PELAKSANAAN NIKAH
Disusun Oleh :
FAKULTAS SYARIAH
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan hal esensial bagi kehidupan manusia, karena
disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga,
perkawinan juga merupakan kodrati manusia untuk memenuhi kebutuhan
biologis, sebenarnya sebuah perkawinan tidak hanya mengandung unsur
hubungan manusia dengan manusia yaitu hubungan keperdataan tetapi disisi
lain perkawinan juga memuat unsur sakralitas yaitu hubungan manusia
dengan Tuhannya. Hal ini terbukti bahwa semua agama mengatur tentang
pelaksanaan perkawinan dengan peraturannya masing-masing.
Peristiwa perkawinan merupakan salah satu tahapan yang dianggap
penting dalam kehidupan manusia dan telah dijalani selama berabad-abad
pada suatu kebudayaan dan komunitas agama. Sebagaimana orang
menganggapnya sebagai peristiwa sakral, sebagaimana peristiwa kelahiran
dan kematian yang diusahakan hanya terjadi sekali dalam seumur hidup.
B. Rumusan Masalah
1. Apa syarat dan rukun nikah?
2. Apa yang dimaksud ijab qobul?
3. Apa yang dimaksud wali?
4. Apa yang dimaksud saksi?
5. Apa yang dimaksud mahar?
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abd. Rahman Ghaszaly, Fiqih Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), hal. 22
2
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), hal. 68.
3
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992), hal. 116
Terhadap rukun diatas, maka akan dapat dijabarkan bahwa
syaratsyarat sah sebuah perkawinan itu antara lain :
a) Syarat adanya kedua mempelai
Syarat kedua mempelai dijabarkan secara rinci lagi didalam
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang seorang mempelai yang
dapat melakukan perkawinan adalah :
a. Calon mempelai laki-laki
bahwa ia betul laki-laki (terang/jelas)
Calon suami beragama islam
Akil baligh dan mukallaf
Calon mempelai laki-laki diketahui dan tertentu
Calon mempelai itu jelas halal dikawin dengan calon istri
Calon laki-laki tahu dan mengenal calon istri serta tahu betul
bahwa calon istrinya itu halal untuk dikawini
Calon suami itu rela untuk melakukan perkawinan
Tidak dalam kondisi sedang ihram baik haji ataupun umroh
Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri
Calon suami tidak sedang dalam keadaan beristri.4
b. Calon mempelai wanita
Beragama islam
Bahwa ia betul wanita (terang/jelas) dengan artian bukan seorang
khunsa.
Halal bagi calon mempelai laki-laki atau wanita itu bukan haram
untuk dikawini.
Calon mempelai wanita tidak dalam ikatan perkawinan
Calon mempelai wanita tidak dalam masa iddah
4
Umar Haris Sanjaya dan Ainur Rahim Fakih, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Gama Media,
2017), hal. 58
Tidak ada paksaan
Tidak dalam ihram baik haji ataupun umroh5
c. Syarat saksi :
Sekurang-kurangya dua orang
Islam
Berakal
Baligh
Laki-laki
Tidak terganggu ingatan dan tidak tuli
Memahami kandungan lafadz ijab dan qobul untuk memahami
terhadap maksud dari akad nikah.
Dapat mendengar, melihat dan bercakap
Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar, fasik artinya ia beragama
dengan baik)
Merdeka6
d. Syarat wali :
Seorang wali beragama islam
Akil baligh
Berakal sehat
Laki-laki
Adil.
Merdeka
Tidak dalam ihram baik haji ataupun umroh7
e. Syarat Ijab Qobul :
adanya pernyataan dari wali untuk mengkawinkan (ijab)
5
Ibid., hal. 59.
6
Ibid., hal. 60.
7
Ibid., hal. 62.
adanya pernyataan penerimaan dari mempelai pria (qobul)
ada kata-kata nikah atau kawin
tidak ada jeda waktu, ijab dan qobul menyambung
isi dari sighat ijab qobul jelas
ijab qobul dilaksanakan dalam satu majelis
forum ijab qobul itu dihadiri wali wanita (keberadaan mempelai
wanita boleh ada boleh tidak) , mempelai pria, dua orang saksi.8
B. Ijab Qobul
Ijab akad pernikahan ialah: "Serangkaian kata yang diucapkan oleh
wali nikah atau wakilnya dalam akad nikah, untuk menikahkan calon suami
atau wakilnya".9 Syarat-syarat ijab akad nikah ialah:
1. Dengan kata-kata tertentu dan tegas, yaitu diambil dari "nikah" atau
"tazwij" atau terjemahannya, misalnya: "Saya nikahkan Fulanah, atau saya
kawinkan Fulanah, atau saya perjodohkan - Fulanah"
2. Diucapkan oleh wali atau wakilnya.
3. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu, misalnya satu bulan, satu tahun dan
sebagainya.
