Anda di halaman 1dari 7

NAMA KELOMPOK :

1 . BETRAND RAMADHANI
2 . LENY WIDYAWATI
3 . M . FAHMI ULUM S .
4 . REVANDA ZACKY ADHA PUTRA
5 . SUSILO SETYO PRAYOGA

MAKALAH PERNIKAHAN DALAM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada
Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan
mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Sedangkan tujuan pernikahan adalah
sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-Rum ayat 21 “Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang
(mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya
bagi orang-orang yang berfikir”. Mawaddah warahmah adalah anugerah Allah yang diberikan kepada
manusia, ketika manusia melakukan pernikahan.
Pernikahan merupakan sunah nabi Muhammad saw. Sunnah diartikan secara singkat adalah, mencontoh
tindak laku nabi Muhammad saw. Perkawinan diisyaratkan supaya manusia mempunyai keturunan dan
keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan
ridha Allah SWT, dan hal ini telah diisyaratkan dari sejak dahulu, dan sudah banyak sekali dijelaskan di
dalam al-Qur’an:Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-
Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. an-Nuur ayat 32).
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu ( ‫) النكاح‬, adapula yang mengatakan perkawinan menurut
istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj.[1][7] Sedangkan menurut istilah Indonesia
adalah perkawinan. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi
pada prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam menarik akar katanya saja.[2][8]
Perkawinan adalah ;
‫عبارة عن العقد المشهور المشتمل على األركان والشروط‬
Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan terangkum atas rukun-rukun dan syarat-syarat.[3]
[9]
Para ulama fiqh pengikut mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali) pada umumnya
mereka mendefinisikan perkawinan pada :
‫عقد يتضمن ملك وطء بلفظ انكاح أو تزويج أو معناهما‬
Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan seorang
perempuan) dengan (diawali dalam akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang serupa dengan
kedua kata tersebut.[4][10]
Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat
atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dari
beberapa terminologi yang telah dikemukakan nampak jelas sekali terlihat bahwa perkawinan adalah
fitrah ilahi. Hal ini dilukiskan dalam Firman Allah
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (QS.Ar-Rum ayat 21)

B. Hukum Pernikahan

1. Wajib

Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang telah memiliki kemampuan untuk berumah
tangga, baik secara fisik maupun finansial, serta sulit baginya untuk menghindari zina. Orang tersebut
diwajibkan menikah karena dikhawatirkan jika tidak, maka ia bisa melakukan perbuatan zina yang
dilarang dalam Islam.

2. Sunah

Dasar hukum nikah menjadi sunah jika seseorang sudah mampu dan siap membangun rumah tangga,
tapi dia dapat menahan diri dari segala perbuatan yang menjerumuskannya pada zina. Meskipun
demikian, Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah memiliki kemampuan sebab
pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah.
3. Mubah

Hukum nikah juga bisa menjadi mubah atau boleh dilakukan. Dikatakan mubah jika ia menikah hanya
untuk memenuhi syahwatnya saja dan bukan bertujuan untuk membina rumah tangga sesuai syariat
Islam, tapi dia juga tidak dikhawatirkan akan menelantarkan istrinya.

4. Makruh

Selanjutnya ialah hukum nikah makruh. Hal ini terjadi jika seseorang memang tidak menginginkan untuk
menikah karena faktor penyakit ataupun wataknya. Dia juga tidak memiliki kemampuan untuk
menafkahi istri dan keluarganya sehingga jika dipaksakan menikah, dikhawatirkan orang tersebut tak
bisa memenuhi hak dan kewajibannya dalam rumah tangga.

5. Haram

Hukum nikah juga bisa menjadi haram jika seseorang tidak memiliki kemampuan atau tanggung jawab
untuk membangun rumah tangga. Misalnya, tidak mampu berhubungan seksual atau tak memiliki
penghasilan sehingga besar kemungkinannya dia tidak bisa menafkahi keluarganya kelak. Selain itu,
hukum nikah jadi haram jika pernikahan itu dilakukan dengan maksud untuk menganiaya, menyakiti,
dan menelantarkan pasangannya.

