Anda di halaman 1dari 24

AKAD NIKAH, MAHAR, DAN WALIMATUL ‘URSY

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

“FIKIH KELUARGA”

Disusun oleh :

Kelompok 4 PAI B

Anas Fiqru Rosyidin 201220041

Anisa Maghfirotul Khasanah 201220047

Artiani 201220055

Dosen Pengampu :

Mughniatul Ilma, M.H.

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

0
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu ibadah yang
sangat penting dan dianggap sakral. Selain itu, dalam pernikahan
terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, seperti akad nikah,
mahar, dan walimatul ‘ursy. Ketiga aspek tersebut memiliki peran
penting dalam memperkuat ikatan suami istri dan menciptakan
keharmonisan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, kita perlu untuk
membahas lebih dalam mengenai akad nikah, mahar, dan walimatul
ursy dalam pernikahan dalam Islam. Selain itu, dengan mengetahui
dan memahami ketiga aspek tersebut, diharapkan dapat membantu
para calon pengantin atau siapa saja yang ingin mengetahui lebih
lanjut mengenai pernikahan dalam Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian akad nikah, dasar hukum akad nikah, syarat ijab
dan qobul dalam akad nikah, lafadz akad nikah, akad nikah
menurut para ulama madzhab, dan akad nikah dalam kompilasi
hukum islam?
2. Apa pengertian mahar, dasar hukum mahar, macam-macam mahar,
mahar menurut para ulama madzhab, dan mahar dalam kompilasi
hukum islam?
3. Apa pengertian walimatul ‘ursy, dasar hukum walimatul ‘ursy,
hukum melaksanakan walimah menurut ulama madzhab, waktu
pelaksanaan walimah, hiburan atau nyanyian dalam walimah,
hidangan dalam walimah, hukum menghadiri walimah, dan
hikmah walimah?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian akad nikah, dasar hukum akad nikah,
syarat ijab dan qobul dalam akad nikah, lafadz akad nikah, akad
nikah menurut para ulama madzhab, dan akad nikah dalam
kompilasi hukum islam.

1
2. Dapat mengetahui pengertian mahar, dasar hukum mahar, macam-
macam mahar, mahar menurut para ulama madzhab, dan mahar
dalam kompilasi hokum islam.
3. Dapat mengetahui pengertian walimatul ‘ursy, dasar hukum
walimatul ‘ursy, hukum melaksanakan walimah menurut ulama
madzhab, waktu pelaksanaan walimah, hiburan atau nyanyian
dalam walimah, hidangan dalam walimah, hukum menghadiri
walimah, dan hikmah walimah.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Akad Nikah
1. Pengertian Akad Nikah
Akad nikah adalah akad dihalalkannya istimta' (hubungan saling
menikmati) antara pasangan suami istri menurut syariat untuk
mewujudkan ketenteraman jiwa, melahirkan keturunan yang saleh,
dan bekerja sama membangun keluarga dan mendidik anak. Akad ini
tidak rampung kecuali dengan adanya prosesi ijab dan qabul.1
Ijab adalah ucapan yang keluar pertama dari salah satu pihak
akad. Misalnya ucapan ayah atau wali dari seorang wanita, "Aku
nikahkan putriku bernama Fulanah denganmu." Atau ucapan si lelaki
yang berkata, "Nikah- kanlah aku dengan putri Bapak yang bernama
Fulanah."
Sementara itu, qabul adalah ucapan yang keluar kedua (atau
setelah ijab) dari salah satu pihak akad. Misalnya si lelaki berkata
kepada ayah dari gadis yang ia nikahi setelah îjâb diucapkan, "Aku
terima nikah putri Bapak." Atau ucapan ayah gadis itu, "Aku
nikahkan engkau dengan putriku bernama Fulanah."
Nabi saw. telah mengingatkan:2

‫ص ُن‬ ْ ‫ض ُر الص ِري َو‬ ْ ُ‫اع الْبَاءَ َة َف ْليََتَز َّو َج فَِإنَّه‬ ِ ‫يا م ْع َشر الشَّب‬
َ ‫َأح‬ َ ‫َأع‬ َ َ‫اب َمن َستَط‬َ َ َ َ
‫لِلفرج‬
Artinya :
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu
diantaramu untuk menikah. maka hendaklah menikah karena akan
menundukkan pandanganmu dan memelihara kehormatanmu”.
Maka untuk memperoleh kehormatan dan mencapai kesem-
pumaan iman seseorang, salah satu caranya adalah memikul
sebagaimana dijelaskan oleh Nabi saw. :

1
Syaikh Mahmud al-Misri, bekal pernikahan (Jakarta:Qisthi press.2016).Hlm.340
2
Ibid,.Hlm.341.

3
‫س ِميِّن‬
ْ َ‫ب َع ْن ُسنَيِن َفلَي‬
ِ ِ ‫ الن َك‬.
َ ‫اح م ْن َسنَيِت فَ َم ْن َرغ‬
َ
Artinya :
“Menikah itu merupakan sunnahku, maka barangsiapa yang
membenci sunnahku, bukanlah dari golonganku”.
2. Syarat-Syarat Ijab Qabul
Adapun syarat-syarat ijab qabul antara lain:3
a. Tamyiz, dalam arti sudah dewasa dan mempunyai akal sehat.
b. Bersatunya majelis pelaksanaan ijab qabul.
c. Adanya kesesuain antara ijab dan qabul.
d. Mendengar secara jelas dan memahami maksud dari ikrar
yang disampaikan oleh masing-masing pihak yang berakad.
Madzhab Hanafi memberi persyaratan yang berkaitan dengan
sighat akad nikah yaitu :
a. Menggunakan lafadz-lafadz yang sah digunakan dalam akad
nikah.
b. Dilaksanakan dalam satu majelis.
c. Antara ijab qabul tidak ada perbedaan. Ijab yang diiucapkan
oleh wali nikah dengan qabul yang diiucapkan oleh calon
suami harus terjadi kesesuaian. Kesesuain tersebut bisa dalam
hal penyebutan mahar, penyebutan calon istri atau yang
lainnya.
d. Pengucaapan lafadz ijab qabul harus didengar oleh dua orang
yang berakad.
e. Ijab qabul tidak boleh dibatasi dengan waktu.
Menurut pendapat yang kuat dalam Madzhab Hanafi akad nikah
tidak sah dengan menggunakan lafadz Iqrar (pengakuan), maksudnya
lafadz Iqrar bukan termasuk sighat akad. Seandainya seorang
perempuan berkata, “aku mengakui bahwa kamu adalah suamiku”,
dan sebelumnya tidak pernah terjadi ikatan perkawinan antara dia dan
laki-laki tersebut, 4
maka hal itu tidak sah, karena pengakuan itu
3
Barzah Latupono. Kajian Tentang Perwalian Dalam Ijab Qabul Perkawinan Menurut Hukum Islam.
Lutur Law Jurnal. Vol,1.No,1.2020.Hlm.2-3.
4
Ibid,.Hlm.4-5.

