Anda di halaman 1dari 18

Bab 1

A .Pengertian fiqih

Hu Ulama sependapat bahwa di dalam syariat islam telah terdapat segala hukum yang mengatur
semua tindak-tindak manusia, baik perkataan maupun perbuatan.Hukum-hukum itu.Adakalanya
disebutkan secara jelas serta tegas dan adakalanya pula hanya dikemukakan dalam Bentuk dalil-dalil
dan kaidah-kaidah secara umum. Untuk memahami hukum islam dalam bentuk yang disebut
pertama tidak diperlukan ijtihad, tetapi cukup diambil begitu saja dan Diamalkan apa adanya, karena
memang sudah jelas dan tegas disebut oleh Allah. Hukum islam dalam bentuk ini disebut wahyu
murni.

Dalam peristilahan syar’i ilmu fiqih dimaksudkan sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-
hukum syar’i amali(praktis) yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam
terhadap dalil-dalilnya yang terperinci dalam nash (Alquran dan hadis).Hukum syar’i yang
dimaksud dalam defenisi di atas adalah segala perbuatan yang diberi Hukumnya itu sendiri dan
diambil dari syariat yang dibawa oleh Nabi M uhammad Saw. Adapun kata amali dalam definisi itu
dimaksudkan sebagai penjelasan bahwa yang menjadi lapangan pengkajian ilmu ini hanya yang
berkaitan dengan perbuatan (Amaliyah) mukallaf itu. Sedangkan dalili-dalil yang terdapat dan
terpapar dalam nash dimana satu perstunya menunjuk Pada satu hukum tertentu.

B.Pengertian pernikahan (munakahat)

Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti majazi
(mathaporic)atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual
sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita (hanafi).Nikah artinya perkawinan
sedangkan aqad artinya perjanjian. Jadi, akad nikah berarti perjanjian suci untuk mengikatkan diri
dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang pria membentuk keluarga bahagia dan
kekal (abadi).

1. Menurut sajuti Thalib, perkawinan ialah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup
bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga
yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.

2. Sedangkan menurut Imam Syafi’i, penegrtian nikah ialah suatu akad yang dengannya menjadi
halal hubungan seksual antara pria dengan wanita sedangkan menurut arti majazi (mathaporic)
nikah itu artinya hubungan seksual.

3. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (pasal 1), perkawinan itu ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga( rumah tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Pertimbangannlah sebagai negara yang berdasarkan pancasila dimana sila yang pertama ialah
ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan.

C. Dasar hukum menikah

Tentang hukum melakukan perkawinan,Ibnu Rusyd menjelaskan:Segolongan fuqaha’, yakni jumhur


(mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu Hukumnya sunnat. Golongan Zhahiriyah
berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para ulama Malikiyah mutaakhkhirin berpendapat bahwa nikah
itu wajib untuk sebagian orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan yang
lain. Demikian itu menurut mereka untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan yang lain.
Demikian itu menurut mereka ditinjau berdasarkan kekhawatiran (kesusahan) dirinya.

Bagi fuqaha yang berpendapat bahwa kawin itu wajib bagi sebagian orang, sunnat untuk sebagian
yang lain, dan mubah untuk yang lain, maka pendapat ini didasarkan atas pertimbangan
kemaslahatan. Qiyas seperti inilah yang disebut qiyas mursal, yakni suatu qiyas yang tidak
mempunyai dasar penyandaran. Kebanyakan ulama mengingkari qiyas tersebut, tetapi dalam
mazhab Maliki tampak jelas dipeganditinjau berdasarkan kekhawatiran (kesusahan) dirinya.

Bagi fuqaha yang berpendapat bahwa kawin itu wajib bagi sebagian orang, sunnat untuk sebagian
yang lain, dan mubah untuk yang lain, maka pendapat ini didasarkan atas pertimbangan
kemaslahatan. Qiyas seperti inilah yang disebut qiyas mursal, yakni suatu qiyas yang tidak
mempunyai dasar penyandaran. Kebanyakan ulama mengingkari qiyas tersebut, tetapi dalam
mazhab Maliki tampak jelas dipegangi.

D. Rukun dan syarat sah pernikahan.

Rukun perkawinan adalah hakikat dari perkawinan itu sendiri. Tanpa adanya salah satu rukun, maka
perkawinan tidak bisa dilaksanakan. Syarat perkawinan harus ada di dalam perkawinan, tetapi tidak
termasuk dalam hakikat perkawinan dan wajib dipenuhi. Kalau tidak terpenuhi pada saat
berlangsungnya perkawinan, maka perkawinannya dianggap batal.

Rukun Perkawinan meliputi: calon suami, calon istri, wali,wali,saksi-saksi, akad nikah (ijab qabul).

Dalam KHI pasal 14 tercantum rukun-rukun perkawinan, meliputi (1) calon suami,(2) calon Istri,(3)
wali,(4) saksi, dan (5) ijab qabul.

Sedangkan syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya pernikahan. Jika syarat-
syarat terpenuhi, pernikahan menjadi sah yang menimbulkan adanya segala kewajiban dan hak-hak
pernikahn.syarat pernikahan ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinam,yaitu
syarat bagi calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan,wali, saksi dan ijab qabul.

-Calon suami

Ada beberapa syarat bagi calon mempelai laki-laki yaitu:

1.Bukan mahram dari mempelai wanita.

a.Atas kemauan sendiri

b.Tidak sedang menjalankan ihram haji

c.Jelas orangnya

Berkaitan dengan calon suami, KHI mematok usia minimum 19 tahun. Syarat ini belum teramat
sempurna. Selain harus memenuhi batas usia minimum, KHI juga menganut asalegality, yaitu
mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada dalam UUNo.1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Calon istri

Syarat bagi calon mempelai wanita meliputi:

Tidak ada halangan syar’i, yaitu tidak bersuami, bukan mahram,tidak sedang dalam iddah
b.Tidak merasa ditekan (atas kemauan sendiri)

c.Jelas org nya

d.Tidak sedang menjalankan ihram haji.

Bab 2

A.pengertian Khitbah Dan Kafa’ah

Khitbah

1.Khitbah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang artinya dengan: penyampaian kehendak
untuk melangsungkan ikatan perkawinan. Lafadz Al khitbah merupakan bahasa Arab standar yang
terpakai dalam pergaulan sehari-hari.

2.Kafa'ah

Kafaah berasal dari bahasa Arab dari kata kafia. Artinya “ sama” atau setara. Kata ini merupakan
kata yang terpakai dalam bahasa Arab dan yang terdapat dalam Alquran yang memiliki arti sama
atau setara.

