawinan
Perkawinan yang dianggap ideal di Suku Batak adalah perkawinan antara
seseorang laki-laki dengan anak perempuan saudara laki-laki
ibunya/perkawinan antara orang-orang rimpal (Marpariban)
Perkawinan pantangan :
1. Laki-laki Batak pantang kawin dengan wanita dari
marganya sendiri dan juga dengan anak perempuan dari
saudara perempuan ayah.
2. Laki-laki Batak juga dilarang melakukan perkawinan Patri
Parallel Cauosin.
Perkawinan umum :
Secara umum perkawinan bersifat eksogam sehingga
mengenal marga pemberi gadis (hula-hula) dan marga penerima
gadis (Boru). Sistem perkawinan ini disebut Connubium Asi
Metris (Connobium Sepihak).
Hula-hula memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada Baru.
Selain perkawinan tersebut di atas ada ada
perkawinan Levirat (lakoman) dan adat perkawinan Sororat.

Macam Lakoman :                                                                       


o Lakoman Tiaken : Si Janda kawin dengan saudara almarhum
suaminya.
o Lakoman Ngalihken Senina : Si Janda kawin dengan saudara
tiri almarhum suaminya.
o Lakoman Ku Nandena : Si Janda kawin dengan anak saudara
almarhum suaminya.

Garis besar tata cara dan urutan pernikahan adat batak adalah sebagai
berikut:

1. Mangarisika.
2.Marhori-horiDinding/marhusip.
3.MarhataSinamot. 
4. Pudun Sauta.
5. Martumpol (baca : martuppol)
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
7.Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
8. Pesta Unjuk.
9. Mangihut di ampang (dialap jual)
10. Ditaruhon Jual.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni
si Panganon)
12. Paulak Unea.
13. Manjahea.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Sistem Politik
Sistem politik yang dimaksud adalah sistem pemerintahan dan
kepemimpinan. Pada masyarakat Batak sistem kepemimpinan ini terbagi
atas tiga bidang sebagai berikut.
1). Kepemimpinan di Bidang Adat
Kepemimpinan di bidang adat meliputi: perkawinan dan perceraian,
kematian, warisan, penyelesaian perselisihan, kelahiran, dan sebagainya.
Kepemimpinan pada bidang adat ini tidak berada dalam tangan seorang
tokoh, tetapi berupa musyawarah Dalihan Na Tolu (Toba) dan Sangkep
Sitelu (Karo). Mengundang para pihak kerabat dongan sabutuha, hula-
hula, dan boru dalam Dalikan Na Tolu. Keputusannya merupakan hasil
musyawarah dengan kerabat-kerabat tersebut.
2). Kepemimpinan di Bidang Agama
Dalam masyarakat Batak, kepemimpinan dalam bidang agama
berhubungan dengan perdukunan dan roh nenek moyang serta kekuatan-
kekuatan gaib. Pemimpin keagamaan dipegang oleh guru sibaso.
3). Kepemimpinan di Bidang Pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, kepemimpinan dipegang oleh salah satu
keturunan dari merga taneh. Oleh sebab itu, faktor tradisi masih melekat
dalam memilih pemimpin pemerintahan. Adapun tugas pemimpin
pemerintahan, yaitu menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pada saat
ini, masyarakat Batak selalu mencari orang yang dianggap mampu dan
memahami segala persoalan yang terdapat dalam masyarakat.
Kesenian
a. Seni Bangunan
Rumah adat Batak disebut ruma/jabu (bahasa Toba) merupakan
kombinasi seni pahat ular serta kerajinan.Rumah akronim Ririt di Uhum
Adat yang artinya sumber hukum adat dan sumber pendidikan
masyarakat Batak. Rumah berbentuk panggung yang terdiri atas tiang
rumah yang berupa kayu bulat, tiang yang paling besar disebut tiang
persuhi. Tiang-tiang tersebut berdiri di tiap sudut di atas batu sebagai
pondasi yang disebut batu persuhi. Bagian badan terbuat dari papan
tebal, sebagai dinding muka belang, kanan dan kiri, dinding muka
belakang penuh ukiran cicak. Atap sebelah barat dan timur menjulang ke
atas dan dipasang tanduk kerbau sebagai lambang pengharapan.
b. Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis) Tari serampang dua
belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil
kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu
ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara
kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati
dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan
yang diwariskan nenek moyang .

Kepercayaan Agama
Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke
tanah Batak, orang Batak pada mulanya belum mengenal nama dan
istilah ‘dewa-dewa’. Kepercayaan orang Batak dahulu (kuno) adalah
kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan kepada benda-
benda mati. Benda-benda mati dipercayai memiliki tondi (roh) misalnya:
gunung, pohon, batu, dll yang kalau dianggap keramat dijadikan tempat
yang sakral (tempat sembahan). Orang Batak percaya kepada arwah
leluhur yang dapat menyebabkan beberapa penyakit atau malapetaka
kepada manusia. Penghormatan dan penyembahan dilakukan kepada
arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan, kesejahteraan bagi
orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah yang paling
ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat dekat
sekali dengan aktifitas manusia. 
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan
istilah ‘Debata’, sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut
‘Ompu Na Bolon’ (Kakek/Nenek Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada
awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi dia adalah yang telah
dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki
kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia. Tetapi
setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu;
Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno
sebagai nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar biasa. Untuk
menekankan bahwa ‘Ompu Nabolon’ ini sebagai kakek/nenek yang
terdahulu dan yang pertama menciptakan adat bagi manusia, Ompu
Nabolon menjadi ‘Mula Jadi Nabolon’ atau ‘Tuan Mula Jadi Nabolon’.
Karena kata Tuan, Mula, Jadi berarti yang dihormati, pertama dan yang
diciptakan merupakan kata-kata asing yang belum pernah dikenal oleh
orang Batak kuno. Selanjutnya untuk menegaskan pendewaan bahwa
Ompu Nabolon atau Mula Jadi Nabolon adalah salah satu dewa terbesar
orang Batak ditambahkanlah di depan Nabolon atau Mula Jadi Nabolon
itu kata ‘Debata’ yang berarti dewa (=jamak) sehingga menjadi ‘Debata
Mula Jadi Nabolon’. Jadi jelaslah, istilah debata pada awalnya hanya
dipakai untuk penegasan bahwa pribadi yang disembah masuk dalam
golongan dewa. Dapat juga dilihat pada tokoh-tokoh kepercayaan Batak
lainnya yang dianggap sebagai dewa mendapat penambahan kata ‘Debata’
di depan nama pribadi yang disembah. Misalnya Debata Batara Guru,
Debata Soripada, Debata Asi-Asi, Debata Natarida (Tulang atau paman
dan orang tua), dll. Tetapi setelah masuknya Kekristenan (yang pada
awalnya hanya sebatas strategi pelayanan) kata debata semakin populer
karena nama debata dijadikan sebagai nama pribadi Maha Pencipta.
Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta
isinya diciptakan oleh Debata Mula Jadi Nabolon dan bertempat tinggal
diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan
kedudukanya. Debata Mula Jadi Nabolon: bertempat tinggal dilangit dan
merupakan maha pencipta. Siloan Nabolon: berkedudukan sebagai
penguasa dunia mahluk halus,menyangkut jiwa dan roh.
Suku Batak mengenal tiga konsep,yaitu:
a. Tondi: jiwa atau roh seseorang yang merupakan
kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada
manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam
kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang,
maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka
diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari
sombaon yang menawannya.
b. Sahala: jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki
seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak
semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan
sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja
atau hula-hula.
c. Begu: tondi orang telah meninggal, yang tingkah
lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya
muncul pada waktu malam.
Beberapa begu yang ditakuti oleh orang Batak, yaitu:
o Sombaon, yaitu begu yang bertempat tinggal di pegunungan
atau di hutan rimba yang gelap dan mengerikan.
o Solobean, yaitu begu yang dianggap penguasa pada tempat
tempat tertentu
o Silan, yaitu begu dari nenek moyang pendiri hutan/kampung
dari suatu marga
o Begu Ganjang, yaitu begu yang sangat ditakuti, karena dapat
membinasakan orang lain menurut perintah pemeliharanya.

