1. IDENTITAS
2. SUKU BANGSA
Suku Batak Toba
Suku Batak Toba merupakan bagian dari suku bangsa Batak. Batak Toba tidak mesti
tinggal di wilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Kini mereka menempati
Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten
Tapanuli Utara, dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Suku Batak Karo merupakan suku terbesar di Sumatera Utara. Sebagian dari suku ini
tinggal di daerah Aceh. Bahasa yang digunakan oleh suku ini adalah Bahasa Karo atau Cakap
Karo. Pakaian hukum budaya suku Karo didominasi dengan warna merah dan hitam Suku ini
diaggap sebagai suku kekerabatan Batak, seperti kekerabatan Batak Toba, Batak Mandailing,
dan lainnya. Namun, Suku Karo menganggap dirinya bukan bidang dari kekerabatan,
melainkan berdiri sendiri.
Suku Melayu
Suku Melayu merupakan suku yang menghuni Semenanjung Malaya. Melayu sendiri
berasal dari Kerajaan Melayu yang pernah ada di Sumatera. Suku Melayu terbagi menjadi
beberapa bangsa. Secara ras atau rumpun bangsa, Melayu di Indonesia dibedakan dua
gugusan, yaitu Melayu Proto dan Melayu Deutro. Melayu Proto merupakan Melayu Tua yang
datang sekitar 1500 SM, sedangkan Melayu Deutro merupakan Melayu Muda yang datang
sekitar 500 SM. Selain itu, ada pula melayu yang termasuk bangsa di Indonesia, yaitu
rumpun Melanesia yang bermukim di wilayah timur Indonesia.
Suku Nias
Suku ini hidup di Pulau Nias, Sumatera Utara. Suku ini merupakan salah satu suku
tertua. Masyarakat Suku Nias menamakan dirinya dengan sebutan “Ono Niha” yang memiliki
makna Anak Manusia. Suku ini sangat terkait hukum budaya dan kebudayaan yang tinggi.
Hukum budaya di Nias secara umum mengatur segala bidang kehidupan dari lahir sampai
meninggal. Sedangkan kasta Suku Nias mengenal sistem tingkatan, yang mana tingkatan
kasta tertinggi adalah ‘Balugu’.
Suku Pesisir
Suku di Sumatera Utara selanjutnya yakni Pesisir. Penamaan Pesisir untuk kelompok
masyarakat yang mendiami pesisir barat Sumatera Utara tidak pernah dikenal hingga akhir
abad ke-20. Rupanya, istilah ini dikemukakan untuk membedakan kelompok masyarakat di
pesisir barat Sumatra Utara dengan masyarakat Batak di pedalaman. Berdasarkan ruang
geografis etnisitas yang disusun oleh Collet (1925), Cunningham (1958), Reid (1979) dan
Sibeth (1991), di pesisir barat Sumatra Utara terdapat kelompok masyarakat yang bukan
merupakan bagian dari etnis Batak. Suku Pesisir biasanya tersebar di Tapanuli Tengah,
sebagian Tapanuli Selatan, Natal dan Medan.
Suku Pakfak
Suku ini juga sering disebut Suku Batak Pakfak. Suku ini masuk ke dalam sub-suku
Batak. Orang Suku Pakpak ini tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatra Utara dan
Aceh. Rinciannya di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang
Hasundutan, Tapanuli Tengah (Sumatra Utara), serta sebagian Kabupaten Aceh Singkil dan
Kota Subulussalam (Aceh).
Suku Mandailing
Suku Mandailing berbeda dengan Batak. Sehingga sebagian besar etnis Mandailing
enggan disamakan dengan Batak. Peneliti Pussis Universitas Negeri Medan (UNIMED)
Erron Damanik mengungkapkan, etnis Mandailing telah menolak disebut Batak sejak tahun
1922. Sikap itu diikuti etnis Karo yang menolak disebut Batak sejak 1952, Simalungun sejak
1963, dan Pakpak menolak sejak 1964. Hanya etnis Toba dan Angkola saja yang tetap
menerima disebut Batak. Mengutip pendapat sejarawan Vinner (1980), perbedaan mendasar
dari kelompok etnik itu adalah yang memiliki perbedaan bahasa yang mencolok.
Suku Simalungun
Suku Simalungun, Leluhur suku ini konon berasal dari India Selatan tetapi ini hal
masih diperdebatkan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan.