4. Tidak digantungkan dengan sesuatu hal, misalnya: "Kalau anakku.
Fatimah telah lulus sarjana muda maka saya menikahkan Fatimah dengan
engkau Ali dengan masnikah seribu rupiah".
5. Ijab harus didengar oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik yang
berakad maupun saksi-saksinya. Ijab tidak boleh dengan bisik-bisik
sehingga tidak terdengar oleh orang lain.10
8
Ibid., hal. 67.
9
Slamet Abidin dan Aminuddin, Op.cit., hal. 65.
10
Ibid., hal. 65.
Qabul akad pernikahan ialah: "Serangkaian kata yang diucapkan oleh
calon suami atau wakilnya dalam akad nikah, untuk menerima nikah yang
disampaikan oleh wali nikah atau wakilnya.11 Syarat-syarat Qabul akad nikah
ialah
1. dengan kata-kata tertentu dan tegas, yaitu diambil dari kata "nikah" atau
"tazwij" atau terjemahannya, misalnya: "Saya terima nikahnya Fulanah".
2. Diucapkan oleh calon suami atau wakilnya.
3. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu, misalnya "Saya terima nikah si
Fulanah untuk masa satu bulan" dan sebagainya.
4. Tidak digantungkan dengan sesuatu hal, misalnya "Kalau saya telah
diangkat menjadi pegawai negeri maka saya terima nikahnya si Fulanah".
5. Beruntun dengan ijab, artinya Qabul diucapkan segera setelah ijab
diucapkan, tidak boleh mendahuluinya, atau berjarak waktu, atau diselingi
perbuatan lain.
6. Diucapkan dalam satu majelis dengan ijab.
7. Sesuai dengan ijab, artinya tidak bertentangan dengan ijab.
8. Qabul harus didengar oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik yang
berakad maupun saksi-saksinya. Qabul tidak boleh dengan bisik-bisik
sehingga tidak didengar oleh orang lain.12
Contoh ijab qabul akad pernikahan :
a) Wali mengijabkan dan mempelai laki-laki meng-qabulkan.
a. Ijab: “Ya Ali, ankahtuka Fatimah binti bimahri alfi rubiyatin hallan".
Dalam bahasa Indonesia: "Hai Ali, aku nikahkan (nikahkan) Fatimah
anak perempuanku dengan engkau dengan maskawin seribu rupiah
secara tunai".
11
Ibid., hal. 65.
12
Ibid., hal. 66.
b. Qabul: "Qabiltu nikahaha bil mahril madzkurihalan". Dalam bahasa
Indonesia: "Saya terima nikahnya Fatimah anak perempuan saudara
dengan saya dengan masnikah tersebut secara tunai".
b) Wali mewakilkan ijabnya dan mempelai laki-laki meng-qabulkan.
a. Ijab: "Ya Ali, ankahtuka Fathimata binta Muhammadin muwakkili
bimahri alfi rubiyatinhallan". Dalam bahasa Indonesia: "Hai Ali, aku
nikahkan Fatimah anak perempuan Muhammad yang telah
mewakilkan kepada saya dengan engkau dengan masnikah seribu
rupiah secara tunai"
b. Qabul: "Qabiltu nikahaha bimahri alfi rubiyatin halan". Dalam bahasa
Indonesia: "Saya terima nikahnya Fatimah anak perempuan
Muhammad dengan saya dengan masnkawin seribu rupiah secara
tunai".13
C. Wali Nikah
Wali dalam sebuah perkawinan dipersiapkan oleh salah satu
mempelai, yaitu oleh mempelai wanita. Wali diartikan sebagai orang yang
menikahkan seorang wanita dengan seorang pria. Secara umum yang
dimaksud dengan wali adalah seseorang yang akan kedudukannya berwenang
untuk bertindak terhadap dan atas nama orang lain.
Karena ini merupakan rukun dalam perkawinan, maka persyaratan
adanya wali harus dipenuhi oleh calon mempelai wanita untuk
menikahkannya. Sebuah perkawinan tanpa adanya wali, dapat dipastikan
perkawinan itu tidak sah. Sama halnya dengan persaksian, persoalan wali juga
diatur pada pasal 26 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang menjelaskan
bahwa perkawinan tidak sah bila dilakukan oleh wali nikah yang tidak sah.
