Anda di halaman 1dari 11

TAFSIR DAN HADIST AYAT-AYAT AQIDAH AKHLAK

Tidak berlebihan dan mubazir Dalam Surah Al- Isra Ayat 26-27 dan Hadist

DOSEN PENGAMPU :
Dr. HASEP SAPUTRA M.A

DI SUSUN OLEH :
Abdul Hamid (20651001)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI CURUP

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Tafsir Dan Hadist Ayat-Ayat Aqidah Akhlak”

kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini berkat tutunan Tuhan yang maha
Esa, kami berterimakasih kepada bapak, Dr Hasep Saputra M.A selaku dosen pengampu kami
mata kuliah tafsir dan hadist akhlak.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik materi maupun cara penulisan. Namun demikian kami telah berusaha dengan segala
kemampuan kami melakukan yang taerbaik.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca makalah ini.

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………2

Daftar Isi……………………………………………………………………………………..3

BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar Belakang………………………………………………………………………...4

B.Rumus Masalah………………………………………………………………………..4

C.Tujuan Masalah………………………………………………………………………..4

BAB ll PEMBAHASAN

A. Surah Al- Isra Ayat 26-27………………………………………….……………….5


B. Hadist …………………………………………........................................................9

Bab lll PENUTUP…………………………………………………………………………..

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..10
B. Saran…………………………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam surah al isra ayat 26-27 Pendapat para mufasir yakni : 1.Kepada kaum
mulismin untuk memberikan hak yang patut kepada orang-orang yang sedang
membutuhkan nutrisi fisiknya agar beraktivitas kembali dengan keadaan yang prima untuk
mencapai tujuannya. 2.Menghambur-hamburkan dengan nafsu duniawi akan menimbulkan
perkara yang menjerumuskan kepada jalan kebathilan.3.Manusia sering kali lupa akan
kepunyaannya dalam hubungan materi. Materi dalam berbagai kebutuhan maupun
keinginan yang telah diberi haruslah disyukuri agar, bisa menjadikan manusia sebagai
makhluk yang mensyukuri atas nikmat Allah Swt berikan.4.Al-Qur’an melarang tegas
untuk tidak mubazirkan hal-hal yang tidak mendapatkan kemaslahatan dan justru
mendatangkan kemudharatan. Apabila melakukan hal-hal seperti ini sama saja dengan
menyatakan dirinya sebagai golongan dari syaitan-syaitan yang tentunya tempat
singgahnya adalah neraka.

B. Rumus Masalah
1. Surah al-isra ayat 26-27
2. Hadis tentang mubazir

C.Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui makna penafsiran surah al-isra ayat 26-27


2. Untuk mengetahui hadist tentang mubazir
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir Mufradat Dan Dan Tafsir Surah Al- Isra’ Ayat 26-27
‫آتوا‬
Kata atu bermakna pemberian sempurna. Pemberian yang dimaksud bukan hanya terbatas
pada hal- hal materi tapi juga immateri. Al- Qur’an secara tegas menggunakan kata tersebut dalam
konteks pemberian hikmah.1
‫تبذيز‬
Kata tersebut terambil dari kata ‫ بذر‬yang artinya memisahkan. Asal arti katanya adalah
melemparkan benih dan membuangnya. Kemudian makna ini dikiaskan kepada setiap yang
membuang atau menghilangkan hartanya. Maka orang yang melempar atau membuang benih dan
tidak tahu manfaat benih tersebut secara
zahir sesungguhnya ia telah menghilangkan benih tersebut.2Kemudian dapat disimpulkan bahwa
tabzir bermakna pemborosan yang dipahami oleh ulama dalam arti pengeluaran yang bukan haq,
karena itu jika seseorang menafkahkan atau membelanjakan semua hartanya dalam kebaikan atau
haq, maka bukanlah seorang
pemboros.3
Imam syafi’i mengatakan bahwa tabzir adalah membelanjakan harta tidak pada jalannya.4 Hal
yang sama dikatakan oleh Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas. Kemudian Imam Malik berkata bahwa tabzir
adalah mengambil harta dari jalannya yang pantas, tetapi mengeluarkannya dengan jalan yang
tidak pantas.
‫إخوان‬
Ikhwan adalah bentuk jamak dari kata (‫ )أخ‬akh yang biasa diterjemahkan saudara. Kata ini pada
mulanya berarti persamaan dan keserasian. Bentuk lafadz aslinya adalah ‫ أخو‬yaitu orang yang
memiliki kelahiran sama dengan orang lain baikdari dua sisi (ayah

1
M.Quraish Shihab, Tafsir al- Mishbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an) Vol.7(Jakarta: Lentera Hati, 2002), 451.
2
Ar- Raghib Al- Ashfani, Al- Mufradat fi Gharibil Qur’an, ter. Ahmad Zaini Dahlan, Jilid 1 (Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017), 157.

3
M. Quraish Shihab, Tafsir al- Mishbah..., 451.
4
Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir al- Azhar, Juz 15 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), 48.
dan ibu), atau dari salah satunya, ataupun dari persusuan.
Lafadz ini terkadang juga digunakan terhadap orang yang memiliki kesamaan dengan orang lain
dalam hal suku, agama, pekerjaan, pergaulan, persahabatan, atau kesamaan dalam hal kekufuran.5
Yaitu saudara setan dalam pemborosan, melakukan tindakan bodoh, dan tidak taat kepada Allah
serta berbuat maksiat kepadaNya. Persaudaraan setan dengan pemboros adalah persamaan sifat-
sifatnya, serta keserasian antar keduanya. Mereka berdua sama melakukan hal- hal yang batil,
tidak pada tempatnya.
Surat Al Isra’ ayat 26-27 adalah dua ayat tentang membantu sesama dan larangan boros. Apa saja
isi kandungan Surat Al Isra’ ayat 26-27, berikut ini penjelasannya.

Terjemahan Surat Al Isra’ Ayat 26-27

‫ين َكانُوا إِ ْخ َوا َن‬ِِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫ني وابْن‬ ِ ِ ِ


َ ‫ إ َّن الْ ُمبَ ِّذر‬. ‫السب ِيل َوََل تُبَ ِّذ ْر تَْبذ ًيرا‬ َ َ َ ‫َوآَت َذا الْ ُق ْرََب َحقَّهُ َوالْم ْسك‬
‫ني َوَكا َن الشَّْيطَا ُن لَِربِِِّه َك ُف ًورا‬ ِ ‫الشَّي‬
ِ ‫اط‬ َ

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan [hartamu] secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya. [QS. Al Isra: 26-27]

Intisari Tafsir Surat Al Isra’ Ayat 26-27


Surat Al Isra’ ayat 26—27 berisi perintah membantu sesama dan larangan menghamburkan harta
atau mubazir [boros].

‫السبِ ِيل‬ ِ ِ ِ
َ ‫َوآَت َذا الْ ُق ْرََب َح َّقهُ َوالْم ْسك‬
َّ ‫ني َوابْ َن‬
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan Setelah memerintahkan berbakti kepada orang tua dalam Surat Al Isra’ ayat

5
Ar- Raghib Al- Ashfani, Al- Mufradat fi Gharibil..., 39.
23—25, Allah melanjutkan dengan perintah membantu keluarga dekat, orang-orang miskin, dan
sesama manusia. Demikianlah Allah mengajarkan agar kebaikan itu meluas dari keluarga kecil
melebar meliputi seluruh ikatan kemanusiaan.

Seorang muslim memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada keluarga dekatnya. Juga
membantu sesama, terutama orang-orang miskin dan mereka yang sedang kesusahan. Termasuk
ibnu sabil, orang yang sedang dalam perjalanan.

‫َوََل تُبَ ِِّذ ْر تَْب ِذ ًيرا‬


dan janganlah kamu menghambur-hamburkan [hartamu] secara boros.
Kemudian, Allah melarang boros dalam membelanjakan harta. Para mufassirin baik dari kalangan
sahabat maupun tabiin menjelaskan bawa tabzir [‫ ]تبذر‬adalah membelanjakan harta bukan pada
jalan yang benar. Membelanjakan harta untuk kemaksiatan dan kerusakan.

ِ ‫إِ َّن الْمب ِِّذ ِرين َكانُوا إِخوا َن الشَّي‬


ِ ‫اط‬
‫ني‬ َ َْ َ َُ
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan
“Yakni saudara setan dalam pemborosan, melakukan tindakan bodoh, dan tidak taat kepada Allah
serta berbuat maksiat kepada-Nya,” kata Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

‫َوَكا َن الشَّْيطَا ُن لَِربِِِّه َك ُف ًورا‬


dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menejelaskan, pertemanan dan persaudaraan memiliki
pengaruh besar. Demikian pula orang yang menjadi teman/saudara setan, ia juga akan terpengaruh
dengan sifat-sifat setan. Termasuk kufur nikmat.

B. Isi Kandungan Surat Al Isra’ Ayat 26-27


Berikut ini isi kandungan Surat Al Isra’ ayat 26-27 yang kami sarikan dari sejumlah tafsir.
Yakni Tafsir Al Qur’anil ‘Adhim karya Ibnu Katsir, Tafsir Al Munir karya Syaikh Wahbah Az
Zuhaili, Tafsir Fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka.
Islam adalah agama yang penuh kasih sayang dan mengajarkan nilai humanisme [kemanusiaan].
Di antara buktinya, ajaran untuk membantu sesama.
Surat Al Isra’ ayat 26 memerintahkan untuk memberikan nafkah kepada kerabat dekat dan
menginfakkan sebagian harta untuk orang-orang yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan
ibnu sabil.
Surat Al Isra’ ayat 26 juga melarang menghamburkan harta atau bersikap boros [mubazir].
Surat Al Isra’ ayat 27 menunjukkan orang yang boros atau mubazir adalah saudaranya setan dalam
pemborosan dan kemaksiatan.
Setan sangat ingkar kepada Allah. Sifat ini bisa menular kepada orang-orang yang boros
atau mubazir.Demikian isi kandungan Surat Al Isra’ ayat 26-27. Semoga bermanfaat, membuat
kita gemar berinfak dan menjauhi pemborosan.
C. Larangan Bersikap Boros
Tentang pengeluaran keuangan ini, Islam telah melarang kepada umat-nya untuk pandai
mengatur uang dan tidak boros. Dalam Q.S Al-Isra’ ayat 26:

‫السبِ ِيل َوَل تُبَ ِِّذ ْر تَْب ِذ ًيرا‬ ِ ِ ِ


َ ‫َوآت َذا الْ ُق ْرََب َح َّقهُ َوالْم ْسك‬
َّ ‫ني َوابْ َن‬
Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan [hartamu] secara
boros.”
Dalam menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa perbuatan
tabdzir atau pemborosan ini ialah menginfakkan harta di jalan yang salah atau keliru. Karena
bagaimanapun seharusnya kita tetap bersikap rendah hati dalam menyikapi harta kita. Dan jangan
sampai dapat membuat kita terlena oleh hal tersebut.
Mujahid pun sepakat dengan pendapat tersebut. Menurutnya, seluruh harta yang diinfakkan itu
bukanlah ukuran yang boros. Akan tetapi seseorang yang menginfakkan hartanya walaupun
seukuran telapak tangan, maka itu sudah termasuk ke dalam tabdzir. Perbandingan ukuran tersebut
memang seringkali terbalik bagi kehidupan masyarakat kita.
Dan larangan tersebut diperkuat oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Rasulullah Saw. bersabda [artinya]:
Sesungguhnya Allah meridhoi tiga hal bagi kalian dan murka apabila kalian melakukan
tiga hal. Allah ridha jika kalian menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun, dan [Allah ridla] jika kalian berpegang pada tali Allah seluruhnya dan kalian saling
menasehati terhadap para penguasa yang mengatur urusan kalian. Allah murka jika kalian sibuk
dengan desas-desus, banyak mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna serta membuang-
buang harta.” [HR. Muslim no.1715]
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan, analisiss dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa materi pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat al isra ayat 26-27,
sebagai berikut Allah swt menegaskan Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan [hartamu] secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-
saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.

Surat Al Isra’ ayat 26—27 berisi perintah membantu sesama dan larangan menghamburkan harta
atau mubazir [boros].

B. Saran

Dengan telah dibuatnya makalah ini kami penulis mengharapkan para pembaca dapat
memahami dan mengerti terhadap makna yang terkandung dalam makalah ini, kemusian kami
berharap adanya saran dan kritik yang membangung terhadap makalah kami agar kami dapat
membenahi dan belajar dari kesalahan kami.

Demikian makalah kami buat dan kami menyadari masih banyak kekuranga dalam
makalah ini, karena yang benar datangya dari kuasa Allah yang maha besar kami penulis hanyalah
manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan dosa.
Daftar Pustaka

M.Quraish Shihab, Tafsir al- Mishbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an)
Vol.7(Jakarta: Lentera Hati, 2002), 451.
Ar- Raghib Al- Ashfani, Al- Mufradat fi Gharibil Qur’an, ter. Ahmad Zaini Dahlan, Jilid 1
(Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017), 157.
M. Quraish Shihab, Tafsir al- Mishbah..., 451.
Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir al- Azhar, Juz 15 (Jakarta: Pustaka Panjimas,
2003), 48.

Anda mungkin juga menyukai