PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada lelaki ada
perempuan.Islam mengajak manusia untuk membentuk kelurga, karena keluarga itu gambaran
kecil dalam kehidupan stabil yang menjadi pemenuhan keinginan manusia, tanpa
menghilangkan kebutuhannya. Keluarga merupakan tempat fithroh yang sesuai dengan
keinginan Allah bagi kehidupan manusia sejak keberadaan khalifah, Allah SWT. berfirman:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. (QS. Ar-Rad (13): 38)
Dalam keluarga yang sakinah ketika terdapat masalah selalu diselesaikan dengan ajaran
Islam. Namun ketika masalah warisan, banyak yang tidak menyelesaikan masalah waris
tersebut dengan hukum waris Islam. Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang
sangat teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia,
baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang legal.
Al-quran telah menjelaskan secara rinci tentang pembagian warisan untuk para anggota
keluarga sesuai hak masing. Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai
kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu,
paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau seibu.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian nikah dalam islam
2. Untuk mengetahui hukum dan syarat pernikahan dalam islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nikah
Secara bahasa pernikahan diartikan sebagai berkumpul, wathi, dan akad. Menurut istilah
lain, juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara
sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke
pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Menurut bahasa Indonesia, kata
nikah berarti berkumpul atau bersatu.
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa arab disebut dengan dua kata,
yaitu nikah(), dan zawaj(). Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari
orang Arab dan banyak terdapat dalam al-Quran dan hadits Nabi.Dalam surat an-Nisa ayat
3:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil,
Maka (kawinilah) seorang saja.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. atau
sunnah Rasul. Dalam hal ini Rasulullahsaw bersabda:
Dari Anas bin Malik ra : Akan tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi
wanita, barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku.
(HR. Al-Bukhari dan muslim). Setelah kita perhatikan dan kita telaah secara mendalam dari
berbagai definisi pernikahan, bahwa yang menjadi inti pokok dari perrnikahan itu adalah
aqad (perjanjian). Yaitu penyerahan dan penerimaan antara orang tua calon mempelai wanita
dengan calon mempelai pria.
Nikah tidak sah jika tidak terpenuhinya beberapa perkara (syarat-ayarat dan rukun
nikah), yaitu:
1. Ijab Qobul
Adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan
perkawinan dalam bentuk ijab dan qobul. Ulama sepakat menempatkan ijab
qobul sebagai rukun perkawinan. Akad ijab qabul merupakan rukun yang paling
menentukan dalam menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal dan tidak sah
suatu pernikahan tanpa ijab qabul. Adapun akad ijab diucapkan si wali nikah,
sedangkan akad qabul di ucapakan calon suami.
2.Calon Suami
Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan dan
tidak boleh lain dari itu, seperti sesama laki-laki atau sesama perempuan, karena
ini yang disebut dalam al-Quran. Adapun Syarat-syarat Menjadi Seorang Suami
adalah sebagai berikut:
a. Dia menikahi calon istrinya dengan sukarela bukan karena dipaksa.
b. Calon suami tersebut adalah laki-laki yang tulen, bukan banci.
c. Calon suami tresebut diketahui dengan jelas identitasnya oleh wali nikah calon
istri dan kedua saksi.
d. Calon suami harus mengetahui calon istrinya baik dengan mengetahui namanya
e.
mengawinkan
g. Calon istri bukan makhram atas suami baik makhrm karena nasab atau rodlo
(kesusuan)
h. Calon suami harus mengetahui bahwa calon isterinya adalah halal baginya.
i. Calon suami adalah seorang muslim jika calon isteri adaah seorang muslimah,
karena tidak sah nikahnya nikahnya seorang muslimah dengan non muslim.
Firman Allah Surah Al-Baqarah ayat 221:
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanitawanita mukmin) sebelum mereka beriman.
