Anda di halaman 1dari 7

Bangsa Proto Melayu

1 Bangsa Proto Melayu

Ciri Kehidupan
Proto Melayu atau Melayu Tua adalah istilah untuk Melayu "gelombang" pertama
dari dua "gelombang" migrasi yang dulu diperkirakan terjadi dalam pendudukan
Nusantara oleh penutur bahasa Austronesia. Menurut teori "dua gelombang" ini,
termasuk Melayu Tua di Indonesia adalah Toraja (Sulawesi Selatan), Sasak (Lombok),
Dayak (Kalimantan Tengah), Batak (Sumatera Utara), Nias (pantai barat Sumatera
Utara), Rejang, dll.
Bangsa Melayu tua/ Proto melayu merupakan ras mongoloid yang memiliki cirri-ciri
antara lain kulit sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, bentuk mulut dan
hidung sedang.
Sekitar tahun 2.000 SM diduga bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) telah tiba di
Kepulauan Nusantara. Bangsa yang pertama kali datang ke Indonesia menjadi
pembawa kebudayaan neolithikum dalam dua cabang persebaran. Cabang pertama
yaitu bangsa yang membawa kebudayaankapak lonjong yang disebut sebagai ras Papua-
Melanosoid.

Daerah Persebaran
Arah persebarannya dari Yunnan lewat Filipina, kemudian ke Sulawesi Utara,
Maluku, dan ada yang sampai ke Irian.Sedangkan cabang yang kedua adalah bangsa
Proto Melayu yang disebut ras Austronesia. Arah gelombang cabang yang kedua ini
dimulai dari Yunnan kemudian ke Malaya, Sumatera,Jawa, Nusa Tenggara, dan pulau-
pulau lainnya. Jenis kebudayaan yang mereka bawa berupa kapak persegi.
Identifikasi Suku Bangsa

1. Suku Batak
merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema
kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal
dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan
sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak
Angkola, dan Batak Mandailing.
Menurut legenda Batak, sebagian besar orang Batak adalah keturunan dari Si Radja
Batak, yang lahir dari keturunan supranatural di Bukit Pusuk, sebuah gunung di tepi
barat Danau Toba (Danau Toba). Menurut antropolog, orang Batak adalah Proto-Melayu
orang keturunan dari suku-suku gunung neolitik di utara Thailand dan Myanmar
(Burma), yang terdesak oleh arus suku-suku Mongolia dan Siam bermigrasi.
2. Bangsa yang menjadi nenek moyang
Ketika mereka tiba di Sumatra, mereka tidak berlama-lama di pantai tapi berjalan
kaki ke pedalaman, membuat pemukiman pertama mereka di sekitar Danau Toba, di
mana pegunungan sekitarnya memberikan lapisan pelindung alami. Mereka tinggal di
isolasi virtual untuk ribuan tahun. Selama ribuan tahun sering terjadi perselisihan,
sehingga terjadi perpecahan dalam kelompok mereka menjadi beberapa kelompok,
yang menjadi sub-suku Batak yang tersebar ke Wilayah Aceh sekarang, Sumatra Utara,
hingga ke wilayah Sumatra Barat dan Riau, sampai jauh ke pedalaman hutan-hutan
Sumatra, hingga ke pulau-pulau kecil sebelah Barat dan Timur Sumatra.
Si Raja Batak sendiri tidaklah diketahui nama sebenarnya. Sepertinya istilah si Raja
Batak, hanya sebutan saja untuk menyebutkan seorang pemimpin yang membawa dan
memimpin orang-orang Batak Purba pada awal hadirnya orang-orang Batak di tanah
Sumatra. Masa kejadian ini diperkirakan sekitar 3000 tahun Sebelum Masehi.
Tetapi ada peneliti yang mengemukakan teorinya bahwa kehadiran orang-orang
Batak Purba datang secara bergelombang. Perjalanan mereka semuanya melalui
Formosa, Filipina dan Kalimantan melewati Selat Malaka. Kedatangan pertama pada
masa 7000 tahun Sebelum Masehi mendarat di kepulauan-kepulauan di sebelah Barat
Sumatra. Kedatangan kedua pada masa 4000 tahun Sebelum Masehi mendarat di pantai
sebelah Barat dan terakhir kedatangan ketiga pada masa 2000 tahun Sebelum Masehi
ada yang mendarat di pantai sebelah Barat Sumatra dan ada juga yang mendarat di
pantai sebelah Timur Sumatra. Pada kedatangan ketiga mereka sempat berinteraksi
dengan penduduk lain seperti suku Lubu dan suku Kubu yang lebih dahulu menetap di
kawasan tersebut selama ribuan tahun, yang memiliki ras weddoid, suatu ras berbeda
dengan orang-orang Batak Purba yang memiliki ras mongoloid. Orang-orang Batak
Purba pada masa ini bersifat nomaden dan tidak suka berlama-lama menetap pada satu
wilayah, akibatnya mereka tersebar-sebar menjadi kelompok-kelompok kecil dan
menyebar hingga ke seluruh pedalaman hutan Sumatra, mulai dari wilayah Aceh hingga
sampai ke wilayah Sumatra Selatan.
3. Ciri Fisik
Suara Keras
Logat Kental
Kulit sawo matang
Rambut lurus
Badan tinggi
Bermata sipit