Pernikahan bisa menjadi haram jika syarat sah dan kewajiban tidak terpenuhi bahkan dilanggar.
Beberapa contoh ernikahan yang diharamkan dalam Islam seperti kawin kontrak, pernikahan sedarah,
pernikahan sejenis, atau pernikahan beda agama antara perempuan Muslim dengan laki-laki non-
Muslim.

C . Macam - macam Pernikahan Terlarang Dalam Islam

Dalam Islam juga dijelaskan bahwa ada beberapa pernikahan yang dilarang. Meskipun pada dasarnya
pernikahan adalah hal yang sangat diinginkan bagi setiap pasangan dan dicintai oleh Allah. Tetapi, ada
juga pernikahan yang dilarang dalam ajaran Islam, dan hendaknya dihindari.

1. Nikah Mut’ah
Kata mut’ah dalam Bahasa Arab berasal dari kata mata’a-yamta’u-mat’an wa muta’atan yang diartikan
sebagai kesenangan, kegembiraan, kesukaan. Menurut Sayyid Sabiq, penamaan mut’ah karena laki-
lakinya bermaksud untuk bersenang-senang sementara waktu saja.

Oleh sebab itu, nikah mut’ah lebih dikenal dengan istilah nikah kontrak atau kawin kontrak. Disebut
kontrak karena pernikahan ini dilakukan dengan perjanjian dan jangka waktu tertentu. Setelah
perjanjian selesai, maka kedua pasangan bisa berpisah tanpa adanya talak dan harta warisan.
Meskipun ada sejarah dalam Islam membolehkan nikah mut`ah, tetapi pada akhirnya Rasulullah ‫ﷺ‬
melarangnya. Seperti disebutkan dalam hadis Nabi, yang memiliki arti:
“Bahwasanya Rasulullah ‫ ﷺ‬melarang (nikah) mut’ah pada hari (perang) Khaibar dan (melarang)
memakan (daging) keledai yang jinak.” (HR. Muslim)

Pernikahan ini dilarang karena dinilai lebih banyak merugikan pihak perempuan karena harus berpindah-
pindah kehidupan dari satu pernikahan ke pernikahan lainnya.

2. Nikah Syighar
Pernikahan ini masuk dalam pernikahan yang dilarang dalam Islam. Karena pernikahan ini terjadi ketika
seseorang menikahkan anak perempuannya dengan syarat orang yang menikahi anaknya itu mau
menikahkan putri yang ia miliki dengannya, dan keduanya dilakukan tanpa mahar.

Para ulama pun sepakat melarang pernikahan ini. Disebutkan dalam sabda Rasulullah ‫ ﷺ‬dalam hadis
riwayat Abu Hurairah r.a, berkata:
“Rasulullah ‫ ﷺ‬melarang nikah syighar. Ibnu Namir menambahkan, “Nikah syighar adalah seorang yang
mengatakan kepada orang lain, ‘Nikahkanlah aku dengan anak perempuanmu, maka aku akan
menikahkanmu dengan anak perempuanku’, atau ‘Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu,
maka aku akan menikahkanmu dengan saudara perempuanku’.” (HR. Muslim)

Pelarangan nikah syighar juga disebutkan dalam beberapa hadis, salah satunya yang diriwayatkan oleh
Tirmidzi yang berbunyi:

َ ‫ب نُ ْهبَةً فَلَي‬
‫ْس ِمنَّا‬ َ َ‫ َو َم ِن ا ْنتَه‬،‫َب َوالَ ِشغَا َر‬ َ َ‫الَ َجل‬.
َ ‫ب َوالَ َجن‬
Artinya: “Tidak boleh berbuat kejahatan, tidak boleh membangkang, tidak boleh melakukan syighar. Dan
barangsiapa melakukan perampasan, maka dia bukan golongan kami.”