3.Calon Istri
Syarat-syarat Wanita Menjadi Seorang Istri adalah sebagai berikut:
a. Seorang wanita tulen.
b. Wanita itu tidak sedang melakukan ihram, baik dengan ihram haji atau umrah.
c. Wanita itu bukan istri seseorang, maka tidak sah wanita yang sudah bersuami
menikah lagi sebelum diceraikan oleh suami yang pertama.
d. Wanita itu bukan mahram bagi calon pengantin pria, maka tidak sah perkawinan
seorang pria dengan wanita mahramnya, baik mahram dari nasab.
e. Wanita itu tidak sedang menjalankan iddah
f. Wanita itu diketahui oleh calon suaminya, maka tidak sah seseorang kawin
dengan wanita yang tidak diketahui sebelumnya.
g. Wanita itu bukan istri yang kelima bagi calon suami itu.
4.Wali
Wali secara umum adalah seseorang yang karena kedudukannya berwenang
untuk bertindak terhadap dan atas nama orang lain. Dalam akad perkawinan wali
itu adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu
akad nikah.
Keberadaan seorang wali secara umum adalah suatu yang mesti dan tidak sah
akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Wali itu ditempatkan sebagai
rukun dalam perkawinan menurut kesepakatan ulama secara prinsip. Dalam akad
perkawinan itu sendiri wali dapat berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas
nama mempelai perempuan dan dapat pula sebagai orang yang diminta
persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan tersebut.
Terdapat banyak perbedaan pendapat dalam hal perwalian ini, diantaranya:
a. Ulama Hanafiyah dan ulama Syiah Imamiyah berpendapat bahwa, untuk
perkawinan anak kecil baik sehat akal atau tidak sehat akal diwajibkan adanya
wali yang akan mengakadkan perkawinannya. Sedangkan perempuan yang sudah
c.
a. Islam, maka tidak diperbolehkan wali perempuan itu orang kafir. Hal ini berdalil
dari firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 28:
kembali (mu).
Baligh, dalam arti tidak diperbolehkan wali perempuan dari golongan anak kecil.
Merdeka, maka juga tidak diperbolehkan wali perempuan itu budak dalam ijab
d.
e.
Pertama: Kelompok kerabat lakilaki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah
dan seterusnya.
Kedua: Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan
keturunan laki laki mereka.
Ketiga: Kelompo kerabat paman, yakni saudara lakilaki kandung ayah, saudara seayah
dan keturunan laki laki mereka.
Keempat: Kelompok saudara laki laki kandung kakek, saudara laki laki seayah kakek
dan keturunan laki- laki mereka.
Apabila dalam suatu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang
sama- sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah
yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.
Apabila dalam suatu kelompok sama derajat kekerabatannya maka yang
paling berhak menjadi wali nikah adalah kerabat kandung dari kerabat yang hanya
seayah.
Apabila dalam suatu koelompok, derajat kekerabatannya sama, yakni samasama derajat kandung atau sama-sama derajat kerabat seayah. Mereka sama
sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan
memenuhi syarat-syarat wali.
Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannnya tidak memenuhi syarat
sebagai wali nikah atau oleh wali nikah itu menderita cacat tuna wicara, tuna
rungu atau sudah udzur. Maka hak wali nikah bergeser kepada wali nikah yang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
2. Wali Hakim, yaitu orang yang menjadi wali dalam kedudukannya sebagai hakim
atau pengusaha.
Dalam penetapannya terdapat beda pendapat di kalangan ulama. Beda
pendapat ini di sebabkan oleh tidak adanya petunjuk yang jelas dari nabi,
10
sah pernikahan tersebut dan harus diulang prosesi akad nikahnya dengan
kesaksian orang yang memenuhi syarat
Dan dapat diketahui bahwasanya satu atau keduanya tidak memenuhi syarat
dengan dua hal:
1. Jika ada dua saksi yang bersaksi bahwa dua saksi tersebut tidak memenuhi syarat.
2. Dengan pengakuan suami istri tersebut bahwa kedua saksi tersebut adalah orang
yang tidak memnuhi syarat, maka batalah nikahnya
Ibu, nenek dan seterusnya ke atas, baik jalur laki-laki maupun wanita
Anak perempuan (putri), cucu perempuan, dan seterusnya, ke bawah baik dari jalur
laki-laki-laki maupun perempuan
Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan
seterusnya ke atas baik sekandung
Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan
seterusnya ke atas baik sekandung
11
Putri saudara laki-laki (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya
dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita
12
Istri yang telah bersuami dan istri orang kafir jika ia masuk Islam
Wanita yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu
sampai ia menjadi istri dari laki-laki lain
Wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki ahli kitab atau laki-laki kafir
Wanita dijadikan istri kelima sedangkan masih memiliki istri yang keempat
Talak
Talak secara bahasa berarti melepaskan ikatan. Kata ini adalah derivat dari kata
ithlaq, yang berarti melepas atau meninggalkan. Secara syari, talak berarti
melepaskan ikatan perkawinan.
13
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau
keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu
khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri
untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah
orang-orang yang zalim.
Apabila pergaulan suami istri tidak dapat mencapai tujuan pernikahan, maka hal itu
akan megakibatkan perpisahan dua keluarga. Karena tidak adanya kesepakatan antara suamiistri, maka dengan keadilan ALLAH SWT dibukakan-Nya suatu jalan keluar,yaitu pintu
perceraian.
Oleh karea itu, dengan menilik kemudratannya, maka hukum talak ada tiga, yaitu:
1) Wajib.
Apabila terjadi perselisihan antara suami-istri sedangkan dua hakim yang
mengurus perkara keduanya sudah memandang perlunya supaya keduanya bercerai.
2) Sunnah
Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya, atau
perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.
3) Haram
Haram hukumnya dalam 2 keadaan, yaitu ketika istri sedang haid dan
menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampurinya pada waktu suci tersebut
Kalimat yang dipakai untuk percaraian ada macam, yaitu:
14
Sarih (terang), hysitu kalimat yang tidak ragu-ragu laginbahwa yang dmaksud adalah
memutuskan ikatan pernikahan.Seperti kataSaya ceraikan engkau. Kalimat sarih ini
tidak perlu dengan niat.Berarti, apabila dikatakan oleh suami berniat atau tidak
berniat, keduanya tetap bercerai.
Kinayah(sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu. Seperti kata Pulanglah
engkau ke rumah orang tuamu. Kalimat ini bergantung pada niat,jika tidak diniatkan
untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak.Kalau diniatkan untuk menjatuhkan talak,
maka barulah menjadi talak.
Ditinjau dari segi waktunya talak menjadi tiga macam yaitu :
1.
Talak Sunni yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah.
isteri yang ditalak sudah pernah digauli, bila belum pernah digauli maka bukan
isteri dapat segera melakukan menunggu iddah suci setelah ditalak yaitu dalam
talak itu dijatuhkan ketika isteri dalam keadaan suci, baik dipermulaan,
dipertengahan maupun diakhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid.
d)
suami tidak pernah menggauli isteri selama masa suci di mana talak itu
dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika isteri dalam keadaan suci dari
haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
2.
Talak Bidi yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan
tuntutan sunnah dan tidak memenuhi ketentuan syarat-syarat talak sunni. Termasuk
dalam talak bidi adalah :
a)
talak yang dijatuhkan terhadap isteri pada waktu haid (menstruasi) baik
talak yang dijatuhkan terhadap isteri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli
15
Ditinjau dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan bekas suami merujuk kembali
bekas isteri, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut :
1.
Talak Raji yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap isterinya yang telah pernah
digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari isteri, talak yang pertama kali dijatuhkan
atau yang kedua kalinya.
Setelah terjadi talak rajI, maka isteri wajib ber iddah, hanya bila kemudian suami hendak
kembali kepada isteri sebelum berakhir masa iddah, maka hal itru dapat dilakukan dengan
jalan rujuk, tetapi jika dalam masa iddah tersebut suami tidak menyatakan rujuknya, maka
talak tersebut berubah menjadi talak bain dengan berakhir iddahnya.: kemudian jika sesudah
berakhir iddahnya itu suami ingin kembali kepada bekas isterinya, maka wajib dilakukan
dengan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula. Talak raji hanya terjadi dengan
talak yang pertama dan kedua saja`
2.
