Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat rahmat dan karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Pembahasan Al-Qur’an Surah Al-Isra ayat 26-27 dan Al-Baqarah ayat
177”. Penyusunan makalah ini dilaksanakan untuk menyelesaikan tugas mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak


kekurangan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran guna
memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini berguna bagi semua
pihak.

Belitang Madang Raya, Agustus 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Qur’an Surah Al-Isra’ ayat 26-27...................................................... 3
B. Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 177................................................... 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ayat 26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Ayat 27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Maksudnya : apabila kamu tidak dapat melaksanakan perintah Allah seperti
yang tersebut dalam ayat 26, Maka Katakanlah kepada mereka Perkataan yang
baik agar mereka tidak kecewa lantaran mereka belum mendapat bantuan dari
kamu. Maka dari itu kamu perlu berusaha untuk mendapat rezki (rahmat) dari
Tuhanmu, sehingga kamu dapat memberikan kepada mereka hak-hak mereka.
Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir dan jangan pula terlalu Pemurah.
Surat al-Baqarah diturunkan pada tahun pertama Hijrah. Kebanyakan ayatnya
berisi teguran kepada orang-orang Yahudi yang mengahang-halangi kemajuan
Islam. dan selebihnya menetapkan beberapa ketentuan hukum, seperti perubahan
kiblat, kewajiban puasa, haji dan lain-lain.
Turunnya ayat diatas sehubungan dengan pertanyaan seorang laki-laki yang
ditujukan kepada Rasulullah SAW tentang "al-Bir" (kebaikan).  Rasulullah SAW
memanggil kembali orang itu, dan dibacakannya ayat tersebut kepada orang tadi.
Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan shalat fardhu. Pada waktu itu apabila
seseorang telah mengucapkan "Asyhadu alla ilaha illalah, wa asyhadu anna
Muhammadan 'Abduhu wa rasuluh", kemudian meninggal di saat ia tetap iman,
harapan besar ia mendapat kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap yang
baik itu ialah apabila shalat mengarah ke barat, sedang kaum Nashara mengarah
ke timur.

B. Tujun
Dibuatnya makalah ini selain sebagai tugas sekolah, juga
bertujuan untuk dipahami para siswa – siswi supaya mendapatkan ilmu yang
terdapat dari makalah ini.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Q.S Al-Isra’ : 26-27


1. Pelajaran Yang Dapat Dipetik Dari Q.S Al-Isra’ : 26-27
Allah ta’ala menyuruh kita memberikan hak orang lain dari harta yang
kita miliki, mulai dari kerabat dekat yang berada dalam kesulitan hidup
(kemiskinan), tetangga- tetangga yang miskin dan orang-orang yang pantas
menerima infaq dari harta kita, seperti ibnu sabil. Kewajiban pertama kali
pada harta adalah memberikan infaq kepada kerabat terdekat –ziilqurba- yang
lebih membutuhkan, agar tercipta ketentraman dalam jiwa saudara kita, dapat
menumbuhkan perasaan kasih sayang dan keharmonisan antar sesama.
Menghilangkan sikap egois yang menghancurkan hubungan persaudaraan.
Tumpahan kasih sayang tidak semata kepada saudara dekat tetapi juga kepada
tetangga dalam kebutuhannya tidak mencukupi. Karena itu tidak etis bila
orang jauh disantuni sedangkan tetangga dekat tidak dipedulikan. Adapun
ibnu sabil adalah orang yang melakukan perjalanan jauh yang kehabisan
perbekalan. Jadi dengan perintah infaq ini, kita menghilangkan rasa dengki
dari orang lain dan menumbuhkan rasa persamaan. Kenikmatan yang kita
peroleh dapat pula kiranya dirasakan oleh orang lain.
Tabzir adalah memberikan harta kepada orang yang tidak berhak
menerimanya. Adapun pendapat lain yang mengatakan : tabzir adalah
menggunakan harta bukan pada jalan yang dibenarkan (selain ketaatan) yang
menggunakannya untuk kemaksiatan kepada Allah ta’ala. Yang termasuk
tabzir adalah menyia-nyiakan harta atau tidak dimanfaatkan untuk tujuan yang
semestinya . Ar-razi mengatakan : tabzir menurut bahasa adalah merusak
harta dan menginfakkannya dalam bentuk berlebih-lebihan. Utsman bin aswad
berkata : “pernah aku melakukan thawaf bersama mujahid mengelilingi
ka’bah, kemudian ia mengangkat kepalanya mengarahkan ke gunung abi
qubais dan berkata : andaikan ada orang yang menginfakkan hartanya sebesar
gunung ini dalam hal ketaatan kepada Allah, tidak lah ia termasuk orang yang
melampaui batas, dan andaikan ada orang yang menginfakkan hartanya
sebanyak satu dirham untuk kemaksiatan kepada Allah, maka ia termasuk
orang yang israf (melampaui batas)”.