3. Nikah Tahlil
Nikah tahlil adalah menikahi wanita yang telah ditalak tiga kali, dan setelah masa `iddahnya selesai lalu
menceraikannya dan mengembalikannya kepada suami pertamanya. Ini adalah salah satu perbuatan keji
yang dibenci oleh Allah.

Seperti sebuah hadis dari Abu Dawud dan Ibnu Majah, yang artinya:
“Rasulullah ‫ ﷺ‬mengutuk orang yang menjadi muhallil (suami pertama) dan muhallal lah (suami
sementara).”

4. Nikah dalam masa Iddah


Berbeda dengan nikah tahlil, pernikahan yang satu ini sudah sangat jelas dilarang dalam agama Islam.
Hal ini dikarenakan menikahi perempuan sedang dalam masa `iddah.

Seperti firman Allah SWT dalam potongan ayat dalam QS. Al-Baqarah ayat 235, yang berbunyi:
ُ‫َاح َحتَّ ٰى يَ ْبلُ َغ ْال ِكتَابُ َأ َجلَه‬
ِ ‫ْز ُموا ُع ْق َدةَ النِّك‬
ِ ‫َواَل تَع‬
Artinya: "… dan janganlah kamu menetapkan akad nikah sebelum habis masa idahnya."

5. Pernikahan Poliandri

Islam tidak melarang poligami. Tapi lain hal dengan kasus poliandri. Pernikahan ini jelas dilarang oleh
Islam, di mana perempuan menikahi laki-laki lebih dari satu.

Salah satu penyebab dilarangnya pernikahan poliandri ini karena dapat menghancurkan fondasi dari
masyarakat yang sehat. Sama halnya dengan pernikahan syighar, poliandri dianggap banyak
memberikan dampak buruk terhadap seorang istri yang tentunya bisa berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak-anaknya.

Potongan ayat dalam QS. An-Nisa ayat 24 yang menyebutkan tentang larangan pernikahan ini, yang
berbunyi:

َ َ‫َت َأ ْي ٰ َمنُ ُك ْم ۖ ِك ٰت‬


‫ب ٱهَّلل ِ َعلَ ْي ُك ۚ ْم‬ ُ َ‫ص ٰن‬
ْ ‫ت ِمنَ ٱلنِّ َسٓا ِء ِإاَّل َما َملَك‬ َ ْ‫َو ْٱل ُمح‬
Artinya: “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang
kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.”

Ayat ini menerangkan bahwa salah satu kriteria wanita yang haram untuk dinikahi adalah perempuan
yang sudah memiliki suami.

6. Pernikahan dengan perempuan non-muslim selain Yahudi dan Nasrani


Dalam pernikahan banyak sekali aturan dan syarat-syarat yang hendak dipenuhi. Terutama tentang
agama yang dianut, tentu saja Islam sudah mengatur semuanya. Dalam aturan ini ada batasan-
batasannya. Seperti, seorang laki-laki muslim dilarang menikah dengan perempuan non-muslim,
begitupun sebaliknya. Namun, jika perempuan tersebut seorang Yahudi atau Nasrani, maka
diperbolehkan.

Seperti yang disebutkan dalam firman Allah SWT QS. Al-Maidah ayat 5, yang berbunyi:

َ ‫ت ِمنَ الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬


‫ب ِم ْن‬ َ ْ‫ت َو ْال ُمح‬
ُ ‫ص ٰن‬ ِ ‫ت ِمنَ ْال ُمْؤ ِم ٰن‬ ُ ‫ص ٰن‬ َ ْ‫ب ِحلٌّ لَّ ُك ْم ۖ َوطَ َعا ُم ُك ْم ِحلٌّ لَّهُ ْم َۖو ْال ُمح‬ ُ ۗ ‫اَ ْليَوْ َم اُ ِح َّل لَ ُك ُم الطَّي ِّٰب‬
َ ‫ت َوطَ َعا ُم الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬
- ࣖ َ‫َان َو َم ْن يَّ ْكفُرْ بِااْل ِ ْي َما ِن فَقَ ْد َحبِطَ َع َملُهٗ ۖ َوهُ َو فِى ااْل ٰ ِخ َر ِة ِمنَ ْال ٰخ ِس ِر ْين‬
ٍ ۗ ‫ي اَ ْخد‬ْٓ ‫صنِ ْينَ َغ ْي َر ُم َسافِ ِح ْينَ َواَل ُمتَّ ِخ ِذ‬ِ ْ‫قَ ْبلِ ُك ْم اِ َذٓا ٰاتَ ْيتُ ُموْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن ُمح‬
٥
Artinya: "Pada hari ini, dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu
halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila
kamu membayar mas kawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk
menjadikan perempuan piaraan. Barang siapa kafir setelah beriman, maka sungguh sia-sia amal mereka
dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi."
Ayat di atas menjelaskan bahwa dibolehkannya menikahi perempuan ahli kitab. Karena perempuan ahli
kitab adalah sosok yang suci dari perzinahan, masuk dalam kategori muhshanat, dan statusnya bukan
penduduk harbiy, walaupun syarat yang ketiga masih diperselisihkan antara ulama.

7. Pernikahan dengan perempuan yang memiliki hubungan sedarah (nasab)


Pernikahan jenis ini sudah pasti dilarang dalam Islam. Karena dalam pernikahan ini terdapat hubungan
sedarah antara keduanya. Adapun beberapa golongan perempuan yang tidak boleh dinikahi terdapat
dalam firman Allh SWT pada QS. An-Nisa ayat 23, yang berbunyi:

‫ت نِ َس ۤا ِٕى ُك ْم َو َربَ ۤا ِٕىبُ ُك ُم ٰالّتِ ْي فِ ْي ُحجُوْ ِر ُك ْم ِّم ْن نِّ َس ۤا ِٕى ُك ُم ٰالّتِ ْي‬
ُ ‫َّضا َع ِة َواُ َّم ٰه‬
َ ‫ض ْعنَ ُك ْم َواَ َخ ٰوتُ ُك ْم ِّمنَ الر‬
ٰ
َ ْ‫ت َواُ َّم ٰهتُ ُك ُم الّتِ ْٓي اَر‬ ُ ‫خ َوبَ ٰن‬
ِ ‫ت ااْل ُ ْخ‬ ِ َ ‫ت ااْل‬ ُ ‫َو ٰخ ٰلتُ ُك ْم َوبَ ٰن‬
‫هّٰللا‬ ۤ َ ‫َدخَ ْلتُ ْم بِ ِه ۖ َّن فَاِ ْن لَّ ْم تَ ُكوْ نُوْ ا َدخَ ْلتُ ْم ِب ِه َّن فَاَل ُجن‬
َ‫َاح َعلَ ْي ُك ْم ۖ َو َحاَل ۤ ِٕى ُل اَ ْبنَا ِٕى ُك ُم الَّ ِذ ْينَ ِم ْن اَصْ اَل بِ ُك ۙ ْم َواَ ْن تَجْ َمعُوْ ا بَ ْينَ ااْل ُ ْختَ ْي ِن اِاَّل َما قَ ْد َسلَفَ ۗ اِ َّن َ َكان‬
ِ ‫َغفُوْ رًا ر‬
‫َّح ْي ًما ۔‬
Artinya: "Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuan, saudara-saudara
perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sepersusuan, ibu-ibu
istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri
yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan),
maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu
(menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Demikian 7 macam pernikahan yang harus dihindari oleh umat muslim.

PENUTUP

Kesimpulan

Pernikahan adalah ikatan lahir batin anrata seorang laki-laki

dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pernikahan merupakan suatu ikatan suci yang sakral untuk mengikat

hubungan perempuan dan laki-laki. Pernikahan yang harmonis merupakan


keluarga yang anggota-anggotanya saling menjalankan hak dan kewajiban

masing-masing. Apabila ada ketidakcocokan atau masalah dalam keluarga,

tidak jarang kedua belah pihak memilih utntuk bercerai

Anda mungkin juga menyukai