MATERI BAB IV :
MENGHINDARI AKHLAK MAZMUMAH (TERCELA)
DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Disusun Oleh :
Kelompok 4 :
1. Siska Enjelina
2. Eka Saputri
3. Tania Febriyanti
4. Febriyanti
5. Dino M.
6. Detra Anggara
7. Rifki F.
i
KATA PENGANTAR
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Masuknya Islam di Indonesia..................................................................... 3
2.2 Perkembangan Kesultanan di Indonesia..................................................... 3
2.3 Tokoh Penyebar Ajaran Islam di Indonesia................................................ 4
2.4 Keteladanan Para Ulama Penyebar Ajaran Islam di Indonesia.................. 6
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang sikap hidup berfoya-foya.
2. Untuk mengetahui tentang ria dan sumah.
3. Untuk mengetahui tentang sikap takabur.
4. Untuk mengetahui tentang hadas.
5. Untuk mengetahui bagaimana membiasakan diri menghindari akhlak
Mazmuhah (tercela).
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Berfoya-foya merupakan pola pikir, sikap dan tindakan yang tidak
seimbang dalam memperlakukan harta.
ِ َو ٰا
َ) اِ َّن ْال ُمبَ ِّذ ِر ْينَ َكانُ ْٓوا اِ ْخ َوان26( ت َذا ْالقُرْ ٰبى َحقَّهٗ َو ْال ِم ْس ِك ْينَ َوا ْبنَ ال َّسبِي ِْل َواَل تُبَ ِّذرْ تَ ْب ِذ ْيرًا
)27( ال َّش ٰي ِطي ِْن ۗ َو َكانَ ال َّشي ْٰطنُ لِ َرب ِّٖه َكفُوْ رًا
3
Artinya: "Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha
Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka
tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara
wajar." (Q.S. al-Furqan/25: 67)
4
sekali tidak mempertimbangkan daya tampung perut. Akhirnya ia
tidak sanggup menghabiskan makanan dan minuman tersebur.
Selain di atas, masih banyak lagi contoh perilaku tabzir dan israf
dalam kehidupan sehari-sehari.
5
dari orang lain. Sifat ini akan memicu konflik di tengah
masyarakat.
6
berkecukupan. Dan akan tergerak untuk membantu orang lain
yang membutuhkan.
4. Selalu bersyukur
Riya dan Sum'ah merupakan sifat tercela yang dibenci Allah SWT karena keduanya
dapat menyebabkan amal ibadah menjadi sia-sia. Secara istilah, riya artinya
melakukan ibadah dengan niat agar dipuji dan mendapat penghargaan dari orang lain,
sementara sum’ah berarti memberitahukan atau memperdengarkan amal ibadah yang
dilakukan kepada orang lain dengan tujuan mendapat pujian dan sanjungan.
Perbedaan Riya dan Sum'ah Jadi letak perbedaan antar riya dan sum'ah adalah dari
cara niatnya, yakni sum'ah dengan memberitahukan ibadah dan riya menampakkan
atau memperlihatkan ibadah, di mana tujuan keduanya sama-sama ingin mendapat
pujian dari orang lain. Lalu apa saja dampak yang bisa diakibatkan akibat perbuatan
ini? Seperti dikutip dari modul Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas X
terbitan Kemdikbud, Rasulullah SAW menegaskan riya dan sum'ah termasuk dalam
perbuatan syirik khafi, yaitu syirik yang samar dan tersembunyi. Hal ini dikarenakan
sifat riya’ terkait dengan niat dalam hati, sedangkan isi hati manusia hanya diketahui
7
oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman: ص ٰدَق ِت ُكمۡ ِب ۡال َمنِّ َوااۡل َ ٰذ ۙى َكالَّذ ِۡى َ ٰۤيـا َ ُّي َها الَّذ ِۡي َن ٰا َم ُن ۡوا اَل ُت ۡبطِ لُ ۡوا
ص ـ ۡل ًدا ؕ اَل َ َ ان َعلَ ۡي ِه ُت َرابٌ َفا
َ صا َب ٗه َو ِابـ ٌل َف َت َر َكـ ٗـه ٍ ص ۡف َو ِؕ اس َواَل ي ُۡؤمِنُ ِباهّٰلل ِ َو ۡال َي ۡو ِم ااۡل ٰ خ
َ ِر َف َم َثلُ ٗه َك َم َث ِل ِ ي ُۡنف ُِق َمالَ ٗه ِرَئ ٓا َء ال َّن
َي ۡقـ ِدر ُۡو َن َع ٰلى َش ـ ۡى ٍء ِّممَّا َك َس ـب ُۡوا ؕ َوهّٰللا ُ اَل َي ۡهـ دِى ۡال َقـ ۡـو َم ۡالــ ٰـكف ِِر ۡي َنYaaa ayyuhal laziina aamanuu laa
tubtiluu sadaqootikum bilmanni wal azaa kallazii yunfiqu maalahuu ri'aaa'an naasi wa
laa yu'minu billaahi wal yawmil aakhiri famasaluhuu kamasali safwaanin 'alaihi
turaabun fa asaabahuu waabilun fatara kahuu saldaa; laa yaqdiruuna 'alaa syai
immimmaa kasabuu; wallaahu laa yahdil qaumal kaafiriin. Artinya: "Wahai orang-
orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan
hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan
hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada
debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi.
Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." (QS. Al-Baqarah [2]: 264). Infak
atau sedekah bertujuan untuk menghibur dan meringankan penderitaan fakir-miskin,
dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Itulah sebabnya, maka sedekah tidak
boleh disebut-sebut, atau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati si
penerimanya. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang yang bersedekah karena riya
dan sum'ah, sama halnya dengan orang yang melakukan ibadah salat dengan ria.
Ibadah salatnya tidak akan mendapat pahala, dan tidak mencapai tujuan yang
dimaksud. Sebab tujuan salat adalah menghadapkan segenap hati dan jiwa kepada
Allah SWT serta mengagungkan kebesaran dan kekuasaan-Nya, dan memanjatkan
syukur atas segala rahmat-Nya. Sedang orang yang salat karena riya, perhatiannya
bukan tertuju kepada Allah, melainkan kepada orang yang diharapkan akan memuji
dan menyanjungnya. Sifat riya dan sum'ah adalah tabiat yang tidak baik. Orang yang
bersedekah yang mengharapkan pujian dan terima kasih dari yang menerima sedekah
atau dari orang lain, bila pada suatu ketika dia merasa kurang dipuji dan kurang
ucapan terima kasih kepadanya dari si penerima atau kurang penghargaan si penerima
terhadap sedekahnya, dia akan merasa sangat kecewa. Dalam keadaan demikian,
sangat besar kemungkinan dia akan mengucapkan kata-kata yang menyinggung
perasaan si penerima, sehingga sedekahnya tidak akan mendatangkan pahala di sisi
Allah. Orang yang bertabiat semacam ini sesungguhnya tidaklah beriman kepada
Allah dan hari akhirat. Sedekah semacam itu diibaratkan seperti debu di atas batu
yang licin; apabila datang hujan lebat maka debu itu hilang lenyap tak berbekas.
8
Karenanya, agar amal ibadah dapat diterima oleh Allah SWT, maka ada tiga syarat
yang harus dipenuhi, yakni: Beramal dengan landasan ilmu. Berniat ikhlas karena
Allah SWT. Melakukan dengan sabar dan ikhlas. Jika ketiga syarat ini tidak dipenuhi,
maka kemungkinan akan muncul dampak yang tidak baik bagi kehidupan orang yang
melakukan sedekah tersebut. Dampak Riya dan Sum'ah bagi Manusia Berikut ini
dampak negatif perbuatan riya dan sum’ah bagi pelakunya dan masyarakat secara
umum: Adanya ketidakpuasan dalam melakukan amal ibadah. Muncul rasa gelisah
ketika akan melakukan amal kebaikan. Nilai pahala orang yang melakukan amal
ibadah tersebut akan rusak bahkan hilang sama sekali. Mengurangi kepercayaan dan
tidak akan menimbulkan rasa simpati dari orang lain. Merasa menyesal jika amalnya
tidak diperhatikan oleh orang lain. Dapat menyebabkan rasa sentimen pribadi dari
orang lain, sebab bisa muncul perasaan iri dan dengki.
Baca selengkapnya di artikel "Pengertian Riya & Sum'ah serta Dampaknya bagi
Kehidupan Manusia", https://tirto.id/gzde
2.3 Takabur
Sifat takabur yang suka membanggakan diri seringkali membuat luput, sehingga
muncul perasaan memandang orang lain seakan jauh lebih rendah dibanding
dirinya.
Oleh sebab itu, sifat takabur ini sangat dibenci Allah sebagaimana firman-Nya
yang berbunyi seperti berikut, saat mengisahkan nasihat Lukman kepada
anaknya:
Makna ayat tersebut adalah janganlah engkau berpaling dari mereka dengan
9
bersikap sombong, menghadaplah kepada mereka dengan mukami, jangan
engkau hadapkan kepada mereka separuh bagian mukamu dan pipimu seperti
yang dilakukan oleh orang-orang yang bersikap congkak dan sombong. Jangan
engkau berjalan dengan gaya jalan yang penuh kesombongan, kecongkakan dan
rasa bangga diri.
ifat takabur adalah memiliki sifat sombong yang terbagi menjadi dua macam
seperti di bawah ini:
1. Menolak kebenaran
Ciri orang takabur pertama yaitu menolak suatu kebenaran hanya karena ia tidak
terima, apabila hal benar itu diungkapkan oleh orang yang kedudukannya lebih
rendah dari dirinya.
Menolak suatu kebenaran ini biasanya karena merasa diri paling pintar dan
benar. Contohnya ada pada kisah Fir'aun. Tidaklah ia binasa kecuali sifat
takaburnya sebab merasa bahwa ia adalah Tuhan yang patut disembah.