4
dilakukan atas sesuatu yang sudah ada, bukan sekedar mengarang
cerita. Madzhab Syafi’i memberi persyaratan pada sighat akad nikah
yaitu:
a. Sighat akad nikah tidak boleh digantungkan dengan sesuatu.
b. Ijab qabul tidak boleh dibatasi dengan waktu.
c. Ijab qabul menggunakan lafadz yang berasal dari akar kata
zawwaja dan nakaha.
d. Bersambungnya ijab qabul tidak boleh dipisah dengan
pemisah yang Panjang.
e. Kesesuain pengucapan ijab qabul.
f. Dilaksanakan dalam satu majelis.
3. Lafadz Ijab Qabul
Penggunaan lafadz ijab qabul dalam perkawinan menurut
Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi’i ada lafadz yang disepakati sah,
dan ada yang disepakati tidak sah, yaitu:5
a. Lafadz yang disepakati keabsahannya adalah lafadz dari akar
kata zawwaja dan Nakaha. Kedua madzhab bersandar pada
teks al-Quran surat Al-Ahzab ayat 37 dan surat an-Nisa’ ayat
25.
b. Lafadz yang disepakati tidak sah adalah lafadz-lafadz yang
tidak menunjukkan pemberian hak milik sesuatu dalam waktu
seketika (sekarang), juga lafadz yang tidak menunjukkan
langgengnya hak milik seumur hidup.
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa lafadz yang menunjukkan
pemberian hak milik di waktu sekarang dan kelanggengan hak milik
seumur hidup. Hukumnya sah dengan syarat adanya niat atau
indikasi yang menunjukkan adanya perkawinan.6
Persamaan pendapat Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi’I :
a. Kedua madzhab sepakat tentang keabsahanya perkawinan
menggunakan lafadz nakaha dan zawwaja.

5
Moh Ahmadi. Studi Komperatif Antara Madzhab Hanafi Dan Madzhab Syafi’I Tentang Penggunaan
Lafadz Ijab Qabul Dalam Perkawinan. Indonesia Jurnal of Islamic Law. Vol.2. No,1. November 2019. Hlm.36-
37.
6
Ibid,.Hlm.38-39.

5
b. Kedua madzhab sepakat tentang keabsahanya ijab qabul dalam
perkawinan menggunakan bentuk fi’ill maadhi.
c. Kedua madzhab sepakat tentang keabsahannya ijab qabul
menggunakan selain bahasa Arab jika ia tidak bisa berbahasa
Arab.
d. Kedua madzhab sepakat tentang ketidak absahannya
menggunakan lafadz-lafadz yang tidak menunjukkan
pemberian hak milik sesuatu dalam waktu seketika (sekarang),
juga lafadz yang tidak menunjukkan langgengnya hak milik
seumur hidup, seperti lafadz membolehkan, mewasiatkan,
menyewakan, menggadaikan, meminjamkan dan yang
sejenisnya.
e. Kedua madzhab sepakat dalam menetapkan lafadz
zawwaja dan nakaha menggunakan surat al-Ahzab ayat 37 dan
an-Nisa’ ayat 25.
4. Akad Nikah Menurut Ulama Madzhab
a. Imam Hanafi
Ulama Hanafiyah mendefinisikan ijab menurut Bahasa sebagai
suatu penetapan atau itsbat. Sedangkan ijab menurut istilah adalah
suatu lafadh pertama yang berasal dari salah satu diantara dua orang
yang berakad.7
dalam definisi lain ijab merupakan suatu penetapan atas suatu
pekerjaan tertentu atas dasar kerelaan yang diucapkan pertama kali
dari ucapan salah satu diantara dua orang yang berakad atau orang
yang mewakilinya, baik ucapan tersebut berasal dari mumallik (orang
yang memberikan hak kepemilikan) maupun mutamallik (orang yang
mencari hak kepemilikan).
Sedangkan kabul merupakan suatu ungkapan kedua yang
diucapkan dari salah satu8 diantara dua orang yang berakad, yang
mana ucapan tersebut menunjukkan adanya suatu kesepakatan dan
kerelaan terhadap apa yang telah diwajibkan atau dibebankan
kepadanya pada saat ijab.
7
Said, Muchammad. Ali ijab Dalam Akad Nikah. Jurnal Studi Komparatif Tentang Keabsahan Redaksi
Ijab Perspektif Fikih Empat Madzhab. UIN Maulana Malik Ibrahim.2011. Hlm.5-10.
8
Ibid,.Hlm.11.

