Anda di halaman 1dari 14

IKHTILAF DALAM PENETAPAN HUKUM ISLAM

A. Pengertian Ikhtilaf

Ikhtilaf bersumber dari bahasa Arab yang asal


katanya adalah ( (
-

- ) yang artinya perbedaan
paham (pendapat). Sedangkan menurut istilah ikhtilaf
adalah berlainan pendapat antara dua atau beberapa
orang terhadap suatu obyek (masalah) tertentu.1 Dan ada
yang mengartikan ikhtilaf adalah perselisihan paham atau
pendapat di kalangan para ulama fiqh sebagai hasil ijtihad
untuk mendapatkan dan menetapkan suatu ketentuan
hukum tertentu.2

Istilah lain untuk ikhtilaf adalah perbedaan pendapat


diantara ahli hukum Islam (fuqaha) dalam menetapkan
sebagian hukum Islam yang bersifat furuiyah, bukan pada
masalah hukum Islam yang bersifat ushuliyyah (pokok-
pokok hukum Islam) disebabkan perbedaan pemahaman
atau perbedaan metode dalam menetapkan hukum suatu
masalah, dll. Misal, perbedaan pendapat fuqaha tentang
hukum wudhu seorang lelaki yang menyentuh
perempuan, hukum membaca surat fatihah bagi makmum
dalam shalat berjamaah, dsb.3

1 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta:Gaung


Persada Press,2014), h.54

2 M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta : Rajawali Pers, 1995) h. 114


Terhadap perkara ini Allah menegaskan dalam firnan-
Nya :





Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia
menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
Senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang- orang
yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah
Allah menciptakan mereka (Q.S Huud :118- 119).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa


ikhtilaf adalah perbedaan pendapat di antara ahli
hukum Islam (fuqaha) dalam menetapkan sebagian
hukum Islam yang bersifat furuiyyah (cabang), bukan
pada masalah hukum yang ushuliyyah (pokok),
dikarenakan perbedaan metode ijtihad dalam
menetapkan hukum suatu masalah.

B. Sebab-Sebab Terjadinya Ikhtilaf

Terjadinya perbedaan pendapat dalam menteapkan


hukum Islam, disamping disebabkan oleh faktor yang
bersifat manusiawi, juga oleh faktor lain karena adanya
segi khusu yang bertalian dengan agama.

3Marhamah Saleh, Bahan Ajar Kuliah Perbandingan Mazhab,


(http://marhamahsaleh.wordpress.com/fiqh- muqaran/03/12/2016 12 :30 pm)
1. Faktor akhlak, antara lain karena :
a. Membanggakan diri dan kagum pendapat sendiri
b. Buruk sangka dan mudah menuduh orang tanpa bukti
c. Egoisme dan mengikuti hawa nafsu
d. Fanatik kepada pendapat orang, mazhab atau
golongan
e. Fanatik kepada negeri, daerah, partai, jamaah atau
pemimpin.
2. Faktor pemikiran, antara lain dikarenakan timbul
perbedaan sudut pandang mengenai suatu masalah :
a. Masalah ilmiah, perbedaan menyangkut cabang
syariat dan beberapa masalah aqidah yang tidak
menyentuh prinsip- prinsip pasti.
b. Masalah alamiah, perbedaan mengenai sikap
politik dan pengambilan keputusan atas berbagai
masalah, ikhtilaf fiqhi, ikhtilaf fiqriah (perbedaan
pandangan mengenai penialaian terhadap
sebagian ilmu pengetahuan).

Menurut Muhammad Abdul Fattah Al- Bayanuni,


dalam Dirasat ikhtilaf al-fiqhiyyah, asal mula perbedaan
pendapat hukum- hukum fiqh disebabkan timbulnya
ijtihad terhadap hukum, terutama pasca Nabi saw dan
para sahabat meninggal dunia. Ada dua faktor yang
sangat mendasar :

1. Kemungkinan yang terkandung dalam nash- nash


(Quran dan hadis)
2. Perbedaan pemahaman ulama.
Di antara kedua faktor tersebut dapat diartikan
bahwa apabila nash- nash yang mengandung
kemungkinan bertemu dengan akal dan pemahaman
yang berbeda maka akan menghasilkan pendapat yang
beragam4. Adapun sebab terjadinya ikhtilaf menurut
Syekh Muhammad al Madany dalam bukunya, Ikhtilaf
al-Fuqaha, membagi sebab- sebab ikhtilaf ke dalam
empat macam5, yaitu :

a. Pemahaman Al- Quran dan Al- Sunnah


Di antara kata- kata yang terdapat dalam Al-
Quran dan Sunnnah ada yang mempunyai lebih dari
satu makna (musytarak). Selain itu dalam
ungkapannya terdapat kata am (umum) tetapi yang
dimaksudkannya khusus.
Contoh nash al- Quran mengenai masalah tersebut :







Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-
orang yang memerangi Allah dan Rasul- Nya dan
membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka
dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki
mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari
4Marhamah saleh, Ibid

5 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, ..... h. 58- 70


negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia,
dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar
(Q.S Al- Maidah ayat 33)
Jumhur Fuqaha berpendapat, bahwa yang
dimaksud dengan kalimat adalah dikeluarkan dari
pemukiman bumi. Sedang Ulama Hanafiah
berpendapat lain, bahwa kalimat tersebut tidak
dimaksudkan secara hakiki, akan tetapi majazi.
Dengan demikian, mereka menafsirkan kalimat itu
adalah panjara. Sebab, kalau ditafsirkan secara
hakiki (dikeluarkan dari permukaan bumi), itu berarti
hukuman mati, sedang hukuman mati sudah ada
ketentuannya secara jelas.

b. Sebab- sebab khusus mengenai sunnah Rasulullah

Sebab- sebab khusus mengenai Sunnah


Rasulullah saw yang paling menonjol antara lain,
yakni dari segi wurud (penilaian dari sanad dan
matan hadis) perbedaan dalam penerimaan hadis;
sampai atau tidaknya suatu hadis kepada sebagian
sahabat, perbedaan dalam menilai periwayatan
hadis (shahih atau tidaknya), dan perbedaan
mengenai kedudukan Rasulullah.

c. Perbedaan mengenai Qawaid Ushuliyyah dan


Qawaid Fiqhiyyah
Sebab- sebab perbedaan pendapat yang
berkaitan dengan kaidah- kaidah ushul di antaranya
adalah dengan istishna (pengecualian) atau jika ada
nash atau lebih saling bertentangan dapat dilakukan
dengan cara mempertemukan dan mengamalkan
keduanya (al-jamu wa al-taufiq) atau dengan
memilih salah satu yang kuat (tarjih)

d. Perbedaan penggunaan dalil di luar Al- Quran dan


Sunnah

Perbedaan ini bisa disebabkan karena


penggunaan dalil di luar Al- Quran dan Sunnah
seperti, ijma qiyas, istishan, maslahah mursalah dan
lainnya.

C. Perbedaan Ahlu al-Hadits dan Ahlu ar-Rayi

Fuqaha (ahli- ahli hukum) yang berasal dari berbagai


daerah/negeri, dalam berijtihad, biasanya berlandaskan
pada pendapat dan ketetapan para sahabat yang tinggal
di daerah mereka masing- masing.

- Fuqaha di Madinah cendarung dipengaruhi oleh ijtihad


Umar ibn al Kathab, Aisyah, dan Ibnu Umar, yang
banyak menggunakan al Mashlahah.
- Fuqaha di Kuffah banyak dipengaruhi oleh pendapat
dan pertimbangan Ali Ibn Abi Thalib dan Abdullah Ibn
Masud, yang dalam ijtihad pada umumnya memakai
metode qiyas.
Pada masa Tabiin, umat Islam terpecah kepada
tiga kelompok, yaitu: Khawarij, Syiah dan Jumhur.
Setiap golongan berpegang teguh kepada pendapat
masing- masing dan mempertahankannya. Golongan
Khawarij misalnya, mereka berpendapat bahwa orang
yang melakukan dosa besar hukumnya kafir, sementara
golongan yang lain tidak demikian.

Golongan Jumhur dalam menetapkan hukum terbagi


menjadi dua golongan:

1) Ahlu Hadits
Golongan ini berkembang di Hijaz. Dalam
menetapkan hukum, madzhab ini terikat pada teks-
teks Al Quran dan Sunnah. Bila dalam menetapkan
hukum suatu masalah tidak ditemukan hukumnya
dalam nash Al Quran dan Sunnah, mereka berpaling
kepada praktek dan pendapat sahabat. Mereka
menggunakan Rayu dalam keadaan sangat terpeksa.
Tokoh- tokoh dalam aliran ini yang termasyhur adalah
Said Ibn al Musayyab al Mahzumy. Ia dikuti oleh al
Zuhry, al Tsaury, Malik, Syafii, Ahmad Ibn Hanbal dan
Dawud az Zhahiry.6
Said ibn al Musayyab dan kelompoknya
berpendapat, bahwa penduduk negeri haramain
(Makkah dan Madinah) telah mengukuhkan orang-
orang hanya untuk menggunakan hadits dan fiqih