Namun, marga asli penduduk Simalungun yakni Damanik. Sementara, tiga marga pendatang
yaitu Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga-marga (nama keluarga) tersebut menjadi
4 marga besar di Simalungun.
3. CIRI KHAS
4. TRADISI
Berikut adalah 4 tradisi Sumatera Utara yang populer:
Mangokkal Holi
Tradisi turun-temurun masyarakat Batak yakni Mangokkal Holi berarti mengambil
tulang belulang dari leluhur mereka dari dalam kuburan. Lalu ditempatkan di dalam
peti, dan diletakkan dalam buah bangunan tugu khusus untuk menyimpan tulang
belulang leluhur.
Tradisi ini membutuhkan biaya besar karena selain memotong hewan ternak, acara
dilaksanakan hingga beberapa hari. Semua etnis Batak melaksanakan tradisi
Mangokkal Holi, meski nama dari tradisi ini berbeda-beda tiap etnis, yaitu etnis Toba
dan Simalungun menyebutnya Mangokkal Holi, pada etnis Karo disebut dengan
Nampakken Tulan, serta etnis Pakpak mengenalnya tradisi Mengkurak Tulan.
Namun, inti dan tujuan dari tradisi ini sama, untuk mempertahankan silsilah garis
keturunan marga, dan juga menunjukkan eksistensi dan taraf hidup keluarga yang
melaksanakannya. Selain itu mereka percaya, dengan menempatkan leluhur di tugu
adalah bukti bahwa para penerus dari leluhur tidak pernah lupa dengan nenek
moyangnya.
Tarian Sigale-gale
Sigale-gale adalah boneka kayu menyerupai manusia, dan biasanya patung ini berada di
rumah adat Batak Desa Tomok. Boneka ini digerakkan oleh manusia yang berada di
belakang patung Sigale-gale. Menurut legenda masyarakat suku Batak, Sigale-gale
adalah putra tunggal kesayangan dari raja Rahat. Namun Sigale-gale meninggal karena
sakit. Raja merasa sangat kehilangn anaknya, kemudian demi mengobati kesedihan
raja, maka dibuatlah sebuah boneka kayu yang menyerupai Sigale-gale.
Kemudian diadakan ritual memanggil arwah Sigale-gale, sehingga boneka itu bisa
menari-nari dengan iringi musik adat Batak. Kini, tarian boneka kayu ini menjadi daya
tarik wisata, dan boneka digerakkan oleh 2 atau 3 orang.
Lompat Batu
Lompat batu atau hombo batu berasal dari Desa Bawo Mataluo Nias, Kabupaten Nias
Selatan. Desa ini kaya dengan situs megalitik atau batu besar berukir, dan di dalamnya
terdapat Omo Hada yaitu perumahan tradisional khas Nias. Tradisi ini merupakan ritual
khusus buat para pemuda suku Nias.
Tradisi ini untuk menentukan apakah seorang pemuda sudah dewasa dan telah
memenuhi syarat untuk menikah atau belum. Mereka akan melompati batu yang
tingginya lebih dari 2 meter, melalui sebuah batu kecil untuk pijakan ketika melompati
batu. Ada ritual khusus sebelum melompati batu, dengan memakai pakaian adat mereka
akan bersemangat agar bisa melompati batu.
5. KESENIAN
1. LAGU DAERAH
Lagu Lissoi
Lagu Lissoi merupakan lagu daerah Sumatera Utara yang diciptakan Nahum
Situmorang. Lagu menceritakan sebuah ajakan untuk menghilangkan keresahan.
Ada ajakan untuk bernyanyi, berdansa hingga minum tuak. Tuak merupakan
minuman tradisional beralkohol asli Nusantara yang merupakan hasil fermentasi dari
nira, beras, atau buah yang mengandung gula. Rupanya kegaiatan ini diketahui
merupakan bagian dari kebiasaan orang Batak untuk menghilangkan kesedihan.
Lagu Piso Surit
Lagu ini rupanya pasangan dari tarian daerah masyarakat Suku Karo. Lagu ini
mengisahkan seorang pria yang tengah menantikan kehadiran kekasihnya.
Kerinduan ini pun digambarkan dengan seekor burung pincala yang sedang
memanggil-manggil.
Lagu Tillo-Tillo
Lagu ini biasanya nyanyikan saat pementasan dengan tujuan sebagai media hiburan.
Uniknya makna lagu ini belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa sumber
menyebutkan makna lagu Tillo-Tillo berkisah tentang karakteristik dari seorang
laki-laki yang ada di dalam lagu tersebut.