6
b. Imam Maliki
Ijab menurut Ulama Malikiyah merupakan suatu ungkapan yang
menunjukkan atas suatu kerelaan yang berasal dari mumallik (orang
yang memiliki). Sedangkan kabul suatu ungkapan yang menunjukkan
atas suatu kerelaan yang berasal dari mutamallik (orang yang mencari
kepemilikan). Mereka membagi lafadh ijab menjadi dua bagian yaitu
berupa lafadh shariẖ atau jelas yang mana tidak mengandung arti lain
selain arti pernikahan atau perkawinan dan lafadh ghairu shariẖ atau
tidak jelas yang masih mempunyai kemungkinan bahwa lafadh-lafadh
tersebut mengandung arti selain pernikahan atau perkawinan.9
c. Imam Syafi’i
Pengertian ijab dan kabul dalam madzhab Syafi‟iyah sama
dengan pengertian yang dirumuskan oleh madzhab-madzhab selain
madzhab Syafi’iyah, yaitu ijab merupakan suatu ucapan kerelaan
untuk menyerahkan sesuatu kepada pihak lain, dalam hal ini
dilakukan oleh pihak wali calon istri. Sedangkan kabul adalah suatu
ucapan yang menunjukkan atas kerelaan dan kesiapan untuk
menerima sesuatu dari pihak yang lain, dalam hal ini dilakukan oleh
pihak calon suami atau yang mewakilinya.
d. Imam Hanbali
Definisi ijab kabul dalam Madzhab Hanabilah hampir sama
dengan definisi yang telah dikonsepkan oleh madzhab-madzhab
sebelumnya. Menurut mereka ijab merupakan lafadh kerelaan
memberikan sesuatu yang berasal dari wali nikah atau orang yang
menempati posisi wali dalam arti orang yang mewakili wali kepada
calon suami atau wakilnya. Sedangkan kabul merupakan ucapan
penerimaan yang berasal dari calon suami atau orang yang mewakili
calon suami.10

5. Akad Nikah Dalam Kompilasi Hukum Islam

9
Ibid,.Hlm.12.
10
Ibid,.Hlm.12-20.

7
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)11 pada pasal 2 disebutkan
bahwa, perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu
akad yang sangat kuat atau mitsaqqan ghalidzan untuk menaati
perintah Allah Swt. dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 29 disebutkan bahwa akad
nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang
bersangkutan. Selain itu yang berhak mengucapkan kabul ialah calon
mempelai pria secara pribadi. Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul
nikah dapat diwakilkan kepada pria lain dengan ketentuan calon
mempelai pria memberikuasa yang tegas secara tertulis bahwa
penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria.
Kemudian pada ayat ke 3, disebutkan bahwa dalam hal calon
mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria
diwakilkan, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.
B. Mahar
1. Pengertian Mahar
Kata mahar berasal dari bahasa Arab dan termasuk kata benda
bentuk abstrak atau masdar, yakni mahran atau kata kerja, yakni fi'il
dari mahara yamhuru mahran. Lalu, dibakukan dengan kata benda
mufrad, yakni al-mahr, dan kini sudah di Indonesiakan dengan kata
yang sama yakni mahar atau karena kebiasaan pembayaran mahar
dengan mas, maka mahar diidentikkan dengan maskawin.12
Di kalangan fuqaha, di samping perkataan mahar, juga
digunakan istilah lainnya, yakni shadaqah, nihlah, dan faridhah yang
maksudnya adalah mahar. Dengan pengertian etimologis tersebut,
istilah mahar merupakan pemberian yang dilakukan oleh mempelai
laki-laki kepada mempelai perempuan yang hukumnya wajib, tetapi
tidak ditentukan bentuk dan jenisnya, besar dan kecilnya, baik dalam
Al-Quran maupun Al-Hadis.
Dalam bahasa Arab, mahar jarang digunakan. Kalangan ahli fiqh
lebih sering menggunakan kata shidaq dalam kitab-kitab fiqhnya.
11
Said, Muchammad Ali. Ijab Dalam Akad Nikah: Studi Komparatif Tentang Keabsahan Redaksi Ijab
Perspektif Fikih Empat Madzhab. UIN Maulana Malik Ibrahim2011.Hlm. 258.
12
Beni Ahmad Saebani. Perkawinan Dalam Hukum Islam Dan Undang-Undang. (Bandung: CV
Pustaka Setia,2008).Hlm.98.

8
Sebaliknya di Indonesia yang sering digunakan adalah mahar dan
maskawin. Para ulama menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
mendasar antara ash-shidaq dengan al-mahr. Ada pendapat yang
menegaskan bahwa shadaq adalah sesuatu yang wajib karena nikah,
sedangkan mahar merupakan sesuatu yang wajib karena selain nikah,
seperti wathi' subhat, persusuan, dan menarik kesaksian.
2. Dasar Hukum Mahar
Dasar hukum adanya mahar perkawinan di Ambil dari Al-Qur'an
dan as-sunah, dilengkapi oleh pendapat ulama tentang kewajiban
pembayaran mahar oleh mempelai laki-laki kepada perempuan. Dalil
dalam Al-Quran :13
a. QS. An-Nisa ayat 4, Allah Swt. Berfirman:

‫ص ُد ٰقتِ ِه َّن حِن ْلَةً ۗ فَاِ ْن ِطنْب َ لَ ُك ْم َع ْن َش ْي ٍء ِّمْنهُ َن ْف ًسا فَ ُكلُ ْوهُ َهنِْيۤـًٔا‬ َ ‫َواٰتُوا الن‬
َ َ‫ِّساۤء‬
‫َّم ِريْۤـًٔا‬
Artinya :
"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya".QS. An-Nisa:4)
b. QS. An-nisa ayat 2414

‫اح َعلَْي ُك ْم فِْي َما‬ ‫هِب‬


َ ْ‫استَ ْمَت ْعتُ ْم ِمْن ُه َّن فَاٰ ُت ْو ُه َّن اُ ُج ْو َر ُه َّن فَ ِري‬
َ َ‫ضةً ۗ َواَل ُجن‬ ْ ‫َما‬
‫ض ِة‬ ِ ۢ ‫هِب‬
َ ْ‫اضْيتُ ْم ِم ْن َب ْعد الْ َف ِري‬
َ ‫َتَر‬
Artinya:
"Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna),
sebagai suatu kewajiban. Dan Tiadaklah mengapa bagi kamu

13
Ibid,.Hlm.99.
14
Ismatul Maula, Mahar, Perjanjian Perkawinan Dan Walimah Dalam Islam, Jurnal Kajian Hukum
Dan Studi Islam. Vol. 1, No. 1 (Juli 2019) Hlm.57-58.