6 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, ....., h.36


dengan menggunakan fatwa- fatwa Rasullullah saw.
dan para sahabatnya, sehingga tetap memelihara
warisan- warisan yang ada pada mereka, dan ini
sudah lebih dari cukup daripada menggunakan Rayu
(rasio).7
Sebab- sebab yang melatarbelakangi komitmen
ahlu Hadits dengan tekstualitas al Quran dan as
Sunnah adalah sebagai berikut:
a) Mengikuti cara (metode) guru- guru mereka dari
para sahabat yang senantiasa hati- hati terhadap
pengguanaan rayu, seperti Ibn Abbas, Ibn Umar,
Zubair, Abdullah ibn Amr ibn Ash, dll
b) Banyar atsar (hadits) yang diterima dan belum ada
perubahan yang signifikan.
c) Lebih mengutamakan menggunakan hadits
daripada rayu, sekalipun haditsnya tergolong dhaif
(lemah).8
2) Ahlu Rayi
Golongan ini berkembang di Irak (khususnya
wilayah Kuffah dan Bashrah), dengan tokohnya yang
terkenal yaitu Ibrahim ibn Yazid al- Nakhai al- Kuffi. 9
Dalam menetapkan hukum, dengan menggunakan
rayu, mereka berpendapat bahwa hukum- hukum
syariat memiliki makna logis, mencakupi seluruh
7 Abbas Arfan, Geneologi Pluralitas Madzhab dalam Hukum Islam, (Malang:
UIN Malang Press, 2008), h. 166.

8 Abbas Arfan, Geneologi Pluralitas Madzhab dalam Hukum Islam,....., h.167.

9 Ibid, 167
kemashlahatan, didasarkan atas pokok- pokok yang
muhkam (telah dikukuhkan dan tidak dapat ditafsiri)
dan mengandung alasan- alasan yang tepat bagi
hukum.
Dalam menetapkan hukum, madzhab ahli rayi
ini berdasakan pada beberapa asumsi dasar, antara
lain:
1) Nash- Nash syariah sifatnya terbatas, sedangkan
peristiwa- peristiwa hukum selalu baru dan
senantiasa berkembang. Oleh sebab itu, terhadap
peristiwa- peristiwa yang tidak ada nashnya, ijtihad
didasarkan pada rayu.
2) Setiap hukum syara dikaitkan dengan illat
tertentu dan ditunjukan untuk tujuan tertentu.
Tugas utama seorang fakih ialah menemukan illat
ini.10

Mereka mengikuti pola pikir Umar ibn al Kathab,


Ali ibn Abi Thalib dan Ibnu Masud. Ketiganya adalah
sahabat Nabi Muhammad saw.yang banyak
menggunakan rayun dalam menetapkan hukum. Pola
pikir mereka inilah yang dikembangkan oleh Alqamah
ibn Qais, Al Aswad ibn Yazid al Nakhaiy, Masruq ibn
Ajda, Ubaidah ibn Amr, Syuraikh ibn Harits, Harits al
Awar dan Abu Hanifah.

10Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, ....., h.37


D.Hikmah Ikhtilaf dan Implikasinya dalam Kehidupan
Masyarakat

Khilafiyah dalam hukum Islam merupakan khazanah.


Bagi orang yang kurang memahami watak kitab- kitab
fiqih yang banyak memuat masalah- masalah hukum yang
diperselisihkan hukumnya, sering beranggapan bahwa
fiqih itu sebagai pendapat pribadi yang ditransfer ke
dalam agama. Padahal jika mereka mau mengkaji secara
mendalam, pasti mereka menemukan bahwa ketentuan
hukum Islam itu bersumber dari Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah SAW.

Ikhtilaf yang mengikuti ketentuan- ketentuan akan


memberikan manfaat, jika didasarkan pada beberapa hal
berikut ini:

Pertama, niatnya jujur dan menyadari akan


tanggungjawab bersama. Ini bisa dijadikan salah satu
dalil dari sekian banyak dalil.

Kedua, ikhtilaf itu digunakan untuk mengasah otak


dan untuk memperluas cakrawala berpikir.

