PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatera
yang terletak pada 1 - 4 Lintang Utara dan 98 - 100 Bujur Timur, dengan luas
daratan 71.680 km. Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara juga
merupakan pusat kantor pemerintahan dan pusat bisnis hingga menjadikan Medan
sebagai kota terbesar ke-3 di Indonesia. Pada bagian pesisir timur, wilayah di
dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan
infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir
timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya
dibandingkan wilayah lainnya. Pada masa kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini
termasukresidentie Sumatra's Oostkust bersama provinsi Riau.Di wilayah tengah
provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini terdapat beberapa
wilayah yang menjadi kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar
Danau Toba dan Pulau Samosir, merupakan daerah padat penduduk yang
menggantungkan hidupnya kepada danau ini.
Terdapat 419 pulau di propisi Sumatera Utara. Pulau-pulau terluar adalah
pulau Simuk (kepulauan Nias) yang terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama
dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas
pantai pesisir barat di Samudera Hindia. Pusat pemerintahan terletak di
Gunung Sitoli, dan pulau Berhala di selat Sumatera (Malaka). Kepulauan Batu
ini terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala,
Tanahmasa. Pusat pemerintahan di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan Batu
terletak di tenggara kepulauan Nias.
Provinsi ini dihuni oleh banyak suku bangsa yang tergolong dari Melayu
Tua dan Melayu Muda. Penduduk asli provinsi ini terdiri dari Suku Melayu,
Suku Batak, Suku Nias, dan Suku Aceh. Daerah pesisir Sumatera Utara, yaitu
timur dan barat pada umumnya didiami oleh Suku Melayu dan Suku
Mandailing yang hampir seluruhnya beragama ISLAM. Sementara di daerah
pegunungan banyak terdapat Suku Batak yang sebagian besarnya beragama
KRISTEN. Selain itu juga ada Suku Nias di kepulauan sebelah barat. Kaum
pendatang yang turut menjadi penduduk provinsi ini didominasi oleh Suku
Jawa. Suku lainnya adalah Suku Tionghoa dan beberapa minoritas lain1.
Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang
wilayahnya meliputi Balige, Porsea, Parsoburan, Laguboti, Ajibata, Uluan,
Borbor, Lumban Julu, dan sekitarnya. Silindung, Samosir, dan Humbang
bukanlah Toba. Karena 4 (empat) sub atau bagian suku bangsa Batak
(Silindung_Samosir_Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh marga
yang berbeda. Pada Desember 2008, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam
Provinsi Sumatera Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba
Samosir yang beribukota di Balige. Kabupaten Toba Samosir dibentuk
berdasarkan Undang-Undang No 12. Tahun 1998 tentang pembentukan
Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal,
di Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini
merupakan pemekaran dari Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara2.
Lebih lanjut budaya suku Batak Toba berdasarkan rumusan C. Kluckhohn,
yaitu :
1. Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan
beberapa logat, ialah:
(1) Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo;
(2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak;
(3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun;
(4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.
2. Sistem Pengetahuan
a. Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang
Batak yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus
mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya (eksogami).
Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak
maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan).
Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan
di gereja karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen. Untuk
mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.
b. Kekerabatan
Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang
dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak,
yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan
sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada. Bentuk
kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari
silsilah marga mulai dari si Raja Batak, dimana semua suku bangsa
3
orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala :
jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang
yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat
yang disebut Tongkal.
7. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas
(bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil
kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu
ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara
kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan
upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang
diwariskan nenek moyang .
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sistem ketatanegaraan (kepemimpinan) pada suku Batak
Toba?
2. Bagaimana hukum adat tentang perkawinan pada suku Batak Toba?
3. Bagaimanakah bentuk pembagian harta waris dan sistem kekerabatan suku
Batak Toba?
4. Bagaimana hukum adat terhadap delik adat (penculikan) pada suku Batak
Toba?
