Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah dibumi ini. Maka
keberadaannya dibumi sangat dibutuhkan agar kelangsungan hidup
manusia tetap lestari. Oleh karena itu, manusia dianjurkan untuk menikah
bagi yang sudah mampu dari segi apapun. Selain untuk menghindari
perzinaan, nikah juga merupakan sunnatullah. Dalam masalah pernikahan
ini, tentunya ada ketentuan-ketentuan tersendiri. Agama Islam juga telah
mengatur tentang tata cara pernikahan, di antaranya adalah masalah sighot
akad nikah, dan wali nikah. Hal ini mempunyai maksud agar nantinya
tujuan dari pernikahan yaitu terwujudnya keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah dapat tercapai tanpa suatu halangan apapun.
Selanjutnya makalah ini dibuat juga, untuk memberikan informasi
baik bagi pembaca maupun bagi pemakalah sendiri, Mengenai tambahan
pengetahuan yang lebih dalam lagi mengenai akad, wali dan saksi dalam
nikah serta hal-hal yang berkaitan dengannya.
B. Pokok Bahasan
1. Apa pengertian akad nikah?
2. Apa saja syarat akad nikah?
3. Hukum akad nikah orang yang bisu?
4. Hukum akad nikah yang hanya dihadiri salah satu pihak?

1|Fiqh Munakahat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pergertian Akad (Shigot) dalam Pernikahan


Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung anrata dua pihak yang
melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul1. Ijab adalah
pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau
transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan
adanya terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak suami atau dari pihak
istri. Sedangkan qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik
berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan
ridhanya.2
Ulama sepakat menetapkan ijab dan qabul itu sebagai rukun pernikahan.
Untuk sahnya suatu akad perkawinan disyaratkan beberapa syarat. Di antara
syarat tersebut ada yang disepakati oleh ulama dan diantaranya diperselisihkan
oleh ulama. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul.
2. Materi dari ijab dan qobul tidak boleh berbeda, seperti nama
perempuan secara lengkap dan bentuk mahar yang disebutkan.
3. Ijab dab qabul harus diucapkan secara bersambungan tanpa terputus
walaupun sesaat. Ulama Malikiyah memperbolehkan terlambatnya
ucapan qabul dari ucapan ijab, bila keterlambatan itu hanya dalam
waktu yang pendek.
4. Ijab dan qabul tidak boleh dengan menggunakan ungkapan yang
bersifat membatasi masa berlangsungnya perkawinan, karena
perkawinan itu ditujukan untuk selama hidup.
Ijab dan qabul mesti meggunakan lafadz yang jelas dan terus terang.
Tidak boleh menggunakan ucapan sindiran. Pelaksanaan ijab bisa

1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2006), hal.61
2
Abdul Aziz M. & Abdul Wahhab S. ,Fiqh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2001), hal.59

2|Fiqh Munakahat
dilakukan oleh walinya sendiri (ayah atau kakek) atau diwakilkan
pada orang lain.
Berikut adalah bacaan ijab kabul dalam bahasa Indonesia.
Bacaan Ijab:
“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara/ananda (nama
pengantin laki-laki) bin (nama ayah pengantin laki-laki) dengan
anak saya yang bernama (nama pengantin perempuan) dengan
maskawinnya berupa (mahar/mas kawin), tunai.”
Bacaan Kabul:
"Saya terima nikahnya dan kawinnya (nama pengantin
perempuan) binti (nama ayah pengantin perempuan)
dengan maskawinnya yang tersebut, tunai.”

B. Rukun dan Syarat Nikah


Rukun Nikah menurut hukum Islam meliputi lima hal yaitu : (1)
calon suami, (2) calon istri, (3) wali, (4) saksi, (5) ijab Kabul.
a. Calon Mempelai
Yaitu calon suami dan calon istri, biasanya hadir dalam upacara
pernikahan. Calon istri selalu ada dalam upacara tersebut, tetapi calon
suami mungkin karena suatu keadaan, dapat mewakilkan kepada orang
lain dalam ijab kabul.
b. Wali Nikah
Wali yang menjadi rukun nikah adalah wali nasab yaitu wali yang
mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai wanita. Wali nasab
dapat digantikan oleh wali hakim yaitu petugas pencatat nikah.
c. Saksi
Saksi dalam pernikahan harus terdiri dari dua orang yang memenuhi
syarat.
d. Ijab Kabul

