Anda di halaman 1dari 8

KHITBAH

A. Pengertian khitbah
Pinangan (meminang/melamar) atau khitbah, merupakan pintu gerbang menuju
pernikahan. Khitbah menurut bahasa, adat dan syara, bukanlah perkawinan. Khitbah
merupakan proses meminta persetujuan pihak wanita untuk menjadi istri kepada pihak
lelaki atau permohonan laki-laki terhadap wanita untuk dijadikan bakal/calon istri.
B. Hukum peminangna khitbah
Mayoritas ulama' mengatakan bahwa tunangan hukumnya mubah, sebab tunangan
ibarat janji dari kedua mempelai untuk menjalin hidup bersama dalam ikatan keluarga
yang harmonis. Namun sebagian ulama' cenderung bahwa tunangan itu hukumnya
sunah dengan alasan akad nikah adalah akad luar biasa bukan seperti akad-akad yang
lain sehingga sebelumnya disunahkan khitbah sebagai periode penyesuaian kedua
mempelai dan masa persiapan untuk menuju mahligai rumah tanggapun akan lebih
mantap.
C. $arat-$arat Khitbah
Pertunangan diperbolehkan oleh agama apabila terpenuhi syarat-syarat di bawah ini :
a) Tidak adanya penghalang antara kedua mempelai, yaitu tidak ada hubungan
keluarga (mahram).
b) Tidak berstatus tunangan orang lain.
Adapun cara menyampaikan ucapan peminangan terdapat dua cara :
a) Menggunakan ucapan yang jelas dan terus terang dalam arti langsung dipahami
atau tidak mungkin dipahami dari ucapan itu kecuali untuk peminangan.
b) Menggunakan ucapan yang kurang jelas dan tidak terus terang (kinayah) yang
berarti ucapan itu dapat mengandung arti bukan untuk peminangan

D. Pembatalan khitbah
Ulama' berpendapat, boleh saja membatalkan tali pertunangan, namun itu adalah
makruh, sebab pertunangan ibarat ikatan janji setia dari kedua mempelai untuk menjalin
hidup bersama membina rumah tangga bahagia, sedangkan pembatalan pertunangan ini
adalah sebuah pengkhianatan ikatan janji setia



MAHAR
A. Pengertian dan hukum mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan
hati calon suami untuk menumbuhkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon
suaminya.
~ = = = - + ' ~ - -' ~ -' ' ' -- ~ ' -- - - - ' ~- - - ~ , -
'Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (An-nisa:4)
B. $arat-sarat mahar
a. Harta/bendanya yang berharga
b. Barangnya suci dan bias diambil manIaat
c. Barangnya bukan barang ghashab
d. Bukan barang yang tidak jelas keadaanya
C. Memberi mahar dengan kontan dan hutang
Pelaksanaan membayar mahar bias dilakukan sesuai dengan kemampuan atau
disesuaikan dengan keadaan dan adat masyarakat. Mahar boleh dilaksanakan dan
diberikan dengan kontan atau hutang.
Dalam hal penundaan pembayaran mahar (dihutang) terdapat perbedaan dua pendapat
di kalangan ahli Iikih. Segolongan ahli Iikih berpendapat bahawa itu tidak boleh
diberikan dengan cara dihutang keseluruhan. Segolongan yang lain mengatakan
bahwa mahar boleh ditunda pembayarannya, tetapi di anjurkan agar membayar
sebagian mahar dimuka jika manakala akan menggauli istri.
D. Macam-macam mahar
a. Mahar musamma
Mahar musamma yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan
besarnya ketika akad nikah
b. Mahar mitsil (sepadaan)
Mahar mitsil yaitu maharr yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum
ataupun ketika terjadi pernikahan.
HAK DAN KEWA1IBAN $&AMI I$TRI
A. Hak bersama suami istri
a. Suami istri dihalalkan saling bergaul mengadakan hubungan seksual.
b. Haram melakukan perkawinan; yaitu istri haram dinikahi oleh ayah suaminya,
datuknya (kakeknya), anaknya dan cucunya,begitu juga ibu istrinya, anak
perempuannya dan seluruh cucunya haram dinikahi oleh suaminya.
c. Hak saling mendapat waris akibat dari ikatan perkawinan yang sah.
B. Hak suami atas istri
a. Ditaati dalam hal-hal yang tidak maksiat
b. Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami
c. Meenjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan suami
d. Tidak bermuka masam dihadapann suami
e. Tidak menunjukan keadaan yang tidak disenangi suami

C. Kewajiban suami terhadap istri
a. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumahtangganya
b. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan rumah
tangga sesuai dengna kemampuannya.
c. Suami wajib memberikan pendidikan baik agama maupun ilmu pengetahuan
lainnya.
d. Sesuai penghasilannya, suami menanggung:
O NaIkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri
O Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan
anak
O Biaya pendidikan bagi anak
D. Kewajiaban istri terhadap suami
a. Taat dan patuh kepada suami
b. Pandai mengambil hati suami melalui makanan maupun minuman
c. Mengatur rumah dengan baik
d. Enghormati keluarga suami
e. Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami
f. Tidak mempersulit suami dan selalu mendorong suami untuk maju
g. Ridha dan syukur kepada apa yang diberikan suami
h. Selalu berhemat dan selalu menabung
i. Selalu berhias dan bersolek untuk atau tidak dihadapan suami
j. Jangan selalu cemburu buta









WALI DAN $AK$I
A. $arat-sarat wali
a. Laki-laki
b. Muslim
c. Baligh
d. Berakal
e. Adill (tidak Iasik)
HanaIi tidak mensyaratkkan wali dalam perkawinan, perempuan yang telah baligh
dan berakal menurutnya boleh mengawinkan dirinya sendiri, tanpa wwajib dihadiri
oleh dua orang saksi, sedangkan malik berpendapat wali adalah syarat untuk
mengawinkan perempuan bangsawan, bukan untuk mengawinkan perempuan awam.
Wali yang utama adalah ayah, kemudian kakek (ayah dari ayah), kemudian saudara
laki-laki seayah seibu, kemudian saudara lakii-laki seayah, kemudian anak laki-laki
dari saudara laki-laki seayah seibu, kemudian anak laki-laki dari dari saudara laki-laki
seayah, kemudian paman (saudara laki-laki seayah), kemudian anak laki-laki dari
paman tersebut.
Wali mujbir adalah seorang wali yang berhak mengawinkan tanpa menunggu
kerelaanyang dikawinkan itu, menurut syaIi`I wali mujbir adalah ayah dan ayah dari
ayah (kakek). Golongan hanaIiyah berpendapat, wali mujbir adalah berlaku bagi
ashabah seketurunan terhadap anak yang masih kecil, orang gila dan orang yang
kurang akalnya.
B. $arat-sarat saksi
a. Berakal, bukan orang gila
b. Baligh, bukan anak-anak
c. Merdeka, bukan budak
d. Islam
e. Kedua orang saksi itu mendengar

1ENI$-1ENI$ NIKAH
a. Nikah mut`ah
Nikah mut`ah hukumnya haram. nikah ini juga disebut nikah yang ditentukkan untuk
sesuatu waktu tertentu, atau perkawinan yang terputuskan. Adapun dinamakan mut`ah
ialah nikah dengan maksud dalam waktuyang tertentu itu sesorang dapat bersenang-
senang melepaskan keperluan syahwatnya. Nikah mut`ah pernah dibolehkan dalam
keadaan daruurat, yakni pada peperangan authas, dan pembukaan kota mekah, dimana
waktu itu tentara islam telah lama pisah dengan keluarga, agar mereka tidak
melakukan perbuatan terlarang.
b. Nikah muhalil
Nikah muhalil ialah nikah yang dilakukan seseorang terhadap wanitta yang telah
dicerai tiga kali oleh suaminya yang pertama, setelah selesai iddahnya. Oleh suami
kedua wanita itu dikumpuli dan diceraikan agar dapat dikawin lagi dengan suami
pertama.
' - |- - - _' - = > - ' | - - = , - - ,- - '=; , _ -- _ = - , - ^ - J = > - ' | - - = , - ,
=' , - ,; - - - , ; - - ' | - - - ^ --' -; - = 4- ; ^ --' -; - = ' -- - - , ' - = , '
'Kemudian jika si suami menlalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan
itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika
suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas
suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya
kepada kaum yang (mau) mengetahui.
c. Nikah sighar
Yang dimaksud dengan nikah yaitu seorang wali mengawinkan seorang putrinya
dengna seorang laki-laki dengan syarat agar laki-laki itu mengawinkan putrinya
dengan si wali tadi tanpa mahar.
Jumhur ulama brpendapat bahwa kawin syighar itu pada pokonya tidak di akui,
karena itu hukumnya batal (tidak sah)
AKAD NIKAH
A. Pengertian Akad
Perjanjian berat itu terikat melalui beberapa kalimat sederhana. Pertama adalah
kalimat ijab, yaitu keinginan pihak wanita untuk menjalin ikatan rumah tangga
dengan seorang laki-laki. Kedua adalah kalimat qabul, yaitu pernyataan menerima
keinginan dari pihak pertama untuk maksud tersebut. Ijab qabul dapat diucapkan
dalam bahasa apapun. Bisa dalam bahasa arab maupun bahasa setempat.
B. $arat-sarat Akad
1. Ijab dan qabul
a. Syarat Ijab Qabul Satu Majelis Akad nikah dengan sebuah ijab qabul itu
harus dilakukan di dalam sebuah majelis yang sama. Keduanya sama-sama
hadir secara utuh dengan ruh dan jasadnya. Termasuk juga di dalamnya
adalah kesinambungan antara ijab dan qabul tanpa ada jeda dengan
perkataan lain yang bisa membuat keduanya tidak terkait.

Sedangkan syarat bahwa antara ijab dan qabul itu harus bersambung tanpa
jeda waktu sedikitpun adalah pendapat syaIi'i dalam mazhabnya. Namun
yang lainnya tidak mengharuskan keduanya harus langsung bersambut.
O Antara suami dengan wali sama-sama saling dengar dan mengerti
apa yang diucapkan.
Bila masing-masing tidak paham apa yang diucapkan oleh lawan
bicaranya, maka akad itu tidak sah.
O Antara Ijab dengan qabul tidak bertentangan.
Misalnya bunyi laIadz ijab yang diucapkan oleh wali adalah, "Aku
nikahkan kamu dengan anakku dengan mahar 1 juta", lalu laIadz
qabulnya diucapkan oleh suami adalah, "Saya terima nikahnya
dengan mahar 1/2 juta". Maka antar keduanya tidak nyambung dan
ijab qabul ini tidak sah. Namun bila jumlah mahar yang disebutkan
dalam qabul lebih tinggi dari yang diucapkan dalam ijab, maka hal
itu sah.
O Keduanya sama-sama sudah tamyiz
Maka bila suami masih belum tamyiz, akad itu tidak sah, atau bila
wali belum tamyiz juga tidak sah. Apalagi bila kedua-duanya
belum tamyiz, maka lebih tidak sah lagi.
b. LaIadz Ijab Qabul
1. Tidak Harus Dalam Bahasa Arab
Tidak diharuskan dalam ijab qabul untuk menggunakan bahasa
arab, melainkan boleh menggunakan bahasa apa saja yang intinya
kedua belah pihak mengerti apa yang ucapkan dan masing-masing
saling mengerti apa yang dimaksud oleh lawan bicaranya.
2. Dengan Fi'il Madhi
Selain itu para Iuqaha mengatakan bahwa laIadz ijab dan qabul
haruslah dalam Iormat Iiil madhi (past) seperti zawwajtuka atau
ankahtuka. Fi'il madhi adalah kata kerja dengan keterangan waktu
yang telah lampau. sedangkan bila menggunakan Ii'il mudhari',
maka secara hukum masih belum tentu sebuah akad yang sah.
Sebab Ii'il mudhari' masih mengandung makna yang akan datang
dan juga sekarang. Sehingga masih ada ihtimal (kemungkinan)
bahwa akad itu sudah terjadi atau belum lagi terjadi.

Anda mungkin juga menyukai