9
terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu".(An-nisa:24).
Dasar hukum kedua adalah hadits, sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, berikut:

ً‫صهن ُم ُهورا‬ ِ ‫خير الن‬


ُ ‫وها َو َْأر َخ‬
َ ‫َأح َس ُه َّن ُو ُج‬
ْ ‫ِّساء‬
َ َُْ
Artinya:
"Sebaik-baiknya perempuan adalah yang cantik wajahnya dan
paling murah maharnya". (H.R. Ibnu Majah).
Demikian pula, dalam hadist yang di sepakati imam Bukhari dan
Muslim:

‫َْأبَر َك ُه َّن َأقلُ ُه َن مهرا‬


Artinya:
"Yang paling membawa berkah adalah perempuan yang paling
sedikit maharnya". (Muttafaqun 'Alaih).15
3. Macam-Macam Mahar
Para fukaha sepakat bahwa macam-macam mahar meliputi dua
jenis yaitu , mahar musamma dan mahar mitsil.16
a. Mahar Musamma
Yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan
besarannya ketika akad nikah, dengan kesepakatan bersama, atau
kesepakatan bersama hakim. Hal ini didasarkan pada firman Allah
dalam surat al-Baqarah:237 yang berbunyi :
ِ
‫ضتُ ْم‬
ْ ‫ف َما َفَر‬
ُ ‫ص‬ َ ‫ضتُ ْم هَلُ َّن فَ ِر‬
ْ ‫يضةً فَن‬ ْ ‫َوقَ ْد َفَر‬
Artinya:
"Padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya,
maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu”.
(Al-Baqarah:237)
Para fukaha membagi mahar musamma ini menjadi dua macam,
yakni mahar musamma mu’ajjah dan musamma ghairu mu’ajjal.

15
Ibid,.Hlm.59,
16
Wahbah Az-Zuhaili. Fiqh Islam Wa Adillatuhu. (Beirut: Dar al-Fikr. 2007)Hlm.6774.

10
Mahar musamma muajjal adalah mahar yang wajib segera diberikan
kepada isteri. Sementara itu, mahar musamma ghairu mu’ajjal yaitu
mahar yang telah ditetapkan bentuk dan jumlahnya tetapi
ditangguhkan pembayarannya.17
b. Mahar Mitsil (sepadan)
Yaitu mahar yang jumlah dan bentuknya menurut
jumlah dan bentuk yang biasa diterima keluarga pihak isteri karena
tidak ditentukan sebelumnya dalam akad nikah. Bila terjadi demikian,
mahar tersebut mengikuti
mahar saudara perempuan pengantin wanita (bibi, bulek, anak
perempuan bibi/bulek), apabila tidak ada, maka mitsil itu beralih
dengan ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia. Mahar mitsil
juga terjadi apabila dalam keadaan sebagai berikut:
a) Nikah tafwid, yaitu nikah yang tidak disebutkan atau tidak
ditetapkan maharnya). Hal ini menurut jumhur ulama
diperbolehkan.
b) Kesepakatan tidak ada mahar bila tidak disebutkan kadar dan
besarnya ketika berlangsung akad nikah, kemudian suami
telah bercampur dengan istri, atau meninggal sebelum
bercampur.
c) Penyebutan mahar yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
diperbolehkan, seperti penyebutan mahar dengan bangkai atau
sesuatu yang dilarang.18
4. Mahar Menurut Ulama Mazhab
a. Imam Syafi’i

Mazhab Syafi'i mendefinisikan Mahar sebagai hadiah yang


diberikan oleh seorang laki-laki kepada istrinya sebagai hasil dari
hubungan seksual. Ia menegaskan, mahar bukan merupakan unsur
pokok perkawinan karena diberikan sebagai hadiah dan tanda kasih
sayang, bukan harus ditentukan dalam akad nikah. Kemudian
pentingnya mahar juga dijelaskan dalam kitab Fathul Qarib, salah
satu kitab Fiqh mazhab Syafi'i. Dijelaskan bahwa kata Shodaq yang
17
Beni Ahmad Saebani. Fiqih Munakahat (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009). Hlm. 275.
18
Ibid,.Hlm.276.

11
diucapkan dengan fatha pada huruf shod lebih shohih daripada

dengan kasroh yang berasal dari kata ‫ الصدق‬dan dibaca fathah pada
huruf shod yang merupakan nama tombak. Sedangkan menurut syara’
yaitu nama untuk harta yang harus diserahkan oleh seorang pria
kepada seorang wanita yang dinikahi, salahsatunya meninggal atau
karena wathi' syubhat. Walaupun diwajibkan oleh undang-undang,
namun adanya mahar dalam perkawinan bukan merupakan salah satu
unsur pokok dalam akad nikah. Karena perkawinan bukanlah akad
jual beli melainkan awal dari hubungan seumur hidup dan hak untuk
melakukan
hubungan seksual. 19