4. Wilayah tempat tinggal


Saat masa sekarang ini, terdapat lebih dari enam juta orang Batak dan memperluas
tanah mereka 200 km sebelah utara dan 300 km selatan Danau Toba.
Mereka dibagi menjadi:
Batak Pakpak, di sebelah utara-barat dari Danau Toba,
Batak Dairi, di sebelah utara-barat dari Danau Toba,
Batak Karo, di sekitar Berastagi dan Kabanjahe,
Batak Simalungun, di sekitar Pematangsiantar;
Batak Toba, sekitar Danau Toba,
Batak Angkola, ke wilayah selatan dan
Batak Mandailing, ke selatan lebih jauh
Di luar suku di atas, masih terdapat di wilayah provinsi Aceh, seperti:
Batak Gayo, wilayah Aceh
Batak Alas, wilayah Aceh
Batak Singkil, wilayah Aceh dan
Batak Kluet, wilayah Aceh
Menurut beberapa peneliti, masih terdapat suku Batak di luar suku-suku Batak di atas
tadi, yaitu:
Batak Rao
Batak Padang Lawas
Batak Siladang
Batak Pasisi

5. Perkembangan kebudayaan
Kebudayaan suku bangsa Batak merupakan salah satu bagian dari sejarah
kebudayaan bangsa Indonesia, sama halnya seperti sejarah kebudayaan melayu,
minangkabau, sunda, jawa, toraja dan lain sebagainya. Suku bangsa Batak sebagai salah
satu bangsa dari rumpun melayu/Indonesia tua adalah termasuk yang tertua di
Sumatera khususnya dan di Indonesia umumnya. Hal ini menyebabkan suku bangsa ini
mempunyai arti penting dalam sejarah kebudayaan asli Indonesia.
Sebagai bagian dari sejarah bangsa budaya Batak sudah ada sejak berabad-abad
tahun lalu. Dimulai dari kerajaan Sisingamangaraja yang pertama (kakek buyut Raja
Sisingamangaraja XXI, pahlawan nasional Indonesia), suku Batak tetap eksis sampai
saat ini dengan tetap mempertahankan identitasnya. Pewaris kebudayaan Batak tetap
menjaga, memelihara serta melestarikan Budaya Batak sebagai kebudayaan warisan
nenek moyang Budaya Batak yang bersifat kekeluargaan, gotong royong, dan setia
kawan telah mengakar disetiap langkah hidup orang Batak.
Budaya Batak sudah menjadi falsafah hidup bagi warganya di era globalisasi ini,
tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi yang pesat, yang
membawa dampak bagi perjalanan hidup bangsa ini, juga membawa dampak bagi
kebudayaan. Di sisi lain, era informasi dan globalisasi ternyata menimbulkan pengaruh
terhadap perkembangan budaya bangsa , yakni sebuah kecenderungan yang mengaruh
terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya, dan berkurangnya keinginan
untuk mengembangkan budaya negeri sendiri. Tetapi, walaupun demikian derasnya
arus globalisasi tidak membawa dampak yang signifikan dalam perubahan budaya
Batak. Budaya Batak malah terus tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan
zaman tanpa harus meninggalkan identitas aslinya.
Biasanya setiap budaya pasti meiliki aturan-aturan atau kegiatan yang biasanya
dilakukan didalam budayanya, nah begitu juga dengan budaya Batak mereka memiliki
beberapa aturan serta kegiatan, mari kita lihat apa saja aturannya itu.
Sistem Marga-Marga dalam budaya Batak
Sistem marga dalam budaya Batak selain sebagai identitas diri juga berfungsi
sebagai pengikat tali persaudaraan yang dalam. Apabila dua orang atau lebih
masyarakat Batak bertemu untuk pertama kali dan ingin berkenalan maka yang
ditanyakan bukanlah nama dari orang yang bersangkutan melainkan marganya. Apabila
orang yang berjumpa ini kebetulan semarga maka akan terjalin persaudaraan yang
sangat dalam. Jika tidak semarga pun maka akan ditentukan panggilan yyang saling
menghormati. Dengan kata lain masyarakat Batak yang menerima Dalihan Na Tolu
sebagai falsafah hidup adalah satu masyarakat yang utuh dan diikat oleh aturan main
yang rapid an selau ditaati. Adanya sistem marga-marga membuat semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan tercipta.
Memperlunak Larangan Kawin Semarga
Artinya bisa menikahi orang yang semarga itu berarti merongrong kebudayaan
suku bangsa Batak yang paling dasar, karena hal yang paling mendasar dari masyarakat
Batak yang patrilineal (menurut garis keturunan ayah)terletak pada keutuhan disiplin
larangan kawin semarga. Jika larangan ini diperlunak hancurlah sudah kepribadian
Sukubangsa Batak.
Pembagian Warisan
Hukum adat Batak patrilineal tidak mengakui adanya pembagian warisan pada
anak perempuan, semua warisan dari orangtuanya diberikan pada anak laki-lakinya
yang esensial sebagai penyambung keturunan menurut garis bapak. Namun dewasa ini
sistem hokum adat patrilineal yang dianut suku Batak dalam hal pembagian warisan
sedang mendapat ujian berat. Hal ini berkaitan dengan unifikasi hukum nasional buat
seluruh warga Negara Indonesia, dimana anak laki-laki dan perempuan memiliki hak
yang sama dalam pembagian warisan. Oleh sebab itu hukum adat Batak tersebut
kemudian disesuaikan, anak laki-laki dan perempuan adalah sama dalam hal pembagian
warisan.
Dalam budaya Batak ada pula tradisi yang biasanya dilakukan salah satu contoh tradisi
yang terkenal adalah tari tortor seperti dibawah ini :
Tortor Dan Margondang Tor-tor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan
musik gondang. Walaupun secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang
lebih dari gerakan-gerakannya menunjukkan tor-tor adalah sebuah media komunikasi,
dimana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara.
Seni tari Batak pada zaman dahulu merupakan sarana utama pelaksanaan upacara
ritual keagamaan. Juga menari dilakukan juga dalam acara gembira seperti sehabis
panen, perkawinan, yang waktu itu masih bernapaskan mistik (kesurupan). Acara pesta
adat yang membunyikan gondang sabangunan (dengan perangkat musik yang lengkap),
erat hubungannya dengan pemujaan para Dewa dan roh-roh nenek moyang (leluhur)
pada zaman dahulu. Tetapi itu dapat dilaksanakan dengan mengikuti tata cara dan
persyaratan tertentu.umpamanya sebelum acara dilakukan terbuka terlebih dahulu
tuan rumah (hasuhutan) melakukan acara khusus yang dinamakna Tua ni Gondang,
sehingga berkat dari gondang sabangunan.
6. Kehidupan Sosial
Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip, yaitu perbedaan
tigkat umur, perbedaan pangkat dan jabatan, perbedaan sifat keaslian, dan status kawin.
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut
Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu
marga. Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral
keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu
misalnya nama marga.
Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu
kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar, sehingga
tidak saling kenal. Tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga
yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya.
Dalam persoalan perkawinan, dalam tradisi suku Batak seseorang hanya bisa
menikah dengan orang Batak yang berbeda klan. Maka dari itu, jika ada yang menikah
harus mencari pasangan hidup dari marga lain. Apabila yang menikah adalah seseorang
yang bukan dari suku Batak, maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak
(berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan
di gereja bila agama yang dianutnya adalah Kristen.