3|Fiqh Munakahat
Tentang pelaksanaan ijab kabul atau akad, pernikahan harus dimulai
dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul. Menurut pengertian hukum
perkawinnan, ijab adalah penegasan kehendak untuk mengikatkan diri
dalam ikatan perkawinan dari (wali) pihak wanita kepada calon mempelai
pria. Qabul adalah penegasan untuk menerima ikatan perkawinan tersebut
yang diucapkan oleh mempelai pria.
1) Syarat Nikah
a. Persyaratan Yang berhubungan dengan Kedua Calon Mempelai
Syarat perkawinan yang berhubungan dengan kedua calon mempelai
adalah :
1) Keduanya memiliki identitas dan keberadaan yang jelas.
2) Keduanya beragama Islam.
3) Keduanya tidak dilarang melangsungkan perkawinan, mengingat
ada beberapa larangan dalam perkawinan Islam, yaitu :
a) Larangan karena perbedaan agama
b) Larangan karena hubungan darah
c) Larangan karena hubungan perkawinan
d) Larangan karena hubungan sepersusuan
e) Larangan melakukan poliandri
4) Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melaksanakan
perkawinan
5) Unsur kafa’ah (kesamaan) antara kedua pihak
6) Persetujuan dari kedua belah pihak
7) Adanya hak dan kewajiban pada suami istri
Setelah kedua calon pengantin mengikat tali perkawinan, maka
keduanya pun terikat sebagai suami istri. Dalam hal ini ada tiga
hal:
a) Kewajiban Suami
Ada dua macam kewajiban suami terhadap istrinya, yaitu
kewajiban yang bersifat materi dan non-materi. Kewajiban
yang bersifat materi, disamping berupa mahr (maskawin),

4|Fiqh Munakahat
adalah memberi nafkah. Kewajiban yang bersifat non-materi
adalah mempergauli istri dengan baik.

b) Kewajiban Istri
Kewajiban istri terhadap suami yang merupakan hak suami dan
istrinya, adalah:
1) menggauli suami sesuai dengan kudratnya secara layak
sebagaimana dapat dipahamkan dari (QS Al-Nisa’ : 19)

‫َيا َأُّيَه ا اَّلِذ يَن آَم ُنوا ال َيِح ُّل َلُك ْم َأْن َتِر ُثوا الِّنَس اَء َك ْر ًه ا َو ال َتْع ُض ُلوُه َّن‬

‫ِلَت ْذ َه ُبوا ِبَبْع ِض َم ا آَتْيُتُم وُه َّن ِإال َأْن َي ْأِتيَن ِبَف اِح َش ٍة ُمَبِّيَن ٍة َو َعاِش ُر وُه َّن‬
‫الَّل ُه ِفيِه‬ ‫ِف ِإ‬ ‫ِب‬
‫اْلَم ْع ُر و َف ْن َك ِر ْهُتُم وُه َّن َفَعَس ى َأْن َتْك َر ُه وا َش ْيًئا َو َيْجَع َل‬
‫َخ ْيًر ا َك ِثيًر ا‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi
kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan
janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata . Dan bergaullah dengan mereka
secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka,
(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.
2) taat dan patuh pada suami selama suami tidak menyuruh
melakukan perbuatan maksiat atau yang dilarang agama.
c) Hak dan Kewajiban Suami Istri

5|Fiqh Munakahat
Menyangkut hak dan kewajiban bersama antara suami dan istri
adalah (1) melakukan hubungan suami istri; (2) menjaga
silaturrahmi dengan keluarga kedua belah pihak; (3)
memelihara dan mendidik anak; (4) memelihara kerukunan
hidup berumah tangga.3

C. Redaksi Akad Nikah


Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa bacaan ini bisa dilakukan dalam
berbagai bahasa.

1. Bacaan Ijab Kabul dalam Bahasa Indonesia


Di bawah ini adalah bacaan dalam Bahasa Indonesia, antara lain:

Bacaan Ijab:

“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara/ananda (nama pengantin


laki-laki) bin (nama ayah pengantin laki-laki) dengan anak saya yang bernama
(nama pengantin perempuan) dengan maskawinnya berupa (mahar/mas
kawin), tunai.”
Bacaan Kabul:

“Saya terima nikahnya dan kawinnya (nama pengantin perempuan) binti


(nama ayah pengantin perempuan) dengan mas kawinnya yang tersebut,
tunai.”