Lagu Nasonang Do Hita Nadua
Lagu Batak ini diciptakan Nahum Situmorang. Arti dari Nasonang Do Hita Nadua
itu yakni 'senangnya saat kita berdua'. Lagu ini memberikan pesan-pesan romantis.
Lagu Sinanggar Tullo
Lagu ini merupakan ciptaan Nahum Situmorang, seorang penulis dan pencipta lagu
dari Batak. Lagu ini mengisahkan, seorang laki-laki mencita-citakan kasih sayang
dari seorang wanita yang diidam-idamkan. Pria tersebut mengungkapkan rasa
sayang dan keseriusan cintanya. Dia pun menuntut kepastian jawaban dari
perempuan tersebut.
Lagu Sinanggar Tullo
Lagu Sinanggar Tullo. Lagu ini bahkan cukup terkenal bahkan di luar daerah
Sumatera Utara. Biasanya, lagu ini digunakan untuk memeriahkan kesenian Tari
Tortor. Lagu ini rupanya mengisahkan keluh kesah seorang pemuda yang harus
menuruti kemauan ibunya. Sang ibu berharap putranya segera mendapat kekasih dari
marga yang sama dengannya, yaitu Tobing.
2. Garantung
Garantung merupakan alat musik tradisional yang berasal dari masyarakat Batak
Toba. Garantung dibuat dari bahan kayu lamuhei atau kayu sitarak dan kayu
tambalahut. Garantung dimainkan sebagai pembawa melodi yang terbuat dari bahan
kayu dengan lima bilah nada.
3. Druri Dana
Alat musik tradisional dari Sumatera Utara ini terbuat dari bahan bambu. Kemudian
dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai sebuah garpu tala yang memiliki
kemiripan bentuk seperti angklung. Druri Dana merupakan salah satu instrumen
harmonis yang dimainkan secara dipukul atau digoyang-goyangkan.
4. Faritia
Alat musik tradisional khas Sumatera Utara ini mirip dengan alat musik Gong,
namun ukurannya lebih kecil. Umumnya, Faritia ini berdiameter sekitar 20 cm
hingga 30 cm dengan ketebalan hingga 4 cm serta bagian tengah yang menonjol.
5. Hapetan
Alat musik Hapetan yang berasal dari Sumatera Utara ini menyerupai bentuk
Kecapi. Maka dari itu beberapa suku asli Sumatera Utara sering menamakan
Hapetan atau Hasapi sebagai Kecapi. Oleh karena itu, Hapetan disebut sebagai
Kecapi Batak. Sebagai alat musik yang memiliki dawai, Hapetan dimainkan dengan
cara dipetik.
6. Sulim
Sulim merupakan alat musik tiup yang berasal dari Batak Toba, Sumatera Utara.
Sulim seperti alat musik seruling yang terbuat dari bambu. Pada badan sulim
diberikan enam lubang yang memiliki nada yang berbeda dan harmonis.
7. Doli-Doli
Alat musik Doli-Doli ini berasal dari Nias, Sumatera Utara. Sekilas Doli Doli
terlihat seperti kolintang, akan tetapi berukuran lebih kecil daripada kolintang. Cara
memainkannya yaitu dengan dipukul menggunakan alat pemukul yang terbuat dari
kayu.
3. TARIAN TRADISIONAL
Tari Tortor
Tarian yang satu ini menjadi bagian penting dalam adat suku Batak. Tari Tortor juga
menjadi salah satu tarian dari Sumatera Utara yang populer di Indonesia. Melalui
tarian ini, masyarakat Batak menyampaikan harapan dan doa-doa. Untuk maknanya,
tarian Tortor mempunyai arti yang menjelaskan tentang bagaimana proses
menghargai dan memberi penghormatan antar marga sebagai bentuk membangun
hubungan yang baik.
Tari Serampang 12
Tarian ini diciptakan oleh Guru Sauti, pria kelahiran asli Sumut. Tarian Serampang
12 ini ialah perpaduan dari gerak Melayu Deli dengan dua belas macam gerakan.
Terkait makna, arti dari Tari Serampang 12 merupakan penggambaran tentang kisah
cinta dua anak manusia saling mencintai yang akhirnya menikah dan direstui kedua
orang tua.