7. Kehidupan keagamaan
Agama dan Mitologi Batak ini telah lama terjepit di antara kubu Islam Aceh dan
Sumatera Barat. Batak Karo, khususnya, yang berselisih dengan orang Aceh Islam di
utara, yang beberapa kali berusaha untuk mengalahkan dan mengkonversi orang Batak
ke Islam.Yang cukup menarik, setelah bertahun-tahun melakukan perlawanan terhadap
Aceh, wilayah Karo dengan mudah ditundukkan oleh Belanda, yang membawa mereka
memeluk Kristen.
Mayoritas orang Batak saat ini adalah Kristen Protestan, terutama di bagian utara di
sekitar Danau Toba dan Dataran Tinggi Karo, sedangkan Islam dominan di
selatan.Namun, orang Batak kebanyakan masih memasukkan unsur kepercayaan
animisme tradisional dan ritual. Kepercayaan tradisional menggabungkan kosmologi,
pemujaan leluhur dan roh dan tondi. Tondi adalah konsep jiwa, roh, hakikat
individualitas seseorang yang diyakini untuk mengembangkan keyakinan sebelum anak
lahir.
8. Kehidupan pada saat ini
Bahasa yang digunakan oleh orang Batak adalah bahasa Batak. Tapi sebagian juga ada
yang menggunakan bahasa Melayu. Setiap puak memiliki logat yang berbeda-beda.
Orang Karo menggunakan Logat Karo, sementara logat Pakpak dipakai oleh Batak
Pakpak, logat Simalungun dipakai oleh Batak Simalungun, dan logat Toba dipakai oleh
orang Batak Toba, Angkola dan Mandailing.
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam.
Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu
disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama
mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan
satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung
kepada persetujuan pesertanya.
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang
dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak
(tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-
sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional, yaitu piso surit
(sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak),
podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitu alat tenun untuk
menenun kain ulos.
Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat Batak adalah bercocok tanam padi di
sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap
kelurga mandapatkan tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat
adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Selain pertanian, perternakan juga salah satu
mata pencaharian suku batak. Hewan yang diternakan antara lain kerbau, sapi, babi,
kambing, ayam, dan bebek. Masyarakat yang tinggal di sekitar danau Toba sebagian
bermata pencaharian menangkap ikan. Selain itu juga, mereka berprofesi pada sektor
kerajinan. Hasil kerajinannya antara lain tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar,
dan lainnya yang ada kaitan dengan pariwisata.

Anda mungkin juga menyukai