Ketiga, memberikan kesempatan berbicara kepada


lawan bicara atau pihak lain yang berbeda pendapat dan
bermuamalah dengan manusia lainnya yang menyangkut
kehidupan di seputar mereka.
Faedah dan manfat dari ikhtilaf dapat diperoleh bila
dalam berikhtilaf itu berpijak pada ketentuan dan adab
yang terkandung di dalamnya. Namun jika ketentuan dan
batasan itu dilanggar, maka sudah pasti akan
menimbulkan perpecahan. Hal ini akan melahirkan
kesulitan dan kejahatan, sehingga dapat mengganggu
kehidupan umat. Jika begitu keadaannya, maka ikhtilaf
akan berubah menjadi ajang kehancuran. 11

1. Tabiat Agama

Allah SWT menghendaki di antara hukum-


hukumnya, ada yang ditegaskan secara eksplisit
(manshush alaih) dan yang secara implisit (maskut
anhu). Seandainya Allah menghendaki konsensus
kaum muslimin dalam segala hal, niscaya Dia
menurunkan kitab- Nya dalam bentuk nash- nash yang
semuanya muhkamah serta jelas penunjukan
(dalalah)nya, sehingga tidak akan menimbulkan
perbedaan pemahaman dan interpretasi. Tetapi Allah
menghendaki di dalam kitab- Nya ada yang
muhkamat dan ada yang mutsyabihat. Bagian-
bagian yang mutasyabihat ini di samping sebagai
ujian, juga merupakan motivasi bagi akal untuk
melakukan analisis secara maksimal (ijtihad).

2. Tabiat Bahasa

11 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, ....., h.71- 72


Al- Quran adalah wahyu Illahi yang diaplikasikan
dalam wujud teks- teks Bahasa dan lafal. Demikian
pula sebagian besar Sunnah dalam memahami teks-
teks Al- Quran dan Sunnah ini, harus mengikuti
kaidah- kaidah bahasanya. Di dalam Bahasa Al-
Quran ada lafal yang multi- makna (musytarak) yaitu
yang mengandung lebih dari satu arti, majaz (arti
kiasan), am (umum) dan khash (tertentu), muthlaq
dan muqayyad.

3. Tabiat Manusia

Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang


beragam. Setiap insan berada bentuk wajahnya,
tekanan suaranya, sidik jarinya dan lain sebagainya.
Demikian pola pemikiran, pribadi, sikap, profesinya,
kecenderungan dan pandangannya terhadap
sesuatu.

Perbedaan karakter manusia serta kecenderungan


psikologisnya itu akan mengakibatkan perbedaan
mereka dalam menilai sesuatu dari berbagai aspek,
baik fiqhiyyah atau politik dan sebagainya.

Jumhur ulama, baik dari golongan ulama salaf,


maupun dari kalangan ulama khalaf telah memahami
hakikat perbedaan pendapat dan hikmahnya. Bahkan
mereka telah menulis buku- buku yang menjelaskan
hal itu dan menerangkan hakikatnya serta mencegah
para imam madzhab (para ulama) untuk mencela
pendapat yang berbeda dengan pendapatnya dalam
penetapan hukum.

E. Tujuan Mengetahui Sebab Terjadinya Ikhtilaf


Mengetahui sebab- sebab terjadinya perbedaan
pendapat para imam madzhab dan para ulama fiqih,
sangat penting untuk membantu kita, agar keluar dari
taklid buta, karena kita akan mengetahui dalil- dalil yang
mereka pergunakan serta jalan pemikiran mereka dalam
penetapan hukum suatu masalah. Sehingga dengan
demikian akan terbuka kemungkinan untuk
memperdalam studi tentang hal yang diperselisihkan,
meneliti system dan cara yang lebih baik serta tepat
dalam menginstinbath hukum, juga dapat
mengembangkan kemampuan dalam hukum fiqih, bahkan
akan terbuka kemungkinan untuk menjadi mujtahid.
Telah diketahui bahwa sebagian besar yang mereka
pergunakan adalah hadits. Sedangkan hadits dikala itu
belum dibukukan, sehingga mungkin saja masih banyak
hadits yang tidak diterima oleh mereka dan ada hadits
yang sudah mereka peroleh, tetapi mereka menolaknya,
karena diragukan kebenarannya dari Nabi SAW. Setelah
generasi mereka, ilmu hadits sudah tersusun, sehingga
dapat diketahui mana hadits yang shahih dan mana yang
dhaif. Jadi kalau ternyata ada fatwa sahabat atau
generasi sahabat itu didasarkan pada rayu saja karena
tiada ditemukan hadits dalam suatu masalah, maka
dengan adanya hadits shahih yang bertlian dengan
masalah tersebut, tentu hukum yang mereka telah
tetapkan tidak boleh ditinjau kembali dan tidak perlu
dicari- cari alasan untuk membela alasan mereka, karena
mereka sendiri sepakat, bahwa sepanjang ada hadits
(nash) terutama yang shahih maka rayu harus
dikesampingkan.12

12 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, ....., h.77- 78.

Anda mungkin juga menyukai