Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KULIAH HUKUM PERKAWINAN

“RESUME MATERI PERKULIAHAN”

DOSEN PENGAJAR :

DODI TRI PURNAWINATA, SH, MH.

DISUSUN OLEH :

NAMA : SARAH OKTARIA

NIM : 19.061/HK

SEMESTER : 4 B

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM SERASAN


MUARA ENIM

2019/2020
A. Sejarah Hukum Perkawinan
Hukum perkawinan merupakan kumpulan peraturan yang mengatur terkait
pelaksanaan pernikahan yang berlaku di negara Indonesia.Dari pengertian ini dapat
dipahami hukum perkawinan sesungguhnya ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suani istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Semenjak lahirnya Undang-Undang No.Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka
telah terjadi perubahan fundamental terhadap kodifikasi hukum barat.Karena
UndangUndang ini menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan perkawinan yang diatur
dalam BurgerlijkWetboek (BW) / KUH Perdata tidak berlaku lagi.Pernyataan tersebut
memberikan pengaruh terhadap dimana sebagian ketentuan dalam pasalpasal dari Buku 1
BurgerlijkWetboek (BW) yang mengatur tentang perkawinan dinyatakan dicabut dan
tidak berlaku lagi.Namun demikian, seiring dengan perjalanan pemberlakuan Undang-
Undang Perkawinan tersebut yaitu Undang-Undang No. Tahun 1974 tentang
Perkawinan, sampai saat ini hukum perkawinan dalam penegakannya masih menyisakan
perbagai problematika hukum utamanya terkait dengan ketan, pencatatn perkawinan,
permasalahan nikah siri, perkawinan beda agama, dan nikah hamil.

B. Pengertian Perkawinan
Menurut hukum Islam perkawinan secara bahasa adalah al-wath’I dan addammu
wattadakhul yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad. Adapun perkawinan
secara terminology menurut Imam Hanafi adalah akad yang memberi faedah untuk
melakukan mut’ah secara sengaja. Artinya kehalalan seorang laki laki untuk beristimta’
dengan seorang wanita selama tidak ada factor yang menghalangi sahnya pernikahan
tersebut secara syar’I.
Menurut UU No.1 tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga,
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhan Yang Maha Esa.

C. Tujuan Perkawinan
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 3 perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rohmah. Term
sakinah, mawaddah dan rohmah lebih menyangkut pada upaya uraian sebuah ungkapan
keluarga ideal. Untuk meraih keluarga ideal harus dimulai dari sebuah perkawinan yang
ideal pula yakni apabila tujuan perkawinan telah tercapai yaitu sakinah, mawaddah dan
rohmah.
Sedang tujuan perkawinan dalam Undang Undang Perkawinan sebagaimana
terdapat dalam pasal 1 ayat 1 UU No.1/1974 adalah membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal.

D. Asas / Prinsip Perkawinan


Adapun asas atau prinsip perkawinan menurut hukum Islam sebagai berikut :
1. Perkawinan berdasar dan untuk menegakkan hukum Allah
2. Ikatan perkawinan adalah untuk selamanya
3. Suami sebagai kepala rumah tangga, isteri sebagai ibu rumah tangga, masing masing
bertanggung jawab.
4. Monogami sebagai prinsip, poligami sebagai pengecualian.
Asas yang terkandung didalam Undang-Undang no. 1 Tahun 1974 :
1. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
2. Sahnya perkawinan baik secara keyakinan dan peraturan
3. Berasaskan monogami terbuka
4. Asas matang jiwa raga
5. Asas mempersulit perceraian
6. Kedudukan seimbang antara suami dan istri.

