Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan karya ilmiah ini dengan
baik tepat pada waktunya.
BAB II PEMBAHASAN
A. RUKUN DAN SYARAT NIKAH…………………………
B. PERWALIAN DALAM NIKAH…………………………..
C. AL MUHARRAMAT (ORANG-ORANG YANG TIDAK BOLEH
DINIKAHI)…………………………………………………
D. PUTUS PERKAWINAN DAN AKIBAT-AKIBATNYA….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
LAMPIRAN……………………………………………………………..
BIODATA PENYUSUN………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bab tentang munakahat adalah bab mengenai perkawinan, syarat-
syarat, rukun serta tata cara yang baik dan benar menurut syariat agama
Islam sesuai dengan Qur’an dan Hadits.
B. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
fiqih serta untuk memberikan informasi kepada pembaca.
C. Manfaat Penulisan
Dapat menambah wawasan serta mengetahui bab tentang munakahat,
rukun, syarat serta penjelasan mendalam tentang bab tersebut.
D. Sistematika Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, RUKUN DAN SYARAT NIKAH
Pengertian nikah secara Bahasa berarti mengumpulkan, atau sebuah
pengibaratan akan sebuah hubungan intim dan akad sekaligus, yang di
dalam syari’at dikenal dengan akad nikah. Sedangkan secara syari’at berarti
sebuah akad yang mengandung pembolehan bersenang-senang dengan
perempuan, dengan berhubungan intim, menyentuh, mencium, memeluk,
dan sebagainya, jika perempuan tersebut bukan termasuk mahrom dari segi
nasab, sesusuan, dan keluarga.1
Rukun menurut para ulama hanafiah adalah hal yang menentukan
keberadaan sesuatu, mejadi bagian di dalam esensinya. Sedangkan syarat
menurut mereka adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu, dan
bukan merupakan bagian di dalam esensinya. Rukun menurut jumhur
ulama adalah hal yang menyebabkan berdiri dan keberaadaan sesuatu.
Sesuatu tersebut tidak akan terwujud melainkan dengannya. Atau dengan
kata lain merupakan hal yang harus ada. Dalam perkataan mereka yang
masyhur : rukun adalah hal yang hukum syar’i tidak mungkin ada
melainkan dengannya. Atau hal yang menentukan esensi sesuatu, baik
merupakan bagian darinya maupun bukan. Sedangkan syarat menurut
mereka adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu dan bukan
merupakan bagian darinya.
Rukun pernikahan menurut para ulama hanafiah hanya ijab dan qabul
saja. Sedangkan menurut jumhur ulama ada 4, yaitu sighat (ijab dan qabul),
istri, suami, dan wali. Suami dan wali dua orang yang mengucapkan akad.
Sedangkan hal yang dijadikan adalah al-istimtaa’(bersenang-senang) yang
merupakan tujuan kedua mempelai dalam melangsungkan pernikahan.
Sedangkan mahar bukan merupakan suatu yang sangat menentukan dalam
akad. Mahar hanyalah merupakan syarat seperti saksi. Itu dengan dalil yang
bolehnya menikah dengan cara diwakilkan. Sedangkan saksi adalah
1
Wahbah Az-Zuhaili, fiqih islam wa adilatuhu (Jakarta, 2011), P 38.
merupakan syarat dalam akad nikah. Dengan demikian, saksi dan mahar
dijadikan rukun menurut istilah yang beredar dikalangan sebagian ahli
fiqih.2
2
Wahbah Az-Zuhaili, fiqih islam wa adilatuhu, (Jakarta, 2011), P 45.
3
Menurut mazhab syafi’i, tidak ada akad yang disyaratkan menggunakan lafazh tertentu selain
nikah dan transaksi salam (pesanan), ini bukan pengulangan pernyataan sebelumnya bahwa akad
nikah hanya bisa sah dengan ijab dan qabul. Mengingat pernyataan pertama adalah tentang syarat
shighat, sedang pernyataan ini mengenai ketentuan syighat.
4
Ad. Duhur al-mukhtaar. 2/ 361-372 al-badaai’; 2/ 229 dan setelahnya, al- lubaab, 3/ 3,
mawaahibul jaliil, 3/ 419-423, asy-syarhul kabiir; 2/ 221, asy-syarhush ahagiir; 2/ 334 dan
setelahnya, al-qawaaniin al-fiqhiyyah, hlm. 195, mughnil muhtajj; 3 / 139, al-muhadzdzab; 2/ 41,
bidayatul mujtahid; 2/ 4, kasysyaaful qinaa’; 5/ 36.