Syarat untuk menjadi wali antara lain :
13
Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Nikah Islam dan Undang-Undang Nikah di Indonesia,
(Yogyakarta: Bina Cipta, 1978) hal. 26.
a. Seorang wali beragama islam
b. Akil baligh
c. Berakal sehat
d. Laki-laki
e. Adil Merdeka
f. Tidak dalam ihram baik haji ataupun umroh14
Ahmad Azhar Basyir menjelaskan bahwa wali nikah itu dibagi atas 3
macam yaitu wali mujbir, wali hakim, dan wali muhakkam.
1) Wali mujbir adalah wali yang memiliki hak untuk menikahkan seseorang
dibawah perwaliannya dengan tidak perlu memintakan izin atau kerelaan yang
bersangkutan dan ia berhak memaksa gadis dibawah perwaliannya untuk
dikawinkan dengan laki-laki tanpa izin gadis yang bersangkutan, sehingga
disebut wali mujbir. Wali mujbir ini hanya terdiri dari ayah dan kakek yang
dipandang paling besar rasa kasih sayangnya kepada perempuan dibawah
perwaliannya. Hal ini dilakukan karena gadis tersebut tidak pandai memilih
jodoh dan apabila dia di bebaskan memilih jodoh ditakutkan akan membawa
kerugian baginya.15
Dalam memaksa gadis yang dalam perwaliannya, wali mujbir tidak boleh
asal memilih pasangan, wali mujbir dituntut untuk mencarikan pasangan bagi
mempelai wanita dengan syarat :
a. Laki-laki pilihan wali haruslah kufu (seimbang) dengan gadis yang
dikawinkan
b. Antara wali dan mujbir tidak ada permusuhan.
c. Antara gadis dan laki-laki calon suami tidak ada permusuhan.
d. Calon suami harus membayar mas kawin secara tunai.
14
Umar Haris Sanjaya dan Ainur Rahim Faqih, Op.cit, hal. 64
15
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, cetakan ke 11, (Yogyakarta, UII Press, 2011) hal. 42
e. Calon suami mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada sang
istri dengan baik. 16
2) wali hakim, wali hakim yang dimaksud oleh Ahmad Azhar Basyir
samadengan wali hakim yang ada pada perumusan di Kompilasi Hukum
Islam. Wali hakim yaitu wali yang diberi kuasa untuk menjadi wali sepasang
mempelai dikarenakan wali yang paling dekat sedang tidak ada ditempat atau
sudah meninggal. Kemudian wali tesebut bepindah kepada kepala Negara. Di
Indonesia menteri agama diberi kewenangan oleh presiden untuk menjadi
wali, kemudian menteri agama memberikan kewenangan tersebut kepada
pegawai pencatat nikah sebagai wali hakim. Tentunya hal ini harus
berdasarkan putusan Pengadilan Agama sebagaimana hukum acara yang
berlaku dalam menentukan wali hakim.
Wali hakim disini dalam kedudukannya sebagai pengganti dari wali
nasab. Artinya apabila wali nasab berhalangan, maka wali hakim dapat
mengganti kedudukannya. Syarat wali hakim dapat mengganti kedudukan
wali nasab bila :
a. Wali nasab tidak ada
b. Wali nasab sedang berpergian jauh dan tidak sempat menjadi wali
c. Tidak diketahui tempat tinggalnya/ghaib
d. Wali nasab kehilangan haknya
e. Wali nasab sedang berihram atau haji
f. Wali nasab menolak menjadi wali
3) wali muhakkam. Yaitu dimana dalam keadaan tertentu apabila wali nasab
tidak dapat bertindak sebagai wali karena tidak memenuhi syarat atau
menolak dan wali hakim pun tidak dapat bertindak sebagai wali nasab
16
Ibid., hal. 43
dikarenakan berbagai sebab,sehingga mempelai yang bersangkutan dapat
menunjuk seseorang menjadi walinya. Inilah yang disebut wali muhakkam.17
D. Saksi
Secara etimologi saksi adalah orang melihat atau mengetahui sendiri suatu
peristiwa (kejadian). jika dikaitkan dengan peristiwa pernikahan, maka saksi
merupakan orang yang harus melihat secara langsung proses akad nikah yang
dilakukan oleh kedua belahpihak, oleh karena itu kehadirannya dalam prosesi
akad nikah dunilai sangat penting. Adapun syarat-syarat saksi nikah yaitu
a. Balig dan berakal sehat
Maka tidak sah persaksisannya seoarang anak kecil dan orang gila
karena persaksian mereka tidak sesuai dengan pentingnya pernikahan
sedangkan tujuan dari persaksian itu adalah untuk mengumumkan atau
menyebarkan dan menghargai proses pernikahan.