C. Tujuan
1. Mengetahui sistem ketatanegraan (kepemimpinan) pada suku Batak Toba;
2. Mengetahui tentang hukum perkawinan pada suku Batak Toba;
3. Mengetahui bentuk pembagian harta waris dan sistem kekerabatan suku
Batak Toba;
4. Mengetahui tentang hukum terhadap delik adat (penculikan) pada suku
batak Toba.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan
Secara umum orang Batak Toba menyebut dirinya keturunan raja (anak
ni raja). Karena itu mereka semua adalah raja. Namun yang dimaksud adalah
raja dalam arti kehormatan. Memang dikenal juga raja yang dikaitkan dengan
jabatan, walaupun setelah tidak memegang jabatan struktural itu, yang
bersangkutan tetap dipanggil raja namun sudah dalam arti yang umum. Orang
Batak Toba mengenal jenis kepemimpinan sebagai berikut :
1. Raja Huta, yakni pemimpin tertinggi di dalam satu huta atau kampung
pemukiman. Secara tradisi biasanya pendiri kampung dipilih rakyatnya
menjadi raja huta. Kemudian ditentukan siapa yang menjadi raja pandua
atau raja kedua (wakil raja).
2. Raja Horja, yaitu raja yang memimpin beberapa huta (kampung) yang
bergabung menjadi satu horja. Raja dipilih dari para raja huta yang
bergabung dalam federasi Horja. Demikian juga wakilnya. De Boer
menyebutkan bahwa raja horja adalah kesatuan kolektif pemimpin horja
yang bernama raja parjolo, raja partahi dan raja pandapotan.
3. Raja Bius, yaitu raja yang memimpin upacara di dalam satu persekutuan
bius. Raja bius dipilih dari setiap kumpulan horja. Dinamakan juga Raja
Pandapotan dipilih dalam satu rapat warga. Dia berkemampuan memimpin
dan menyelenggarakan upacara keagamaan bersama raja parbaringin. Bila
dia menyelenggarakan pesta bius, maka raja-raja pandapotan yang lain
diundang untuk berpartisipasi.
4. Raja Parbaringin yaitu terdiri dari empat orang yang dipilih anggota
masyarakat dari tiap-tiap bius marga dalam satu rapat khusus. Raja-raja ini
merupakan pemimpin-pemimpin upacara kepercayaan keagamaan.
5. Raja Maropat (Toba), adalah para pemimpin yang secara struktural dibentuk
oleh Raja Sisingamangaraja XII, sebagai orang yang sangat dipercayainya
dalam segala hal. Mereka berfungsi mewakili Raja Sisingamangaraja dalam
pesta bius untuk minta hujan, melawan penyakit kolera atau cacar, maupun
pesta taon atau mamele taon yang diselenggarakan sekali setahun saat panen
perdana.
Upacara-upacara adat selalu dipimpin oleh orang yang dihunjuk
secara demokratis oleh masing-masing pihak (hasuhuton) yang terlibat adat.
Penghunjukan pemimpin upacara adat yang dinamakan juga raja parhata
atau Raja Parsinabul (parsinabung), dengan menanyakan semua keturunan
nenek moyang (marompu-ompu) secara berurutan menurut senioritas dalam
silsilah keturunan. Proses pemilihan pemimpin upacara pada adat kematian,
perkawinan dan yang lain adalah sama. Tampaknya penamaan pemimpin di
kalangan orang Batak Toba cenderung beragam. Hal ini bisa terjadi karena
pemerintahan adat Batak Toba tidak sentralistis, tetapi otonomitis, atau
desentralistis.
Masing-masing
wilayah
punya
kebiasaan
penamaan
(kumpul
kebo).
Marsumbang
baru
dibolehkan
jika
perkawinan yang pernah diadakan di antara kedua kelompok tidak diulangi lagi
selama beberapa generasi. Jika terjadi pelanggaran terhadap larangan itu, maka
pendapat umum dan alat kekuasaan masyarakat akan diminta turun tangan.
Ritusnya adalah sebagai berikut: gondang mangkuling, babiat tumale (gong
bertalu-talu, harimau mengaum), artinya, rakyat akan berkumpul untuk
menangkap dan menghukum si pelaku. Peribahasa yang digunakan untuk
semua tindakan yang melanggar susila adalah: Manuan bulu di lapanglapang ni babi; Mamungka na so uhum, mambahen na so jadi." (menanam
bambu di tempat babi berlalu, tidak taat hukum dan menjalankan yang tabu)8.
Perkawinan yang dilakukan atas pelanggaran dinyatakan batal. Lelaki
yang berbuat demikian, serta pihak parboru diwajibkan melakukan pertobatan
(manopoti/pauli uhum) atau dinyatakan di luar hukum (dipaduru di ruar ni
patik), dikucilkan dari kehidupan sosial sebagaimana yang ditentukan oleh
adat. Ritusnya adalah sebagai berikut : Pihak-pihak yang melanggar harus
mempersembahkan jamuan yang terdiri dari daging dan nasi (manjuhuti
mangindahani). Kerbau atau sapi disembelih demi memperbaiki nama para
kepala dan ketua yang tercemar karena kejadian itu. Makanan yang
dihidangkan sekaligus merupakan pentahiran (panagurasion) terhadap tanah
dan penghuninya9.