b. Imam Hanafi
Imam Hanafi mendefinisikan mahar sebagai harta yang diperoleh

seorang wanita melalui perkawinan. Jadi, menurut Imam Hanafi,


mahar adalah kumpulan harta yang menjadi hak seorang wanita baik
melalui perkawinan maupun hubungan seksual. Menurut penjelasan
ulama Hanafiyah tentang arti mahar, mahar adalah pemberian harta
yang wajib diberikan oleh suami pada saat akad nikah sebagai tanda
penerimaan sebelum ia diperbolehkan melakukan aktivitas seksual.
Menurut Imam Hanafi, pengertian lain dari mahar adalah harta yang
wajib diberikan oleh seorang laki-laki pada saat perkawinan sebagai
ganti dari kenikmatan seksual yang dialaminya. 20
c. Imam Maliki
Imam Maliki mendefinisikan mahar sebagai sesuatu yang
diberikan kepada seorang istri sebagai imbalan persetubuhan
dengannya. Imam Syafi’i mendefinisikan sebagai sesuatu yang
diwajibkan sebab pernikahan atau persetubuhan, atau lewatnya
kehormatan perempuan dengan tanpa daya seperti akibat susuan dan
mundurnya para saksi. Imam Malik berpendapat jika penundaan

19
Abdul Halim, Achmad Lubabul Chadziq, Kedudukan Perempuan Dalam Penentuan Mahar Menurut
Madzhab Sayfi’I Dan Hanafi. Jurnal Hukum Islam. Vol. 2, No. 2 (Oktober 2022). Hlm. 483-484.
20
Ibid,.Hlm.486.

12
pembayaran mahar diperbolehkan dengan syarat menyebutkan
tenggang waktu pembayaran mahar tersebut. Imam Malik juga
memberikan batasan waktu penundaan pembayaran mahar dan juga
menganjurkan pembayaran dengan sebagian mahar dimuka jika
hendak menggauli istrinya. Imam Malik mendasarkan pendapatnya
tersebut pada praktik amal perbuatan yang dilakukan oleh penduduk
madinah saat itu. Sementara bagai jumhur ulama Malikiyah
menyatakan mahar adalah rukun memandang dari sisi sah dan tidak
sahnya akad nikah bergantung dari eksitensi mahar yang termasuk
elemen pokok dalam nikah, sehingga posisi mahar sama dengan Al-
mahal (suami dan istri), al wali, dan al shigot (ijab dan kabul).21
d. Imam Hanbali
Imam Hanbali mendefinisikan mahar sebagai pengganti dalam akad
pernikahan, baik mahar ditentukan di dalam akad atau ditetapkan
setelahnya dengan keridaan kedua belah pihak atau hakim atau
pengganti dalam kondisi pernikahan seperti persetubuhan yang
memiliki syubhat dan persetubuhan secara paksa.22 Hambali
berpendapat bahwa tidak ada batas minimal dalam mahar. Hambali
mengatakan bahwa manakala salah satu di antara mereka meninggal
dunia sebelum terjadi percampuran, maka di tetapkan bahwa si istri
berhak atas mahar mitsli secara penuh sebagaimana ketentuan yang
berlaku bila suami telah mencapuri istrinya. Hambali berpendapat
bahwa barang siapa yang memperkosa seorang wanita, maka dia
harus membayar mahar mitsli, tetapi bila wanita itu bersedia
melakukannya (denag rela), maka laki-laki itu tidak harus membayar
mahar apapun.
Ulama Hanabilah berpendapat mahar adalah suatu imbalan
dalam nikah baik yang disebutkan di dalam akad atau yang
diwajibkan sesudahnya dengan kerelaan kedua belah pihak atau
hakim, atau imbalan dalam hal-hal yang menyerupai nikah seperti
watha’ syubhat dan watha’ yang dipaksakan. Ulama Hanabilah juga
mengatakan sah mahar berupa manfaat seperti halnya mahar berupa
21
Umi Hani, Analisa perbansdingan 4 Madzhab tentang Pernikahan Dalam Islam. Jurnal Komunikasi
Bisnis dan Manajemen, Vol.6, No.1 (Januari 2019).Hlm. 26-30.
22
Ibid,.Hlm.31.

13
benda. Seseorang menikah dengan seorang wanita dengan mahar
menggembalakan kambingnya atau membajak tanahnya dan
sebagainya maka mahar sah dengan syarat manfaat harus diketahui
(ma’lumah), apabila tidak diketahui (majhulah) maka penyebutan
mahar tidak sah dan diwajibkan mahar mitsil.
5. Mahar Dalam Kompilasi Hukum Islam
Maskawin atau mahar adalah tradisi yang ada di banyak
kebudayaan. Tak terkecuali dalam kebudayaan Islam, sebutannya
dikenal dengan istilah mahar. Semua mazhab fiqh sepakat
memandang mahar sebagai wajib. Undang-Undang Pernikahan Tahun
1974 yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pun
menyebutnya sebagai wajib, meski tanpa menyebut adanya sanksi
bagi pihak yang menolak memberi mahar. Namun, UU Pernikahan
menyebutkan kalau mahar ini tidak termasuk syarat maupun rukun
pernikahan. Tetapi, pernikahan tidak dapat dilangsungkan tanpa
kehadiran sebuah mahar.23
Jadi, wajibnya mahar ini menurut penulis, hanyalah wajib
menurut pandangan kebiasaan atau kepatutan, bukan kewajiban yang
absolute dari Tuhan. Kebiasan dan kepatutan adalah hukum yang
bersifat relatif dan tentatif, yakni mengandung kesementaraan dan
keterbatasan waktu. Bagi masyarakat Indonesia secara umum, mahar
tidak identik dengan sesuatu yang besar dan bernilai tinggi. 24 Mereka
cukup sederhana dalam menentukan besaran mahar, yang penting ada
kenangan dan kesan yang mendalam bahkan setelah bertahun-tahun
pernikahan.
Masyarakat kita memang menyukai simbol, karena maharpun
biasanya identik dengan simbol keagamaan atau kasih sayang.
Biasanya seperangkat alat shalat, ditambah beberapa gram perhiasan.
Ada juga yang bernilai besar, tapi tidak setara dengan kekayaannya,
karena mereka menginginkan sebuah kenangan. Dalam sebuah
pernikahan, nampaknya mahar di Indonesia menjadi aksesoris
pelengkap saja yang tidak banyak menyita pikiran orang. Pihak
23
Bukhari, Anwar, Maskawin Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Fiqih, Jurnal of Muslim Societies,
Vol. 4, No. 2 Desember 2022. Hlm.183-185.
24
Ibid,.Hlm.186.

14
mempelai maupun orangtua biasanya lebih ‘heboh’ dalam membahas
pesta pernikahan, prosesi, dan ritualnya daripada menyinggung soal
mahar. Mungkin juga ini adalah bentuk aplikasi budaya dan masih
melekat dalam masyarakat kita. Keunikan lain juga, biasanya mahar
hanya berupa hal-hal tertentu saja sebagaimana yang disebutkan di
atas, tetapi selain itu terkadang mempelai laki-laki malah memberikan
‘hadiah tunangan’ yang jumlahnya jauh lebih besar dan berlipat-lipat
dari mahar yang diberikan.
C. Walimatul ‘ursy
1. Pengertian Walimatul ‘ursy (Pesta perkawinan)
Walimah berasal dari kata walimah artinya pesta makan atau
dalam versi lain, walimah secara etimologi terbentuk dari kalimat
walm yang artinya berkumpul, dan secara syar’i bermakna sajian
makanan yang dihidangkan untuk merayakan suatu kebahagiaan
sedangkan al-‘ursy artinya pesta perkawinan.25
Menurut Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah walimah berarti
penyajian makanan untuk acara pesta. Ada juga yang mengatakan,
walimah berarti segala macam makanan yang dihidangkan untuk
acara pesta atau yang lainnya.26
Menurut imam Muhammad bin Ismail ash-Shan’ani, walimatul
‘ursy adalah sebagai tanda pengumuman (majelis) untuk pernikahan
yang menghalalkan hubungan suami isteri dan perpindahan status
kepemilikan.
Menurut Imam Ibnu Qudamah dan Syaikh Abu Malik Kamal as-
Sayyid Salim, “Al-Walimah merujuk kepada istilah untuk makanan
yang biasa disajikan (dihidangkan) pada upacara (majelis)
perkawinan secara khusus.
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, “Walimah juga dapat
diartikan dengan kata walm yang berarti perhimpunan, karena
pasangan suami istri berhimpun. Walimatul ‘ursy adalah hidangan
khusus dalam acara pernikahan yang dalam kamus bahasa Arab

25
Ahmad bin Umar As Syathiri.Al Yaqutunnafis.(Surabaya: Al Hidayah. 1369 H).Hlm.147.
26
Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah, Fiqhi Wanita Edisi Lengkap, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1996 ). Hlm. 516.

15
makna walimatul‘ursy adalah makanan acara pernikahan, atau setiap
makanan yang dibuat untuk undangan yang lainnya. 27
Berbagai penjelasan yang bersumber dari para ulama dan tokoh
Islam di atas maka yang dimaksudkan dengan walimatul‘ursy itu
adalah jamuan makan yang diadakan untuk merayakan pernikahan
pasangan pengantin. Sebagai salah satu uslub untuk mengumumkan
pernikahan kepada khalayak, agar tidak menimbulkan syubhat
(kecurigaan) dari masyarakat yang mengira orang yang sudah
melakukan akad nikah tersebut, melakukan perbuatan yang tidak
dibolehkan syara’ (berzina) karena belum diketahui statusnya (sudah
menikah) juga sebagai rasa syukur pada momen yang sangat
membahagiakan dalam kehidupan seseorang, maka dianjurkan untuk
mengadakan sebuah pesta perayaan pernikahan dan membagi
kebahagiaan itu kepada orang lain.
2. Dasar Hukum Walimatul ‘Ursy
Kalangan para ulama berbeda pendapat dalam memandang
hukum walimatul ‘ursy. Ada yang mewajibkan dan ada pula yang
berpendapat sebagai sunah muakkadah (dipentingkan).28
a. Walimatul ‘ursy Sebagai Suatu Kewajiban
Ulama yang mewajibkan walimah karena adanya perintah
Rasulullah saw. dan wajibnya memenuhi undangan walimah.
Rasulullah saw. Sendiri menyelenggarakan walimah ketika menikahi
istri-istrinya seperti dalam hadits dari Anas bin Malik r.a. ia berkata
yang artinya :
“Nabi Saw, menikahi Shafiyyah dan kemerdekaannya sebagai
maskawinnya, kemudian beliau menyelenggarakan walimah selama
tiga hari” (HR. al- Bukhari dan Muslim).
b. Walimatul ‘ursy Sebagai Sunnah Muakkadah
Mengadakan walimah pernikahan hukumnya Sunnah
Muakkadah. Bagi yang melangsungkan pernikahan dianjurkan untuk

27
Abu Malik Kamal as-Sayyid Salim, Shahih Fiqhus Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhih Mazahib al-
Arba’ah, Jus 3 (Cairo:Maktabah at-Tauqifiyyah).Hlm. 182.
28
Abdul ‘Azim Badawi, Al-Wajiz, Ensiklopedi Fiqih Islam Dalam Al-Qur’an dan As- Sunnah As-
Shahihah, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah).Hlm. 556.

