2021
Hukum Pernikahan
Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat
mewujudkan maslahat, memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala
dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa mudarat
maka nikah pun dilarang. Karena itu hukum asal melakukan pernikahan adalah
mubah. Para ahli fikih sependapat bahwa hukum pernikahan tidak sama
penerapannya kepada semua mukalaf, melainkan disesuaikan dengan kondisi
masing-masing, baik dilihat dari kesiapan ekonomi, fisik, mental ataupun
akhlak. Karena itu hukum nikah bisa menjadi wajib, sunah, mubah, haram, dan
makruh. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
1. Wajib bagi orang yang telah mampu baik fisik, mental, ekonomi
maupun akhlak untuk melakukan pernikahan, mempunyai keinginan
untuk menikah, dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan
jatuh pada perbuatan maksiat, maka wajib baginya untuk menikah.
Karena menjauhi zina baginya adalah wajib dan cara menjauhi zina
adalah dengan menikah.
2. Sunah bagi orang yang telah mempunyai keinginan untuk menikah
namun tidak dikhawatirkan dirinya akan jatuh kepada maksiat,
sekiranya tidak menikah. Dalam kondisi seperti ini seseorang boleh
melakukan dan boleh tidak melakukan pernikahan. Tapi melakukan
pernikahan adalah lebih baik daripada mengkhususkan diri untuk
beribadah sebagai bentuk sikap taat kepada Allah Swt..
3. Mubah bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak
membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti
orang yang impoten atau lanjut usia, atau yang tidak mampu
menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut
harus rasyidah (berakal). Juga mubah bagi yang mampu menikah
dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau
bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi
diri dari yang haram.
4. Haram yaitu bagi orang yang yakin bahwa dirinya tidak akan mampu
melaksanakan kewajiban-kewajiban pernikahan, baik kewajiban yang
berkaitan dengan hubungan seksual maupun berkaitan dengan
kewajiban-kewajiban lainnya. Pernikahan seperti ini mengandung
bahaya bagi wanita yang akan dijadikan istri. Sesuatu yang
menimbulkan bahaya dilarang dalam Islam. Tentang hal ini Imam al-
Qurtubi mengatakan, “Jika suami mengatakan bahwa dirinya tidak
mampu menafkahi istri atau memberi mahar, dan memenuhi hak-hak
istri yang wajib, atau mempunyai suatu penyakit yang
menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual, maka dia tidak
boleh menikahi wanita itu sampai dia menjelaskannya kepada calon
istrinya. Demikian juga wajib bagi calon istri menjelaskan kepada calon
suami jika dirinya tidak mampu memberikan hak atau mempunyai
suatu penyakit yang menghalanginya untuk melakukan hubungan
seksual dengannya”.
5. Makruh yaitu bagi seseorang yang mampu menikah tetapi dia
khawatir akan menyakiti wanita yang akan dinikahinya, atau
menzalimi hak-hak istri dan buruknya pergaulan yang dia miliki dalam
memenuhi hak-hak manusia, atau tidak minat terhadap wanita dan
tidak mengharapkan keturunan.
Suatu perkawinan dimana seorang suami mempunyai istri lebih dari satu, dan
ada banyak alasan yang mendasari bentuk perkawinan ini diantaranya: anak,
jenis kelamin anak, ekonomi, status sosial,dll.
Perkawinan eugenis
Yaitu merencanakan adanya suatu kontrak tahap pertama selama 3-5 tahun,
dan kontrak tahap kedua ditempuh selama 10 tahun, dan perpanjangan
kontrak dapat dilakukan untuk perpanjangan tahap ketiga yang memberikan
hak pada kedua pasangan “untuk saling memilki” secara permanen.
Dua orang akan melibatan diri dalam suatu relasi atau hubungan yang sangat
intim dan mencobanya terlebih dahulu selama satu perode tertentu, jika
dalam periode itu kedua belah pihak bisa saling menyesuaikan atau merasa
cocok barulah dilakukan ikatan pernikahan yang permanen.
Perkawinan persekutuan
3. Nikah mut’ah / Kawin kontrak Yakni menikah dalam waktu tertentu saja
sesuai dengan kesepakatan dalam akadnya. Mut’ah berarti nikmat,
nikah mut’ah adalah nikah yang bertujuan mencari kenikmatannya saja.
Kaum sunni mengharamkan nikah mut’ah, sementara kaum syi’ah
menghalalkannya. Pada kasus orang yang berniat menikahi seorang
wanita dalam waktu tertentu saja tetapi tidak dinyatakannya, maka:
1. Nikah Muhallil Yakni nikah untuk mengakali hukum Allah. Dalam Islam,
seseorang yang sudah mentalaq istrinya sebanyak tiga kali maka ia
tidak boleh lagi rujuk kepada istrinya tersebut. Pernikahan muhallil
adalah pernikahan sandiwara yang bertujuan untuk melepaskan
larangan tersebut (menghalalkan).
2. Pernikahan dengan ahli kitab Tidak ada perbedaan pendapat bahwa
wanita muslim haram hukumnya menikah dengan pria ahli kitab.
Sementara untuk sebaliknya, mengenai laki-laki muslim menikahi
wanita ahli kitab ada perbedaan pendapat:
2. Poligami
Disebut poligini sororat jika istrinya kakak beradik kandung dan disebut non-
sororat jika para istri bukan kakak adik.
Disebut poliandri fraternal jika si suami beradik kakak dan disebut non-
fraternal bila suami-suami tidak ada hubungan kakak adik kandung.
1. Endogami
2. Eksogami
Parallel Cousin
Cross Cousin adalah bentuk perkawinan anak-anak dari kakak beradik yang
sama jenis kelaminnya.
Mas kawin adalah suatu tanda kesungguhan hati sebagai ganti rugi atau uang
pembeli yang diberikan kepada orang tua si pria atau si wanita sebagai ganti
rugi atas jasa membesarkan anaknya, atau emberian dari calon mempelai pria
kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang, atau jasa yang
selama itu tidak bertentangan dengan hukum islam (ps. 1 huruf d.KHI.
hukumnya wajib, yang menurut kesepakatan para ulama merupakan salah
satu syarat sah nya nikah.
Seperti kita tahu bahwa Indonesia memiliki beragam suku dan kebudayaan,
jadi tidak heran apabila kita sering melihat upacara-upacara adat yang sangat
unik. Upacara pernikahan adalah termasuk upacara adat yang harus kita jaga,
karena dari situlah akan tercermin jati diri kita, bersatunya sebuah keluarga
bisa mencerminkan bersatunya sebuah negara.