Berdasarkan pendapat Posposil yang mengatakan bahwa hukum harus
memenuhi empat syarat, yakni :
a. Attribute of authority. atribut otoritas atau kekuasaan menentukan bahwa
aktifitas kebudayaan yang disebut hukum itu adalah keputusan melalui
suatu mekanisme yang diberi wewenang dan kekuasaan dalam
8
J.C. Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, LkiS Yogyakarta,
Yogyakarta, 2004, hlm. 209.
9
Wikipedia, Perkawinan Adat Batak Toba, http://wikipedia.com, acces 25
Desember 2013.
Attribute of obliogation. Atribut ini menentukan bahwa keputusankeputusan pemegang kuasa harus mengandung perumusan dari
kewajiban pihak ke satu terhadap pihak kedua, tetapi juga hak dari pihak
kedua harus dipenuhi oleh pihak kesatu. Didalam hal ini pihak kesatu
dan kedua harus terdiri dari individu-individu yang hidup. Kalau
keputusan tidak mengandung perumusan dari kewajiban maupun dari
hak tadi, maka keputusan tak akan ada akibatnya dan karena itu tidak
akan merupakan keputusan hukum; dan kalau pihak itu misalnya nenek
moyang yang sudah meninggal, maka keputusan yang menentukan
kewajiban pihak ke satu ke pihak kedua itu bukanlah hukum, melainkan
suatu keputusan yang merumuskan suatu kewajiban keagamaan.
10
11
Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak
kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati
proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara
adat menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada
beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak
angkat yaitu Pusaka turun temurun keluarga. Karena yang berhak
memperoleh pusaka turun-temurun keluarga adalah keturunan asli dari orang
yang mewariskan.
Dalam Ruhut-ruhut ni adat Batak (Peraturan Adat batak) jelas di sana
diberikan pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian
harta warisan bahwa anak perempuan hanya memperoleh: Tanah (Hauma
pauseang), Nasi Siang (Indahan Arian), warisan dari Kakek (Dondon Tua),
tanah sekadar (Hauma Punsu Tali). Dalam adat Batak yang masih terkesan
Kuno, peraturan adat istiadatnya lebih terkesan ketat dan lebih tegas, itu
ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan tidak mendapatkan apapun.
Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah anak Bungsu atau
disebut Siapudan. Yaitu berupa Tanak Pusaka, Rumah Induk atau Rumah
peninggalan orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak laki
laki nya. Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi meninggalkan kampung
halaman nya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus
ayahnya.
Jika kasusnya orang yang tidak memiliki anak laki-laki maka hartanya
jatuh ke tangan saudara ayahnya. Sementara anak perempuannya tidak
mendapatkan apapun dari harta orang tuanya. Dalam hukum adatnya mengatur
bahwa saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut harus menafkahi
segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka berkeluarga11.
D. Delik Adat (Penculikan)
Mengenai hukum pelanggaran digunkan istilah panguhumon ta angka
parsala, yang berarti hukum dalam hal mereka yang berbuat salah, pengadilan
11
12
Toba,
12
13
14
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kepemimpinan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diketahui bahwa penetapan
pemimpin pada masyarakat Batak Toba didasarkan atas sistem
demokrasi, hal ini terlihat misalnya Raja Horja merupakan raja dari
beberapa kampung (huta) yang dipilih dari para Raja Huta. Dalam
mengambil
keputusan
bersama,
masyarakat
Batak
Toba
selalu
Perkawinan
Masyarakat Batak Toba merupakan penganut sistem perkawinan
eksogami sehingga endogamy atau dalam bahasa Batak Toba disebut
marsumbang dianggap sebagi pelanggaran terhadap hukum adat dan
akan membuat roh para leluhur marah. Selain marsumbang, na tarboanboan rohana, dan marpadanpadan juga merupakan sebuah pelanggaran
terhadap hukum adat dan dipercaya akan membuat roh-roh leluhur
marah.
Para
pelaku
akan
mendapat
sanksi
berupa
manjuhuti
dan
sikap
musyawarah-mufakat
dalam
dengan
16