C.Dasar Hukum Khitbah Dan Kafa’ah

1. Dasar Hukum Khitbah

Adapun hukum khitbah ada dua yaitu adalah:

-Jaiz ( diperbolehkan)

Yaitu apabila perempuan yang dipinang itu tidak dalam status ( perkawinan) bersuami dengan orang
lain.

-Perempuan tidak dalam masa i’ddah.

Adapun dalil yang memperbolehkannya yaitu terdapat dalam QS Al- Bakaran: 235.

C.Wanita Yang Boleh Dipinang

Adapun wanita yang boleh dipinang adalah sebagai berikut:

1.Wanita yang tidak berstatus sebagai istri orang lain, meminang istri orang lain akan merusak
hubungan suami- istri dan itu hukumnya haram.

2.Wanita yang belum ( tidak dipinang) boleh lelaki lain yang sah menurut hukum syara’. Karena
meminang wanita yang telah dipinang lelaki lain dan ia menyetujuinya bilangan tersebut, haram
hukumnya bagi lelaki lain untuk meminangnya.

3.Wanita yang tidak sedang dalam menjalani ‘iddah. Diharamkan bagi laki-laki untuk meminang
wanita yang masih dalam masa iddah baik karena dicerai maupun ditinggal mati suaminya.

Bab 3(Mahar)

A.Mahar

1.Pengertian mahar
Mahar ( Arab: ‫ انمهر‬: maskawin), adalah pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai
laki-laki kepada mempelai perempuan, ketika dilangsungkan akad nikah.

Mahar adalah merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses pernikahan. Demikian
dikemukakan dalam ensiklopedi hukum islam.

B.Bentuk Mahar dan Jumlahnya

Kepada istri sebagai hadiah. Wabah al-Zuḥaily mendefinisikan mahardengan, “harta yang menjadi
hak seorang istri karena terjadinya akad atau nyata persetubuhan secara nyata.

Hal lain yang terkait dengan pernikahan ‫به باندخىل أو عهيها ابهعقد زوجها عهى انسوجة تستحقه انذي انمال‬

Adalah mahar. Mahar adalah pemberian seorang suami ‫(“ ا بانحقيقة‬Beberapa istilah mahar Adalah
ṣadāq shodaqoh , nihlah, hibah, uqr, Ala’ iq, tawl, nikah, ajr, faridhoh.

Dasar pemberian mahar adalah al-Qur’an dan sunnah, diantaranya Q.S. al-Nisa’ [4]:4 ; 25: yang
artinya “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian Dengan
penuh kerelaan...”

C.Macam-Macam Mahar

Mahar ada dua macam, yakni mahar musammā (‫( انمسمى انمهر‬dan mahar mithil (‫(انمثم انمهر‬Mahar
musammā adalah mahar yang disebutkan jenis dan jumlahnya secara jelas Dalam akad atau
setelahnya, atau ditentukan hakim, dan telah disepakati oleh kedua belah Pihak,

Berdasarkan Q.S. al-baqarah {[2]:237: “Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu
bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya…”

D.Sahkah Pernikahan Yang Tidak Ada Maharnya

Hanya saja, para ulama kemudian berbeda pendapat, terkait sahnya pernikahan jika Mahar
ditiadakan dalam sebuah pernikahan. Dalam arti, apakah pernikahan yang tidak ada Pemberian
mahar oleh suami terhitung pernikahan yang sah atau Tidak? Dalam masalah ini, Maka perlu dirinci
terlebih dahulu, terkait alasan tidak ditunaikannya kewajiban mahar dalam Pernikahan. Yang
setidaknya dalam dua masalah. Pertama: ketiadaan mahar sebagai syarat Pernikahan.

Kedua: Kerelaan istri untuk tidak menerima mahar.

Bab 4(Walimatul ursy)

A.Pengertian walimatul ursy

Walimah (‫ﻠﻭﻠﻴﻤﺔ‬١) artinya al-jam’u yaitu kumpul, sebab suami dan istri berkumpul. Walimah ( ‫ﻠﻭﻠﻴﻤﺔ‬١)
berasal dari bahasa arab ‫ﻠﻭﻠﻴﻡ‬١ artinya makanan pengantin. Maksudnya adalah makanan yang
disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu
undangan atau lainnya.

Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literatur arab yang secara arti kata berarti
jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk penghelatan di luar perkawinan.
Sedangkan definisi yang terkenal di kalangan ulama, walimatul ‘ursy diartikan dengan perhelatan
dalam rangka mensyukuri nikmat Allah atas telah terlaksananya akad perkawinan dengan
menghidangkan makanan.

B.Dasar Hukum walimatul ursy


Adapun hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan walimatul ‘ursy ialah untuk
mengumumkan kepada khalayak ramai bahwa akad nikah sudah terjadi sehingga semua pihak
mengetahuinya dan tidak ada tuduhan dikemudian hari. Ulama Malikiyah dalam tujuan untuk
memberitahu terjadinya perkawinan itu lebih mengutamakan walimah dari menghadirkan dua orang
saksi dalam akad perkawinan.

C.Bentuk-bentuk walimahtul ursy

Dalam Islam dikenal berberapa jenis walimah. Terpopuler adalah walimah al-‘urs, walimah al-safar,
dan walimah al-aqiqah.

1.Walimah al-‘Urs

2.Walimah al-safar

3.Walimah naqi'ah

4.Walimah al-aqiqah

5.Walimah al-i'dzar

D.Hukum Menghadiri Walimah

Menurut ulama Hanafiah hukumnya sunah, sedangkan menurut jumhur ulama menyatakan
bahwa menghadiri walimah hukumnya wajib ‘ain. Tidak ada alasan untuk tidak menghadiri walimah,
seperti kedinginan, kepanasan atau sibuk.

Bab 5(Muharramat)

A.Pengertuan muharramat

Al-muharramat jama’ dari kata muhrim, yang bermakna wanita-wanita yang menurut syara’ haram
dinikahi oleh seorang laki-laki.

Mahram atau yang biasa disebut dengan istilah muhrim di Indonesia berasal dari kata harama yang
artinya mencegah bentuk mashdar dari kata harama yang artinya yang diharamkan atau dilarang.
Dengan demikian, maka mahram secara istilah adalah orang yang haram, dilarang atau dicegah
untuk dinikahi.

Imam Ibnu Qudamah menyatakan, mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-
lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan.

B.Dasar hukum Muharramat

Adapun yang menjadi dasar hukum muharramat terdapat pada firman Allah SWT. Dalam surah An-
Nisa ayat 23 dan 24, yaitu:

Yang artinya:Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-
saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu
yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-
saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak
tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur
dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan
(dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.
Sungguh, Allah Maha Pengampun, aha Penyayang.