2. Bacaan Ijab Kabul dalam Bahasa Arab


3
Hassan saleh,...hal.299-301

6|Fiqh Munakahat
Setelah mengetahui bacaan dalam Bahasa Indonesia, maka sekarang kita akan
membahas mengenai bacaan dalam Bahasa Arab.

Bacaan Ijab:

‫ حاال‬... ‫ على المهر‬... ‫أنكحتك أو زوجتك مخطوبتك بنتي‬

“Ankahtuka wa zawwajtuka makhtubataka binti (nama pengantin perempuan)


alal mahri (mahar/mas kawin) hallan.”

Artinya: “Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan


pinanganmu, puteriku (nama pengantin perempuan) dengan mahar
(mahar/mas kawin) dibayar tunai.”

Bacaan Kabul:

‫َقِبْلُت ِنَك اَح َها َو َتْز ِوْيَج َه ا َع َلى اْلَم ْه ِر اْلَم ْذ ُك ْو ِر َو َرِض ْيُت ِب ِه َو ُهللا َو ِلُّي‬
‫الَّتْو ِفْيِق‬
“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi,
wallahu waliyyu taufiq.”

Artinya: “Saya terima nikah dan kawinnya dengan mahar yang telah
disebutkan, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan
anugerah.”

3. Bacaan Ijab Kabul dalam Bahasa Inggris


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa bisa dilakukan dengan
berbagai macam bahasa, termasuk juga Bahasa Inggris. Berikut ini adalah
bacaan dalam Bahasa Inggris:

7|Fiqh Munakahat
Bacaan Ijab:

“Mr. (nama pengantin pria) son of (nama ayah pengantin pria) I marry off my
daughter, (nama pengantin perempuan) to you with the mahr agreed upon.”

Bacaan Kabul:

“I accept marrying your daughter, (nama pengantin perempuan) with the mahr
agreed upon.”

4. Bacaan Ijab Kabul dalam Bahasa Sunda


Di daerah tertentu, mereka bisa saja membuat bacaan dengan bahasa
daerahnya sendiri Hal itu dikarenakan adanya penyesuaian bahasa yang
digunakan di daerah tersebut. Berikut ini adalah bacaan dalam Bahasa Sunda.

Bacaan Ijab:

“(Nama pengantin laki-laki), Bapa nikahkeun hidep ka (nama Pengantin


perempuan), putra teges bapa, kalayan nganggo mas kawin ku (mahar/mas
kawin), dibayar kontan.”

Bacaan Kabul:

“Tarima abdi nikah ka (nama pengantin perempuan), putra teges Bapa,


kalayan nganggo maskawin ku (mahar/mas kawin), dibayar kontan.”

5. Bacaan Ijab Kabul dalam Bahasa Jawa

8|Fiqh Munakahat
Berbeda daerah, maka akan berbeda juga bahasa ijabnya. Berikut ini adalah
contoh bacaan dalam Bahasa Jawa:

Bacaan Ijab:

“Anak Mas (nama pengantin pria) Kanthi ngucap bismillahirrahmanirrahim,


aku nikahake lan tak jodohake anakku (nama pengantin perempuan) pikantuk
sliramu, kanthi mas kawin (mas kawin) ingkang kudu dibayar lunas.”

Bacaan Kabul:

“Kulo tampi nikahipun (nama pengantin perempuan) putro panjenengan,


kagem kulo piyambak, kanti mas kawin ingkang sampun kasebat, kulo bayar
lunas.”

6. Bacaan Ijab Kabul dengan Bahasa Isyarat


Mungkin banyak dari kita yang penasaran dengan bagaimana cara
melakukannya bagi teman tuli ataupun bisu. Ternyata, mereka akan
menggunakan bahasa isyarat untuk melakukan prosesi akad. Tentang ijab
kabul yang menggunakan bahasa isyarat juga sudah dijelaskan oleh Imam
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab yang berjudul Tuhfatul Muhtaj saat
membicarakan rukun-rukun nikah.

Di dalam kitab tersebut, Imam Ibnu Hajar mengatakan:

“Adalah sah nikahnya seorang disabilitas rungu dengan bentuk memberikan


isyarat (ketika terjadi ijab kabul) yang tidak hanya orang pandai saja yang
memahami isyaratnya (artinya semua orang yang ada di tempat itu memahami
isyarat ijab qabulnya).

9|Fiqh Munakahat
Begitu juga pernikahan disabilitas rungu dihukumi sah (yang mana saat terjadi
ijab qabul) dia menggunakan tulisan dan tidak ada yang berbeda pendapat
sesuai dengan kitab Majmu Imam Nawawi”.

Jadi, bahasa isyarat yang mudah dipahami dapat dijadikan sebagai salah satu
cara melakukan ijab kabul yang sah. Bahkan dengan tulisan juga bisa
dilakukan jika bahasa isyaratnya sulit untuk dimengerti dan tidak mungkin
untuk diwakilkan.

Lalu, bagaimana dengan jabat tangan yang biasanya dilakukan ketika


melakukan prosesi ijab kabul? Jadi, jabat tangan sendiri bukan menjadi salah
satu syarat ataupun kewajiban ijab kabul yang sah. Sehingga seseorang yang
tidak mempunyai tangan atau cacat fisik akan tetap bisa melakukan
pernikahan dengan sah tanpa perlu melakukan jabat tangan.

Kado Pernikahan Istimewa

Makna Ijab Kabul


Ijab kabul sendiri bisa diartikan sebagai sebuah ucapan yang dikatakan
sebagai proses tanda serah-terima suatu barang antara kedua belah pihak.
Dimana hal ini ternyata digunakan dalam berbagai macam bentuk perjanjian,
termasuk juga pernikahan. Di dalam konteks pernikahan, ijab ini bisa diartikan
sebagai proses saat orang tua mempelai perempuan menyerahkan putrinya
untuk dinikahi oleh seorang laki-laki dan mempelai laki-laki menerima
mempelai perempuan untuk dinikahi. Dengan adanya prosesi ijab kabul ini,
suatu pernikahan dianggap sah karena sudah terikat dengan perjanjian yang
dilakukan ketika akad berlangsung.

Tata Cara Ijab Kabul

10 | F i q h M u n a k a h a t
Terdapat serangkaian acara yang akan dilaksanakan di dalam proses ijab kabul
dalam akad nikah. Dikutip dari buku yang berjudul Hukum Adat di Indonesia
karya Dr. Siska Lis Sulistiani, M.Ag., M.E.Sy, berikut tata cara pelaksanaan
ijab kabul:

1. Wali Nikah dan Mempelai Laki-laki Wajib Dipertemukan


Langkah yang pertama untuk memulai proses ijab kabul yaitu dengan
mempertemukan mempelai laki-laki dengan wali nikah yang kemudian
keduanya saling berhadapan. Selain itu, mempelai laki-laki dan wali nikah
didampingi oleh dua orang saksi yang berdiri untuk menyaksikan prosesi akad
nikah berlangsung.

2. Khutbah Nikah
Setelah keduanya dipertemukan, mempelai laki-laki dan wali nikah akan
membacakan khutbah nikah yang dibawakan oleh imam ataupun penghulu
sebelum proses pembacaan ijab kabul dimulai.

3. Mempelai Laki-laki Melafalkan Bacaan Tertentu


Dengan dibimbing oleh imam, mempelai pria dianjurkan untuk membaca
beberapa bacaan doa, seperti kalimat istighfar, dua kalimat syahadat, dan juga
shalawat sebelum nantinya membacakan ijab kabul.

4. Membaca Ijab Kabul


Setelah itu, mempelai pria akan membacakan ijab kabul. Mempelai pria dan
juga wali nikah harus saling berpegangan tangan kanan sebagai sebuah tanda
berlangsungnya proses serah-terima atau akad. Pembacaan ijab kabul tersebut
dimulai dengan wali nikah yang membacakan ijab sesuai dengan ketentuan
yang ada. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembacaan kabul atau tanda terima

11 | F i q h M u n a k a h a t
dari laki-laki. Kemudian pembacaan ijab kabul selesai, saksi akan memberikan
pernyataan sah terkait proses akad yang sudah dilangsungkan.

5. Pembacaan Doa Penutup


Jika ijab kabul sudah dianggap sah bagi para saksi, maka pembacaan ijab
kabul dilanjutkan dengan melafalkan doa penutup, Berikut ini adalah doa
penutup setelah pembacaan ijab kabul.

(Allahhumma biamaaanatika akhattuhaa, wa bikalimaaatika istahlaltu


farjahaaa, fain qadhayta lii minhaa waladan faj’alhu mubaarakan syawiyyaa,
walaa taj’al lissyaithaani fiihi syariikan walâa nashibaa)

Artinya: “Ya Allah, dengan amanat-Mu ku jadikan ia istriku dan dengan


kalimat-kalimat-Mu dihalalkan bagiku kehormatannya. Jika Kau tetapkan
bagiku memiliki keturunan darinya, jadikan keturunanku keberkahan dan
kemuliaan, dan jangan jadikan setan ikut serta dan mengambil bagian di
dalamnya”.

6. Penandatangan Buku Nikah


Saat doa penutup selesai dibacakan, proses akad nikah akan dilanjutkan
dengan penandatanganan buku nikah oleh kedua mempelai disaksikan oleh
petugas pencatat nikah dan juga penghulu. Buku nikah sendiri menjadi salah
satu dokumen sah untuk pasangan suami istri yang sudah menikah dan dicatat
dalam dokumen negara.

D. Hukum Akad Nikah Orang Yang Bisu.


Dasar Hukum Imam Syafi’i Tentang Diperbolehkannya Akad Nikah Dengan
Tulisan Dan Isyarat Dalam hal istinbat al-hukm Imam Syafi’i mempunyai

12 | F i q h M u n a k a h a t
metode yang mana beliau dengan menggunakan Ushul Fiqh, yaitu dengan
sumber hukum yang pertama al-Qur’an dan bila mana tidak ada ketetapannya
beliau gunakan as-Sunnah dan bila belum maka menggunakan ijmak para
Ulama Mujtahidin. Imam Syafi’i pun juga menggali hukum dengan
pertimbangan konteks masalah dengan akibat hukumnya. Pertama, Mengenai
sah atau tidaknya akad nikah dengan tulisan, Imam Syafi’i berpendapat sah
atau boleh dengan tulisan dengan syarat ada orang yang membacakan
tulisannya adalah sebagai wakilnya, kalau tidak sebagai wakilnya maka akad
nikahnya rusak atau tidak sah. Dan juga Imam Syafi’i berpendapat sahnya
akad nikah seorang bisu
(tunawicara) dengan isyarat karena tidak dapat
menulis, tapi kalau bisa menulis sebaiknya
menggunakan isyarat dan tulisan dipadukan.
Imam Ghazali dalam kitab syarah Irsyad wa al-Minhaj berfatwa, “Bahwa akad
nikahnya orang bisu dianggap sah dengan isyarah yang jelas (memahamkan
para saksi dan wali atau yang mewakilinya).(Masyhur, 2005:319).
Mengenai akad nikah dijelaskan dalam KHI dalam pasal-pasal dibawah ini:
Pasal 27 Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas
beruntun dan tidak berselang waktu.
Pasal 28 Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi olehwali nikah yang
bersangkutan. Wali nikah mewakilkan kepada orang lain.
Pasal 29
(1) Yang berhak mengucapkan kabul ialah calon mempelai pria secara pribadi.
(2) Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan kepada pria
lain sengan ketentuan calon mempelai pria memeberi kuasa yang tegas secara
tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai
pria.
(3) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai
pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.

E.Hukum akad nikah yang hanya dihadiri salah satu pihak

13 | F i q h M u n a k a h a t
mengenai sahnya perkawinan, Pasal 2 UU Perkawinan menyatakan bahwa
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama
dan kepercayaan masing-masing. Sehingga, bila berdasarkan keterangan Anda
sebagai pemeluk agama Islam, untuk menentukan hukum akad nikah tanpa
adanya wali adalah dengan hukum Islam.

Menurut Pasal 14 KHI, untuk melaksanakan perkawinan harus ada;


1.calon suami;
2.calon istri;
3.wali nikah;
4.dua orang saksi; dan
5.ijab dan kabul.
Menurut hukum Islam, kelima rukun tersebut harus dipenuhi agar perkawinan
sah. Dengan demikian, hukum akad nikah tanpa adanya wali menurut hukum
Islam adalah tidak sah.

1. Pengertian wali
Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus
dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk
menikahkannya. Wali bertindak sebagai orang yang mengakadkan
nikah menjadi sah. Nikah tidak sah tanpa adanya wali. Secara
etimologis “wali‟ mempunyai arti pelindung, penolong, atau
penguasa. Wali mempunyai banyak arti, antara lain:
a. Orang yang menurut hukum (agama atau adat) diserahi
kewajiban mengurus anak yatim serta hartanya sebelum anak
itu dewasa.
b. Pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu
yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki).
c. Orang saleh (suci) penyebar agama.