Talak Bain yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap
bekas isterinya. Untuk mengembalikan bekas isteri ke dalam ikatan perkawinan harus melalui
akad nikah baru lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya.
Talak bain terbagi dua macam yaitu :
a. Talak Bain Sughra yaitu talak bain yang menghilangkan kepemilikan bekas suami terhadap
isteri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk menikahkan kembali dengan
bekas isterinya tersebut. Termasuk talak bain sughra adalah
talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang dipenjara, talak karena
Rukun talak adalah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak
bergantung ada dan kelengkapannya unsur-unsur tersebut. Adapun rukun talak ada 4 (empat)
yaitu :
1.
Suami. Suami adalah yang memilki hak talak dan yang berhak
menjatuhkannya. Selain suami tidak berhak menjatuhkannya, oleh karena itu talak
bersifat menghilangkan ikatan perkawinan, maka talak tidak mungkin terwujud
kecuali setelah nyata adanya akad perkawinan yang sah
Untuk sahnya talak suami memilii 3 (tiga) syarat yaitu :
a.
berakal,. Suami yang gila tidak sah menjatuhkan talak. Yang dimaksud dengan
gila dalam hal ini adalah hilang ingatan atau rusak akal karena sakit, pitam, hilang
akal karena sakit panas, sakit ingatan karena rusak akal sarafnya.
b.
c.
atas kemauan sendiri. Yang dimaksud ialah adanya kehendak pada diri sendiri
untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan atas pilihan sendiri bukan paksaan dari
orang lain. Kehendak dan kerelaan melakukan perbuatan menjadi dasar taklif dan
pertanggung jawaban. Oleh karena itu orang yang dipaksa melakukan sesuatu (dalam
hal ini menjatuhkan talak) tidak dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya
2.
isterinya sendiri. Tidak dipandang jatuh talak yang diucapkan terhadap isteri orang
lain.
Untuk sahnya talak, isteri memiliki syarat sebagai berikut :
a.
isteri itu masih tetap berada dalam perlindungan suami. Isteri yang menjalani
masa iddah talak raji dari suaminya oleh hukum Islam dipandang masih berada
dalam perlindungan kekuasaan suami. Karenanya bila dalam hal ini masa itu suami
menjatuhkan talak lagi, dipandang jatuh talaknya sehingga menambah jumlah talak
yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang dimiliki suami. Dalam hal talak
bain, bekas suami tidak berhak menjatuhkan talak lagi terhadap bekas isterinya
17
meski dalam masa iddahnya, karena dengan talak bain itu bekas isteri tidak lagi
berada dalam perlindungan kekuasaan bekas suami.
b.
kedudukan isteri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang
sah. Jika ia menjadi isteri dengan akad nikah yang batil, seperti akad nikah terhadap
wanita dalam masa iddahnya atau akad nikah dengan perempuan saudara isterinya
(memadu antar dua perempuan bersaudara), atau akad nikah dengan anak tirinya
padahal suami pernah menggauli ibu anak tirinya dan anak tiri itu berada dalam
pemeliharaannya, maka talak yang demikian dipandang tidak ada.
c.
sighat talak. Ialah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap isterinya
yang menunjukan talak, baik itu sharih maupun kinayah, baik berupa ucapan maupun
tulisan, isyarat bagi suami yang tuna wicara atau pun dengan suruhan dia. Talak tidak
dipandang jatuh jika perbuatan suami terhadap isteri menunjukan kemarahannya,
semisal suami memarahi isteri, memukulnya, mengantarnya ke rumah orang tuanya,
menyerahkan barang-barangnya tanpa disertai penyertaan talak, maka yang demikian
itu bukan talak. Demikian pula niat talak atau masih berada dalam pikiran dan anganangan, tidak diucapkan tidak dipandang sebagai talak. Pembicaraan suami tentang
talak tetapi tidak ditujukan terhadap isterinya maka itupun bukan talak.
d.
qashdu (sengaja) artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan
oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan maksud lain. Oleh karena itu salah
ucap yang tidak dimaksud untuk talak dipandang tidak jatuh talak, seperti suami
memberikan buah salak kepada isterinya. Ia mengucapkan kepada isterinya ini buah
talak untuk mu maka ucapan tersebut tidak menjatuhkan talak.
