Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH PAI

KETENTUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM


DAN
HIKMAH PERNIKAHAN DALAM ISLAM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Dinda Mutiarani Jamil Putri Mutiara Qalbi
Hafizatul Arbi Salwa Dyna Febriani
M. Ibra Michaeldi Sari Hanifah
Muhammad Raihan Rabbani Silvie Mutiara Elisfa
Muhammad Rakasiwi Zikri Febrian
Novia Safitri

KELAS XII MIPA 1

Guru Pembimbing : Dwi Suyarto

SMA N 1 SOLOK
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
I. Ketentuan Pernikahan Dalam Islam

Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam – macam, maka ada beberapa
ketentuan meliputi hukum, rukun dan syarat nikah yang dapat dibagi menjadi:

1.      Hukum Nikah 

a.       Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat
memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan – keperluan lain yang mesti dipenuhi.
b.      Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan
terjerumus dalam perzinaan. Sabda Nabi Muhammad SAW. :“Hai golongan pemuda, barang
siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah menikah. Karena sesungguhnya nikah
itu menghalangi pandangan (terhadap yang dilarang oleh agama) dan memelihara kehormatan.
Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah
perisai baginya.” (HR Bukhari Muslim).
c.       Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak mampu
memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat. Firman Allah
SWT :“Hendaklah menahan diri orang – orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah,
hingga Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.” (An Nur / 24:33)
d.      Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia –
nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja
kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e.       Mubah, bagi orang – orang yang tidak terdesak oleh hal – hal yang mengharuskan segera
nikah atau yang mengharamkannya.

2.      Rukun Nikah dan Syarat Nikah 

Rukun Nikah dan Syarat Nikah adalah 2 bagian yang saling terkait. Rukun nikah ada 5
macam, di sertai dengan syarat-sayratnya yaitu :

a. Calon suami

Calon suami harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :


1)     Beragama Islam
2)     Benar – benar pria
3)     Tidak dipaksa
4)     Tidak sedang beristri empat
5)     Bukan mahram calon istri
6)     Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
7)     Usia sekurang – kurangnya 19 Tahun

b. Calon istri

Calon istri harus memiliki syarat – syarat sebagai berikut :


1)     Beragama Islam
2)     Benar – benar perempuan
3)     Tidak dipaksa
4)     Halal bagi calon suami / Tidak Sedang Bersuami
5)     Tidak sedang dalam masa iddah
6)     Bukan mahram calon suami
7)     Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
8)     Usia sekurang – kurangnya 16 Tahun

c. Wali

Wali Nikah harus memenuhi syarat – syarat sebagi berikut :


1)     Beragama Islam
2)     Baligh (dewasa)
3)     Berakal Sehat
4)     Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5)     Adil (tidak fasik)
6)     Mempunyai hak untuk menjadi wali
7)     Laki – laki

“Janganlah perempuan mengawinkan perempuan yang lain dan janganlah pula


perempuan mengawinkan dirinya sendiri, karena perempuan yang berzina ialah yang
mengawinkan dirinya sendiri”. ( Riwayat ibn majah dan Daruqquthni ).
Yang berhak menjadi wali bukan sembarang orang, menurut Syafi’I, orang-orang yang berhak
menjadi wali yaitu :
1)     Bapak
2)     Kakek dari jalur Bapak
3)     Saudara laki-laki kandung
4)     Saudara laki-laki tunggal bapak
5)     Kemenakan laki-laki (anak laki-lakinya saudara laki-laki sekandung)
6)     Kemenakan laki-laki (anak laki-laki saudara laki-laki bapak)
7)     Paman dari jalur bapak
8)     Sepupu laki-laki anak paman
9)     Hakim, bila sudah tidak ada wali –wali tersebut dari jalur nasab. Bila sudah benar-benar tidak
ditemui seorang kerabat atau yang dimaksud adalah wali di atas maka alternatif berdasarkan
hadis Nabi adalah pemerintah atau hakim kalau dalam masyarakat kita adalah naib.