Padahal Fir'aun sudah banyak melihat mukjizat yang diturunkan Allah lewat Nabi
Musa. Dikarenakan tidak beriman maka sifat takabur itu menyelimuti dirinya.
Menanamkan sifat seperti ini dalam diri tentu kurang tepat karena hanya
melahirkan ujub yaitu rasa sombong sedangkan yang maha sempurna hanya
milik Allah sepenuhnya.
10
lebih hebat dan berpengalaman.
Atau seorang guru merasa muridnya kurang pemahaman, kemudian orang tua
membandingkan kemampuan dirinya kepada anak-anak mereka, dan masih
banyak lagi.
· َـــــــــــــــــد ُخ ُل ْالجَ َّن َة َمنْ َكـــــــــــــــــانَ فِي َق ْل ِبـــــــــــــــــ ِه م ِْث َقـــــــــــــــــا ُل َذرَّ ٍة مِنْ ِكب
ْـــــــــــــــــر
ٍ ْ ال ي
Artinya: "Tidak akan masuk surga orang-orang yang dalam hatinya terdapat rasa
takabur atau sombong meskipun hanya sekecil biji sawi." [HR. Muslim dari
Abdullah bin Mas'ud].
· ت َفي َُو ِّفي ِْه ْم اُج ُْورَ ُه ْم َوي َِز ْي ُد ُه ْم مِّنْ َفضْ ل ۚ ِٖه َواَمَّا الَّ ِذ ْينَ اسْ َت ْن َكفُ ْوا َواسْ َت ْك َبر ُْوا َفيُعَ ِّذ ُب ُه ْم عَ َذابًا ّ ٰ َفاَمَّا الَّ ِذ ْينَ ٰا َم ُن ْوا َوعَ ِملُوا ال
ِ صل ِٰح
هّٰللا ۙ
١٧٣ - صــــــــــــــــــــــــيْرً ا ِ جــــــــــــــــــــــــد ُْونَ لَ ُه ْم مِّنْ د ُْو ِن ِ َولِ ًّيــــــــــــــــــــــــا وَّ اَل َن ِ ــــــــــــــــــــــــا َّواَل َي اَلِ ْي ًم
Takabur adalah sifat paling dibenci Allah sehingga ganjarannya berupa azab
11
pedih. Sebaliknya, tanamkan sifat tawadu yaitu rendah hati dan selalu bersyukur
atas nikmat Allah.
2.4 Hasad
Pengertian Hasad
Rik Suhadi mengatakan dalam buku Akhlak Madzmumah dan Cara
Pencegahannya, ada perbedaan di kalangan ulama dalam mendefinisikan
arti hasad meski masih dalam tujuan yang sama. Dalam bahasa Indonesia,
hasad adalah iri atau dengki.
"Ketahuilah, tidaklah hasad itu kecuali kepada perkara nikmat. Jika Allah
memberikan suatu nikmat kepada saudaramu, maka engkau akan
mengalami satu dari dua hal. Pertama, engkau membenci nikmat tersebut
dan menginginkan nikmat itu hilang, maka inilah yang disebut hasad,"
ucapnya sebagaimana dikutip Rik Suhadi dalam buku Akhlak Madzmumah
12
dan Cara Pencegahannya.
Orang yang hasad hatinya selalu diliputi kegelisahan, perasaan tidak tenang,
hidupnya senantiasa dihantui kecemasan, dan terombang-ambing. Perilaku
ini kelak akan dipertanyakan oleh Allah SWT.
Baca juga:
Penyebab Penyakit Ain dan Doa Agar Terhindar Darinya
Cara Mencegah Hasad
13
Hasad dapat disebabkan oleh berbagai hal. Seperti permusuhan, kebencian,
takabur (sombong), 'ujub (bangga diri), ambiri, bakhil serta buruknya akhlak.
Masih mengacu pada sumber yang sama, berikut cara mencegah hasad
yang bisa dilakukan umat Islam.
Artinya: "dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki." (QS Al
Falaq: 5)
BAB III
PENUTUP
14
3.1 Kesimpulan
Akhalak madzmumah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin
pada diri manusia yang cenderung melekat dalam bentuk yang tidak
menyenangkan orang lain. Dampak negatif akhlak madzmumah yaitu, dibenci
oleh Allah, terhapusnya amalan-amalan yang telah dikumpulkan, dan tidak
terkabul doanya.Solusi agar dapat menghindari akhlak madzmumah yaitu,
dengan selalu mengingat Allah swt., dan bergaul dengan orang-orang shaleh.
3.2 Saran
Akhlak madzmumah itu tidak baik dan dibenci oleh Allah swt serta
masih banyak kerugian-kerugian lainnya yang disebabkan oleh
akhlak madzmumah. Oleh karena itu, marilah kita semua berusaha untuk
menjauhi akhlak madzmumah, agar kita semua terhindar dari dampak negatif
yang ditimbulkan olehnya.
DAFTAR PUSTAKA
15
Emang, Muh. Ruddin, et. al. 2002. Pendidikan Agama Islam. Makassar: Yayasan
Fatiyah Makassar.
16