Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERNIKAHAN DALAM ISLAM


Diajukan untuk Tugas Pendidikan Agama
Islam
Yang di ampuh oleh P.Ikhsan Wijayanto

Nama Kelompok:
1. Denata Aldi
2. Ifadatul Khairah
3. Tyo Wahyu
4. Nafisa Hilmya
5. Oca Merita
6. Vita Nur
SMA NEGERI 01 PRONOJIWO 2023/2024
12 MIPA 1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya. Pernikahan
merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia. Sesungguhnya Islam telah
memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan
tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih
tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Menikah merupakan
perintah dari Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:

‫َو هَّللا َجَعَل َلُك ْم ِم ْن َأْنُفِس ُك ْم َأْز َو اًجا َو َج َعَل َلُك ْم ِم ْن َأْز َو اِج ُك ْم َبِنيَن َو َح َفَد ًة َو َر َز َقُك ْم ِم َن الَّطِّيَباِتۚ َأَفِباْلَباِط ِل ُيْؤ ِم ُنوَن َو ِبِنْع َم ِت ِهَّللا ُهْم َيْكُفُروَن‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak
dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”(An-Nahl;72)

Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur sedemikian rupa permasalahan
mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari wahyu yang diturunkan oleh Allah swt. Telah
disempurnakan oleh ahli tafsir dengan mengeluarkan dalil yang dapat memperjelas mengenai
pernikahan tanpa mengubah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

Rumusan Masalah ;

Beberapa Permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Pengertian Pernikahan dari segi bahasa maupun istilah

2. Hukum Pernikahan

3. Peminangan (Khitbah)

4. Syarat Pernikahan

5. Tujuan Pernikahan

6. Pemilihan Calon suami/istri

7. Thalak (Perceraian)

8. Iddah

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui pentingnya pengetahuan terhadap
Pernikahan (Munahakat) dimana setiap orang pasti akan mengalami sebuah Pernikahan.

D. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:


1. Pembaca dapat memahami pengertian dari Pernikahan.

2. Pembaca dapat mengetahui proses dalam sebuah Pernikahan secara Islam.

3. Pembaca dapat mengetahui tujuan serta hikmah dari Pernikahan yang benar secara Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN

Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga
dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang
bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya yang diucapkan oleh kata-kata ,
sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan
yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia
itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

B. HUKUM PERNIKAHAN

Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan
boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa.
Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga
bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum
pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang
akan menikah tersebut.

Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah

Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut
mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan
perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :

“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah dia
menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin
(kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi
penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)

Ada beberapa hukum pernikahan :

 Pernikahan Yang Dihukumi Wajib

Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut ingin
menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir
apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah

 Pernikahan Yang Dihukumi Makruh


Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut
belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya
kelak

 Pernikahan Yang Dihukumi Haram

Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut
bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani
maupun menyakiti secara materii

 Pernikahan Yang Dihukumi Makruh

Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut
belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya
kelak

 Pernikahan Yang Dihukumi Haram

Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut
bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani
maupun menyakiti secara materiil.

PEMINANGAN (KHITBAH)

Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan untuk
melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua pihak. Meminang merupakan adat
kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses
pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri,
tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan
merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki,
pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun
persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah
sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk
dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.

Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:

"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak menikah dengan
seorang perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada
Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi
dan Nasai)

Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:


"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak boleh meminang tunangan
saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk memutuskannya". (Hadis Riwayat
Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))

D. SYARAT PERNIKAHAN

1. Rukun nikah

 Pengantin laki-laki
 Pengantin perempuan
 Wali
 Dua orang saksi laki-laki
 Mahar
 Ijab dan kabul (akad nikah)

2.Syarat calon suami

 Islam
 Laki-laki yang tertentu
 Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
 Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
 Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