2
2. Perbuatan Mubadzir dalam Islam terdapat pada Surah Al-Isra 26 dan 27
Inti kandungan dari Surah Al-Isra’ ayat 26 dan 27 adalah agar kita
mengatur dan membelanjakan harta kita secara tepat, yaitu dengan
membelanjakan di jalan Allah, memberikan bagian harta kita kepada yang
berhak dan tidak menghamburkan harta kita atau boros. Sesungguhnya orang-
orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar
kepada Tuhannya”. Bagian itu menerangkan tentang peringatan dari Allah
SWT agar kita tidak melakukan pemborosan, menghambur-hamburkan, dan
menyia-nyiakan harta yang kita miliki.
Pada ayat 26, secara jelas Allah melarang kita melakukan pemborosan,
yaitu pada “Janganlah kamu”. Artinya berbuat boros adalah termasuk
perbuatan yang dilarang oleh Allah. Perbuatan yang dilarang Allah berarti
sesuatu yang tidak baik dan tidak membawa manfaat, terlebih lagi bila
dilakukan kita akan mendapatkan dosa. Secara umum, segala bentuk
pemborosan dan penghambur-hamburan harta adalah perbuatan yang dilarang
dalam Islam.
Pada ayat selanjutnya yaitu di ayat 27, kita diberitahu oleh Allah SWT
bahwa orang-orang yang melakukan pemborosan dan berbuat mubadzir
adalah saudara setan. Padahal setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya yaitu
Allah SWT. Nah, kalau para pelaku pemborosan dan mubadzir itu adalah
saudara setan, berarti mereka bersaudara dengan makhluk yang ingkar atau
mengkafiri Allah SWT. Mereka sama saja melakukan perbuatan ingkar
kepada Allah SWT dengan melakukan perbuatan mubadzir. Semoga kita
dijauhkan dari perbuatan mubadzir, amin.
Dari kedua ayat tersebut, saya ingin menarik sebuah korelasi antara
perbuatan mubadzir dan pemborosan dengan merokok. Okelah sampai saat ini
belum ada fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia yang melarang merokok
untuk seluruh umat Islam (hanya ada larangan untuk anak-anak atau kalangan
tertentu). Mereka hanya bilang merokok hukumnya makruh. Padahal tahukah
anda apa arti dari makruh? Makruh berasal dari akar kata bahasa Arab yaitu
‘karuha’ yang berarti ‘benci’. Makruh berarti sesuatu yang dibenci.
Kalau dalam hukum Islam, makruh berarti sesuatu yang dibenci oleh
agama, dan pastinya dibenci oleh Allah. Arti lain dari ‘karuha’ adalah
‘perbuatan keji, atau buruk’. Jadi, kalau disatukan makna dari makruh adalah
sesuatu perbuatan keji dan buruk yang dibenci oleh Islam (dan Allah).
Memang terasa sangat berat, tapi sayangnya saat ini banyak orang yang
meringankan pengertian makruh sebagai pembenaran untuk merokok.

3
Kembali ke kedua ayat yang dibahas dari awal, bagi sebagian besar
orang (atau setidaknya bagi saya pribadi) merokok adalah perbuatan
mubadzir, sia-sia, dan menghambur-hamburkan uang. Dihubungkan dengan
kedua ayat di atas, berarti merokok sama saja dengan bersaudara dengan setan
yang ingkar/mengkafiri Allah dan dibenci oleh Allah.