Seandainya seorang wali berkata, “ saya kawinkan kamu,”
lalu si peminang menjawab, “saya terima,” tanpa tambahan kata
lain, menurut mazhab Syafi’i, nikahnya tidak sah. Sebab, tidak ada
pengungkapan salah satu dari kata “nikah” atau “kawin” secara
tegas. Hanya niat dalam hati saja tidak cukup.
5
Darussalam global leader Islamic book, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Riyadh, 2006) P 598.
Adapun lafal-lafal yang masih dipersilisihkan adalah seperti
lafal, menjual, memberi, menjual, menghadiahkan, sedekah,
memberi atau sejenisnya. Yang menunjukan akan pemberian hak
milik di waktu sekarang dan kelanggengan hak milik seumur hidup.
1. Objek cabang
2. Mengekalkan shighat akad
3. Persaksian
4. Ridha dan ikhtiyar (memilih)
5. Menentukan pasangan
6. Tidak sedang ihram haji dan umroh
7. Harus dengan mahar
8. Tidak bersepakat untuk saling merahasiakan
6
Wahbah Zuhaili, fiqih imam syafi’I, (Jakarta, 2010), P 456.
9. Hendaknya salah satu atau keduanya sedang mengidap penyakit
yang mengkhawatirkan
10. Wali7
A. PERWALIAN DALAM NIKAH
Jenis perwalian
Keberadaan wali adalah syarat sahnya pernikahan, sebagaimana
keberadaan saksi, nikah tidak sah tanpa wali laki-laki, mukallaf, merdeka,
muslim, adil, dan berakal sempurna. Namun, perkawinan kafir dzimmi
tidak butuh keislaman wali, dan orang islam tidak bisa menjadi wali
baginya, kecuali pemerintah. Pemerintah boleh menikahkan wanita-wanita
kafir dzimmi jika mereka tidak mempunyai wali senasab, sesuai ketentuan
perwalian yang berlaku.
Seorang wanita tidak boleh menikahkan dirinya sendiri, meski
dengan izin walinya. Dia juga tidak boleh menikahkan wanita lainnya,
meski ditunjuk sebagai wakil atau diberi kuasa oleh wali wanita tersebut.
Dia juga tidak boleh menerima (atau membaca qabul) atas pernyataan ijab
seseorang, demi menjaga tradisi yang baik dan melestarikan sikap malu.
Allah SWT berfirman, “laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan
(istri),” (QS. An-Nisa’ [4]: 34)8
Para fuqoha telah bersepakat syarat bagi sahnya perkawinan adalah
dilaksanakannya oleh wali yang memegang hak memeliharanya, baik dia
lakukan sendiri maupun orang lain. Jika terdapat perwalian yang seperti ini,
maka sah dan terlaksana akad perkawinannya. Jika tidak ada maka akadnya
batal menurut jumhur, dan menurut madzhab Hanafi adalah mauqud
(terkantung). Jika akad berlangsung dari seseorang laki-laki dengan
pelaksanaan dari dirinya sendiri, maka sah akadnya menurut kesepakatan
fuqaha.9
7
Wahbah Zuhaili, fiqih islam wa adilatuhu, (Jakarta, 2011), P 67.
8
Darussalam global leader Islamic book, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Riyadh, 2006) P 108.
9
Wahbah Zuhaili, fiqih imam syafi’I, (Jakarta, 2010), P 459.
Asy-Syafi’i berkata, “Firman Allah SWT, ‘maka jangan kalian
halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya,’ (QS. AL-Baqarah
[2]; 232)10 merupakan dalil yang tegas tentang pentingnya wali dalam
pernikahan. Jika tidak demikian, tentu pemboikotan wali tidak ada artinya.
Ini dipertegas lagi dengan sabda Nabi SAW, ‘tidak ada nikah kecuali
dengan wali.11
Akan tetapi, seandainya wali dan hakim tidak ada, lalu si wanita dan
peminangnya menyerahkan perwalian kepada seorang pria yang mampu
berijtihad untuk menikahkan mereka, perwaliannya sah. Sebab pria tersebut
berposisi sebagai muhakkam, dan muhakkam itu sama dengan hakim.