14 | F i q h M u n a k a h a t
d. Kepala pemerintah dan sebagainya.4
Arti-arti wali di atas pemakaiannya dapat disesuaikan dengan
konteks kalimat. Adapun yang dimaksud wali dalam hal
pernikahan yaitu sesuai dengan poin b yaitu, Orang yang berhak
menikahkan seorang perempuan ialah wali yang bersangkutan,
apabila wali yang bersangkutan tidak sanggup bertindak sebagai
wali, maka hak kewaliannya dapat dialihkan kepada orang lain.
2. Kedudukan Wali Dalam Pernikahan
Dasar hukum yang mengatur tentang adanya wali masih
banyak di bicarakan dalam berbagai literatur. Menurut jumhur
ulama‟ keberadaan wali dalam sebuah pernikahan didasarkan pada
sejumlah nash al-Qur‟an dan Hadist. Nash Al-Qur‟an yang
digunakan sebagai dalil adanya wali dalam pernikahan diantaranya
adalah :
‫ِك‬
‫َو ِإَذا َطَّلْق ُتُم الِّنَس اَء َفَبَلْغَن َأَج َلُه َّن َفال َتْع ُض ُلوُه َّن َأْن َيْن ْح َن َأْز َو اَجُه َّن ِإَذا َتَر اَض ْو ا َبْيَنُه ْم‬
‫ِم ِخ ِل‬ ‫ِم ِب َّل ِه‬ ‫ِم‬ ‫ِبِه‬ ‫ِف ِل‬ ‫ِب‬
‫اْلَم ْع ُر و َذ َك ُيوَعُظ َمْن َك اَن ْنُك ْم ُيْؤ ُن ال َو اْلَيْو اآل ِر َذ ُك ْم َأْز َك ى َلُك ْم َو َأْطَه ُر‬

‫َو الَّلُه َيْع َلُم َو َأْنُتْم ال َتْع َلُم وَن‬

Artinya: ”Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa


iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka
kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat
kerelaan diantara mereka dengan cara yang ma'ruf”. (Q.S. al -
Baqarah: 232)
Asbabun nuzul ayat ini adalah berdasarkan suatu riwayat bahwa
Ma’qil Ibn Yasar menikahkan saudara perempuannya kepada seorang
laki-laki muslim. Beberapa lama kemudian diceraikannya dengan satu
talak, setelah habis waktu masa iddahnya mereka berdua ingin

4
Tihami Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), hal. 89-90

15 | F i q h M u n a k a h a t
kembali lagi, maka datanglah laki-laki itu bersama Umar untuk
meminangnya. Ma’qil menjawab: Hai orang celaka, aku
memuliakan kau dan aku nikahkan dengan saudaraku, tapi kau
ceraikan dia. Demi Allah dia tidak akan kukembalikan kepadamu,
maka turunlah ayat tersebut, al Baqarah 232. Ayat ini melarang
wali menghalang-halangi hasrat perkawinan kedua orang itu.
Setelah Ma’qil mendengar ayat itu, maka dia berkata: Aku dengar
dan aku taati Tuhan. Dia memanggil orang itu dan berkata: Aku
nikahkan engkau kepadanya dan aku muliakan engkau. (HR. Bukhori,
Abu Daud dan Turmudzi). Sebab-sebab turunnya ayat ini dapat
disimpulkan bahwa wanita tidak bisa menikahkan dirinya sendiri
tanpa wali. Andai kata wanita itu dapat menikahkan dirinya sendiri
tentunya dia akan melakukan itu. Ma’qil Ibn Yasar tentunya tidak
akan dapat menghalangi pernikahan saudaranya itu andaikata dia tidak
mempunyai kekuasaan itu, atau andaikata kekuasaan itu ada pada diri
saudara wanitanya. Ayat ini merupakan dalil yang tepat untuk
menetapkan wali sebagai rukun atau syarat sah nikah, dan wanita
tidak dapat menikahkan dirinya sendiri.Ayat lain yang dijadikan
pedoman mengenai pentingnya seorang wali dalam pernikahan
adalah:
‫ال َّن ا ا َفَّض الَّل ِب ِه َض ُك َلى ٍض ِللِّر اِل َنِص ي ِم َّم ا اْك وا ِللِّن اِء‬
‫َتَس ُب َو َس‬ ‫ٌب‬ ‫َج‬ ‫َل ُه َبْع ْم َع َبْع‬ ‫َو َتَتَم ْو َم‬