Tari Endeng endeng
Tarian ini salah satu bentuk kesenian di Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. Tarian
ini berfungsi sebagai tari hiburan, dan sebagai sarana untuk mengungkapkan
kegembiraan. Makna tari Endeng-endeng dalam penelitian ini dikaji melalui syair
lagu yang dinyanyikan sebagai iringan dalam Tari Endeng-endeng. Untuk
menghadirkan Tari Endeng-endeng ini terbagi dua. Yaitu, pada waktu malam hari
setelah acara kenduri atau syukuran dan siang hari yang dilakukan setelah acara
mengupah-upah, hingga selesai.
Tari Gubang
Tarian Sumatera Utara ini sebagai sebuah tarian tradisional masyarakat Melayu
Asahan. Tari Gubang mempunyai ragam fungsi dalam pelaksanaannya. Fungsi dari
tarian Gubang disesuaikan dengan kebutuhannya. Karena dalam pelaksanaannya,
tarian gubang ini memiliki beberapa jenis tarian Gubang dan sesuai dengan namanya
yaitu asal kata gebeng yang berarti perahu. Dahulu tari gubang berfungsi sebagai
sarana pemanggil angin (unsur magis), yaitu sejenis ritual untuk memanggil angin
untuk aktivitas para nelayan. Selain berfungsi magis, tarian Gubang merupakan
tarian hiburan, yaitu sebagai hiburan melepas penat bagi masyarakat pesisir setelah
seharian mengarungi laut lepas dengan berbagai tantangannya. Seiring dengan
perkembangan zaman, fungsi tarian gubang pun semakin berkembang. Ketika tarian
ini mulai dipentaskan maka fungsi utamanya sebagai hiburan bagi masyarakat
nelayan. Selain itu berfungsi sebagai tarian penyambutan tamu dalam upacara adat
masyarakat seperti perayaan, pesta perkawinan, Runat Rosul, penyambutan tamu
kehormatan dan juga proses pengobatan.
2. Ayam Napinadar .
Ayam Napinadar merupakan kuliner khas yang sudah tidak asing lagi bagi suku
Batak. Ayam Napinadar memiliki cita rasa yang pedas dan gurih karena
menggunakan olahan andaliman dan bawang putih. Umumnya, ayam napinadar
dimasak terlebih dahulu menggunakan baluran darah ayam lalu diolah dengan
bumbu khas batak.
3. Sambal tuktuk .
Sambal Tuktuk merupakan kuliner khas Sumatra Utara yang memiliki cita rasa
yang unik. Sambal ini dibuat dengan cara pembuatan sambal pada umumnya.
Yang membuat cita rasanya menjadi unik adalah adanya penambahan andaliman
di dalamnya.
6. Bika Ambon
Siapa yang tidak pernah mendengar makanan khas Sumatra Utara satu ini. Meski
kerap kali disalah artikan berasal dari kota Ambon, nyatanya makanan ini
merupakan kuliner khas Sumatera Utara. Bika Ambon terbuat dari bahan-bahan
seperti tepung tapioka, telur, gula, dan santan. Kini Bika Ambon dijual dengan
berbagai varian rasa yang beragam, seperti pandan, durian, keju, dan coklat.
7. Dali Ni Horbo
Makanan khas suku Batak, makanan ini dijuluki sebagai Keju Batak. Bagaimana
tidak, Dali Ni Horbo terbuat dari olahan susu kerbau yang dimasak dengan api
sedang hingga membentuk gumpalan menyerupai keju. Uniknya, susu kerbau
yang dipakai biasanya merupakan susu kerbau yang baru menyusui selama satu
bulan. Pemerasannya pun dilakukan pada pagi hari.
8. Arsik
Arsik merupakan makanan khas Sumatera Utara yang berasal dari Tapanuli. Pada
umumnya arsik dikenal sebagai olahan ikan mas bumbu kuning yang sisiknya
tidak dibuang. Bumbu kuning yang terbuat dari campuran andaliman dan asam
cikala yang sangat khas ini membuat cita rasanya tidak dapat dilewatkan.
9. Kue Ombus-Ombus
Kue ini terbuat dari tepung beras yang diisi dengan gula merah, dibalut dengan
daun pisang lalu dikukus. Manis dan gurih adalah pengalaman yang akan
didapatkan ketika menyantap kuliner khas Sumatera Utara satu ini.
10. Lemang
Dalam sejarahnya, lemang merupakan makanan khas bangsa Melayu. Terbuat
dari beras ketan yang sebelumnya telah dicampur dengan santan. Kemudian
dibalut menggunakan daun pisang lalu dimasak dengan perantara bambu ke bara
api.