Begitu pula, seandainya si wanita beserta peminangnya mengangkat sendiri
yang adil, menurut pendapat yang mukhtar, perwalian ini sah, meskipun
wali itu tidak bisa berijtihad. Alasannya karena mempelai dalam kondisi
sangat membutuhkan wali.
10
Darussalam global leader Islamic book, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Riyadh, 2006) P 46.
11
Diriwayatkan al-khamsah ( imam ahmad dan empat imam lain penyusun kitab sunan ), kecuali
an-nasa’i, dari abu musa al-asy’ari.; juga di riwayatkan ibnu hibban dan al-hakim, keduanya
mushahikannya, al-hakim berkata,” riwayat ini shahih, di riwayatkan dari para istri rasulullah,
aisyah, ummu salamah, dan zainab binti jahsyi, kemudian menyebar ke tiga puluh sahabat.’’
walaupun keduanya tidak sekufu, pengakuan ini bisa diterima, meski wali
dan kedua saksinya – bila wanita itu menunjuk keduanya – membantah
pengakuan tersebut. Alasannya, akad nikah merupakan hak pasangan suami
istri. Jadi, akad itu tetap sah dengan kesepakatan keduannya, seperti halnya
akad lain.12
Dalil penetapan perwalian ijbar bagi ayah adalah hadist riwayat ad-
Daruquthni, “wanita janda lebih berhak atas dirinya dari pada
walinya; sedangkan perawan di nikahkan oleh ayahnya,” juga
riwayat muslim, “wanita perawan di pinangkan oleh
ayahnya.”riwayat ini di arahkan pada pemahaman bahwa
meminangkan wanita itu hukumnya sunah, dengan pertimbangan
wanita perawan itu sangat pemalu.
Dalil tidak adanya perwalian ijbar untuk ayah atas janda adalah
hadist ad-Daruquthni di depan, selain juga hadist,”janganlah kalian
menikahkan para janda sebelum kalian meminta saran kepada
mereka.”13 Di samping itu, seorang janda telah mengetahui tujuan
perkawinan, jadi dia tidak perlu di paksa, beda halnya degan
perawan.
14
HR. Abu Daud dan yang lain, Al- Baihaqi berkomentar bahwa para periwatannya tsiqoh.
15
Wahbah Zuhaili, fiqih imam syafi’I, (Jakarta, 2010), P 463.
Pertama: perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena nasab adalah :
1. Ibu
2. Anak perempuan
3. Saudara perempuan
2. Anak perempuan dari isteri yang sudah didukhul (dikumpul), oleh karena itu,
manakala akad nikah dengan ibunya sudah dilangsungkan namun belum sempat
(mengumpulinya), maka anak perempuan termasuk halal bagi mantan suami
ibunya itu. Hal ini didasarkan pada firman Allah, ”Tetapi kalian belum bercampur
dengan isteri kalian itu (dan sudah kalian campur), maka tidak berdosa kalian
menikahinya.” (An-Nisaa:23).
3. Isteri anak (menantu perempuan), ia menjadi haram dikawini hanya sekedar
dilangsungkannya akad nikah.
4. Isteri bapak (ibu tiri) diharamkan ats anak menikahi isteri bapak dengan
sebab hanya sekedar terjadinya akad nikah dengannya.
16
Wahbah Zuhaili, fiqih imam syafi’I, (Jakarta,2010), P 493.
Allah SWT berfirman yang artinya, ”Ibu-ibu kalian yang pernah menyusui kalian;
saudara perempuan sepersusuan.” (an-Nisaa’:23).17
Nabi saw. bersabda, ”Persusuan menjadikan haram sebagaimana yang menjadi
haram karena kelahiran.” 18
Oleh karena itu, ibu sepersusuan menempati kedudukan ibu kandung, dan semua
orang yang haram dikawini oleh anak laki-laki dari jalur ibu kandung, haram pula
dinikahi bapak sepersusuan, sehingga anak yang menyusui kepada orang lain
haram kawin dengan:
17
Darussalam global leader Islamic book, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Riyadh, 2006) P 105.
18
Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:139 no:5099, Muslim II:1068 no:1444, Tirmidzi II:307 no:1157,
’Aunul Ma’bud VI:53 no:2041 dan Nasa’i VI:99). Hal.570.
19
Wahbah Zuhaili, fiqih imam syafi’I, (Jakarta, 2010), P 495.