C.Muharramat karna nasab, Mushaharah dan Mudhoro'an

1.Muharammat Karena Nasab

Tidak semua perempuan boleh dinikahi, tetapi syarat perempuan yang bolah dinikahi hendaklah dia
bukan orang yang haram bagi laki-laki yang akan dinikahinya, baik haramnya untuk selamanya
ataupun sementara.Yang haram untuk selamanya (keharaman yang mutlak), yaitu perempuan yang
tidak boleh dinikahi sepanjang masa. Sedangkan yang haram sementara yaitu perempuan tidak
boleh dinikahinya selama waktu tertentu dan dalam keadaan waktu tertentu. Bilamana
keadaaannnya sudah berubah haram sementaranya hilang dan menjadi halal.

2.Muharramat Karena Musaharah (hubungan kekerbatan)

Musaharah adalah orang yang awalnya tidak termasuk keluarga atau kerabat dekat, namun setelah
terjadi pernikahan di salah satu anggota keluarganya menyebabkan mereka tergolong kerabat.

Perempuan-perempuan yang tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki untuk selamanya karena
adanya pertalian kerabat semenda sebagai berikut:

a.Perempuan yang telah dinikahi oleh ayah ataudisebut ibu tiri.

b.Perempuan yang telah dinikahi oleh anak laki-laki atau disebut menantu.

c.Ibu istri atau disebut mertua.

d.Anak dari istri dengan ketentuan istri itu telah digauli.

Ketentuan ini didasari oleh firman Allah Swt dalam QS al-Nisa’/4: 22 & 2

3.Muharramat Karena Mudhara’ah (hubungan sesusuan)

Bila seorang anak menyusu kepada seorang perempuan, maka air susu perempuan itu menjadi
darah da ging dan pertumbuhan bagi si anak sehingga perempuan yang menyusukan itu telah seperti
ibunya. Ibu tersebut menghasilkan susu karena kehamilan yang disebabkan hubungannya dengan
suaminya; sehingga suami itu sudah seperti ayahnya. Sebaliknya bagi ibu yang menyusukan dan
suaminya anak tersebut su dah seperti anaknya. Demikian anak yang dilahirkan oleh ibu itu seperti
saudara dari anak yang menyusu kepada ibu tersebut, selanjutnya hubungan susuan sudah seperti
hubungan nasab.

Bab 6(Hak dan kewajiban suami istri)

A.Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Istri

Hak dalam kamus besar bahasa indonesia mempunyai arti berbagai macam Kata seperti, benar,
milik, kepunyaan, dan kewenangan.2 Ada pula pengertian Hak yang dikemukakan oleh beberapa
ulama’fiqih.

Menurut sebagian ulama’ muta’akhirin hak yaitu, suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara’.
Syekh Ali Al-Khafifi (ahli fiqih asal mesir) juga Mengartikan bahwa hak adalah sebagai kemaslahatan
yang diperoleh secara Syara’.

B.Dasar Hukum
Adanya hak dan kewajiban antara suami istri dalam kehidupan rumah Tangga dapat dilihat dalam Al-
Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 28:

Bagi istri itu ada hak-hak berimbang dengan kewajiban”nya.

Secara makruf dan bagi suami setingkat lebih dari istri”

Ayat ini menjelaskan bahwa istri mempunyai hak dan istri juga mempunyai kewajiban. Kewajiban
istri merupakan hak bagi suami.

Meskipun Demikian, suami mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi, yaitu sebagai Kepala
keluarga.

C.Hak Dan Kewajiban Bersama Suami Isteri (UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam)

Adapun hak dan kewajiban bersama suami dan istri diantaranya adalah:

1.Suami isteri memikul kewajiban bersama Dalam kehidupan berumah tangga antara pasangan
suami dan istri Harus bisa menjaga keutuhan keluarga dan bisa memikul kewajibannya Bersama. Hal
tersebut diperjelas dalam pasal 30 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang menjelaskan
“suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi Sendi
dasar dari susunan masyarakat”.

2.Saling mencintai antara suami dan istri

3.Saling mengasuh anak

4.Saling memelihara kehormatannya

5.Tempat tinggal bersama

Bab 7(Talak)

A.Pengertian talak

Kata talak berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata yang secara umum mengandung Makna - ٌ‫ٍكط ٍكط‬
‫“ ال طال‬melepaskan atau mengurangi tali pengikat, baik tali pengikat itu Bersifat abstrak, seperti tali
pengikat perkawinan”.

Secara istilah, talak diartikan sebagai berikut:

1.Menurut Abu Zakaria al Anshariy, talak adalah

‫ًح عمد اٌىىاح بٍفع اٌطالق َوحُي‬

Artinya:“membubarkan aqad nikah dengan menggunakan kata talak dan yang seumpamanya”.

2.Menurut Sayid Sabiq, talak adalah:

‫صاج َا ٍواء عاللت اٌري َجبٍت‬


َ ٌ‫ًح زابطت ا‬
Artinya:“melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri”.
3.Menurut al Jaziriy, talak adalah:

‫إشاٌت اٌىىاح َأ ومصان ح ًٍم بٍفظً مخصُص‬

Artinya:“menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi ikatannya dengan menggunakan Kata-


kata tertentu”.

B.Dasar Hukum Talak

Permasalahan perceraian atau talak dalam hukum Islam dibolehkan dan diatur dalam dua sumber
hukum Islam, yakni al-Qur’an dan Hadist. Hal ini dapat dilihat pada sumber-sumber dasar hukum
berikut ini, seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 231 disebutkan bahwa:

ٌُُْ ٌُُْ ٍََّ


ََ‫ت ْم ِس ُى َّه ِض َسا ًزا ٌِّتَ ْعتَ ُد َْ ۚا َ َم ْه‬
ُ ‫ب َ ْمع ُس َْ ٍٍۗف ََل‬
ِ ‫ب َ ْمع ُس َْ ٍف اَ َْ َس ِّس ُح ٌُُْ َّه‬
ِ ‫َج َّه فَا َ ْم ِس ُى َّه‬ ُ َ
ٍٍَ ‫ب ْغ َه ا‬ ِّ ٌ‫اِ َذا ط ْمتُُم ا‬
ٍََ َ‫ى َۤسا َء ف‬
‫ًْ ٌَّ ْف َع‬