II.
RUJUK
A. Pengertian Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali, sedangkan menurut istilah adalah kembalinya
seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak
raji.
18
19
20
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allh dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allh dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya
dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah.
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
maruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.
Dan Allh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Qs. al-Baqarah/2 ayat 228)
Cara untuk rujuk, ialah dengan menyampaikan rujuk kepada istri yang ditalak, atau
dengan perbuatan. Rujuk dengan ucapan ini disahkan secara ijma oleh para ulama, dan
dilakukan dengan lafazh yang sharih (jelas dan gamblang), misalnya dengan ucapan saya
rujuk kembali kepadamu atau dengan kinayah (sindiran), seperti ucapansekarang, engkau
sudah seperti dulu. Kedua ungkapan ini, bila diniatkan untuk rujuk, maka sah. Sebaliknya,
bila tanpa diniatkan untuk rujuk, maka tidak sah.
Sedangkan rujuk dengan perbuatan, para ulama masih bersilang pendapat, namun
yang rajih (kuat) -insya Allh- yaitu dengan melakukan hubungan suami istri atau
muqaddimahnya, seperti ciuman dan sejenisnya dengan disertai niat untuk rujuk.
Demikian ini pendapat madzhab Malikiyah dan dirajihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullh dan Syaikh as-Sadi rahimahullh. Apabila disertai dengan saksi,
maka itu lebih baik, apalagi jika perceraiannya dilakukan di hadapan orang lain, atau sudah
diketahui khalayak ramai.
2. Rukun Rujuk
1. Suami yang merujuk
21
Laki-laki :
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. Ayah
4. Kakek / ayahnya ayah
5. Saudara kandung
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki
7. Suami
22
8. Paman
9. Anak dari paman laki-laki
10. Laki-laki yang memerdekakan budak
Perempuan :
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Ibu
4. Nenek
5. Saudari kandung
6. Istri
7. Wanita yang memerdekakan budak
(anak tiri).
Seorang anak kandung perempuan dengan 2 syarat: pewaris tidak memiliki anak lakilaki, dan anak tersebut merupakan anak tunggal.
23
Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dengan 3 syarat: apabila cucu tersebut
tidak memiliki anak laki-laki, dia merupakan cucu tunggal, dan Apabila pewaris tidak
2. Pembagian harta waris dalam Islam bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris
seperempat (1/4): yaitu seorang suami yang ditinggal oleh istrinya dan begitu pula
sebaliknya
Seorang suami yang ditinggalkan dengan syarat, istri memilki anak atau cucu dari
keturunan laki-lakinya, tidak peduli apakah cucu tersebut dari darah dagingnya atau
bukan.
Seorang istri yang ditinggalkan dengan syarat, suami tidak memiliki anak atau cucu,
tidak peduli apakah anak tersebut merupakan anak kandung dari istri tersebut atau
bukan.
3. Pembagian harta waris bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris seperdelapan
(1/8): yaitu istri yang ditinggalkan oleh suaminya yang memiliki anak atau cucu, baik
anak tersebut berasal dari rahimnya atau bukan.
4. Pembagian harta waris dalam Islam bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris
duapertiga (2/3):
Dua orang anak kandung perempuan atau lebih, dimana dia tidak memiliki saudara
memiliki anak kandung, dan dua cucu tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki.
Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) dengan syarat pewaris tidak memiliki
anak, baik laki-laki maupun perempuan, pewaris juga tidak memiliki ayah atau kakek,
24
5. Pembagian harta waris dalam Islam bagi orang-orang yang berhak mendapatkan waris
sepertiga (1/3):
Seorang ibu dengan syarat, Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari
keturunan anak laki-laki. Pewaris tidak memiliki dua atau lebih saudara (kandung atau
bukan)
Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih dengan syarat
pewaris tidak memiliki anak, ayah atau kakek dan jumlah saudara seibu tersebut dua
orang atau lebih.
....kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan)
yang sedap lagi baik akibatnya.
Juga dalam hadis Nabi SAW yang artinya:
Dari Numan bin Basyir r.a beliau berkata: seseungguhnya ayahnya membawa dia
menghadap Rasulullah, seraya beliau berkata: sesungguhnya saya memberikan anakku yang
ini seorang budak yang menjadi milik saya. Lalu Rasulullah bertanya, apakah semua anakmu
kamu berikan seorang budak seperti ini? Beliau menjawab, tidak! Lalu Rasulullah bersabda,
ambillah dia kembali.
Hadis tersebut sebagai dalil kewajiban berlaku adil antara anak-anak dalam
pemberian. Al-bukhari sudah menjelaskan dan beberapa ulama lain, sesungguhnya hibah itu
batal tanpa persamaan diantara anak-anak itu.
25
Menurut hukum islam , masalah waris mewarisi akan terjadi apabila di penuhinya
syarat- syarat mewarisi. Adapun syarat-syarat mewarisi ada 3 yaitu :
-
Yaitu hilangnya nyawa seseorang dari jasadnya yang dapat di buktikan dengan panca indra
atau dapat di buktikan dengan alat pembuktian.
b. Mati hukmy (menurut putusan hakim)
Yaitu kematian yang disebabkab adanya vonnis dari hakim, walaupun pada hakekatnya ada
kemungkinan seseorang tersebut masih hidup atau dalam dua kemungkinan antara hidup dan
mati. Contoh vonis kematian seseorang, padahal ada kemungkinan orang tersebut masih hidup
ialah vonis kematian terhadap mafqud yaitu orang yang tidak diketahui kabar beritanya, tidak
dikenal domisilinya dan tidak pula diketahui hidup atau matinya[3].
c.
Yaitu kematian yang didasarkan pada dugaan yang kuat bahwa orang yang bersangkutan telah
mati. contohnya kematian seorang bayi yang baru dilahirkan akibat terjadi pemukulan
terhadap perut ibunya. Kematian tersebut hanya semata-mata berdasarkan dugaan yang kuat
saja, sebab kematian tersebut bisa juga di sebabkan oleh faktor-faktor yang lain.
2. Hidupnya warits (ahli waris)
Hidupnya ahli waris harus jelas pada saat muwarrits meninggal dunia. Ahli waris
merupakan pengganti untuk menguasai harta peninggalan, dan perpindahan hak itu di dapat
melalui jalur waris. Oleh karena itu, setelah muwarrits meninggal dunia, maka ahli warisnya
harus betul-betul hidup, agar pemindahan harta itu menjadi nyata.
Adapun masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan syarat hidupnya ahli waris
ialah mengenai mafqud, anak dalam kandungan, dan keadaan mati bebarengan (mati secara
bersamaan).
26
Masalah mafqud terjadi dalam hal keberadaan seseorang waris tidak diketahui secara
pasti apakah masih hidup atau sudah mati ketika muwarrits meninggal dunia. Jika terjadi
kasus seperti ini, maka pembagian waris dilakukan dengan cara memandang si mafqud
tersebut masih hidup. Hal ini dilakukan untuk menjaga hak si mafqud jika ternyata dia masih
hidup. Bila di kemudian hari sebelum habis waktu maksimal untuk menunggu ternyata si
mafqud datang atau hadir dalam keadaan hidup, maka bagian waris yang telah disediakan
untuk si mafqud tersebut di berikan kepadanya. Jika dalam tenggang waktu yang telah
ditentukan ternyata si mafqud tersebut tidak datang, sehingga dia dapat diduga telah mati,
maka bagiannya tersebut di bagi di antara para ahli waris lainnya sesuai dengan perbandingan
furudh mereka masing-masing.
Masalah anak dalam kandungan terjadi dalam hal istri muwarrits dalam keadaan
mengandung ketika muwarrits meninggal dunia.dalam kasus seperti ini maka penetapan
keberadaan anak tersebut dilakukan pada saat kelahiran anak tersebut.oleh sebab itu maka
pembagian waris dapat di tangguhkan sampai anak tersebut dilahirkan.