Adat Istiadat
Adat adalah bagian dari pada Kebudayaan, berbicara kebudayaan
dari suatu bangsa atau suku bangsa maka adat kebiasaan suku bangsa
tersebut yang akan menjadi perhatian, atau dengan katalain bahwa adat
lah yang menonjol didalam mempelajari atau mengetahui kebudayaan
satu suku bangsa, meskipun aspek lain tidak kalah penting nya seperti
kepercayaan, keseniaan,kesusasteraan dan lain-lain.
Dahulu kala keseluruhan aspek kehidupan orang Batak diatur oleh
dan didalam adat. Gunanya ialah untuk menciptakan keterarturan
didalam masyarakat. Kegiatan sehari-hari didalam hubungan sesama
orang Batak selalu diukur dan diatur berdasarkan adat.
Namun keterbukaan akan suku bangsa lain dan membawa
budayanya misalnya melalui asimilasidan akulturasi (proses percampuran
dua budaya atau lebih) , dan agama yang melarang untuk terlibat dalam
adat mempengaruhi sikap pada adat dan tradisi membuat cenderung
semakingoyang. Artinya muncul sikap tidak lagi membutuhkan adat
istiadat warisan nenek moyang,meskipun masih banyak yang mematuhi
dan melaksana-kan adat bahkan dibeberapa suku Batak masih
membutuhkannya didalam pengaturan masyarakat, dan kenyataan dapat
diharapkansebagai suatu alat pemeliharaan moral.
Orang Batak mengenal 3 (tiga) tingkatan adat yaitu:
a. Adat Inti adalah seluruh kehidupan yang terjadi (in illo tempore)
pada permulaan penciptaan dunia oleh Dewata Mulajadi Na
Bolon. Sifat adat ini konservatif (tidak berubah).
b. Adat Na taradat adalah adat yang secara nyata dimiliki oleh
kelompok desa, negeri, persekutuan agama, maupun
masyarakat. Ciri adat ini adalah praktis dan flexibel, setia pada
adat inti atau tradisi nenek moyang. Adat ini juga selalu
akomodatif dan lugas menerima unsur dari luar, setelah
disesuaikan dengan tuntunan adat yang asalnya dari Dewata.
c. Adat Na niadathon yaitu segala adat yang sama sekalibaru dan
menolak adat inti dan adat na taradat, adat na diadatkan ini
merupakan adat yang menolak kepercayaan hubungan adat
dengan Tuhan, bahkan merupakan konsep agama baru (Kristen,
Islam dll)yang dipandang sebagai adat, yang justru bertentangan
dengan agama asli Batak atau tradisi nenek moyang. (Sinaga
1983).
Berdasarkan ketiga tingkatan adat tersebut diatas. Adat yang
sekarang dilakoni orang Batak adalah Adat tingkat kedua. Namun
dibeberapa bagaian kelompok Batak sudah mendekati tyingkat ketiga.
Meskipun ini terjadi sadar atau tidak sadar dilakukan.
Kesimpulan

Dengan demikian pengungkapan diri akan mudah tergambarkan


melalui media sosial seperti YouTube dan menjadi hal yang normal karena
beragam identitas direpresentasikan oleh masyarakat di jagat digital
(Kusumawadani dkk., 2020).
Suku / masyarakat Batak hidup di kawasan Sumatra Utara.
Sebagian masyarakat yang tinggal di daerah ini adalah masyarakat Batak.
Suku Batak pertama sekali mendiami daerah karodan kawasan danau
Toba. Sebagian masyarakat batak bercocok tanam di irigasi dan ladang.
Dismping bercocok tanam, pertenakan juga merupakan suatu mata
pencaharian yang penting bagi orang batak umumnya. Di daerah
pinggiran danau toba, biasanya masyarakat Batak menangkap ikan
dengan perahu lesung. Masyarakat Batak pada umumnya beragama
kristen dan hanya sedikit yang memeluk agama Islam. Walaupun
demikian masyarakat perdesaan suku Batak tetap memepertahankan
agama aslinya. Orang batak percaya bahwa, yang menciptakan alam
semesta ini adalah debata(ompung) mula jadi na bolon. Dia tinggal diatas
langit dan mempunyai nama-nama seseui tugasnya. Walau terjadi
unifikasi hukum nasional buat seluruh masyarakat Indonesia,  namun
budaya Batak tetap akan terus dijaga.
Kebudayaan yang dimiliki suku Batak ini menjadi salah satu
kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang perlu tetap dijaga
kelestariannya. Dengan membuat makalah suku Batak ini diharapkan
dapat lebih mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan suku Batak
tersebut dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan yang pada
kelanjutannya dapat bermanfaat dalam dunia kependidikan.
Daftar Pustaka

Armawi, A. (2008). Kearifan Lokal Batak Toba Dalihan Na Tolu Dan Good
Governance Dalam Birokrasi Publik. Filsafat UGM, 18.
Damanik, E. L. (2018). Menolak Evasive Identity: Memahami Dinamika
Kelompok Etnik di Sumatera Utara. Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial
Dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology), 4(1), 9.
https://doi.org/10.24114/antro.v4i1.9970

Eriyanto. (2006). Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media.


Febriyanti, D. (2019). Representasi peran ibu dalam film Ibu Maafkan
Aku. ProTVF, 3.
Spradley, James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta. Tara Wacana Yoga
Koentjaranigrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi

Anda mungkin juga menyukai