ٰ‫ب‬ ِ ‫َع ٍْ ُىْم ِّم َه اٌْ ِ ٰىت ِب َاٌْ ِح ْىَ ِمت ٌَ ِعظُ ُىْم‬ ‫ْٓا‬
ٍ َ ‫َع ٍْ ُىْم َ َم اَ ْو َص َي‬
ٍ َ ‫ال‬ َّ ‫َس ََل ت‬
ِ ‫َت ِ ُخ َْْٓرا ٰاٌٰ ِت ّّٰل‬
ِ ‫ال ٌُ ُص ًَا ََّا ْذ ُو ُس َْا ِو ْعَم َت ّّٰل‬ ًٍٗۗ ‫ٌِذ َه فَ َم ْد ظٍََ َم َو ْف‬
‫ًٍََٖۗاتَّ ُُما‬

ࣖ ّّٰ‫َع ٍْم‬ ِ َ‫ْع ُُْْٓما اَ َّن ّّٰلال‬


ٍِ ‫ب ُى ًِّ َش ًْ ٍء‬ ٍ َ ‫لالَ َا‬

Artinya: “Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah
Mereka dengan cara yang ma’ruf atau ceraikanlah mereka dengan cara ma’ruf (pula). Janganlah
kamu rujuki mereka (hanya) untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kamu
menganiaya mereka. Barang siapa takut berbuat zalim pada dirinya sendiri, Janganlah kamu jadikan
hukum Allah suatu permainan dan ingatlah nikmat Allah padamu Yaitu hikmah Allah memberikan
pelajaran padamu dengan apa yang di turunkan itu. Dan Bertaqwalah kepada Allah serta ketahuilah
bahwasanya Allah maha mengetahui segala Sesuatu”.

C.Macam-macam talak

a.Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah.

b.Talak Bid’i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak atau bertentangan dengan tuntunan Sunnah, tidak
memenuhi syarat-syarat talak sunni.

c.Talak la sunni wala bid’i, yaitu talak yang tidak termasu kategori talak sunni dan tidak Pula
termasuk talak bid’i.

D.Dampak Talak Bagi Isteri

Salah satu pondasi agar masyarakat bisa kokoh adalah sebuah perkawinan, jika perkawinan Runtuh
maka sendi-sendi masyarakat juga ikut runtuh. Oleh karena itu sebuah perkawinan Harus dijaga agar
tetap utuh, dan juga suami dan istri harus bersikap baik dalam membangun Sebuah rumah tangga.

Bab 8(Nusyuz dan syiqoq dan fungsi hakamain)


A.Pengertian Nusyuz

Nusyuz menurut etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata Nasyaza- yansyuzu –
nusyuuzan yang berarti tinggi atau timbul ke permukaan. Nusyuz Juga berarti perempuan yang
durhaka kepada suaminya. Nusyuz secara terminologi Maknanya ialah pembangkangan seorang
wanita terhadap suaminya dalam hal-hal Yang diwajibkan Allah untuk ditaatinya seakan-akan wanita
itu merasa yang paling Tinggi, bahkan lebih tinggi dari suaminya.

B.Dasar Hukum Nusyuz

1.Al-Qur’an

• QS. An-Nisa ayat 34 yang berbunyi:

ُ َ‫ب ْع ٍض َّوبِّ َمٓا ْاَنف‬


ۗ‫ق ْوا ِّم ْن اَ ْ َمواِّل ِّ ْهم‬ ۤ ِّ‫ق َّوا ُ ْمو َن َعلَى الن‬
َ ُ‫َسا ِّء بِّ َما فَ َّض َل هّٰلال‬
َ ‫ب ْع َض ُ ْهم َٰعلى‬ َ ‫اَل ِّر َجا ُل‬

‫والهت ْي تَ َخافُ ْو َن نُشُ ْو َزهُ َّن فَ ِّعظُ ْوهُ َّن‬


ِّ َُۗ‫صل ٰح ُت ٰقنِّ ٰت ٌت ٰحِّ ف ٰظ ٌت ِّْلل َغ ْي ِّب بِّ َما َ ِّحف َظ هّٰلال‬
ِّ ‫فَال ه‬

َ‫ك ْم فَ َل ْتَب ُغ ْوا َع َل ْي ِّه َّن َسبِّ ْي اَاۗل ِّ َّن هّٰلالَ َكا َن‬
ُ َ‫وا ْه ُج ُرْ وهُ َّن فِّى ْال َم َضا ِّج ِّع َوا ْضِّ ربُ ْوهُ َّۚن فَِّا ْن اَ َط ْعن‬

َ3‫عِّليًّا َكبِّ ْي ارا‬

Yang artinya: Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan Karena mereka (laki-laki) telah
memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuanperempuan yang saleh adalah mereka yang taat
(kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).
Perempuan-perempuan Yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada
mereka, Tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah Mereka.
Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan Untuk menyusahkannya.
Sungguh, Allah Maha tinggi lagi Maha besar.

2.Hadits

• Hadist Nabi Saw yang artinya: hakim bin Mu’awiyah dari bapaknya, ia Berkata: Saya bertanya: Ya
Rasulullah! Apa kewajiban seseorang dari kami terhadap isterinya? Rasulullah bersabda: “Engkau
beri makan dia apabila Engkau makan, engkau beri pakaian kepadanya apabila engkau berpakaian,
Jangan mukul mukanya, jangan engkau jelek-jelekan dia dan jangan engkau Jauhi (seketiduran)
melainkan di dalam rumah. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Bukhori
sebagiannya dan dishohihkan Oleh Ibnu Hibban dan Hakim).

C.Syiqoq

Kata syiqaq berasal dari bahasa arab”al-syaqq” yang berarti sisi, perselisihan(al khilaf), perpecahan,
permusuhan (al-adawah), pertentangan atau persengketaan. Menurut Irfan Sidqan adalah keadaan
perselisihan yang terus-menerus antara suami Istri yang dikhawatirkan akan menimbulkan
kehancuran rumah tangga atau putusnya Perkawinan. Syiqaq adalah perselisihan yang terjadi dalam
rumah tangga (antara Suami dan istri) yang disebabkan kenusyuzasan istri, atau disebabkan suami
yang Berbuat ndijelaskan tentang arti syiqaq, yaitu perselisihan yang tajam dan terus menerus
antara suami istri. Ada pula yang mendefenisikan syiqaq sebagai putusnya ikatan perkawinan yang
disebabkan oleh perilaku nusyuz dari salah satu pih perkawinan yang disebabkan oleh perilaku
nusyuz dari salah satu pihak.

D.Hakamain dan Fungsinya dalam Penyelesaian Masalah Suami Isteri Secara bahasa hakam berasal
dari bahasa arab hakama yang berarti memimpin, di Dalam buku kamus fiqih hakam berasal dari
bahasa arab yang berari mengalihkan hukum dari keadilan dan mendamaikan. Kata hakam
menunjuk kepada pelakunya, sehingga bermakna orang yang mendamaikan antara dua orang yang
berselisih atau Boleh juga disebut sebagai juru damai (mediator). Amir syarifuddin menyebutkan
bahwa hakam adalah seorang bijak yang dapat menjadi penengah dalam menghadapi Konflik
keluarga. Sedangkan menurut istilah hakam adalah pihak yang berasal dari Keluarga suami dan istri
atau pihak lain yang bertugas menyelesaikan perselisihan.