3.Syarat calon istri

 Islam
 Perempuan yang tertentu
 Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
 Bukan seorang banci
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak dalam iddah
 Bukan istri orang
4.Syarat wali
 Islam, bukan kafir dan murtad
 Lelaki dan bukannya perempuan
 Telah pubertas
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak fasik
 Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
 Merdeka
 Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya
Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat wali
terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin yang
sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan
dianggap hidup dalam berzinahan selamanya
5.Jenis-jenis wali
Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak mewalikan
pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya
perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)
Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali
Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab
berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah seterusnya
mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa pada
negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab
tertentu.
6.Syarat-syarat saksi
 Sekurang-kurangya dua orang
 Islam
 Berakal
 Telah pubertas
 Laki-laki
 Memahami isi lafal ijab dan qobul
 Dapat mendengar, melihat dan berbicara
 Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa kecil)
 Merdeka
7.Syarat ijab
Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan (ikatan
suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah
muataah)
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan Anda dengan
Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai".
8.Syarat qobul
Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
Tidak ada perkataan sindiran
Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
Menyebut nama calon istri
Tidak ditambahkan dengan perkataan lain
Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikahnya dengan Diana
Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai" ATAU "Aku terima
Diana Binti Daniel sebagai istriku".
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin
khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal "SAH"
atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.
E.TUJUAN PERNIKAHAN
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah
dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan
menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur,
berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan
merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan
keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami
isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa
Jalla dalam ayat berikut:
ۖ‫الَّطاَل ُق َم َّرَتاِن ۖ َفِإْمَس اٌك ِبَم ْعُروٍف َأْو َتْس ِريٌح ِبِإْح َس اٍن ۗ َو اَل َيِح ُّل َلُك ْم َأْن َتْأُخ ُذ وا ِمَّم ا آَتْيُتُم وُهَّن َشْيًئا ِإاَّل َأْن َيَخاَفا َأاَّل ُيِقيَم ا ُحُد وَد ِهَّللا‬
‫َفِإْن ِخ ْفُتْم َأاَّل ُيِقيَم ا ُحُد وَد ِهَّللا َفاَل ُجَناَح َع َلْيِهَم ا ِفيَم ا اْفَتَد ْت ِبِهۗ ِتْلَك ُحُدوُد ِهَّللا َفاَل َتْعَتُدوَهاۚ َوَم ْن َيَتَع َّد ُحُد وَد ِهَّللا َفُأوَٰل ِئَك ُهُم الَّظاِلُم وَن‬
“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau
melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh
isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah :
229]
Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah
‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga
adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-
amal shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)
5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:
‫َو ُهَّللا َجَعَل َلُك ْم ِم ْن َأْنُفِس ُك ْم َأْز َو اًجا َو َج َعَل َلُك ْم ِم ْن َأْز َو اِج ُك ْم َبِنيَن َو َح َفَد ًة َو َر َز َقُك ْم ِم َن الَّطِّيَباِتۚ َأَفِباْلَباِط ِل ُيْؤ ِم ُنوَن َو ِبِنْع َم ِت ِهَّللا ُهْم‬
‫َيْكُفُروَن‬
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik.
Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]
PEMILIHAN CALON SUAMI/ISTRI
1. Ciri-ciri bakal suami
 beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t
 bertanggungjawab terhadap semua benda
 memiliki akhlak-akhlak yang terpuji
 berilmu agama agar dapat membimbing calon isteri dan anak-anak ke jalan yang benar
 tidak berpenyakit yang berat seperti gila, AIDS dan sebagainya
 rajin bekerja untuk kebaikan rumah tangga seperti mencari rezeki yang halal untuk
kebahagiaan keluarga.
2. Ciri-ciri bakal istri
 Wanita itu shalihah
 Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara
perempuannya yang telah menikah.
 Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna.
 Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,
 Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada serta
menjaga harta suaminya,
 Menjaga shalat yang lima waktu,
 Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,
 Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan
(tabarruj) seperti wanita Jahiliyyah.
 Berakhlak mulia,
 Selalu menjaga lisannya,
 Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya
karena yang ke-tiganya adalah syaitan,
 Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,
 Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,
 Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.

‫َفَهَّال َج اِرَيًة ُتَالِع ُبَها َو ُتَالِع ُبَك؟‬


“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya bermain dan dia
bisa mengajakmu bermain?!”
• erempuan yang Haram dinikahi
Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena keturunannya (haram
selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat 23 yang berbunyi, “Diharamkan kepada
kamu menikahi ibumu, anakmu, saudaramu, anak saudara perempuan bagi saudara laki-laki, dan
anak saudara perempuan bagi saudara perempuan.”:
1. Ibu
2. Nenek dari ibu maupun bapak
3. Anak perempuan & keturunannya
4. Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
5. Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, uaitu semua anak saudara
perempuan

F.THALAK (PERCERAIAN)

Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi dibolehkan dengan
alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut
syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan
seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak
dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak
merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.

Hukum talak

a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi

b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian
rumahtangga mereka

c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik

d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami

Haram

a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas

b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi

c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya

d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi disebut berulang kali
sehingga cukup tiga kali atau lebih

Sunat

a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya

b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya


Contoh lafaz rujuk

1. Lafaz sarih

Lafaz terang dan jelas menunjukkan rujuk. Contoh : “Saya rujuk awak kembali” atau “Saya kembali
semula awak sebagai isteri saya.”

2. Lafaz kinayah

Lafaz kiasan atau sindiran. Contoh : “Saya jadikan awak milik saya semula” atau “Saya pegang awak
semula”. Lafaz kinayah perlu dengan niat suami untuk merujuk kerana jika dengan niat rujuk, maka
jadilah rujuk. Namun jika tiada niat rujuk, maka tidak sahlah rujuknya.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya
sehingga menimbulkan kewajiban dan hak di antara keduanya melalui kata-kata secara lisan, sesuai
dengan peraturan-peraturan yang diwajibkan secara Islam. Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah
Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:

“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.

Hadis lain Rasulullah Bersabda:

“Nikah itu adalah setengah iman”.

Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang mengikuti aturan yang
dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan dalam Islam yaitu
adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan, Perminangan, dan dalam
pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu
sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah tangga. Islam secara
terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang berdasarkan hukumnya. Dan dalam Islam pun
dijelaskkan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan masa iddah bagi kaum perempuan.

Anda mungkin juga menyukai