8. BAJU ADAT SUMATERA UTARA
Pakaian Adat Batak Toba
Material utama pakaian adat Sumatera Utara adalah kain ulos. Untuk laki-laki, kain
tersebut akan dibuat menjadi ampe-ampe dan singkot. Lalu, sebagai penutup kepala
mereka akan mengenakan bulang-bulang. Sementara untuk perempuan, kain ulos
dijahit menjadi hoba-hoba dan haen. Busana ini dilengkapi dengan ikat kepala dan
selendang ulos berwarna senada
Pakaian Adat Batak Karo
Nama pakaian adat Sumatera Utara ini adalah uis gara yang secara harfiah bermakna
“kain merah”. Kain ini biasanya berhiaskan tenunan benang berwarna perak atau
emas sehingga terkesan mahal. Karena itulah saat ini uis gara hanya digunakan
untuk upacara adat serta pesta pernikahan
9. SENJATA TRADISIONAL
1. Piso Gaja Dompak
Piso Gaja Dompak merupakan senjata tradisional Sumatera Utara yang berupa pisau
yang gunanya sebagai pemotong dan penusuk. Senjata adat Sumatera Utara ini
terkenal dengan nama Piso Gaja Dompak karena pada gagang pisau ini ada ukiran
berupa binatang berwujud gajah. Piso Gaja Dompak dipercaya sebagai pusaka kerjaan
Batak pada masa raja Sisingamangaraja I. Sebagai pusaka kerjaan, senjata ini tidak
diperuntukan sebagai alat untuk membunuh, melainkan sebagai senjata pusak. Piso
Gaja Dompak ini dipercaya mempunyaikekuatan supranatural yang bisa menambah
kekuatan spiritual pada pemiliknya.
2. Tunggal Panaluan
Tongkat Tunggal Panaluan berupa tongkat sakti yang hanya dimiliki oleh raja Batak.
Dalam perkembanganya tongkat tersebut dimiliki oleh Ketua adat dan dipakai pada
saat mengadakan acara besar, misalnya Mambukka Huta, acara Horja bius dan
sebagainya. Sekarang tongkat pusaka raja Batak ini disimpan di museum Gereja
Katolik Kabupaten Samosir. Tongkat Tunggal Panaluan oleh seluruh sub suku Batak
dipercaya mempunyai kekuatan supranatural untuk: meminta hujan, menahan hujan
(manarang udan), menolak bala, mengobati penyakit, mencari dan menangkap
pencuri, membantu dalam peperangan dan sebagainya.
3. Hujur Siringis
Hujur siringis merupakan senjata tradisional Sumatera Utara berbentuk tombak yang
dipakai oleh masyarakat Batak dalam peperangan. Hujur Siringis berupa tombak kayu
yang pada ujugnya dibuat dari logam runcing.
Piso Sitolu Sasarung adalah pisau yang mempunyai 1 sarung yang didalamnya ada 3
buah mata pisau. Pisau tersebut menggambarkan kehidupan orang Batak yang
menyatu pada 3 benua yaitu: benua atas, benua bawah dan benua tonga. Juga
melambangkan sosok Debata Natolu atau Batara Guru yang merupakan simbol
kebijakan, Batara Sori merupakan simbol keimanan dan kebenaran, Batara Bulan
merupakan simbol kekuatan yang selalu menyertai orang Batak dalam kehidupan
sehari-hari.
6. Piso Karo
Pisau Karo adalah senjata adat Sumatera Utara yang pembuatannya sekitar Abad 19
dengan ukuran panjang kira-kira 31-55 cm. Pegangan pisau tersebut dibuat dari kayu,
rotan dan gading. Sedangkan sarungnya ditutupi perak dan suasa.
7. Piso Gading
Piso Gading berasal dari daerah Toba, pisau ini dibuat sekitar abad ke-19, bahannya
terbuat dari kayu, rotan, gading dan mempunyai panjang keseluruhan kira-kira66 cm,
sedangkan panjang pisaunya kira-kira 48 cm.
8. Piso Sanalenggam
Piso Sanaleggam adalah senjata adat Sumatera Utara yang gagang pisaunya
bergambar sosok pria yang matanya dihiasi dengan kepala tertunduk. Pisau ini
memakai motif yang melilit atau melingkar di dileher. Dibawahnya ada cincin
kuningan yang dibuat dari kawat yang digulung.
9. Piso Toba
Piso toba adalah senjata adat Sumatera Utara yang terbuat dari kayu, besi, kuningan.
Pisau ini dibuat sekitar abad ke-19.