b. Adil
Saksi itu harus adil agar dapat menegakkan kesaksian karena allah hal
ini berdasarkan surat Ath-Thalaq, ayat 2:
وف َوأ َ ۡش ِهدُواْ ذَ َو ۡي َع ۡد ٖل ِمن ُك ۡم ٖ ارقُوه َُّن ِب َمعۡ ُر ِ َفَإِذَا َبلَ ۡغنَ أ َ َجلَ ُه َّن فَأ َ ۡم ِس ُكوه َُّن ِب َمعۡ ُروفٍ أَ ۡو ف
ِ َّ ٱلِلِ َو ۡٱليَ ۡو ِم ۡٱۡل ٓ ِخ ِۚ ِر َو َمن يَت
ُ ق ٱ َّلِلَ يَ ۡجعَل لَّ ۥه ُ لِلِ َٰذَ ِل ُك ۡم يُو َع
َّ ظ بِِۦه َمن َكانَ يُ ۡؤ ِمنُ ِب َّ َوأَقِي ُمواْ ٱل
ِۚ َّ ِ َ ش َٰ َهدَة
َم ۡخ َر ٗجا
”Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah
diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar.”
17
Ibid., hal. 44
c. Berjumlah dua orang
Karena jika ada satu orang saksi yang lupa, maka yang lainnya buisa
mengigatkannya. Menurut jumhur ulama tidak sah persaksian satu
orang, berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 282.
َ َان ِم َّمن ت َۡر
َض ۡونَ ِمن ِ ل َو ۡٱم َرأ َتٞ ش ِهيدَ ۡي ِن ِمن ِر َجا ِل ُك ۡ ۖۡم َفإِن َّل ۡم َي ُكونَا َر ُج َل ۡي ِن َف َر ُج َ ْٱست َۡش ِهد ُوا
ۡ َو
ْش َهدَآ ُء إِذَا َما دُعُو ِۚا َ َض َّل إِ ۡحدَ َٰى ُه َما فَتُذَ ِك َر إِ ۡحدَ َٰى ُه َما ۡٱۡل ُ ۡخ َر َِٰۚى َو َل يَ ۡأ
ُّ ب ٱل ِ ش َهدَآ ِء أَن تُّ ٱل
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan d ari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya
jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka
dipanggil….(QS. Al-Baqarah;282).
d. Muslim
Tidak sah persaksian dari nin muslim, ini adalah pendapat jumhur
ulama’ karena tujuannya agar pernikahan itu bisa diberitahukan ke
sesama muslim lainnya.
e. Sehat jasmani.18
18
Ali mansuri, 2017, Hukum Dan Etika Pernikahan Dalam Islam, Malang, UB Press, Hal 75-76.
kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa(memederkakan,
mengajar, dan lain sebagainya).”
a. Dasar hukum mahar
ِۚ َٰ َ سا ٓ َء
ٓ صدُقَتِ ِه َّن نِ ۡحلَ ٗة فَإِن ِط ۡبنَ لَ ُك ۡم َعن ش َۡي ٖء ِم ۡنهُ ن َۡفسٗ ا فَ ُكلُوهُ َهنِ ٓئا َّم ِر
ئا َ َِو َءاتُواْ ٱلن
b. Macam-macam mahar
Mahar musamma
Yaitu mahar mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar
dan besarnya ketika akad nikah. Atau mahar yang dinyatakan
kadarnya pada waktu akad nikah.
Mahar mitsli (sepadan)
Yaitu mahar yang tidak disebutkan besar kadarnya pada saat
sebelum ataupun ketika terjadi pernikahan.
c. Syarat-syarat mahar
Harta berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga
walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar,
mahar sedikit, tapi bernilai sah disebut mahar.
Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar
dengan memberikan khamer, babi, atau darah, karena semua itu
haram dan tidak berharga.
Barangnya bukan barang ghasab artinya mengambil barang
milik orang lain tanpa seizinnya namun tidak bermaksud untuk
memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya kelak.
Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi
akadnya tetap sah.
Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sah mahar
dengan memberikan barang yang tidak jelas keadaannya, atau
tidak disebutkan jenisnya.19
19
Tihami, 2014, Fikih Munakahat: Kajian Fiqih Nikah Lengkap, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
Hal 36-39.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA