BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Setianto. (2014). Makalah Wali Nikah. Retrieved November 02, 2021, from
eprints.walisongo.ac.id:
http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3703/2/092111043_Bab1.pdf
1
2
bahwa nikah dianggap tidak sah atau batal, apabila wali dari pihak calon
pengantin perempuan tidak ada.2
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Wali dan Saksi Nikah dalam Islam?
2. Bagaimana hukumnya Nikah tanpa wali dalam Islam?
3. Bagaimana Perbedaan Hak menikah antara gadis dengan janda?
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
2
Ghozali, A. R. (2012). Fiqh Munakahat cet. ke- 5, h. 32. Jakarta: Kencana.
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wali dan Saksi Nikah dalam Islam
Wali dalam pernikahan adalah rukun yang harus dipenuhi bagi calon
mempelai perempuan yang bertindak untuk menikahkannya.Perwalian dalam
fiqh Islam disebut dengan “al-walayah” ( )ةيَلَوْ اَل, seperti kata ( )ةَل َالَضاَل. Secara
etimologis memiliki beberapa arti, diantaranya adalah cinta ( )المحبةdan
pertolongan () نشرة. Hakikat dari ( )الواليةadalah ()توالى االمر
(mengurus/menguasai sesuatu).
Disebutkan bahwa akad nikah yang dilakukan oleh perempuan dan segala
sesuatu yang dikerjakannya tanpa menggantungkannya kepada wali atau
izinnya adalah sah. Berdasarkan ayat di atas, Hanafi memberikan hak
sepenuhnya kepada perempuan mengenai urusan dirinya dengan meniadakan
campur tangan orang lain, dalam hal ini adalah campur tangan seorang wali
berkenaan dengan masalah pernikahan. Pertimbangan yang rasional dan logis
3
4
inilah yang membuat Hanafi mengatakan tidak wajibnya wali nikah bagi
wanitayang hendak menikah.
4
5
Artinya: “Dari Abu Burdah dari abu musa bahwa Nabi SAW
bersabda:“Tidak ada (tidak sah) Pernikahan kecuali dengan wali
5
6
dan kesuciannya serta merupakan wujud cinta kasih seorang ayah atau
keluarganya kepada anak perempuannya yang akan membina rumah tangga.3
Sedangkan Saksi dalam pernikahan itu adalah dua orang yang menyaksikan
dan mendengarkan aqad nikah atau ijab qabul yang sedang berlangsung, saksi
tersebut bertugas hanya memberikan kesaksian bahwa perkawinan itu benar-
benar dilakukan oleh kedua pihak yang beraqad dan menyatakan dengan tegas
sah atau tidaknya ijab qabul yang diucapkannya. Dengan adanya saksi dalam
perkawinan ini akan dapat dijadikan sebagai alat bukti akan dapat
menghilangkan keragu-raguan dan juga dengan keyakinan masyarakat terhadap
telah berlangsungnya aqad nikah. Mayoritas ulama khususnya empat Imam
Madzhab mengemukakan bahwa saksi dalam pernikahan itu harus dua orang
laki-laki, namun, di antara ulama itu ada yang membuka peluang bagi sahnya
wanita menjadi saksi dalam pernikahan.4
Eksistensi saksi yang adil menurut ulama mazhab Syafi‟i dan Hanbali
adalah suatu keharusan dalam pernikahan. Dasar persoalan ini adalah hadits
yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda
3
Verawati, R. (2020). Wali Nikah dalam Persfektif Hadits. Skripsi Ushuluddin dan Studi
Agama , 18-21.
4
Afniadi, R. S. (2009). KESAKSIAN WANITA DALAM PERNIKAHAN.
Undergraduated thesis, Fakultas Hukum UNIB, vi.
6
7
7
8
Artinya : Ali bin Ahmad dan Muhammad bin Ja’far berkata, menceritakan
kepada kami, I’sa bin Abi Harbi menceritakan kepada Yahya bin Bakir ia
berkata:A’dyin bin Fadl dari ’Abdullah bin’Usman Khusaimi dari Sa’id bi
Jubair dari Ibnu Abbas berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda:“Tidak sah
pernikahan kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.” (HR. At-Tirmizi)
8
9
Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf Al Fairuzzabadi Al Syairazi
dalam kitab Al Muhadzdzab fi Fiqh Al Imam As Syafi'i menguraikan
perbedaan hak tersebut.
" Diperbolehkan bagi ayah atau kakek menikahkan anak perawan tanpa
kerelaannya, baik kanak-kanak maupun dewasa sebagaimana hadits riwayat
Ibnu Abbas radliyallahu 'anh, bahwa Nabi bersabda: 'Janda berhak atas dirinya
ketimbang walinya, dan ayah seorang perawan boleh memerintah untuk
dirinya'. Hadits ini menunjukkan bahwa wali lebih berhak atas diri seorang
perawan. Jika si perawan tersebut sudah dewasa, maka disunnahkan untuk
meminta izin padanya, dan izinnya berupa diam, sebagaimana hadits riwayat
ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda: 'Janda lebih berhak bagi dirinya ketimbang
walinya, dan perawan memberikan izin untuk dirinya, dengan cara diam'."
5
Adhari, F. (2010). HUKUM PERNIKAHAN TANPA WALI DAN SAKSI. Skripsi IAIN
Syekh Nurjati Cirebon Fakultas Syariah, 13-17.
6
Ahmad Baiquni, ‘Islam Mengatur Perbedaan Hak Bagi Perawan dan Janda,’ diakses dari
https://www.dream.co.id/orbit/beda-hak-perawan-dengan-janda-ketika-menikah-apa-itu-
1712182.html pada 07 08 November 2021 pukul 22:11 wib.
9
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
10
11
DAFTAR PUSTAKA
Baiquni Ahmad, ‘Islam Mengatur Perbedaan Hak Bagi Perawan dan Janda,’
diakses dari https://www.dream.co.id/orbit/beda-hak-perawan-dengan-
janda-ketika-menikah-apa-itu-1712182.html pada 07 08 November 2021
pukul 22:11 wib.
Setianto. (2014). Makalah Wali Nikah. Retrieved November 02, 2021, from
http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3703/2/092111043_Bab1.pdf
Verawati, R. (2020). Wali Nikah dalam Persfektif Hadits. Skripsi Ushuluddin dan
Studi Agama , 18-21
11