E. Rukun dan Syarat Perkawinan


Adapun rukun nikah adalah :
1. Pengantin lelaki (Suami)
Syarat-syarat mempelai laki-laki (calon suami)
a. Bukan mahram dari calon isteri;
b. Tidak terpaksa atas kemauan sendiri;
c. Orangnya tertentu, jelas orangnya;
d. Tidak sedang ihram.
2. Pengantin perempuan (Isteri)
Syarat-syarat mempelai perempuan (calon istri):
a. Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang
masa iddah;
b. Merdeka, atas kemauan sendiri;
c. Jelas orangnya; dan
d. Tidak sedang berihram.
3. Wali
Syarat-syarat wali adalah :
a. Laki-laki;
b. Baligh;
c. Tidak dipaksa;
d. Adil; dan
e. Tidak sedang ihram.
4. Dua orang saksi lelaki
Syarat-syarat saksi:
a. Laki-laki (minimal dua orang)
b. Baligh;
c. Adil;
d. Tidak sedang ihram
e. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab qabul.
5. Ijab dan kabul (akad nikah)
Syarat-syarat ijab qabul:
a. Ada ijab (pernyataan) mengawinkan dari pihak wali
b. Ada qabul (pernyataan) penerimaan dari calon suami
c. Memakai kata-kata “nikah”, “tazwij” atau terjemahannya seperti “kawin”;
d. Antara ijab dan qabul, bersambungan, tidak boleh terputus; e. Antara ijab dan
qabul jelas maksudnya;
e. Orang yang terkait ijab dan qabul tidak sedang dalam keadaan haji dan umrah;
f. Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat orang yaitu calon mempelai
pria atau wakilnya, wali dari calon mempelai wanita atau wakilnya, dan dua orang
saksi
F. Larangan Perkawinan
Yang dimaksud dengan larangan perkawinan adalah orang orang yang tidak boleh
melakukan perkawinan. Dalam hal ini ialah perempuan-perempuan yang tidak boleh
dikawini oleh seorang laki laki ataupun laki-laki yang tidak boleh mengawini seorang
perempuan yang keseluruhannya diatur dalam Al-Qur’an dan dalam Hadits Nabi.
Larangan perkawinan itu ada dua macam yaitu:
1. Larangan perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya.
dibagi dalam tiga kelompok yaitu:
a. Disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan atau nasab.
b. Disebabkan karena terjadinya hubungan antara si laki-laki dengan kerabat si
perempuan, begitupun sebaliknya.
c. Disebabkan karena adanya hubungan persusuan.
2. Larangan perkawinan berlaku untuk sementara waktu dalam arti larangan itu berlaku
dalam keadaan dan waktu tertentu.

G. Perceraian
Dalam istilah umum, perceraian adalah putusnya hubungan atau ikatan
perkawinan antara seorang pria atau wanita (suami-isteri). Sedangkan dalam syari’at
Islam peceraian disebut dengan talak, yang mengandung arti pelepasan atau pembebasan
(pelepasan suami terhadap isterinya).
Dalam fikih Islam, perceraian atau talak berarti “bercerai lawan dari berkumpul”.
Kemudian kata ini dijadikan istilah oleh ahli fikih yang berarti perceraian antar suami
isteri
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 115 maka yang dimaksud
dengan perceraian perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah proses pengucapan
ikrar talak yang harus dilakukan didepan persidangan dan disaksikan oleh para hakim
Pengadilan Agama.

H. Kedudukan Anak Menurut Hukum Islam


Dalam Kompilasi Hukum Islam tidak ditentukam secara khusus tentang
pengelompokan jenis anak, hanya saja dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan kriteria
anak sah (anak yang dilahirkan dalam ikatan perkawinan yang sah) sebagaimana yang
dicantumkan dalam pasal 99 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi bahwa ‚anak yang
sah adalah :
a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.
b. hasil perbuatan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut‛
Yang termasuk anak yang lahir di luar perkawinan adalah :
1. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang tidak mempunyai ikatan perkawinan yang
sah dengan pria yang menghamilinya.
2. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat korban perkosaan oleh
satu orang pria atau lebih.
3. Anak yang dilahikan oleh wanita yang dili’an (diingkari) oleh suaminya.
4. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat salah orang (salah
sangka) disangka suaminya ternyata bukan.
5. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat pernikahan yang
diharamkan seperti menikah dengan saudara kandung atau sepersusuan.

Anda mungkin juga menyukai