“Wanita manapun yang kawin tanpa seizing walinya, maka pernikahannya batal,
pernikahannya batal. Bila (telah kawin dengan syah dan) telah disetubuhi, maka ia berhak
menerima maskawin (mahar) karena ia telah dinikmati kemaluannya dengan halal. Namun bila
terjadi pertengkaran diantara para wali, maka pemerintah yang menjadi wali yang tidak
mempunyai wali.Wali dapat di pindah oleh hakim bila jika terjadi pertentangan antar wali. Jika
tidak adanya wali, ketidak adaannya di sini yang dimaksud adalah benar-benar tidak ada satu
kerabat pun, atau karena jauhnya tempat sang wali sedangkan wanita sudah mendapatkan suami
yang kufu’”.
 Jenis-jenis wali nikah

1)     Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak mewalikan
pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya
perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)
2)     Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali
3)     Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab
berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah
seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
4)     Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa pada
negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.

 Dua orang saksi

Dua orang saksi nikah harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
1)     Islam
2)     Baligh (dewasa)
3)     Berakal Sehat
4)     Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5)     Adil (tidak fasik)
6)     Mengerti maksud akad nikah
7)     Laki – laki
Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi SAW. :
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (Riwayat Ahmad.)

 Ijab dan Qabul (Sighat)

Ijab yaitu suatu suatu pernyataan berupa penyerahan diri seorang wali perempuan atau
wakilnya kepada seorang laki-laki dengan kata-kata tertentu maupun syarat dan rukun yang telah
ditentukan oleh syara’.
Qabul yaitu suatu pernyataan penerimaan oleh pihak laki-laki terhadap pernyataan wali
perempuan atau wakilnya.
Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):”Aku terima nikahnya dengan Diana
Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai” ATAU “Aku terima
Diana Binti Daniel sebagai istriku“.
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin
khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal “SAH”
atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.

Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu kekal
dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para
hadirinBersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya
berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya
ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini diteruskan dengan
suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai “Pembatalan Wudhu”.Ini karena sebelum akad
nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih dahulu.
Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan
berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil masa
yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau
majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.
II.   Hikmah Pernikahan dalam Islam

1.      Perkawinan Dapat Menentramkan Jiwa.


Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan nafsu seksualnya dengan rasa aman
dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir dan batin.
Firman Allah SWT :
“Dan diantara tanda – tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptkan istri – istri dari
jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21)

2.      Perkawinan dapat Menghindarkan Perbuatan maksiat.


Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran kodrat biologis. Dorongan biologis dalam
rangka kelangsugan hidup manusia berwujud nafsu seksual yang harus mendapat penyaluran
sebagaimana mestinya. Penyaluran nafsu seksual yang tidak semestinya akan menimbulkan
berbagai perbuatan maksiat, seperti perzinaan yang dapat megakibatkan dosa dan beberapa
penyakit yang mencelakakan. Dengan melakukan perkawinan akan terbuaka jalan untuk
menyalurkan kebutuhan biologis secara benar dan terhindar dari perbuatan – pebuatan maksiad.

3.      Perkawinan untuk Melanjutkan Keturunan


Dalam surah An Nisa ayat 1 ditegaskan bahwa manusia diciptakan dari yang satu,
kemudian dijadikan baginya istri, dan dari keduanya itu berkembang biak menjadi manusia yang
banyak, terdiri dari laki – laki dan perempuan.Memang manusia bisa berkembang biak tanpa
melalui pernikahan, tetapi akibatnya akan tidak jelas asal usulnya / jalur silsilah keturunannya.
Dengan demikian, jelas bahwa perkawinan dapat melestarikan keturunan dan menunjang nilai –
nilai kemanusiaan.

4. Terjalinnya Kerja Sama antara Suami dan Istri dalam Mendidik Anak dan Menjaga
Kehidupannya

5. Terjalinnya Silahturahmi Antarkeluarga Besar Pihak Suami dan Pihak Istri

Anda mungkin juga menyukai