‫َنِص يٌب ِم َّم ا اْك َتَس ْبَن َو اْس َأُلوا الَّلَه ِم ْن َفْض ِلِه ِإَّن الَّلَه َك اَن ِبُك ِّل َش ْي ٍء َعِليًم ا‬

Artinya: ”Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka)


yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita
merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang
beriman, dari budak -budak yang kamu miliki. Allah mengetahui
keimananmu,sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang
lain, Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan
mereka,.”(Q.S An-Nisa: 25)

16 | F i q h M u n a k a h a t
Sementara itu Hadis Nabi tentang wali nikah yang dijadikan
pedoman adalah:
Hadis Nabi dari ‘Amran ibn Hhusein menurut riwayat Ahmad, sabda Nabi:
‫النكاح ِاَّالِب ِلٍى َش اِه َد ى َعْد ٍل‬
‫َو َو‬
Tidak ada pernikahan kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang
adil.5
3. Macam-Macam Wali dalam Pernikahan
a. Wali Mujbir
Menurut bahasa, mujbir adalah orang yang memaksa. Dalam kata
lain wali mujbir adalah wali yang mempunyai hak sepenuhnya untuk
menikahkan orang yang diwalikan tanpa harus meminta izin dan meminta
pendapat dulu dari mereka. Menurut para ulama, harus ada syarat agar
diperbolehkan untuk menikahkan seorang anak perempuan tanpa harus
meminta izin langsung, yaitu:
a. Tidak ada permusuhan antara ayah dan anak.
b. Orang yang dikawinkan harus setara.
c. Maharnya tidak kurang dari mahar misil (sebanding).
d. Tidak menikahkan dengan orang yang tidak mampu untuk membayar
mahar.
e. Tidak menikahkan dengan laki-laki yang bisa mengecewakan si anak
nanti.
b. Wali Hakim
Wali hakim, yaitu orang yang menjadi wali dalam kedudukannya
sebagai hakim atau penguasa. Ada penyebab yang bisa memindahkan hak
wali kepada wali hakim, yaitu:
a. Terjadinya pertentangan dari para wali
b. Tidak adanya wali nasab, baik itu karena meninggal dan hilang
Bila calon suami sudah datang dan seorang calon istri sudah setuju tapi
walinya tidak ada, karena telah meninggal dunia atau hilang. Maka yang
5
Hassan Saleh, Kajian Fikih Nabawi dan Fikih Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press,
2008), hal.312.

17 | F i q h M u n a k a h a t
berhak menikahkannya adalah wali hakim, kecuali calon pengantin mau
menunggu kedatangan wali.
c. Wali Adhal
Wali adhal adalah wali yang tidak mau menikahkan perempuan
yang berada di bawah perwaliannya. Apabila seorang menolak untuk
menikahkan tanpa ada alasan yang dapat diterima, maka perempuan itu
berhak untuk mengadukan perkara ini kepada hakim dan meminta hakim
untuk menikahkannya.Dalam hal yang seperti ini, masalah perkawinan
tidak berpindah kepada wali lainnya sesuai dengan urutannya, tetapi
haknya pindah pada wali hakim, karena adhal merupakan merupakan
tindakan aniaya. Tapi jika penolakannya dikarenakan kepada
pertimbangan yang masuk akal, seperti maharnya kurang dari mahar misil
atau tidak sekufu, maka perwaliannya masih berada di tangan wali nasab,
dan tidak berpindah tangan pada wali hakim.
4. Syarat-syarat Wali
Orang-orang yang disebutkan diatas baru berhak menjadi wali bila
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Telah dewasa dan berakal sehat,
b. Laki-laki
c. Muslim
d. Orang merdeka
e. Tidak berada dalam pengampuan atau mahjur alaih
f. Berfikiran baik
g. Adil
h. Tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.
A. Saksi dalam pernikahan
1. Pengertian saksi
Saksi menurut bahasa berarti orang yang melihat atau
mengetahui sendiri sesuatu peristiwa (kejadian). Sedangkan
menurut istilah adalah orang yang memberitahukan keterangan dan
mempertanggung jawabkan secara apa adanya. Rasulullah sendiri