3. Surat Al-Isra 26-27 terdapat anjuran membantu Kaum Duafa


 Suruhan Allah SWT kepada umat manusia (umat Islam) untuk memenuhi
hak kaum kerabat,fakir miskin,dan orang-orang dalam per jalanan.
 Larangan Alah SWT agar kita, umat islam jangan menghambur-
hamburkan harta secara boros,karna pemborosan adalah teman atau
saudaranya setan

Hak merupakan suatu yang harus diterima oleh seseorang.sesuatu


tersebut bisa berupa materi atau non materi.misal kaum kerabat berhak
memperoleh kasih sayang, rasa hormat, dan memperoleh pertolongan baik
materi maupun non materi bila di perlukan.
Pemberian bantuan berupa harta benda kepada kaum kerabat,para
fakirmiskin (kaum duafa) dan orang-orang dalam perjalanan, berupa sedekah
atau berderma di jalannya, yang isyaallah tentu akan mendapat pahala yang
berlipat ganda.
Allah SWT berfirman : “perumpamaan (nafkah yang di keluarkan oleh
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang membutuhkan tujuan butir pada tiap-tiap butir seratus
biji.Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki dan alah
maha luas (karunianya)lagi maha mengetahui (Q.S. Al-Baqarah,261)
Setiap muslim/muslimah dilarang besikap boros dalam
hidupnya,sebaiknya ia di suruh untuk hidup sederhana.

4. Tafsirnya Surah Al-Isra ayat : 26


Berikanlah olehmu wahai mukallaf, kepada kasihmu segala haknya,
yaitu menghubungi kasih sayang, menjiarahinya dan bergaul baik dengan
mereka itu. Jika ia berhajat kepada harta maka, berilah sekedar menutup
kebutuhannya.
Demikian pula beri olehmu pertolongan-prtolonganmu dan bantuan-
bantuanmu kepada orang miskin dan kepada musafir yang berjalan untuk
sesuatu kepentingannya yang dibenarkan agama, agar ia memperoleh

4
maksudnya itu. Dan janganlah kamu memboros-boroskan harta dan jangan
kamu mengeluarkan harta-hartamu pada jalan maksiat atau kepada orang yang
tidak berhak menerimanya.

5. Asbabun Nuzul Surah Al-Isra’ ayat 26


Ayat ke 26 ketika diturunkan oleh Allah SWT, Rasulullah SAW
langsung memberikan tanah hasil rampasan perang kepada Fathimah.(HR.
Thabrani dan yang lain dari Abi SA’id Al-Khudri Ibnu Marduwaih
meriwayatkan hadits serupa dari Ibnu Abbas)
Keterangan : Menurut pendapat Ibnu Katsir, keterangan asbabun nuzul
dalam hadits ini sangat musykil, sulit di pahami,sebab seakan-akan dalam
riwayat ini mengisahkan bahwa ayat ini turun di Madinah, padahal
kenyataannya turun di Mekkah.

6. Syarah Ayat
Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menunaikan
kewajiban yaitu memenuhi hak keluarga dekat, orang-orang miskin dan
orang-orang dalam perjalanan, maksudnya menyantuni mereka dengan
membantu memenuhi kebutuhan pokok yang diperlukan mereka.

7. Hadits yang Berkaitan dengan Surah Al-isra’ ayat 26


Artinya :
“Dari Abu Hurairah Ra. Berkata jika ada hamba Allah yang berada di waktu
pagi, kecuali di waktu Malaikat turun, lalu salah satunya berdoa “Ya Allah
berikanlah orang yang mendermakan hartanya pengganti harta-harta itu”
sedang lainnya berdoa “Ya Allah berilah orang yang kikir (tidak mau
mendermakan harta) itu kehancuran (rusak harta bendanya) (HR. Al-Bukhari).

8. Pelajaran yang Dapat Diambil


Surah Al-Isra’ ayat 26 memerintahkan kewajiban memenuhi hak keluarga
dekat, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan. Ayat tersebut
menyuruh agar menyantuni, membantu dan memenuhi kebutuhan pokok
mereka, dan ayat tersebut melarang menghambur-hamburkan harta dengan
secara boros.

5
B. Q.S Al-Baqoroh’ : 177
1. Munasabat Ayat
Surat al-Baqarah diturunkan pada tahun pertama Hijrah. Kebanyakan
ayatnya berisi teguran kepada orang-orang Yahudi yang mengahang-halangi
kemajuan Islam. dan selebihnya menetapkan beberapa ketentuan hukum,
seperti perubahan kiblat, kewajiban puasa, haji dan lain-lain.
‫وم‬JJ‫ا هلل والي‬JJ‫بر من امن ب‬J‫رب ولكن ال‬J‫رق والمغ‬JJ‫ل المش‬J‫ قب‬J‫وهكم‬J‫وا وج‬J‫و ل‬J‫بر ان ت‬J‫ليس ال‬
‫ا كين‬JJ‫امى والمس‬JJ‫ربى واليت‬JJ‫ه دوى الق‬JJ‫االخروالملئكة والكتاب والنبين واتى المال على حب‬
‫ا‬JJ‫دهم اذع‬JJ‫ون بع‬JJ‫لوةواتى الركوةوالموف‬JJ‫ الص‬J‫ام‬JJ‫اب واق‬JJ‫ائلين وفى الرق‬JJ‫بيل والس‬JJ‫وابن الس‬
‫ون‬JJ‫ هم المتق‬J‫ فى البأساء والضراء وحين الباس اولئك الذين صدقواواولئك‬J‫هدووالصابرين‬
)١٧٧:‫(البقرة‬

Artinya:   Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah tumur dan barat itu


suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anan-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-
orang yang bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah: 177).

Turunnya ayat diatas sehubungan dengan pertanyaan seorang laki-laki


yang ditujukan kepada Rasulullah SAW tentang "al-Bir" (kebaikan). 
Rasulullah SAW memanggil kembali orang itu, dan dibacakannya ayat
tersebut kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan shalat
fardhu. Pada waktu itu apabila seseorang telah mengucapkan "Asyhadu alla
ilaha illalah, wa asyhadu anna Muhammadan 'Abduhu wa rasuluh", kemudian
meninggal di saat ia tetap iman, harapan besar ia mendapat kebaikan. Akan
tetapi kaum Yahudi menganggap yang baik itu ialah apabila shalat mengarah
ke barat, sedang kaum Nashara mengarah ke timur.
Di bidang sosial, manusia bertaqwa adalah orang yang memiliki
kepedulian yang tinggi kepada lingkungannya, baik sosial maupun alam.
Sekalipun ia sangat sayang kepada hartanya tetapi ia tetap peduli untuk
membantu sesamanya yang membutuhkan. Pada aspek ibadah mahdhah,
orang yang bertaqwa selalu konsisten dalam mengerjakan shalat serta
memiliki integritas kepribadian yang tinggi, teguh dalam menunaikan amanat

6
dan janjinya, sabar dalam menghadapi berbagai ujian dan rintangan di jalan
perjuangan.
Salah satu bukti ketaqwaan haruslah diimplementasikan dalam bentuk
penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan Ilahi. Karena hanya
dengan ketegasan hukum di semua level masyarakat dan pelaksanaannya yang
tanpa pandang bulu, akan terjamin keamanan, ketenangan dan kelangsungan
kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara adil, sejahtera dan aman
sentausa. Dengan demikian, kehidupan beragama dan ketaqwaan masyarakat
menjadi terjamin dan berkembang secara baik.

2. Asbabun Nuzul
Al-Qur’an adalah kitab suci kaum muslimin dan menjadi sumber
ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus di imani dan aplikasikan
dalam kehidupan umat islam agar memperoleh kebaikan di dunia dan di
akhirat. Karena itu, tidaklah berlebihan jika selama ini kaum muslimin tidak
hanya mempelajari isi dan pesan-pesannya. Tetapi juga telah berupaya
semaksimal mungkin untuk menjaga otentitasnya. Upaya itu telah umat islam
laksanakan sejak Nabi Muhammad Saw masih berada di Mekkah dan belum
berhijrah ke Madinah hingga saat ini. Dengan kata lain upaya tersebut telah
umat islam  laksanakan sejak al-Qur’an diturunkan hingga saat ini. Mengenai
mengerti asbabun nuzul sangat banyak manfaatnya. Karena itu tidak benar
orang-orang mengatakan, bahwa mempelajari dan memahami sebab-sebab
turun al-Qur’an itu tidak berguna, dengan alasan bahwa hal-hal yang berkaitan
dengan ayat-ayat al-Qur’an itu telah masuk dalam ruang lingkup sejarah. Di
antara manfaatnya yang praktis ialah menghilangkan kesulitan dalam
memberikan arti  ayat-ayat al-Qur’an.
Imam al-Wahidi menyatakan: tidak mungkin orang mengerti tafsir
suatu ayat, kalau tidak mengetahui ceritera yang berhubungan dengan ayat-
ayat itu, tegasnya untuk mengetahui tafsir yang terkandung dalam ayat itu
harus mengetahui sebab-sebab ayat itu diturunkan.
Ulama salaf tatkala terbentur kesulitan dalam memahami ayat, mereka
segera kembali berpegang pedoman asbabun nuzulnya. Dengan cara ini
hilanglah semua kesulitan yang mereka hadapi dalam mempelajari al-Qur’an
tentang “Asbabun Nuzul”.
Semenjak Allah memerintahkan berpindah kiblat dalam shalat dari Baitul
Maqdis di Palestina ke Ka'bah di Mekkah al-mukarramah, terjadilah
pertengkaran dan perdebatan terus-menerus antara ahli kitab dan orang-orang

7
Islam. Pertengkaran itu semakin sengit dan memuncak, sampai-sampai para
ahli kitab mengatakan bahwa orang yang shalat dengan tidak menghadap ke
Baitulmaqdis tidak sah dan tidak akan diterima Allah, dan orang itu tidak
termasuk pengikut para Nabi. Sedang dari pihak orang Islam mengatakan pula
bahwa shalat yang akan diterima Allah ialah dengan menghadap ke Masjidil
haram, kiblat Nabi Ibrahim as. sebagai bapak dari segala Nabi.
Menurut riwayat Ar-Rabi dan Qatadah sebab turunnya ayat ini ialah
bahwa orang-orang Yahudi sembahyang menghadap ke arah barat, sedang
orang Nasrani menghadap ke arah Timur. Masing-masing golongan
mengatakan golongannya-lah yang benar dan oleh karenanya golongan yang
berbakti dan berbuat kebajikan. Sedangkan golongan lain salah dan tidak
dianggapnya berbakti dan berbuat kebajikan, maka turunlah ayat ini untuk
membantu pendapat dan persangkaan mereka.

3. Pokok Kandungan Ayat


Dalam ayat 177 surat al-baqarah terkandung beberapa ajaran pokok yang
sangat esensial bagi kaum muslim, dimana dalam ayat tersebut Allah Swt
menegaskan tentang keimanan, yang mana keimanan itu bukanlah dengan
menghdapkan wajah kesalah satu arah, namun dalam ayat tersebut Allah
mengatakan keiman itu yaitu mengesakan-Nya dimana pun kita berada.
Dalam ayat tersebut Allah juga menegaskan tentang ibadah, dimana
didalam ayat tersebut  Allah menyuruh umat islam untuk melaksanakan shalat
sebagaimana yang telah rasul ajarkan, karena apabila tidak seperti yang
diajarkan rasul maka shalat tersebut akan sia-sia. Yaitu harus memenuhi
syarat serta menghadap kiblat.
Rasa sosial merupakan salah satu yang sangat di perhatikan dalam ajaran
agama islam, kita bisa melihat bagaiman islam berbicara mengenai orang-
orang yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya, orang-orang
kehabisan bekal dalam perjalanan serta orang-orang yang tidak sanggup untuk
memerdekakan dirinya. Dimana Allah menyuruh orang-orang yang punya
kemampuan untuk menolong mereka.
Sabar dalam menjalankan perintah Allah serta atas cobaan yang diberikan
Allah merupakan suatu hal yang mulia, diamana agama islam merupakan
agama yang sangat memperhatikan akhlak umatnya, karena kesabaran dalam
menjalankan perintah Allah merupakan suatu akhalk yang diajarkan dalam
islam.
4. Penafsiran Ayat Menurut Para Ahli

8
Bunyi surat al-baqarah ayat 177 adalah sebagai berikut:
‫وم ا ال‬JJ‫ا هلل والي‬JJ‫بر من امن ب‬J‫رب ولكن ال‬J‫ قبل المشرق والمغ‬J‫ليس البر ان تو لوا وجوهكم‬
‫ا كين‬JJ‫ا مى والمس‬JJ‫ربى واليت‬JJ‫ه دوى الق‬JJ‫ال على حب‬JJ‫بين واتى الم‬JJ‫خروالملئكة والكتاب والن‬
‫ا‬JJ‫دهم اذع‬JJ‫ون بع‬JJ‫و ف‬JJ‫ الصلوة واتى الر كوة والم‬J‫وابن السبيل والسا ئلين وفى الرقاب واقام‬
‫ك هم‬JJ‫دقوا واولئ‬JJ‫ذين ص‬JJ‫ك ال‬JJ‫ او لئ‬,‫اس‬JJ‫ الب‬J‫راءوحين‬JJ‫اء والض‬JJ‫ ين فى البأس‬J‫هدوا والصابر‬
)١٧٧: ‫المتقون (البقرة‬
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah tumur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-
nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anan-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang
yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang
bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah: 177).

Maksud ayat ini ialah setelah Allah menyuruh kaum mukmin menghadap
ke Baitul Al-maqdis, Allah mengalihkan kiblat mereka ke Ka'bah, maka hal
itu membuat ragu segolongan Ahli kitab dan sebagian kaum muslim. Lalu
Allah menurunkan ayat yang menjelaskan tentang hikimah pengalihan itu.
Tujuan pengalihan itu ialah untuk melihat siapa yang taat kepada Allah,
menjalankan segala perintah-Nya, menghadap kemana pun mereka disuruh,
dan mengikuti apa yang disyariatkan-Nya. Hal ini merupakan kebajikan,
ketaqwaan, dan keimanan yang sempurna.
Menghadap ke arah timur atau barat tidak mengandung kebajikan dan
ketaatan jika tidak bersumber dari perintah dan syariat Allah. Oleh karena itu,
Dia berfirman, "Kebajikan itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu ke
arah timur dan barat, namun kebajikan itu ialah dengan beriman kepada Allah,
hari akhir." Berkaitan dengan firman Allah, "Namun kebajikan itu ialah
dengan beriman kepada Allah", ats-Tsauri berkata, "Yang dimaksud adalah
seluruh jenis kebajikan." Imam ats-Tsauri, rahimahullah, benar karena orang
yang memiliki sifat yang dikemukakan oleh ayat ini, berarti ia telah masuk ke
dalam seluruh wilayah Islam dan telah mengambil seluruh kebaikan, yakni
beriman kepada Allah bahwa tiada tuhan melainkan Dia serta membenarkan
adanya para malaikat yang merupakan duta antara Allah dengan para rasul-
Nya.

9
Beriman kepada "kitab". Al-kitab merupakan isim jinis yang meliputi
kitab-kitab yang diturunkan dari langit kepada para nabi. Kitab penutup dan
yang paling mulia ialah Al-Qur'an, yang menjadi muara kebaikan dunia dan
akhirat. Kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dinasakh oleh Al-Qur'an.
Selain itu, dia beriman kepada seluruh nabi Allah mulai dari nabi pertama
sampai yang terakhrir, yaitu Muhammad saw. Firman Allah: "Dengan
memberikan harta yang dicintainya," maksudnya dia mengeluarkan harta
padahal ia mencintai dan menyenanginya sebagaimana hal itu ditetapkan
dalam hadits yang  terdapat dalain shahihin, yaitu hadits marfu' dari Abu
Hurairah, "Sedekah yang paling utama ialah hendalaknya kamu bersedekah
sedangkan engkau masih sehat, tidak ingin memberi, mendambakan
kekayaan, dan mengkhawatirkan kemiskinan."
Allah Ta'ala berfirman, "Dan mereka memberi makanan yang, dicintainya
kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan." Allah Ta'ala berfirman,
"Sekali-kali kamu tidak akan meraih kebaikan hingga kamu menginfahkan
sebagian harta yang kamu sukai." Dan firman Allah, "Dan mereka
mementingkan orang lain dari pada dirinya, walaupun mereka sendiri
kesusahan. Inilah pola hidup lainnya yang sangat tinggi, yaitu mereka lebih
mengutamakan pemberian sesuatu yang justru sangat diperlukan dirinya.
Mereka memberi dan menyedekahkan sesuatu yang dicintainya.
a. Abu Bakar jabir Al-Jazairi
Menurut Abu Bakar Jabir AI-Jazairi, semenjak Allah memerintahkan
kepada umat manusia untuk berpindah kiblat dalam shalat dari
Baitulmaqdis di Palestina ke Ka'bah di Mekkah almukarramah, terjadaah
pertengkaran dan perdebatan terusmenerus antara Ahli Kitab dan orang-
orang Islam. Pertengkaran itu semakin sengit dan memuncak, sampai-
sampai orang-orang Ahli Kitab mengatakan, bahwa orang yang shalat
dengan tidak menghadap ke baitulmaqdis tidak sah shalatnya dan tidak
akan diterima Allah dan orang itu tidak termasuk pengikut para Nabi-nabi.
Sedang dari pihak orang Islam mengatakan pula, bahwa shalat yang akan
diterima Allah ialah dengan menghadap ke Masjidilharam. kiblat nabi
Ibrahim as. sebagai bapak dari segala Nabi.
Ayat ini menegaskan bahwa yang pokok bukanlah menghadapkan
muka ke kiblat dan menghadapkan muka itu bukanlah suatu kebaktian
yang dimaksud dalam agama. Sebab kiblat itu hanyalah merupakan suatu
tanda dan merupakan syi'ar untuk kesatuan umat guna mencapai maksud
yang satu dalam mengabdikan diri kepada Allah Yang Maha Esa. Dengan

10
demikian, dapatlah umat membiasakan diri untuk menjaga persatuan
dalam segala urusan dan perjuangan.
Menurut riwayat Ar Rabi' dan Qatadah, sebab turunnya ayat ini ialah
bahwa orang-orang Yahudi sembahyang menghadap ke arah barat, sedang
orang-orang Nasrani menghadap ke arah Timur. Masing-masing golongan
mengatakan bahwa, golongannyalah yang benar dan oleh karenanya
golongannyalah yang berbakti dan berhuat kebajikan, Sedangkan
golongan lain salah dan tidak dianggapnya berbakti atau berbuat
kebajikan, maka turunlah ayat ini untuk membantah pendapat dan
persangkaan mereka. Ayat ini bukan saja ditujukan kepada umat Yahudi
dan Nasrani, tetapi mencakup juga semua umat yang menganut agama-
agama yang diturunkan dari langit, termasuk umat Islam.
Pada ayat 177 ini Allah juga mcnjelaskan kepada semua umat
manusia, bahwa kebaktian itu bukanlah sekedar menghadapkan muka
kepada suatu arah yang tertentu. baik ke arah timur maupun ke arah barat,
tetapi kebaktian yang sebenarnya adalah beriman kepada Allah dengan
sesungguhnya, iman yang bersemayam di lubuk hati yang dapat
menenteramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran dan mencegah
diri dari segala macam dorongan hawa nafsu dan kejahatan. Beriman
kepada hari akhirat sebagai tujuan terakhir dari kehidupan dunia yang
serba kurang dan fana ini.
Beriman kepada malaikat yang di antara tugasnya menjadi perantara
serta pembawa wahyu dari Allah kepada para nabi dan rasul. Beriman
kepada semua kitab-kitab yang diturunkan Allah, baik Taurat, Injil
maupun Al Qur'an. Jangan seperti Ahli Kitab yang percaya pada sebagian
kitab yang diturunkan Allah, tetapi tidak percaya kepada sebagian lainnya
atau percaya kepada sebagian ayat-ayat yang mereka sukai, tetapi tidak
percaya kepada ayat-ayat yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Beriman  kepada semua nabi tanpa tanpa membedakan antara seorang
nabi dengan nabi yang lain.
b. Ahmad Mustafa Al-Maragi
Menurut Ahmad Mustafa Al-Maraghi ketika Allah memerintahkan
kepada kaum muslimin untuk memindahkan kiblat dari baitulmaqdis ke
Ka'bah, orang-orang ahli kitab menentang perintah tersebut. Akhirnya
terjadilah perdebatan sengit antara kaum Muslimin dengan ahli kitab,  para
ahli kitab berpendapat bahwa shalat yang dilakukan dengan tidak
menghadap kiblat adalah tertolak di hadapan Allah dan orang yang

11
melakukannya tidak mengikuti petunjuk para nabi. Sebaliknya, kaum
muslimin mengatakan bahwa shalat yang mendapat ridha Allah adalah
menghadap Masjidil haram, yaitu Kiblat Nahi Ibrahim dan para Nahi
sesudahnya.
Memperhatikan permasalahan tersebut, Allah menjelaskan bahwa
menghadap kiblat secara tertentu itu bukan merupakan kebajikan yang
dimaksud agama. Sebab, yang disyari'atkan untuk menghadap kiblat itu
hanya untuk mengingatkan orang yang sedang menjalankan shalat bahwa
dirinva dalam keadaan menghadap Sang Pencipta. Di samping itu, berarti
ia sedang meminta kepada Allah Swt, untuk berpaling dari selain Allah,
agar dijadikan sebagai lambang persatuan unit yang mempunyai tujuan
satu. Dengan demikian, ajaran ini mendidik umat Islam untuk terhiasa
mengambil kesepakatan dalam seluruh urusan mereka. hersatu dan
melangkah secara bersama-sama menuju cita-cita.
Menghadap ke Timur atau ke barat tersebut tidak mengandung unsur
kebajikan. pekerjaan itu, pada hakikatnya tidak merupakan suatu
kebajikan. Tetapi yang dinamakan kebajikan yang dibuktikan dengan amal
perbuatan dan tingkah laku yang mencerminkan keimanan tersebut.
Iman kepada Allah adalah dasar semua kebajikan dan kenyataan ini
takkan pernah terbukti melainkan jika iman tersebut telah meresap ke
dalam jiwa dan merayap ke seluruh pembuluh nadi yang disertai dengan
sikap khusyuk, tenang, taat, patuh dan hatinya tidak akan meledak-ledak
jika mendapatkan kenikmatan dan tak berputus asa ketika tertimpa
musibah. Iman kepada Allah ini menciptakan suasana jiwa yang tidak
pernah mau tunduk kepada sikap diktator para pemimpin agama (selain
Islam) yang hanya menindas manusia atas nama agama dan menganggap
dirinya sebagai perantara manusia dengan Tuhan.
Iman kepada hari akhir mengingatkan kepada manusia bahwa ternyata
terdapat alam lain yang gaib, kelak di akhirat hendaklah usahanya itu
jangan dipusatkan untuk memenuhi kepentingan jasmani atau cita-cita
meraih kelezatan dunia saja. Beriman kepada para malaikat adalah titik
tolak iman kepada wahyu, kenabian dan hari akhir. Siapa pun yang
menolak keimanan terhadap malaikat, berarti mengingkari seluruhnya.
Sebab, di antara malaikat tersebut ada yang bertugas sebagai penyampai
wahyu kepada para nabi dan memberikan ilham mengenai persoalan
agama.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi, isi kandungan surat Al-Isra ayat 26-27 Hak merupakan suatu yang
harus diterima oleh seseorang.sesuatu tersebut bisa berupa materi atau non
materi.misal kaum kerabat berhak memperoleh kasih sayang, rasa hormat, dan
memperoleh pertolongan baik materi maupun non materi bila di perlukan.
Pemberian bantuan berupa harta benda kepada kaum kerabat,para
fakirmiskin (kaum duafa) dan orang-orang dalam perjalanan, berupa sedekah atau
berderma di jalannya, yang isyaallah tentu akan mendapat pahala yang berlipat
ganda. Allah SWT berfirman : “perumpamaan (nafkah yang di keluarkan oleh
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang membutuhkan tujuan butir pada tiap-tiap butir seratus
biji.Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki dan alah
maha luas (karunianya) lagi maha mengetahui (Q.S. Al-Baqarah,261)
Rasulullah SAW memanggil kembali orang itu, dan dibacakannya ayat
tersebut kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan shalat fardhu.
Pada waktu itu apabila seseorang telah mengucapkan "Asyhadu alla ilaha illalah,
wa asyhadu anna Muhammadan 'Abduhu wa rasuluh", kemudian meninggal di
saat ia tetap iman, harapan besar ia mendapat kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi
menganggap yang baik itu ialah apabila shalat mengarah ke barat, sedang kaum
Nashara mengarah ke timur
Setiap muslim/muslimah dilarang besikap boros dalam hidupnya,sebaiknya
ia di suruh untuk hidup sederhana.

B. Saran
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman, sudi memberikan kritik
dan saran yang sifatnya membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah
ini.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca
yang budiman pada umumnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://nengfm.blogspot.co.id/2014/02/makalah-makna-dan-tafsir-qsal-isra-ayat.html
http://zayyan-zulfahmi.blogspot.co.id/2011/04/profil-surat-al-baqarah-ayat-177.html
Fauzi Saleh, Konsep Pendidikan Dalam Islam, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2005),
hal. 72.
Ibnu Kasir, Tafsi Ibnu Kasir, Jilid I,…hal 132.
Syukur Fatah, Manajemen Pendidikan, (Semarang: Fakultas Tarbiyah, 2006), hal.
108
Abu Bakar Jabir A1-Jazairi, Tafsir Al-Aisar (Jakarta: Darus sunah, 2006), hal. 291
Ahmad Mustafa AI-Maragi. Tafsir Al-Maraghi, Juz 1 (Semarang: Toha Putra,
2002), hal. 93.

14

Anda mungkin juga menyukai