16
mengadakan walimah menurut kemampuan masing-masing. Dalam
hal ini Rasulullah saw. bersabda kepada Abdurrahman bin Auf ketika
ia menikah, yang artinya :
“Semoga Alloh memberkahimu. Adakanlah walimah walau
hanya dengan menyembelih seekor kambing” (HR. al-Bukhari dan
Muslim).
Hadits di atas memberikan penekanan bahwa walimatul ’ursy itu
sangat dianjurkan Bahkan dalam hadits sebelumnya, Rasulullah Saw,
mengatakan berwalimahlah sekalipun hanya dengan seekor
kambing.29
3. Hukum Melaksanakan walimah Menurut Ulama Madzhab30
a. Imam Syafi’i
Walimah diambil dari kata walm yang berarti sebuah
perkumpulan, dikarenakan kumpulnya antara kedua mempelai. Juga
dikatakan bahwa walimah merupakan makanan yang disediakan
ketika acara pernikahan, atau semua jenis makanan yang disiapkan
untuk para tamu undangan. Syafi’iyyah menekankan bahwa hukum
walimah adalah sunnah muakkadah.
b. Imam Hanafi
Hanafiyyah berpendapat walimah itu adalah sunnah. Lebih jauh,
Hanafiyyah memandang, ketika seorang lelaki meminang wanita,
hendaklah ia mengundang kerabat-kerabatnya, tetangganya, teman-
temannya, dan menyediakan makanan bagi mereka atau menyembelih
seekor hewan bagi mereka.
c. Imam Maliki
Malikiyyah memandang bahwa hukumnya adalah Mandub.
d. Imam Hanbali
Hanabilah memandang bahwa hukumnya adalah Sunnah.
4. Waktu Pelaksanaan Walimah
Walimah bisa dilakukan kapan saja, bisa setelah
dilangsungkannya akad nikah dan bisa pula ditunda beberapa waktu
sampai berakhirnya hari-hari pengantin baru. Namun disenangi tiga
29
Abdul fatah Idris. Fikih Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta.2004). Hlm.248.
30
Haerul Akmal. Konsep walimah Dalam Pandangan Empat Imam Madzhab. Jurnal Tarjih Dan
Pengembangan Pemikiran Islam. Vol,!6.No.01.Hlm. 24.

17
hari setelah dukhul. Akan tetapi tidak ada batasan tertentu untuk
melaksanakannya, namun lebih diutamakan untuk menyelenggarakan
walimatul 'ursy setelah ''dukhul'', yaitu setelah pengantin melakukan
hubungan seksual setelah akad nikah Hal itu berdasarkan apa yang
selalu dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. yang juga tidak pernah
mengadakan walimatul 'ursy kecuali sesudah dukhul.31
5. Hiburan Atau Nyanyian Dalam Walimah
Termasuk salah satu cara mengumumkan pernikahan juga adalah
dengan adanya nyayian dan musik. Dalam ajaran Islam, nyanyian dan
musik diperbolehkan selama hal itu sebatas hiburan semata dan tidak
memamerkan aurat atau menjadi ajang perangsang syahwat. Hiburan
biasa saja, tanpa menimbulkan atau memamerkan sesuatu yang
dilarang oleh ajaran Islam, sah-sah saja. Di antara dalil boleh nya
nyanyian dalam resepsi pernikahan adalah hadits berikut :32

ِ ‫ت يِف النِّ َك‬


‫اح‬ ُّ ‫ص ٌل َما َبنْی َ احْلَالَ ِل َواحْلََر ِام الد‬
ُ ‫ُّف َوالص َّْو‬ ْ َ‫ ف‬.
Artinya:
“Pemisah antara yang halal dan yang haram di dalam
pernikahan adalah tabuhan rebana dan nyanyian.” (HR. Turmudzi).
6. Hidangan Dalam Walimah
Makanan adalah seluruh hal yang dapat dimakan, seperti: biji-
bijian, kurma dan daging, asalnya seluruh jenis makanan adalah halal,
berdasarkan keumuman firman Allah SWT. Dalam QS. Al-
Baqarah:29.

ِ ‫ُه َو الَّ ِذ ْي َخلَ َق لَ ُك ْم َّما ىِف ااْل َْر‬


‫ض مَجِ ْي ًعا‬
Artinya :
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu”. (QS Al-Baqarah:29).
Oleh karenanya, seluruh makanan hukumnya halal kecuali
terdapat dalil dari al-Qur’an atau As-Sunah atau Qiyas shahih yang
mengharamkannya. Syariat Islam telah mengharamkan berbagai

31
Ibnu Taimiyah. Majmu’ Fatawa Tentang Nikah. (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam.2002).Hlm.183.
32
Ibid,.Hlm.184.

18
macam makanan yang berbahaya bagi tubuh atau yang dapat
mmerusak akal. Sebagaimana juga telah diharamkan berbagai macam
makanan atas umat-umat terdahulu sebelum Islam, semata-mata
sebagai ujian bagi mereka. Makanan dalam resepsi pernikahan
semestinya halal dan baik, sehingga perbuatan yang dilakukan dalam
hal beribadah kepada Allah, mendapatkan keberkahan. Demikian pula
bahwa setiap makanan yang halal bagi seorang muslim tentu dapat
dihidangkan dalam resepsi pernikaha atau walimatul’ursy.33
7. Hukum Menghadiri Walimah
Secara umum menghadiri undangan bagi setiap orang yang
diundang oleh saudaranya yang muslim wajib hukumnya untuk
menghadirinya, selama tidak ada udzur untuk menghadirinya dan hal
itu merupakan fardlu ‘ain artinya setiap orang secara pribadi harus
menghadiri undangan tersebut tanpa diwakili oleh orang lain.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa mendatangi sebuah
walimatul ‘ursy, merupakan sebuah fardhu kifayah, yaitu sebuah
perbuatan yang apabila seseorang atau suatu kelompok telah
melakukannya maka orang yang lain dianggap gugur kewajibannya.
34
Mereka beranggapan bahwa esensi dan tujuan adanya sebuah
pernikahan itu adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat
bahwa pasangan ini telah menikah dan membedakannya dari
perbuatan zina. Menghadiri sebuah undangan walimatul ‘ursy
hukumnya wajib bagi mereka yang tidak mempunyai udzur, halangan.
Namun, bagi mereka yang ada udzur, atau halangan diperbolehkan
untuk tidak menghadirinya. 35
8. Hikmah Walimah
Ada beberapa hikmah dalam pelaksanaan Walimatul’ursy,
diantaranya :
a. Merupakan rasa syukur kepada Allah Swt.
b. Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang
tuanya.
33
Hafidz Abdurahman. Ushul Fiqhi Memabangun Paradigma Berfikir Syar’i (Bogor: Cet 3. Al-Azhar
Press.2015).Hlm.62.
34
Ibid,.Hlm.63.
35
Ibid,.Hlm.62.