20
(Shahih: Irwa-ul Ghalil no:2148, muslim II: 1073 no:1450,Tirmidzi II: 308 no: 1160’Aunul Ma’bud
VI: 69 no: 2049, Ibnu Majah I: 624 no:1941, Nassa’i VI:101).
dari al-Qur’an.”21 Dipersyaratkan hendaknya penyusuan itu berlangsung selama
dua tahun, berdasar firman Allah,
……َو اْلَو اِلَداُت ُيْر ِض ْع َن َأْو اَل َد ُهَّن َح ْو َلْيِن َك اِم َلْيِن ِلَم ْن َأَر اَد َأْن ُيِتَّم الَّر َض اَع َة
“Para Ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. al-Baqarah :233)22
Dari Ummu Salamah r.anha bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Tidak menjadi
haram karena penyusuan, kecuali yang bisa membelah usus-usus di payudara dan
ini terjadi sebelum disapih.”23
Perempuan-Perempuan Yang Haram Dinikahi Untuk Sementara Waktu24
1. Mengumpulkan dua perempuan yang bersaudara
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, ”Tidak boleh dikumpulkan
(dalam pernikahan) antara isteri bibinya dari pihak ayah dan tidak (pula) dari
ibunya.”26
3. Isteri orang lain dan wanita yang menjalani masa iddah.
21
(Shahih: Mukhtashar Muslim no:879m Muslim II:1075 no:1452, ’Aunul Ma’bud VI:67 no:2048,
Tirmidzi II:308 no:1160, Ibnu Majah II:625 no:1942 sema’na dan Nasa’i VI:100).
22
Darussalam global leader Islamic book, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Riyadh, 2006) P 47.
23
(Shahih: Irwa-ul Ghalil no:2150 dan Tirmidzi II:311 no:1162).
24
Wahbah Zuhaili, fiqih imam syafi’I, (Jakarta,2010), P 498.
25
Darussalam global leader Islamic book, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Riyadh, 2006) P 105.
26
(Muttafaqun ’alaih: II:160, Tirmidzi II:297 no:11359 Ibnu Majah I:621 no:1929 dengan lafadz
yang sema’na dan Nasa’i VI:98).
”Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-
budak yang kamu miliki.” (An-Nisaa’ :24).27
Yaitu diharamkan bagi kalian mengawini wanita-wanita yang berstatus sebagai
isteri orang lain, terkecuali wanita yang menjadi tawanan perang. Maka ia halal
bagi orang yang menawannya setelah berakhir masa iddahnya meskipun ia masih
menjadi isteri orang lain. Hal ini mengacu pada hadits dari Abu Sa’id bahwa
Rasulullah saw. pernah mengutus pasukan negeri Authas. Lalu mereka berjumla
dengan musunya, lantar mereka memeranginya. Mereka berhasil menaklukkan
mereka dan menangkap sebagian di antara mereka sebagai tawanan. Sebagian dari
kalangan sahabat Rasulullah saw merasa keberatan untuk mencampuri para
tawanan wanita itu karena mereka berstatus isteri orang-orang musyrik. Maka
kemudian Allah SWT pada waktu itu menurunkan ayat, ”Dan (diharamkan pula
kamu mengawini) wanita-wanita bersuami kecuali budak-budak yang kamu miliki.
’Yaitu mereka halal kamu campuri bila mereka selesai menjalani masa iddahnya. 28
4. Wanita yang dijatuhi talak tiga
Ia tidak halal bagi suaminya yang pertama sehingga ia kawin dengan orang lain
dengan perkawinan yang sah. Allah SWT berfirman,
َفِإْن َطَّلَقَها َفاَل َتِح ُّل َلُه ِم ْن َبْعُد َح َّتى َتْنِكَح َز ْو ًجا َغْيَر ُه َفِإْن َطَّلَقَها َفاَل ُجَناَح َع َلْيِهَم ا َأْن َيَتَر اَجَع ا ِإْن َظَّنا َأْن ُيِقيَم ا
ُح ُد وَد ِهَّللا َوِتْلَك ُح ُدوُد ِهَّللا ُيَبِّيُنَها ِلَقْو ٍم َيْع َلُم وَن
”Kemudian jika si suami mentalaqnya (ssudah talak yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali, jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (Al-
Baqarah :230).29
27
Darussalam global leader Islamic book, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Riyadh, 2006) P 106.
28
(Shahih: Mukhtashar Muslim no:837, Muslim II:1079 no:1456, Trimidzi IV: 301 no:5005, Nasa’i
54 VI:110 dan ’Aunul Ma’bud VI:190 no:2141).
29
Darussalam global leader Islamic book, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Riyadh, 2006) P 46.
5. Kawin dengan wanita pezina
Tidak halal bagi seorang laki-laki menikahi wanita pezina, demikian juga tidak
halal bagi seorang perempuan kawian dengan seorang laki-laki pezina, terkecuali
masing-masing dari keduanya tampak jelas sudah melakukan taubat nashuha.
Allah menegaskan,
الَّز اني ال َيْنِكُح ِإَّال زاِنَيًة َأْو ُم ْش ِر َك ًة َو الَّز اِنَيُة ال َيْنِك ُحها ِإَّال زاٍن َأْو ُم ْش ِرٌك َو ُحِّر َم ذِلَك َع َلى اْلُم ْؤ ِم ن
“Laki-laki yang berzina tidak boleh mengawini kecuali perempuan berzina atau
perempuan musryik; dan perempuan yang berzina tidak boleh dikawini melainkan
oleh laki-laki berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (An-Nuur : 3).30
1. Talak
Hukum Islam menentukan bahwa hak talak adalah pada suami dengan
alasan bahwa seorang laki-laki itu pada umumnya lebih mengutamakan
pemikiran dalam mempertimbangkan sesuatu daripada wanita yang
biasanya bertindak atas dasar emosi. Dengan pertimbangan yang demikian
tadi diharapkan kejadian perceraian akan lebih kecil, kemungkinannya
daripada apabila hak talak diberikan kepada isteri. Di samping alasan ini,
ada alas an lain yang memberikan wewenang/hak talak pada suami, antara
lain:
a. Akad nikah dipegang oleh suami. Suamilah yang menerima ijab dari
pihak isteri waktu dilaksanakan akad nikah.
30
Darussalam global leader Islamic book, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Riyadh, 2006) P 488.
b. Suami wajib membayar mahar kepada isterinya waktu akad nikah
dan dianjurkan membayar uang mu’tah (pemberian sukarela dari suami
kepada isterinya) setelah suami mentalak isterinya.
2. Khuluk
Talak khuluk atau talak tebus ialah bentuk perceraian atas persetujuan
suami-isteri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada isteri dengan
tebusan harta atau uang dari pihak isteri dengan tebusan harta atau uang
dari pihak isteri yang menginginkan cerai dengan khuluk itu.
3. Syiqaq
4. Fasakh
Arti fasakh ialah merusakkan atau membatalkan. Ini berarti bahwa
perkawinan itu diputuskan/dirusakkan atas permintaan salah satu pihak
oleh hakim Pengadilan Agama.
5. Taklik Talak
6. Ila’
7. Zhihar
Zhihar adalah prosedur talak, yang hampir sama dengan ila’. Arti
zhihar ialah seorang suami yang bersumpah bahwa isterinya itu baginya
sama dengan punggung ibunya. Dengan bersumpah demikian itu berarti
suami telah menceraikan isterinya. Masa tenggang serta akibat zhihar sama
dengan ila’. Ketentuan mengenai zhihar ini diatur dalam Al-Quran surat Al-
Mujadilah ayat 2-4, yang isinya:
8. Li’an
9. Kematian
Putusnya perkawinan dapat pula disebabkan karena kematian suami atau isteri.
Dengan kematian salah satu pihak, maka pihak lain berhak waris atas harta
peninggalan yang meninggal.
Akibat Perceraian
Hal-hal apa yang perlu dilakukan oleh pihak isteri maupun suami setelah terjadi
perceraian diatur dalam pasal 41 Undang-Undang Perkawinan yang pada dasarnya
adalah sebagai berikut:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memlihara dan mendidik anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan bab munakahat diatas maka dapat disimpulkan
bahwa Bab munakahat tidak hanya sekedar membahas perkawinan akan
tetapi membahas tentang rukun-rukun, syarat serta aturan-aturan lain
yang berkenaan dengan pernikahan secara mendetail dan jelas sesuai
dengan rujukan Qur’an dan Hadis.
B. SARAN
Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Imam Syafi’i. Afifi, Muhammad,
Hafiz Abdul, Penerjemah. Fachruddin, Alif, Solihin, Editor. Jakarta:
Almahira.
Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqih Islam 9. Al-Kattanie, AH, dkk,
Penerjemah. Muhajir, Arif, Penyunting. Jakarta: Gema Insani.