18 | F i q h M u n a k a h a t
dalam berbagai riwayat hadits walaupn dengan redaksi berbeda-
beda menyatakan urgensi adanya saksi nikah, sebagaimana
dinyatakan dalam sebuah hadits:
‫َال ِنَك ا ِإَال ب ِلٍّي َش اِه َد ْي َعْد ٍل‬
‫َح َو َو‬
“Tidak sah suatu akad nikah kecuali (dihadiri) wali dan dua orang
saksi yang adil’.
Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua orang saksi
supaya ada kepastian hukum dan untuk menghindari timbulnya
sanggahan dari pihak-pihak yang berakad di belakang hari. Dalam
menetapkan kedudukan saksi dalam perkawinan ulama jumhur
yang terdiri dari ulama Syafi’iyah, Hanabilah, menempatkannya
sebagai rukun dalam perkawinan, sedangkan ulama Hanafiyah dan
Zahiriyah menempatkannya sebagi syarat. Demikian pula
keadaannya bagi ulama malikiyah. Menurut ulama ini tidak ada
keharusan untuk menghadirkan saksi dalam waktu akad
perkawinan, yang diperlukan adalah mengumumkannya namun
disyaratkan adanya kesaksian melalui pengumuman itu sebelum
bergaulnya.
Dalam peraturan perundangan yaitu pada KUHP Pasal 1
(26) dinyatakan tentang pengertian saksi yaitu: “Saksi adalah orang
yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan perkara
tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat dan ia alami
sendiri dengan menyebut alasan dari pengertahuannya itu” Saksi
dalam pernikahan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah,
sehingga setiap pernikahan harus dihadiri dua orang saksi (pasal 24
KHI).
2. Syarat-syarat Saksi
Saksi dalam pernikahan mesti memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Saksi itu berjumlah pali kurang dua orang.

19 | F i q h M u n a k a h a t
b. Kedua saksi itu adalah beragama Islam.
c. Kedua saksi itu adalah orang yng merdeka.
d. Kedua saksi itu adalah laki-laki.
e. Kedua saksi itu bersifat adil .
f. Kedua saksi itu dapat mendengar dan melihat.
Dasar dari syarat-syarat tersebut diatas dapata dilihat secara
jelas dari firman Allah dan hadis Nabi yang dikutip diatas.6
2) Rukun nikah
Rukun adalah bagian dari hakikat sesuatu. Rukun masuk didalam
substansinya. Adanya sesuatu itu karena adanya rukun dan tidak adanya
karena tidak ada rukun. Berbeda dengan syarat, ia tidak masuk ke dalam
substansi dari hakikat sesuatu, sekalipun itu tetap ada tanpa syarat, namun
eksistensinya tidak diperhitungkan. Akad nikah mempunyai beberapa rukun
yang berdiri dan menyatu dengan substansinya.

A. Kesimpulan
1. Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung anrata dua pihak yang
melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah
pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau
transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang
mengungkapkan adanya terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak
suami atau dari pihak istri. Sedangkan qabul adalah pernyataan yang
datang dari pihak kedua baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang
mengungkapkan persetujuan ridhanya.
2. Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi
calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Wali
bertindak sebagai orang yang mengakadkan nikah menjadi sah. Nikah
tidak sah tanpa adanya wali. Secara etimologis “wali‟ mempunyai arti
pelindung, penolong, atau penguasa.

6
Amir Syarifuddin,...hal. 83

20 | F i q h M u n a k a h a t
3. Saksi menurut bahasa berarti orang yang melihat atau mengetahui sendiri
sesuatu peristiwa (kejadian). Sedangkan menurut istilah adalah orang yang
memberitahukan keterangan dan mempertanggungjawabkan secara apa
adanya.
4. Rukun adalah bagian dari hakikat sesuatu. Rukun masuk didalam
substansinya. Adanya sesuatu itu karena adanya rukun dan tidak adanya
karena tidak ada rukun.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul M. & Abdul Wahhab S.2001.Fiqh Munakahat. Jakarta: Amzah.


Syarifuddin, Amir.2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta:
Prenada Media.
Sohari, Tihami Sahrani.2009. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengka.
Jakarta: Rajawali Pers.
Saleh, Hassan. 2008. Kajian Fikih Nabawi dan Fikih Kontemporer. Jakarta:
Rajawali Press.

21 | F i q h M u n a k a h a t

Anda mungkin juga menyukai