Bab 9(Iddah dan rujuk)

A.IDDAH

1. Pengertian Iddah

Iddah adalah bahasa arab yanng berasal dari akar kata adda -ya’uddu-‘iddatan dan jamaknya ialash
‘idad yang secara arti kata (etimologi) berarti: “menghitung” atau “hitungan”. Kata ini digunakan
untuk maksud iddah karena dalam masa itu siperemouan yang ber-iddah menunggu berlakunya
waktu.

Dalam kitab fiqih ditemukan defenisi iddah yang pendek dan sederhana diantaranya adalah : masa
tunggu yang dilalui oleh seorang perempuan. Karena sederhananya defenisi ini ia masih memerlukan
penjelasan terutama mengenai apa yang ditunggunya, kenapa ia menungu, dan unttuk apa ia
menunggu. Untuk menjawab apa yang ditunggunya dan kenapa ia menunggu, al-shan’aniy
mengemukakan defenisi yang agak lebih lengkap sebagai berikut:

“Nama bagi suatu masa yang seorang perempuan menunggu dalam masa itu kesempatan untuk
kawin lagi karena wafatnya suaminya dan bercerai dengan suaminya.”

2.Hukum Dan Dasarnya

Yang menjalani iddah tersebut adalah perempuan yang bercerai dari suaminya, bukan laki-laki atau
suaminya. Perempuan yang bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun, cerai hidup atau mati,
sedang hamil atau tidak, masih berhaid atau tidak, wajib menjalani masa iddah itu. Kewajiban
menjalani masa iddah dapat dilihat dari beberapa ayat al-quran, diantaranya adalah firman Allah
dalam surat al-Baqarah (2) ayat 228:

‫ق هّٰللا ُ فِ ْٓي اَرْ َحا ِم ِه َّن‬


َ َ‫ت يَتَ َربَّصْ نَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ُۤوْ ۗ ٍء َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن اَ ْن يَّ ْكتُمْنَ َما خَ ل‬
ُ ‫َو ْال ُمطَلَّ ٰق‬

“Perempuan-perempuan yang dithalaq oleh suaminya hendaklah menuggu masa selama tiga kali
quru’. Tidak halal perempuan itu menyembunykan apa yang dijadikan Allah dalam rahimnya.

2. Tujuan Dan Hikmah Hukum

Adapun tujuan dan hikmah diwajibkan iddah itu adalah sebagaimana dijelaskan dalam salah satu
defenisi yang disebutkan di atas, yaitu:

Pertama: untuk mengetahui bersihnya rahim perempuan tersebut dari bibit yang ditinggalkan
mantan suaminya. Hal ini disepakati oleh ulama. Pendapat ulama waktu itu didasarkan kepada dua
alur pikir:
1.Bibit yang ditinggalkan oleh mantan suami dapat berbaur dengan bibit orang yang akan
mengawininya untuk menciptakan satu janin dalam perut perempuan tersebut. Dengan
pembauran itu diragukan anak siapa sebenarnya yang dikandung oleh perempuan tersebut.
Untuk menghidari embauran bibit tersebut, maka perlu diketahui atau diyakini bahwa
sebelum perempuan itu kawin lagi rahimnya bersih dari peninggalan mantan suaminya.
3.Syarat Wajib
Syarat wajib disini adalah syarat-syarat yang menentukan adanya hukum wajib; bentuk
syaratnya adalah alternatif; dengan arti bila tidak terdapat salah satu syarat-syarat yang
ditentukan, maka tidak ada hukum wajib, sebaliknya bila salah satu diantara syarat yang
ditentukan telah terpenuhi, maka hukumnya adalah wajib. Syarat wajib iddah ada dua :
a. Matinya suami. Bila istri bercerai dengan suaminya karena suaminya meninggal dunia,
maka prempuan itu wajib menjalani masa iddah, baik ia bergaul dengan suaminya itu atau
belum.
b. Istri sudah bergaul dengan suaminya. Bila suami belum bergaul dengan istrinya, maka istri
tersebut tidak memenuhi syarat untuk dikenai kewajiban ber-iddah.
4.Bentuk-Bentuk Iddah
Istri yang menjalani iddah ditinjau dari segi keadaan waktu berlangsungnya perceraian
adalah sebagai berikut:
1, Kematian suami.
2, Belum dicampuri.
3, Sudah dicampuri tetapi dalam keadaan hamil.
4, Sudah dicampuri tapi tidak dalam keadaan hamil, dan telah terhenti haidnya.
5, Sudah dicampuri, tidak dalam keadaan hamil, dan masih dalam masa haid.
B.Ruju'
1, Pengertian
Ruju’ atau dalam istilah hukum disebut raj’ah secara arti kata berartii “kembali”. Orang yang
rujuk kepada istrinya berarti kembali kepada istrinya. Sedangkan defenisinya dalam
pengertian fiqh kembalinya suami kepada istri yag ditalaq, yaitu talaq satu dan talaq dua,
ketika istri masih dimasa iddah.Dari defenisi-defenisi diatas terlihat beberapa kata kunci
yang menunjukkan hakikat dari perbuatan hukumm yang bernama rujuk itu.
Pertama: kata atau ungkapan “kembalinya suami kepada istri”
Kedua: ungkapan atau kata “yang telah ditalaq dalam bentuk raj’iy, mengandung arti bahwa
istri yang bercerai dengan suaminya itu dalam bentuk yang bentuk belum putus”
Ketiga: “dalam masa iddah” mengandung arti bahwa rujuk itu hanya terjadi selama istri
dalam masa iddah.
Dalam defenisi perkawinan telah dijelaskan, bahwa perkawinan itu suatu bentuk perjanjian
kedua belah pihak yang dengan perjanjian itu hubungan laki-laki dan perempuan yang
selama ini haram menjadi terbuka dan boleh atau halal.
2, Hukum dan dasar hukum
Dalam satu sisi rujuk itu adalah membangun kembali kehidupan perkawinan yang terhenti
atau memasuki kembali kehidupan perkawinan. Jumhur ulama mengatakan bahwa rujuk itu
adalah sunat. Dalil yng digunakan jumhur ulama itu adalah firman allah dalam surat al-
baqarah;2 ayat 229
ٍ ‫ْر ْي ۢ ٌح بِاِحْ َس‬
‫ان‬ ِ ‫ف اَوْ تَس‬ ٌ zۢ ‫ق َم َّر ٰت ِن ۖ فَاِ ْم َسا‬
ٍ ْ‫ك بِ َم ْعرُو‬ ُ ‫اَلطَّاَل‬
Artinya : thalaq itu ada dua kali sesudah itu tahanlah dengan baik, atau lepaskanlah dengan
baik.
3, Tujuan dan hikmah hukum
Ruju’ dalam arti hukum syara’ karena padanya terdapat beberapa hikmah yang
mendatangkan kemaslahatan kepada manusia atau menghilangkan kesulitan dari manusia.
4, Rukun dan syarat
A, Laki-laki yang meruju’
B, perempuan yang diruju’
C, ada ucapan ruju’ yang diucapkan oleh laki-lakiyang meruju’
Ruju’ dalam pandangan fiqh adalah tindakan sepihak dari suami. Adanya hak khususnya itu
dipahami dari firman allah dalam surat al-baqarah;2ayat228:
‫ق بِ َر ِّد ِه َّن فِ ْي ٰذلِكَ اِ ْن اَ َراد ُْٓوا اِصْ اَل حًا‬
ُّ ‫َوبُعُوْ لَتُه َُّن اَ َح‬
Artinya : Suami mereka lebi berhak untuk merujukinya jika mereka menginginkan melakukan
ishlah atau damai.
Bab 10(Nafkah dalam perkawinan)
A.Definisi Nafkah
Kata nafkah berasal dari bahasa Arab yakni, anfaqa-yunfiquinfaqan yang berarti ‫االخراا‬, kata
ini tidak digunakan kecuali untuk yang Baik saja. Adapun bentuk jama’ nya adalah ‫نفقرت‬,
secara bahasa berarti “sesuatu yang dikeluarkan manusia untuk tanggungannya”. Dalam
kamus Arab-Indonesia, secara etimologi kata nafkah diartikan dengan “pembelanjaan”.
Dalam tata bahasa Indonesia kata nafkah secara resmi Sudah dipakai dengan arti
pengeluaran. Adapun menurut istilah syara’,
Nafkah adalah “mencukupi kebutuhan orang yang menjadi tanggung Jawabnya berupa
makanan, pakaian, dan tempat tinggal”. “pengeluaran Seseorang atas sesuatu sebagai
ongkos terhadap orang yang wajib Dinafkahinya, terdiri dari roti, lauk-pauk, pakaian, tempat
tinggal, dan Apa yang mengikutinya seperti harga air, minyak, lampu dan lain-lain.
B.Hukum Memberikan Nafkah
Hukum membayar nafkah untuk istri, baik dalam bentuk pembelanjaan, Pakaian adalah
wajib. Kewajiban itu bukan disebabkan oleh karena istri Membutuhkannya bagi kehidupan
rumah tangga, tetapi kewajiban yang timbul Dengan sendiri nya tanpa melihat kepada
keadaan istri. Bahkan diantara ulama Syi'ah menetapkan bahwa meskipun istri orang kaya
dan tidak memerlukan Bantuan biasa dari suami, namun suami tetap wajib memberi nafkah.
Dasar Kewajiban terdapat dalam al- Qur’an maupun dalam hadis.
C.Nafkah Anak.

Secara umum orang tua wajib memberi nafkah kepada anak mereka. Perintah nafkah orang
tua kepada anak, dalilnya adalah ijma’ para ulama.Ibnul mundzir mengatakan,“ ulama yang
kami ketahui sepakat bahwa seorang lelaki wajib Menanggung nafkah anak- anaknya yang
masih kecil, yang tidak memiliki harta.
Ada dua batasan untuk keadaan anak terkait wajib tidaknya nafkah dari Orang tua:
1.Usia, apakah anak sudah baligh atau belum.
2.Harta, apakah anak memiliki harta yang mencukupi kebutuhan Ataukah tidak memiliki
harta, sehingga masih bergantung kepada orang Lain.

Dari dua batasan ini, kita bisa mengelompokkan anak menjadi empat kategori:
1.Anak yang belum baligh dan tidak memiliki harta.
2.Anak yang belum baligh dan memiliki harta.
3.Anak yang sudah baligh dan memiliki harta
4.Anak yang sudah baligh dan tidak memiliki harta.
Masing-masing memiliki hukum yang berbeda terkait kewajiban nafkah Orang tua kepada
anaknya.
D.Nafkah Orang Tua.

Kewajiban anak dalam memberikan nafkah merupakan hak orang tua Untuk menerima
nafkah. Kewajiban anak dalam memeberikan nafkah kepada Orang tua nya itu di tegaskan
dalam firman Allah SWT dalam surah Al- Baqarah Ayat 215;

‫َواب‬ْ ‫َوال َم ٰس ِ ْكي ِن‬ ْ ‫َوال َي ٰت ٰمى‬


ْ ‫ب ْي َن‬ ُ َ‫َمت ْاَنف‬
ْ ‫ْقت ْم ِم ْن َْخيٍا فَِ ْلل َواِل َْدي ِن‬
ِ ‫َواا َل ْق َا‬ ٓ ‫ق ْل‬ ُ ‫ي ْسـَٔ ُل ْونَ َك َمت َذا ْيُنِف‬
ُ ‫ق ْو َِۗن‬ َ
‫ب ْي ِِۗل َو َمت ْتَف َع ُل ْوا‬
ِ ‫ِن ال َّس‬

ِ‫م ْن َْخيٍا فَِت َّن هَّلالَ بِه َ ِع ْليٌم‬

“ Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus Mereka infakkan.
Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya Diperuntukkan bagi kedua
orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.” Dan
kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. ( Q.S
al- baqarah: 215).
Bab 11(Hadhonah)
A.Pengertian Hadhonah
Hadhonah secara etimologi(bahasa)ialah jamak dari kata(adhanatauhudhun)yang berarti
anggota badan yang terletak atau berada di bawah ketiak.Atau juga bisa di sebut
meletakkan”.Sesuatu dekat tulang rusuk atau pangkuan”.Maksudnya adalah pendidikan dan
pemeliharaannya anak dari sejak lahir sampai sanggup mandiri sendiri.
Mengenai hadhonah dalam KBBI
Pemeliharaan anak(hadhonah) terdiri dari dua kata yaitu pemeliharaan.
Dan kata anak, pemeliharaan berasal dari kata yang memiliki arti jaga.Sedangkan kata
pemeliharaan yang berarti proses,cara,perbuatan,penjagaan,perawatan pendidikan.
B.Dasar Hukum hadhonah
Hukum hadhonah(pengasuh anak)ini wajib menurut jumhur ulama,dan tidak ada satu pun
dari pada ulama yg menyelisihinya.
Bahkan para ulama menghukuminya wajib ‘ainijika tidak ada seorang pun yg mampu
merawatnya kecuali hanya si pengasuh tsb atau banyak yg mampu mengasuh/merawat
tetapi hanya dia yg di ingin oleh anak tsb.

C.Syarat Hadhonah

Syarat-syarat hadhonah yaitu sb:


1.Berakal
2.Baligh
3.Mampu mendidik
4.Ama'ah
5.Bermoral
6.Islam
7.Tidakbersuami

D.Masa berhenti hadhonah


Menurut Mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hambali mengutarakan berhenti nya masa atau batas
masa hadhonah adalah sampai anak berusia 7/8 tahun.
Bab 12(Lian,ila' dan dzihar)
A.Zdihar(‫)الظها ر‬
1.Pengertian
Zdihar secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang secara arti kata berarti
“punggung”.Penggunaan kata “punggung” dan bukan anggota badan yang lain Melainkan
hanya karena kata tersebut digunakan untuk suatu yang dikendarai atau Diracak. Dalam hal
ini, istri merupakan seseorang yang dipimpin (yang maknanya sama dengan yang diracak)
oleh laki-laki yaitu suaminya.
Secara istilah, al-Mahalli dalam Syarh Minhaj al-Thalibin merumuskan definisi Zdihar sebagai
berikut:
Artinya: Suami menyamakan istrinya dengan mahramnya.
2.Hukum dan Dasar Hukum Zhihar
Hukum zhihar, berdasarkan kesepakatan para ulama, adalah haram.Dasarnya adalah sebagai
berikut:
a.Kebencian dan celaan Allah terhadap orang yang menyamakan istrinya dengan Ibunya,
seperti yang terdapat dalam surat al-Mujadilah ayat 2 yang berbunyi:
Artinya:Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya
Sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka Tidak lain
hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan Sesungguhnya mereka Sungguh-sungguh
mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. Dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf
lagi Maha Pengampun.
a.Dari segi sangsi dan ancaman Allah dengan memberatkan kaffarah terhadap Pelakunya
yang melanggar apa yang dilakukannya itu, seperti yang tercantum Dalam ayat al-Mujadilah
ayat 3.
B.Ila’ (‫)اإلاللء‬
1.Pengertian Ila’ berasal dari bahasa arab yang secara arti kata berarti “tidak mau melakukan
Sesuatu dengan cara bersumpah” atau “ sumpah”.Sebagaimana rumusan yang terdapat
dalam syarah Minhaj al-Thalibin yang Digunakan untuk rumusan definitif dari ila’ (al-Mahalliy
dalam Amir, 2006: 275),
Yakni:

َ‫َاع ِم ْن َو َِطء َْزو َجتِه‬ ِ ‫حلف ال َْز‬


ِ ‫وج َعلَى ا ِال ْمتِن‬
Yang berarti: “Sumpah suami untuk tidak mengauli istri”
Begitu juga dalam kitab al-Masbuth fi fiqh al-Imamiyah (al-Thusiy dalam Amir.
2.Hukum dan Dasar Hukum
Dalam pandangan Islam, ila’ tersebut adalah perbuatan yang terlarang karena Menyalahi
hakikat dari perkawinan untuk mendapatkan ketenangan hidup, kasih Sayang, dan rahmat.
Tentang tingkat dosa bagi yang melanggar larangan tersebut. Menurut ulama syafi’iyah
adalah dosa besar, sedangkan menurut ulama lain Diantaranya al-Khathib berpendapat dosa
orang yang meng-ila’ istri adalah dosa kecil.
C.Li’an )‫(اللعان‬
1.Pengertian Li’an
Menurut bahasa li’an berasal dari kata “La’ana” yang berarti laknat atau saling Melaknat.
Definisi yang reperesentatif dan mudah dipahami yakni: “Sumpah suami Yang menuduh
istrinya berbuat zina, sedangkan dia tidak mampu mendatangkan empat Orang saksi”.
Menurut istilah syara’, li’an berarti sumpah seorang suami dimuka hakim bahwa Ia berkata
benar tentang sesuatu yang dituduhkan kepada istrinya perihal perbuatan Zina. Jadi, suami
menuduh istrinya berbuat zina, dengan tidak mengemukakan saksi, Kemudian keduanya
bersumph atas tuduhan tersebut. Tuduhan itu dapat ditangkis oleh Istri dengan jalan
Bersumpah pula bahwa apa yang dituduhkan oleh suami atas dirinya adalah dusta Belaka.
2.Hukum dan Dasar Hukum
Berikut ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi yang berkaitan dengan hukum li’an.
a. Q.S. An-Nur ayat 6-7 (tentang proses Li’an)

ۡ
َ َ‫وا َّل ِۡذي َن ۡيَر ُمۡ و َن ۡاَزَوا َج ُۡهم َو ۡلَم يَ ُكن َّل ُۡهم ُش َهدَا ُء اَِّ ۤال ۡاَنفُ ُس ُۡهم فَ َش َها َدةُ اَ َ ِحد ِۡهم ۡا‬
َ ‫رب ُع َش ٰه ٰد ٍٍۭت بِا هّل ۙ ِل اِنَّه‬
ۡ
‫صد ۡقِي َن َوال َخـا ِم َسةُ اَ َّن‬ ِ ‫َل ِم َن ال ه‬

٧‫ال َع ۡلَي ِه ۡ ِان َكا َن ِم َن ۡال ٰ ِكذ ۡبِي َن‬


ِ ‫لَـۡعنَ َت هّٰل‬

Artinya: (6) Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka Tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang Itu ialah empat kali
bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang
benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la’nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-
orang yang berdusta.
b.Hadis Ibnu Umar menurut riwayat Muslim (Al-Shan’aniy dalam Amir,
Yang artinya:
Seseorang bernama ‘Uwainir al-‘Ajlaniy bertanya kepada Nabi SAW: “Ya Rasul Allah,
bagaimana pendapat Anda kalau ada seseorang diantara kami mendapati Istrinya berbuat
tidak senonoh, apa yang akan diperbuatnya kalau dia bicara Berarti dia bicara tentang suatu
perkara yang besar, kalau dia diam berarti Mendiamkan sesuatu yang besar pula.” Nabi tidak
menjawab, sesudah itu dia Datang lagi dan berkata: “Ya Rasul Allahapa yang saya tanyakan
dulu berlaku Terhadap diri saya”. Kemudian turunlah ayat-ayat surat an-Nur, Nabi
Membacakannya dan member peringatan kepadanya. Kemudian Nabi memanggil Istrinya
dan member pengajaran kepadanya seperti itu pula dan berkata: Demi Allah dia itu
berdusta. Nabi memulai sumpah dari pihak suami sebanyak empat kali Kesaksian kemudian
diikuti oleh si perempuan. Kemudian Nabi menceraikan Keduanya.
Bab 13(poligami)
A. Pengertian Poligami
Kata poligami secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Polus yang berarti
banyak dan gamos yang bebarti perkawinan. Bila Pengertian ini digabungkan maka akan
berarti suatu perkawinan yang banyak Atau lebih dari seorang. Sistem perkawinan
bahwa seorang laki-laki Mempunyai lebih seorang istri dalam waktu yang bersamaan,
atau seorang Perempuan mempunyai suami lebih dari seorang dalam waktu yang
Bersamaan, pada dasarnya disebut poligami.
B. Dasar Hukum Poligami
Islam adalah agama fitrah yang yang mengatur semua keperluan dan kehendak manusia
dalam hidup berpasangan. Berasaskan kepada keadaan Inilah Islam membenarkan
poligami yang merupakan amalan masyarakat Turun-temurun sejak sebelum kedatangan
Islam. Karena dapat dipastikan Amalan poligami lebih adil dan dapat menjamin
kesejahteraan hidup ummah Seluruhnya, Islam telah menetapkan syarat-syarat tertentu
yang melaksanakan Amalan yang bebas sebelum ini dan mengambil jalan pertengahan
yang lebih Wajar. Syariat Islam menetapkan bahwa seorang lelaki boleh kawin dengan
Lebih dari seorang perempuan tetapi tidak melebihi empat orang.
C.Alasan Berpoligami
Islam membolehkan poligami dalam keadaan darurat atau kebutuhanbMendesak,
itupun dibatasi oleh standarisasi aitu kemampuan untuk memberi Nafkah, bersikap adil
antara beberapa isteri dan bergaul dengan baik. Adapun Berbagai alasan yang melatar
belakangi praktek poligami di masyarakat yaitu:
1.Alasan ini sangat mendasar bagi maraknya praktek poligami di Masyarakat adalah
bahwa poligami merupakan Sunnah Nabi dan Memiliki landasan teologis yang jelas yakni
Surat An Nisa’ ayat 3.
2.adanya istri yang mandul dan terbukti setelah melalui pemeriksaan Medis, para ahli
berpendapat bahwa dia tak dapat hamil. Dalam keadaan Demikian maka suami
diperbolehkan menikah sehingga mungkin ia akan Memperoleh keturunan.
Bab 14(keengganan menikah problem sosial kontemporer)
A. Kewajiban Menikah dan Larangan Tabattul

1. Kewajiban Menikah

Ahli ushul fiqh sepakat menikah termasuk wasail (jalan) Pemeliharaan keturunan
(hifz al-nas/al-nasb) dan merupakan hal yang Bersifat mashlahat dharuriyat
(mendasar/pokok). Wajar ada ulama Menyatakan menikah wajib bagi yang
mampu (ba’ah) secara lahir dan Batin disebabkan khawatir terjerumus kepada
zina atau pun tidak.

Kewajiban menikah sama seperti kewajiban haji bagi yang mampu, Zakat bagi
yang memiliki harta mencapai nisab dan sebagainya.

Qorinah kemampuan memberikan mahar, nafkah, berlaku adil dan Memenuhi


kebutuhan seksual isteri serta keinginan untuk menikah, Menyebabkan
terjadinya perubahan hukum menjadi sunat, mubah, Makruh atau haram.

2. Larangan Tabattul
Islam memerangi segala hal yang condong pada tradisi kerahiban, Sebab hal
itu dianggap bertentangan dengan fitrah manusia, serta Melawan
kecenderungan dan instingnya. Rasulullah melarang tabattul (terus-menerus
beribadah) dengan sabdanya, “Menikahlah, sebab Bersama kalian aku akan
berlomba dengan umat-umat lain dalam Banyaknya jumlah umat, dan
janganlah kalian menjadi seperti rahibrahib Nasrani.”
B. Faktor Tidak Menikah
Ada dua faktor utama penghambat para pemuda untuk menikah.
-Pertama, faktor internal. Faktor ini adalah hambatan-hambatan yang Muncul
kekhawatiran dan ketakutan. Ketika kedua perasaan ini datang, Maka yang ada
hanyalah keragu-raguan dalam melakukan sesuatu.
Perasaan takut terbagi menjadi tiga bentuk:
1.Ifrath, yaitu perasaan yang cenderung membuat orang frustrasi atau Trauma
karena terlalu takut, seperti yang dialami sebagian saudara kita Di Aceh pasca
tsunami.
2.Qushur, rasa takut kebanyakan orang yang bila telah jauh dari Peringatan atau
bencana, hati kembali pada kondisi awalnya yaitu lalai.
3.I'tidal, rasa takut yang terpuji. (Imam Ahmad bin Abdurrahman,Mukhtasar
Minhaaj al Qasidin (1986:384-6) dalam Muhajirin, tanpa tahun.
C. Analisis Problem Sosial Kontemporer
1.Konflik antar umat beragama Rukun dan damai menjadi dambaan setiap orang,
tanpa melihat Pangkat dan kedudukan, bahkan asal usul keturunan dan sebagainya.
Tapi,Apa yang disampaikan itu bertolak belakang dengan kenyataan berupa Konflik
yang masih sering terjadi di masyarakat. Jika demikian halnya,Maka perlu sekali
dilakukan kajian yang mendalam mengenai siapa Sebenarnya yang menjadi biang
keladi (pemicu) timbulnya konflik antar Umat beragama yang telah menyebabkan
banyak korban, seperti yang telah Terjadi di Poso, Sulawesi Tengah, Maluku, dan
berbagai daerah lainnya.
Selain pertikaian antar umat yang berbeda agama, konflik juga terjadi antar Pemeluk
satu agama yang sama.
C. Solusi
1.Melakukan Pencanangan kerukunan tersebut oleh Alqur′an. Dimaksudkan agar
umat manusia dapat hidup tenang dan aman. Kondisi ini sangat dibutuhkan demi
meraih kebahagiaan dunia dan Akhirat. Sebab, tanpa adanya ketenangan dan
ketenteraman, mustahil Seseorang bisa melakukan sesuatu, termasuk beribadah,
bekerja, dan Aktivitas lainnya, baik untuk dirinya sendiri, maupun bagi keluarga,
Masyarakat, dan negara. Dari sudut ini, jika ingin mengatasi konflik Yang terjadi di
tengah masyarakat dan sekaligus mewujudkan Perdamaian antar umat berbeda
agama.

Anda mungkin juga menyukai