Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MATERI BAB IV :
MENGHINDARI AKHLAK MAZMUMAH (TERCELA)
DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Disusun Oleh :
Kelompok 4 :
1. Siska Enjelina
2. Eka Saputri
3. Tania Febriyanti
4. Febriyanti
5. Dino M.
6. Detra Anggara
7. Rifki F.

Guru Pembimbing : Alamsyah, S.Pd

SMK TERPADU TAKWA BELITANG


KECAMATAN BELITANG KABUPATEN OKU TIMUR
TAHUN AJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala limpahan


Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

materi Bab IV yang berjudul . Menghindari Akhlak Mazmumah (Tercela) Dalam


Kehidupan Sehari-Hari
Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada Guru Pembimbing
Bapak Alamsyah, S.Pd., yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah dan kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran dari pembaca
sangat kami harapkan dari para pembaca untuk perbaikan makalah ini di masa
yang mendatang.

Belitang, Juli 2023

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Masuknya Islam di Indonesia..................................................................... 3
2.2 Perkembangan Kesultanan di Indonesia..................................................... 3
2.3 Tokoh Penyebar Ajaran Islam di Indonesia................................................ 4
2.4 Keteladanan Para Ulama Penyebar Ajaran Islam di Indonesia.................. 6

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan................................................................................................. 11
3.2 Saran .......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya manusia dilahirkan di bumi ini dengan keadaan yang
fitrah atau suci tanpa adanya suatu dosa apapun. Akan tetapi, setelah itu
keluarga yang memiliki peran terbesar dalam mendidiknya menjadi insan
yang bermutu. Selain dari pada keluarga, lingkungan juga mendominasi
dalam terciptanya akhlak manusia menjadi baik ataupun buruk.
Dewasa ini, banyak sekali kita jumpai anak muda baik itu anak SD,
SMP, SMA, bahkan mahasiswa yang senantiasa memelihara
akhlak madzmumah/ akhlak tercela pada dirinya, salah satu penyebabnya
yaitu karena mereka tidak menyadari apa saja dampak negatif atau kerugian-
kerugian apa saja yang ditimbulkan oleh akhlak madzmumah tersebut
Oleh karena itu kami akan membahas sedikit tentang Menghindari
Akhlak Madzmumah (Tercela) dalam Kehidupan Sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan tentang sikap hidup berfoya-foya?
2. Jelaskan tentang ria dan sumah?
3. Jelaskan tentang sikap takabur?
4. Jelaskan tentang hadas?
5. Bagaimana membiasakan diri menghindari akhlak Mazmuhah (tercela)?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang sikap hidup berfoya-foya.
2. Untuk mengetahui tentang ria dan sumah.
3. Untuk mengetahui tentang sikap takabur.
4. Untuk mengetahui tentang hadas.
5. Untuk mengetahui bagaimana membiasakan diri menghindari akhlak
Mazmuhah (tercela).

1
BAB II
PEMBAHASAN

Akhlak tercela (Madzmumah) ialah semua perangai manusia, perangai


lahir dan batin yang mungkar, maksiat, dan fahsya’, berdasarkan petunjuk Allah
SWT. dalam Al-Qur’an dan yang dilarang/dicela oleh Nabi SAW.[1]
Segala bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak mahmudah disebut
akhak madzmumah. Akhlak madzumah juga merupakan tingkah laku yang tercela
yang dapat merusak keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya sebagai
manusia. Bentuk-bentuk akhlak madzmumah ini bisa berkaitan dengan Allah
SWT., Rasulullah, dirinya, keluarganya, masyarakat, dan alam sekitarnya.[2]
Akhlak madzmumah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin pada
diri manusia yang cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan
orang lain. 

2.1 Sikap Hidup Berfoya-foya

Kebanyakan manusia memiliki kecenderungan terhadap uang dan


harta melimpah. Meskipun ada manusia yang tidak begitu tertarik
dengan harta duniawi, mereka berlaku zuhud dengan lebih
mengutamakan kehidupan akhirat.

Jenis manusia seperti ini jumlahnya sangatlah kecil. Secara


kodrat alamiah, manusia memang memiliki tabiat mencintai harta.
Pada saat uang dan hartanya melimpah, perilakunya bisa berubah
menjadi lebih konsumtif. Ia akan mudah membuat keputusan
untuk membeli barang-barang mewah, meskipun barang tersebut
kurang begitu penting bagi diri dan keluarganya.

Sesungguhnya gaya hidup seperti itu salah, karena termasuk


kategori menghamburkan harta, pemborosan dan berfoya-foya.

2
Berfoya-foya merupakan pola pikir, sikap dan tindakan yang tidak
seimbang dalam memperlakukan harta.

Harta merupakan cobaan bagi pemiliknya, jika harta digunakan


dengan baik maka harta bisa bermanfaat baginya, sebaliknya
kalau harta dikelola secara salah maka akan mencelakakannya.
Harta bisa menjadi tercela jika dijadikan tujuan utama oleh
pemiliknya, dan dalam proses mencarinya tidak diniatkan untuk
beribadah kepada Allah Swt.

Islam melarang perilaku berlebih-lebihan atau melampaui batas


(israf) dan boros (tabzir) dalam membelanjakan harta, keduanya
termasuk perbuatan setan. Sebaliknya, Islam menganjurkan
umatnya untuk hidup bersahaja, seimbang dan proporsional.

Perhatikan Q.S. al-Isra'/17: 26-27 berikut ini!

ِ ‫َو ٰا‬
َ‫) اِ َّن ْال ُمبَ ِّذ ِر ْينَ َكانُ ْٓوا اِ ْخ َوان‬26( ‫ت َذا ْالقُرْ ٰبى َحقَّهٗ َو ْال ِم ْس ِك ْينَ َوا ْبنَ ال َّسبِي ِْل َواَل تُبَ ِّذرْ تَ ْب ِذ ْيرًا‬

)27( ‫ال َّش ٰي ِطي ِْن ۗ َو َكانَ ال َّشي ْٰطنُ لِ َرب ِّٖه َكفُوْ رًا‬

Artinya: "Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada


orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah
kamu menghambur- hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara
setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya." (Q.S. al-
Isra'/17: 26-27)

Ayat di atas secara tegas mengatakan bahwa pemboros


merupakan saudara setan. Berkaitan dengan sikap berlebih-
lebihan atau melampaui batas (israf), Allah Swt. berfirman dalam
Q.S. al-Furqan/25: 67 berikut ini!

‫ان َبي َْن ٰذل َِك َق َوا ًما‬


َ ‫َوالَّ ِذي َْن ا َِذآ اَ ْن َفقُ ْوا لَ ْم يُسْ ِرفُ ْوا َولَ ْم َي ْق ُتر ُْوا َو َك‬

3
Artinya: "Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha
Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka
tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara
wajar." (Q.S. al-Furqan/25: 67)

Kata tabzir diulang sebanyak tiga kali dalam Al-Qur'an, sedangkan


kata israf diulang sebanyak dua puluh tiga kali dengan berbagai
bentuknya. Ayat di atas menyatakan secara tegas larangan tabzir
dan israf. Sikap tabzir dan israf memiliki kemiripan perngertian
dan makna. Tabzir (boros) adalah perilaku membelanjakan harta
tidak pada jalannya.

Dengan kata lain, yang dimaksud pemborosan yaitu


mengeluarkan harta tidak haq. Apabila seseorang mengeluarkan
harta sangat banyak tetapi untuk hal-hal yang dibenarkan oleh
Islam, maka bukan termasuk pemborosan. Sebaliknya, jika
seseorang mengeluarkan harta meskipun sedikit, tetapi untuk hal-
hal yang dilarang agama, maka ia termasuk pemboros.

Allah Swt. sangat tidak menyukai seseorang yang


mempergunakan harta secara berlebihan (israf) dan tanpa
manfaat. Mereka menghamburkan harta sia-sia dan melupakan
hak-hak orang lain atas hartanya. Seseorang disebut berperilaku
israf apabila ia membelanjakan harta melewati batas kepatutan
menurut ajaran Islam, dan tidak ada nilai manfaatnya untuk
kepentingan dunia maupun akhirat. Sifat israf ini dipengaruhi oleh
godaan uang dan harta pada seseorang yang lemah imannya.

Contoh perilaku tabzir dan israf


Berikut ini beberapa contoh perilaku tabzir dan israf dalam
kehidupan sehari-hari:

Contoh tabzir dan israf dalam makan dan minum

Seseorang mengambil banyak makanan dan minuman pada suatu


acara tasyakuran. Ia takut tidak mendapat bagian, tanpa sama

4
sekali tidak mempertimbangkan daya tampung perut. Akhirnya ia
tidak sanggup menghabiskan makanan dan minuman tersebur.

Contoh tabzir dan israf dalam berbicara

Berkata-kata yang tidak penting dan tidak perlu, baik secara


langsung bertemu dengan lawan bicara ataupun melalui media
elektronik, termasuk media sosial. Contoh lain misalnya,
menggunakan kuota internet untuk searching dan chatting hal-hal
yang tidak perlu.

Contoh tabzir dan israf dalam penampilan

Memakai perhiasan emas di kedua tangan, leher, jari jemari, dan


kaki pada saat pertemuan warga. Berpakaian mahal, mewah
lengkap dengan tas import dari luar negeri.

Selain di atas, masih banyak lagi contoh perilaku tabzir dan israf
dalam kehidupan sehari-sehari.

Dampak negatif sifat hidup berfoya-foya


Banyak dampak negatif dari sikap hidup berfoya-foya, di
antaranya:

1. Terlalu sibuk mengurusi kebahagiaan duniawi, melalaikan


akhirat

Dunia dianggap sebagai tempat persinggahan terakhir, padahal


akhiratlah tujuan akhir kehidupan manusia. Mereka sibuk mencari
kebahagiaan dunia dengan menumpuk-numpuk harta hingga
melupakan hidup di akhirat.

2. Menimbulkan sifat iri, dengki, dan pamer

Membelanjakan secara berlebihan dan boros serta


memamerkannya kepada orang lain akan memicu sifat iri, dengki

5
dari orang lain. Sifat ini akan memicu konflik di tengah
masyarakat.

3. Dapat memicu frustasi apabila hartanya habis

Pengeluaran harta yang tidak terkontrol karena memperturutkan


gengsi dan hawa nafsu akan mengakibatkan frustasi. Mereka
sangat khawatir apabila hartanya habis dan tidak bisa lagi
membeli sesuatu untuk memuaskan keinginannya.

4. Berpotensi menimbulkan sifat kikir

Kekhawatiran berlebihan atas kekurangan harta membuat mereka


bersifat kikir dan tidak mau berbagi dengan sesama. Karena takut
jatuh miskin, akhirnya tidak ada kepedulian kepada fakir miskin
yang benar-benar membutuhkan bantuan.

Cara menghindari sifat hidup berfoya-foya


Agar terhindar dari sifat hidup berfoya-foya, lakukanlah hal-hal
berikut ini:

1. Membelanjakan harta sesuai dengan skala priorias kebutuhan

Antara kebutuhan primer, sekunder dan tersier harus dibuat


prioritas mana yang harus dipenuhi terlebih dahulu.

2. Membiasakan bersedekah dan membantu orang lain

Harta kita yang sebenarnya adalah harta yang disedekahkan


kepada orang lain. Kebiasaan bersedekah akan membangkitkan
rasa empati kepada orang lain. Lebih dari itu, akan mempererat
hubungan antar sesama warga masyarakat.

3. Bergaya hidup sederhana

Hidup apa adanya akan membuat hati dan pikiran tenteram. Ia


akan merasa bahagia apabila melihat orang lain hidup

6
berkecukupan. Dan akan tergerak untuk membantu orang lain
yang membutuhkan.

4. Selalu bersyukur

Menerima dengan senang hati atas semua karunia dari-Nya akan


membuahkan ketenangan batin. Seseorang yang syukur bil qalb
(syukur dalam hati) akan menyadari sepenuhnya bahwa segala
nikmat itu adalah bentuk kasih sayang Allah Swt. Kemudian
tumbuh keyakinan bahwa Allah Swt. telah menjamin rejeki semua
mahkluk ciptaan-Nya. Tidak mungkin Allah Swt. akan membiarkan
manusia hidup sengsara.

Di samping syukur bil qalb, bersyukur juga dapat diungkapkan bil


lisan, yakni dengan mengucapkan kalimat tahmid (alhamdulillah)
dan berdoa kepada Allah Swt. dan syukur bil arkan, yakni dengan
menggunakan nikmat sesuai peruntukkannya.

2.2 Ria dan Sumah

Riya dan Sum'ah merupakan sifat tercela yang dibenci Allah SWT karena keduanya
dapat menyebabkan amal ibadah menjadi sia-sia. Secara istilah, riya artinya
melakukan ibadah dengan niat agar dipuji dan mendapat penghargaan dari orang lain,
sementara sum’ah berarti memberitahukan atau memperdengarkan amal ibadah yang
dilakukan kepada orang lain dengan tujuan mendapat pujian dan sanjungan.
Perbedaan Riya dan Sum'ah Jadi letak perbedaan antar riya dan sum'ah adalah dari
cara niatnya, yakni sum'ah dengan memberitahukan ibadah dan riya menampakkan
atau memperlihatkan ibadah, di mana tujuan keduanya sama-sama ingin mendapat
pujian dari orang lain. Lalu apa saja dampak yang bisa diakibatkan akibat perbuatan
ini? Seperti dikutip dari modul Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas X
terbitan Kemdikbud, Rasulullah SAW menegaskan riya dan sum'ah termasuk dalam
perbuatan syirik khafi, yaitu syirik yang samar dan tersembunyi. Hal ini dikarenakan
sifat riya’ terkait dengan niat dalam hati, sedangkan isi hati manusia hanya diketahui

7
oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman: ‫ص ٰدَق ِت ُكمۡ ِب ۡال َمنِّ َوااۡل َ ٰذ ۙى َكالَّذ ِۡى‬ َ ‫ٰۤيـا َ ُّي َها الَّذ ِۡي َن ٰا َم ُن ۡوا اَل ُت ۡبطِ لُ ۡوا‬
‫ص ـ ۡل ًدا ‌ؕ  اَل‬ َ َ ‫ان َعلَ ۡي ِه ُت َرابٌ َفا‬
َ ‫صا َب ٗه َو ِابـ ٌل َف َت َر َكـ ٗـه‬ ٍ ‫ص ۡف َو‬ ‌ِؕ ‫اس َواَل ي ُۡؤمِنُ ِباهّٰلل ِ َو ۡال َي ۡو ِم ااۡل ٰ خ‬
َ ‫ِر َف َم َثلُ ٗه َك َم َث ِل‬ ِ ‫ي ُۡنف ُِق َمالَ ٗه ِرَئ ٓا َء ال َّن‬
‫ َي ۡقـ ِدر ُۡو َن َع ٰلى َش ـ ۡى ٍء ِّممَّا َك َس ـب ُۡوا ‌ؕ  َوهّٰللا ُ اَل َي ۡهـ دِى ۡال َقـ ۡـو َم ۡالــ ٰـكف ِِر ۡي َن‬Yaaa ayyuhal laziina aamanuu laa
tubtiluu sadaqootikum bilmanni wal azaa kallazii yunfiqu maalahuu ri'aaa'an naasi wa
laa yu'minu billaahi wal yawmil aakhiri famasaluhuu kamasali safwaanin 'alaihi
turaabun fa asaabahuu waabilun fatara kahuu saldaa; laa yaqdiruuna 'alaa syai
immimmaa kasabuu; wallaahu laa yahdil qaumal kaafiriin. Artinya: "Wahai orang-
orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan
hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan
hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada
debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi.
Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." (QS. Al-Baqarah [2]: 264). Infak
atau sedekah bertujuan untuk menghibur dan meringankan penderitaan fakir-miskin,
dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Itulah sebabnya, maka sedekah tidak
boleh disebut-sebut, atau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati si
penerimanya. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang yang bersedekah karena riya
dan sum'ah, sama halnya dengan orang yang melakukan ibadah salat dengan ria.
Ibadah salatnya tidak akan mendapat pahala, dan tidak mencapai tujuan yang
dimaksud. Sebab tujuan salat adalah menghadapkan segenap hati dan jiwa kepada
Allah SWT serta mengagungkan kebesaran dan kekuasaan-Nya, dan memanjatkan
syukur atas segala rahmat-Nya. Sedang orang yang salat karena riya, perhatiannya
bukan tertuju kepada Allah, melainkan kepada orang yang diharapkan akan memuji
dan menyanjungnya. Sifat riya dan sum'ah adalah tabiat yang tidak baik. Orang yang
bersedekah yang mengharapkan pujian dan terima kasih dari yang menerima sedekah
atau dari orang lain, bila pada suatu ketika dia merasa kurang dipuji dan kurang
ucapan terima kasih kepadanya dari si penerima atau kurang penghargaan si penerima
terhadap sedekahnya, dia akan merasa sangat kecewa. Dalam keadaan demikian,
sangat besar kemungkinan dia akan mengucapkan kata-kata yang menyinggung
perasaan si penerima, sehingga sedekahnya tidak akan mendatangkan pahala di sisi
Allah. Orang yang bertabiat semacam ini sesungguhnya tidaklah beriman kepada
Allah dan hari akhirat. Sedekah semacam itu diibaratkan seperti debu di atas batu
yang licin; apabila datang hujan lebat maka debu itu hilang lenyap tak berbekas.

8
Karenanya, agar amal ibadah dapat diterima oleh Allah SWT, maka ada tiga syarat
yang harus dipenuhi, yakni: Beramal dengan landasan ilmu. Berniat ikhlas karena
Allah SWT. Melakukan dengan sabar dan ikhlas. Jika ketiga syarat ini tidak dipenuhi,
maka kemungkinan akan muncul dampak yang tidak baik bagi kehidupan orang yang
melakukan sedekah tersebut. Dampak Riya dan Sum'ah bagi Manusia Berikut ini
dampak negatif perbuatan riya dan sum’ah bagi pelakunya dan masyarakat secara
umum: Adanya ketidakpuasan dalam melakukan amal ibadah. Muncul rasa gelisah
ketika akan melakukan amal kebaikan. Nilai pahala orang yang melakukan amal
ibadah tersebut akan rusak bahkan hilang sama sekali. Mengurangi kepercayaan dan
tidak akan menimbulkan rasa simpati dari orang lain. Merasa menyesal jika amalnya
tidak diperhatikan oleh orang lain. Dapat menyebabkan rasa sentimen pribadi dari
orang lain, sebab bisa muncul perasaan iri dan dengki.

Baca selengkapnya di artikel "Pengertian Riya & Sum'ah serta Dampaknya bagi
Kehidupan Manusia", https://tirto.id/gzde

2.3 Takabur

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian takabur adalah


merasa diri mulia (hebat, pandai, dan sebagainya), angkuh atau sombong.

Sifat takabur yang suka membanggakan diri seringkali membuat luput, sehingga
muncul perasaan memandang orang lain seakan jauh lebih rendah dibanding
dirinya.

Oleh sebab itu, sifat takabur ini sangat dibenci Allah sebagaimana firman-Nya
yang berbunyi seperti berikut, saat mengisahkan nasihat Lukman kepada
anaknya:

١٨(:‫ـــور (ســـورة لقمـــان‬ ِ ْ‫ش فِي اَأْلر‬


ٍ ‫ض مَرَ حًـــ ا ِإنَّ هَّللا َ اَل ُيحِبُّ ُكـــ َّل م ُْخ َت‬
ٍ ‫ـــال َف ُخ‬ ِ ْ‫اس َواَل َتم‬
ِ ‫صـــعِّرْ َخـــ َّدكَ لِل َّن‬
َ ‫َواَل ُت‬

Makna ayat tersebut adalah janganlah engkau berpaling dari mereka dengan

9
bersikap sombong, menghadaplah kepada mereka dengan mukami, jangan
engkau hadapkan kepada mereka separuh bagian mukamu dan pipimu seperti
yang dilakukan oleh orang-orang yang bersikap congkak dan sombong. Jangan
engkau berjalan dengan gaya jalan yang penuh kesombongan, kecongkakan dan
rasa bangga diri.

Ciri-Ciri Orang Takabur

ifat takabur adalah memiliki sifat sombong yang terbagi menjadi dua macam
seperti di bawah ini:

1. Menolak kebenaran
Ciri orang takabur pertama yaitu menolak suatu kebenaran hanya karena ia tidak
terima, apabila hal benar itu diungkapkan oleh orang yang kedudukannya lebih
rendah dari dirinya.

Menolak suatu kebenaran ini biasanya karena merasa diri paling pintar dan
benar. Contohnya ada pada kisah Fir'aun. Tidaklah ia binasa kecuali sifat
takaburnya sebab merasa bahwa ia adalah Tuhan yang patut disembah.

Padahal Fir'aun sudah banyak melihat mukjizat yang diturunkan Allah lewat Nabi
Musa. Dikarenakan tidak beriman maka sifat takabur itu menyelimuti dirinya.

2. Menganggap dirinya istimewa


Ciri sifat takabur berikutnya yaitu selalu menganggap diri sangat baik, istimewa,
sampai merasa lebih sempurna jika dibanding orang lain.

Menanamkan sifat seperti ini dalam diri tentu kurang tepat karena hanya
melahirkan ujub yaitu rasa sombong sedangkan yang maha sempurna hanya
milik Allah sepenuhnya.

Salah satu contoh sederhana di kehidupan sehari-sehari yang termasuk ciri


takabur yaitu suka meremehkan pengetahuan orang lain karena merasa dirinya

10
lebih hebat dan berpengalaman.

Atau seorang guru merasa muridnya kurang pemahaman, kemudian orang tua
membandingkan kemampuan dirinya kepada anak-anak mereka, dan masih
banyak lagi.

Dalil-Dalil tentang Takabur


Ada banyak dalil Allah yang mengingatkan untuk tidak memiliki sifat dan sikap
takabur. Sebab takabur adalah contoh sifat tercela yang justru bisa
menjerumuskan diri pada kesengsaraan. Berikut bunyi dalil tentang larangan
takabur:

· ‫َـــــــــــــــــد ُخ ُل ْالجَ َّن َة َمنْ َكـــــــــــــــــانَ فِي َق ْل ِبـــــــــــــــــ ِه م ِْث َقـــــــــــــــــا ُل َذرَّ ٍة مِنْ ِكب‬
‫ْـــــــــــــــــر‬
ٍ ْ ‫ال ي‬

Artinya: "Tidak akan masuk surga orang-orang yang dalam hatinya terdapat rasa
takabur atau sombong meskipun hanya sekecil biji sawi." [HR. Muslim dari
Abdullah bin Mas'ud].

· ‫ـــــــازعَ نِي فِي ِْهمَـــــــا عَ َّذ ْب ُتـــــــ ُه‬


َ ‫ َف َمنْ َن‬، ْ‫اريْ َو ْال ِكب ِْريَـــــــا َء ِردَ اِئي‬ َّ ‫ ِإنَّ ْالع‬:ُ‫ـــــــول‬
ِ ‫ِـــــــز ِإ َز‬ ْ ُ‫هللا َتعَـــــــ الَى َيق‬
َ َّ‫ِإن‬

Artinya: Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman, "Kemuliaan adalah pakaian-Ku


dan sombong adalah selendang-Ku. Barang siapa yang mengambilnya dari-Ku,
Aku azab dia." [Hadis Qudsi Thabrani dari Ali bin Abi Thalib R.A].

· ‫ت َفي َُو ِّفي ِْه ْم اُج ُْورَ ُه ْم َوي َِز ْي ُد ُه ْم مِّنْ َفضْ ل ۚ ِٖه َواَمَّا الَّ ِذ ْينَ اسْ َت ْن َكفُ ْوا َواسْ َت ْك َبر ُْوا َفيُعَ ِّذ ُب ُه ْم عَ َذابًا‬ ّ ٰ ‫َفاَمَّا الَّ ِذ ْينَ ٰا َم ُن ْوا َوعَ ِملُوا ال‬
ِ ‫صل ِٰح‬
‫هّٰللا‬ ۙ
١٧٣ - ‫صــــــــــــــــــــــــيْرً ا‬ ِ ‫جــــــــــــــــــــــــد ُْونَ لَ ُه ْم مِّنْ د ُْو ِن ِ َولِ ًّيــــــــــــــــــــــــا وَّ اَل َن‬ ِ ‫ــــــــــــــــــــــــا َّواَل َي‬ ‫اَلِ ْي ًم‬

Artinya: "Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Allah


akan menyempurnakan pahala bagi mereka dan menambah sebagian dari
karunia-Nya, sedangkan orang-orang yang enggan (menyembah Allah) dan
menyombongkan diri, maka Allah akan mengazab mereka dengan azab yang
pedih dan mereka tidak akan mendapat perlindungan dan penolong selain Allah."
[QS. An Nisa, ayat 173].

Takabur adalah sifat paling dibenci Allah sehingga ganjarannya berupa azab

11
pedih. Sebaliknya, tanamkan sifat tawadu yaitu rendah hati dan selalu bersyukur
atas nikmat Allah.

2.4 Hasad

Pengertian Hasad
Rik Suhadi mengatakan dalam buku Akhlak Madzmumah dan Cara
Pencegahannya, ada perbedaan di kalangan ulama dalam mendefinisikan
arti hasad meski masih dalam tujuan yang sama. Dalam bahasa Indonesia,
hasad adalah iri atau dengki.

Menurut Ibnu Hajar, hasad adalah seseorang berangan-angan


(menginginkan) hilangnya nikmat dari orang yang memilikinya.

Adapun, Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Majmu' Fatawa, hasad adalah


sikap benci dan tidak senang terhadap apa yang dilihatnya berupa baiknya
keadaan orang yang yang tidak disukainya.

Sementara itu, menurut Imam An-Nawawi sebagaimana disebutkan dalam


Riyadhus Shalihin, hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat dari yang
memperolehnya, baik itu nikmat dalam agama ataupun dalam perkara dunia.

Mengenai definisi hasad ini, Imam Al-Ghazali pernah mengatakan,

"Ketahuilah, tidaklah hasad itu kecuali kepada perkara nikmat. Jika Allah
memberikan suatu nikmat kepada saudaramu, maka engkau akan
mengalami satu dari dua hal. Pertama, engkau membenci nikmat tersebut
dan menginginkan nikmat itu hilang, maka inilah yang disebut hasad,"
ucapnya sebagaimana dikutip Rik Suhadi dalam buku Akhlak Madzmumah

12
dan Cara Pencegahannya.

Larangan Berbuat Hasad


Rasulullah SAW melarang umatnya untuk berbuat hasad. Dari Abu Hurairah
bahwa Nabi SAW bersabda, "Hindarilah kamu daripada hasad, karena hasad
itu memakan segala amal kebajikan, bagaikan api memakan kayu bakar."
(HR. Abu Daud)

Dalam haditsnya yang lain, Rasulullah SAW juga bersabda,

"Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling memalingkan


muka, dan saling memutuskan ikatan, dan jadilah kalian sebagai hamba-
hamba Allah bersaudara. Tidaklah halal bagi seorang muslim untuk
mengabaikan dan tidak bertegur sapa dengan saudaranya lebih dari tiga
hari." (HR Muttafaq 'alaih dari Anas RA)

Akibat dari Sifat Hasad


Sahri menjelaskan dalam buku Mutiara Akhlak Tasawuf, akibat dari hasad
tidak hanya berbahaya di dunia, tetapi juga di akhirat. Menurutnya, orang
yang memiliki penyakit hasad tidak akan pernah merasa puas dengan nikmat
yang Allah berikan dan selalu mengharap kejelekan dan kesengsaraan orang
lain.

Selain itu, hasad dapat mengakibatkan seseorang tidak akan merasakan


kebahagiaan dan ketenangan hidup, sebab pelaku hasad selalu dihinggapi
rasa iri dan terus merasa kurang.

Orang yang hasad hatinya selalu diliputi kegelisahan, perasaan tidak tenang,
hidupnya senantiasa dihantui kecemasan, dan terombang-ambing. Perilaku
ini kelak akan dipertanyakan oleh Allah SWT.

Baca juga:
Penyebab Penyakit Ain dan Doa Agar Terhindar Darinya
Cara Mencegah Hasad

13
Hasad dapat disebabkan oleh berbagai hal. Seperti permusuhan, kebencian,
takabur (sombong), 'ujub (bangga diri), ambiri, bakhil serta buruknya akhlak.
Masih mengacu pada sumber yang sama, berikut cara mencegah hasad
yang bisa dilakukan umat Islam.

Berbaik sangka kepada Allah SWT (Husnuzhzhan billah)


Yakin dengan ketentuan Allah SWT (Qodarullah)
Berlapang dada (ash-shafu) dengan pemberian Allah SWT
Memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari penyakit hasad
Allah SWT mengajarkan kepada orang yang beriman agar selalu berlindung
kepada-Nya dari hasad dan perbuatan orang yang melakukan hasad,
sebagaimana Dia berfirman:

٥ ࣖ ‫َومِنْ َشــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــرِّ َحا ِســــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ ٍد ا َِذا َح َســــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ َد‬

Artinya: "dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki." (QS Al
Falaq: 5)

2.5 Membiasakan Diri Menghindari Akhlak Mazmumah (Tercela)

BAB III
PENUTUP

14
3.1 Kesimpulan
Akhalak madzmumah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin
pada diri manusia yang cenderung melekat dalam bentuk yang tidak
menyenangkan orang lain. Dampak negatif akhlak madzmumah yaitu, dibenci
oleh Allah, terhapusnya amalan-amalan yang telah dikumpulkan, dan tidak
terkabul doanya.Solusi agar dapat menghindari akhlak madzmumah yaitu,
dengan selalu mengingat Allah swt., dan bergaul dengan orang-orang shaleh.

3.2 Saran
Akhlak madzmumah itu tidak baik dan dibenci oleh Allah swt serta
masih banyak kerugian-kerugian lainnya yang disebabkan oleh
akhlak madzmumah. Oleh karena itu, marilah kita semua berusaha untuk
menjauhi akhlak madzmumah, agar kita semua terhindar dari dampak negatif
yang ditimbulkan olehnya. 

DAFTAR PUSTAKA

15
Emang, Muh. Ruddin, et. al. 2002. Pendidikan Agama Islam. Makassar: Yayasan
Fatiyah Makassar.

Zainuddin, A. dan Muhammad Jamhari. 1999. Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlaq.


Bandung: Pustaka Setia.

16

Anda mungkin juga menyukai