19
c. Sebagai tanda resmi akad nikah.
d. Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami-istri.
e. Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah.
f. Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara mempelai
telah resmi menjadi suami istri, sehingga mastarakat tidak curiga
terhadap perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai.36

36
Ibid,.Hlm.67.

20
BAB 3
KESIMPULAN
1. Akad nikah adalah akad dihalalkannya istimta' (hubungan saling
menikmati) antara pasangan suami istri menurut syariat untuk
mewujudkan ketenteraman jiwa, melahirkan keturunan yang saleh, dan
bekerja sama membangun keluarga dan mendidik anak.
2. Adapun syarat-syarat ijab qabul antara lain:
a. Tamyiz, dalam arti sudah dewasa dan mempunyai akal sehat.
b. Bersatunya majelis pelaksanaan ijab qabul.
c. Adanya kesesuain antara ijab dan qabul.
d. Mendengar secara jelas dan memahami maksud dari ikrar yang
disampaikan oleh masing-masing pihak yang berakad.
3. mahar merupakan pemberian yang dilakukan oleh mempelai laki-laki
kepada mempelai perempuan yang hukumnya wajib, tetapi tidak
ditentukan bentuk dan jenisnya, besar dan kecilnya, baik dalam Al-
Quran maupun Al-Hadis.
4. walimatul‘ursy itu adalah jamuan makan yang diadakan untuk
merayakan pernikahan pasangan pengantin. Sebagai salah satu uslub
untuk mengumumkan pernikahan kepada khalayak, agar tidak
menimbulkan syubhat (kecurigaan) dari masyarakat.
5. Ada beberapa hikmah dalam pelaksanaan Walimatul’ursy, diantaranya :
a. Merupakan rasa syukur kepada Allah Swt.
b. Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya.
c. Sebagai tanda resmi akad nikah.
d. Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami-istri.
e. Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah.
f. Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara mempelai telah
resmi menjadi suami istri, sehingga mastarakat tidak curiga terhadap
perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai.

21
DAFTAR PUSTAKA

‘Azim Abdul Badawi, Al-Wajiz, Ensiklopedi Fiqih Islam


Dalam Al-Qur’an dan As- Sunnah As-Shahihah, Jakarta: Pustaka As-
Sunnah.

Abdurahman Hafidz. Ushul Fiqhi Memabangun Paradigma


Berfikir Syar’i Bogor: 2015 Cet 3. Al-Azhar Press.
Ahmad Beni Saebani. Perkawinan Dalam Hukum Islam Dan
Undang-Undang. Bandung: 2008 CV Pustaka Setia.

Ahmadi Moh. Studi Komperatif Antara Madzhab Hanafi Dan


Madzhab Syafi’I Tentang Penggunaan Lafadz Ijab Qabul Dalam
Perkawinan. 2019 Indonesia Jurnal of Islamic Law. Vol.2. No,1.

Akmal Haerul. Konsep walimah Dalam Pandangan Empat


Imam Madzhab. Jurnal Tarjih Dan Pengembangan Pemikiran Islam.
Vol,!6.No.01.

Az-Zuhaili Wahbah. Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Beirut: 2007


Dar al-Fikr.

Bukhari, Anwar, Maskawin Menurut Kompilasi Hukum Islam


Dan Fiqih, 2022 Jurnal of Muslim Societies, Vol. 4, No. 2.

fatah Abdul Idris. Fikih Islam Jakarta: 2004 PT Rineka Cipta.

Halim Abdul, Achmad Lubabul Chadziq, Kedudukan


Perempuan Dalam Penentuan Mahar Menurut Madzhab Sayfi’I Dan
Hanafi. 2002 Jurnal Hukum Islam. Vol. 2, No. 2.

Hani Umi, Analisa perbansdingan 4 Madzhab tentang


Pernikahan Dalam Islam. 2019 Jurnal Komunikasi Bisnis dan
Manajemen, Vol.6, No.1.

Ibnu Taimiyah. Majmu’ Fatawa Tentang Nikah. Jakarta


Selatan: 2002 Pustaka Azzam.

Khamil Syaikh Muhammad Uwaidah, Fiqhi Wanita Edisi


Lengkap, Jakarta: 1996 Pustaka Al-Kautsar.

22
Latupono Barzah. Kajian Tentang Perwalian Dalam Ijab
Qabul Perkawinan Menurut Hukum Islam. 2020 Lutur Law Jurnal.
Vol,1.No,1.

Mahmud Syaikh al-Misri, bekal pernikaha. Jakarta: 2016 Qisthi press

Malik Abu Kamal as-Sayyid Salim, Shahih Fiqhus Sunnah wa


Adillatuhu wa Taudhih Mazahib al-Arba’ah, Jus 3 Cairo:Maktabah
at-Tauqifiyyah.

Maula Ismatul, Mahar, Perjanjian Perkawinan Dan Walimah


Dalam Islam, 2019 Jurnal Kajian Hukum Dan Studi Islam. Vol. 1,
No. 1.

Said, Muchammad. Ali ijab Dalam Akad Nikah. 2011 Jurnal


Studi Komparatif Tentang Keabsahan Redaksi Ijab Perspektif Fikih
Empat Madzhab. UIN Maulana Malik Ibrahim.

Umar Ahmad bin As Syathiri.Al Yaqutunnafis. Surabaya:


1369 H Al Hidayah.

23

Anda mungkin juga menyukai