Masalah mati secara bersamaan, hal ini terjadi jika dua orang atau lebih yang saling
mewarisi mati secara bersamaan. Misalnya seorang bapak dan anaknya tenggelam atau
terbakar bersama-sama, sehingga tidak diketahui secara pasti siapa yang meninggal terlebih
dahulu, dalam kasus ini mereka tidak boleh saling mewarisi, dan salah seorang dari mereka
tidak boleh memiliki tirkah yang lainnya. Maka, yang berhak untuk memiliki tirkah tersebut
adalah ahli waris masing-masing yang masih hidup. hal ini sesuai dengan yang di isyaratkan
oleh fuqaha bahwa : tidak saling waris antara dua orang yang mati tenggelam atau terbakar
atau sama-sama tertimpa reruntuhan. Demikianlah ketentuan dari hukum islam.
3. Mengetahui status kewarisan.
Agar seseorang dapat mewarisi harta orang yang meninggal dunia,haruslah jelas
hubungan antara keduannya, seperti hubungan suami istri, hubungan kerabat dan derajat
kekerabatannya. sehingga seorang hakim dapat menerapkan hukum sesuai dengan semestinya.
Dalam pembagian harta warisan itu berbeda-beda sesuai dengan jihat warisan dan status
derajat kekerabatannya. Dengan demikian, tidak cukup kita berkata : sesungguhnya orang itu
termasuk saudara orang yang mati, tetapi harus di ketahui juga apakah ia saudara sekandung,
saudara seayah atau seibu, karena masing- masing saudara tersebut mempunyai bagian
tersendiri, sebagian mereka ada yang mendapatkan waris sebagai ash-habul furudl, ada yang
sebagian golongan ashabah dan sebagian lagi ada yang mahjub (tidak mendapatkan warisan
karena terhalang oleh ahli waris yang lebih berhak)
27
yang
(
menghalangi
)
warisan.
Sifat
keabidan
Artinya seorang abid tidak akan mendapat warisan dari siapapun walaupun dari orang
tuanya
sendiri.
2.Al-qotlu
membunuh
Seperti anak membunuh bapaknya, maka si anak tidak akan mendapat warisan dari
bapaknya
3.Ikhtilafuddin
berbeda
agama
Apabila seorang anak beragama kristen sedangkan bapaknya beragama islam maka si
anak tidak akan mendapat warisan dari bapaknya, begitu juga sebaliknya si bapak
tidak akan mendapatkan warisan dari anaknya. Yang di maksud beda agama di sini
adalah antara islam dan non islam, adapun antara non islam dengan non islam seperti
kristen dengan hindu maka mereka akan tetap saling mendapat warisan.
BAB III
PENUTUP
28
3.1
KESIMPULAN
Menikah dalam islam adalah sesuatu yang merupakan ibadah kepada Allah SWT.
Namun nikah tidak bisa dilakukan begitu saja, harus ada syarat, rukun dan ketentuan yang
dipenuhi oleh calon suami istri. Dalam perkawinan ada hal yang menyebabkan terlarangnya
sebuah pernikahan salah satunya apabila suami dan istri adalah mahram. Misalnya mahram
karena keturunan, karena sepersusuan, dan lain-lain.
Dalam suatu perkawinan juga dikenal istilah talak, dan rujuk. Talak berarti
melepaskan ikatan perkawinan. Sedangkan rujuk adalah kembalinya seorang suami kepada
mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak raji. Keduanya juga memiliki
syarat dan ketentuan yang diatur dalam islam.
Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang
telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang
lebih berhak. Islam sudah mengatur sedemikian rupa pembagian harta warisan seadil-adilnya
sesuai perintah Al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA
www.asySyariah/HukumRujudanTataCaranya.co.id (Diakses pada 28 Oktober 2015)
29
http://nurazizah22.blogspot.co.id/2012/12/rukun-syarat-dan-sebab-mewarisi.html
(Diakses
30