Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah subhanahuwata’ala, karena berkat


rahmatnya kami bisa menyelesaikan makalah yang bertema “Ihsan dalam Al Qur’an”.
Kami mengucapkan terima kasih pada semua anggota kelompok yang telah membantu
sehungga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
dari sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman-
teman dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuanbagi kita semua.

Cirebon, Januari 2019

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ihsān dalam Al Qur’an...................................................................... 2
2.2. Penerapan Ihsān dalam Kehidupan Bermasyarakat............................................ 4
2.3. Balasan Bagi Orang-Orang yang Berbuat Ihsān................................................. 7
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan......................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Al Qur’an adalah mu’jizat Islam yang kekal yang selalu diperkuat oleh kemajuan
ilmu pengetahuan. Al Qur’an diturunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad untuk
mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju suasana yang terang, serta
membimbing mereka ke jalan yang lurus. Kandungan al Qur’an mencakup berbagai
macam aspek kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat, seperti keanekaragaman
sifat yang dimiliki oleh manusia, adakalanya baik dan buruk. Bahkan, tidak berlebihan
jika dikatakan bahwa al Qur’an merupakan buku pertama yang memperkenalkan
hukum-hukum kemasyarakatan, seperti halnya ihsān.
Seringkali manusia tidak memahami apakah ia sedang melakukan ihsān, al khoir,
al birr, atau al ma’ruf. Mereka lebih mangacuhkan apa yang mereka perbuat.
Melainkan mereka hanya berfikir bahwa telah berbuat baik terhadap sesame tanpa tahu
apakah mereka berbuat ihsān maupun yang lain. Namun, dalam makalah ini lebih
ditekankan dalam memhas ihsān.
Dalam realita kehidupan, sifat ihsān sangat diperlukan karena manusia
merupakan makhluk sosial yang tak bisa hidup sendiri dan membutuhkan orang lain.
Pengaplikasian ihsān dapat dilakukan seperti halnya ketika anak harus berbuat baik
kepada orang tua atau seseorang yang harus berbuat baik kepada orang lain dalam
lingkup tidak melanggar syariat. Hal tersebut menjadi sorotan dalam berkehidupan
dikarenakan sikap tersebut mempengaruhi keribadian seseorang. Ketika seseorang
telah melaksanakannya, maka banyak hal yang akan didapat oleh seseorang tersebut,
baik balasan itu dari sesame manusia maupun Allah. Allah juga telah menjanjikan
balasan bagi orang yang berbuat ihsān, baik balasan berupa di dunia maupun di akhirat.
Maka, ini menjadi penting untuk dikaji, karena untuk mengaplikasikan sifat ihsān itu
sendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam makalah ini, akan dibahas tentang
pengertian ihsān, penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat, serta balasan bagi
orang yang berbuat ihsān

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ihsān dalam Al Qur’an


1. Definisi Ihsān
Al khoir, al birr, al ma’ruf, dan ihsān adalah kata berbahasa arab yang
mempunyai makna yang sama yaitu baik atau kebaikan. Al birr adalah pecahan dari
al barr yang memiliki arti kelapangan dalam mengerjakan kebaikan. Dengan
demikian kata al birr mencakup dua arti, pertama pekerjaan hati seperti keyakinan
serta niat yang suci. Kedua, pekerjaan anggota badan seperti ibadah kepada
Allahdan berinfaq. Al ma’ruf adalah suatu yang dikenali baik (kebaikan) banyak
yang mengartikan bahwa al ma’ruf adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh
umat muslim, seperti, bersedekah, beribadah, beramal, dan sebagainya. Sedangkan
al khair mempunyai arti kebaikan. Lebih tepatnya perbuatan baik. Perbuatan yang
selalu mendatangkan berkah dan kesenangan bagi orang yang sedang
membutuhkan dan bertujuan untuk mendapatkan rahmat dan ridla Allah.[1]
Sementara kata Ihsān (‫ ) إحسان‬adalah isim masdar dari kata ‫ يحسن أحسن‬yang
bermakna kebaikan. Sedangkan lawan kata dari ihsān adalah isa’ah yang berarti
keburukan.[2] Kata ihsān dalam al Qur’an tertulis dalam 165 ayat.[3] Ihsān dalam
al Qur’an adalah sebuah perbuatan yang melampaui kebiasaan pada umumnya, ia
dapat berbentuk perilaku ataupun perbuatan. Mengenai hal ini Allah berfirman
surat al Isra’ ayat 7 yang berbunyi:

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika
kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang
saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain)
untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid,

2
sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”. (QS. al Isra’ : 7)

Redaksi ayat ini menunjukkan kecenderungan manusia kepada kebaikan


yang diawali dengan berbuat baik kepada diri sendiri. Hal tersebut juga dijelaskan
al Suyuthi dalam Tafsir al Jalalain, yakni perbuatan baik yang dilakukan akan
berbalik kepada diri sendiri. Begitu juga sebaliknya, perbuatan buruk yang
dikerjakan juga akan berbalik pada diri sendiri.[5]
Al Qur’an mengungkapkan perbuatan ihsān dalam berbagai macam bentuk
misalnya dengan menggunakan kata “‫ ” إحسان‬sebagaimana terdapat dalam surat an
Nahl ayat 90 :

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,


memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.” (QS. an Nahl : 90 )
Ayat ini termasuk ayat yang sangat luas dalam pengertiannya. Dalam suatu
riwayat dari Rasulullah S̩alla Allah 'Alaihy wa Sallam yang dikeluarkan oleh
Bukhari, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Thabrani, dan Baihaqi dari Ibnu Mas’ud
menyatakan:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada hamba-Nya tiga perkara, yaitu
berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi sedekah kepada kerabat dan melarang
melakukan tiga perkara yaitu berbuat keji, munkar, dan permusuhan.
Yang dimaksud berbuat kebajikan atau ihsān ini ialah melakukan perbuatan-
perbuatan yang mendatangkan manfaat bagi orang lain dan menghindarkan
perbuatan-perbuatan yang menimbulkan madharat bagi mereka. Membalas

3
perbuatan baik orang lain dengan yang lebih baik, memaafkan dan berbuat baik
kepada orang yang berbuat kesalahan termasuk perbuatan ihsān.
Perbuatan ihsān ini merupakan perwujudan dan sikap manusia yang
menyadari akan eksistensinya sebagai makhluk sosial. Hal ini berarti bahwa
manusia disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang
senantiasa memerlukan bantuan dan pertolongan orang lain. Karena itulah, Allah
menyuruh kepada manusia agar mereka menjalin hubungan baik, saling
menghormati, membantu dan berbuat kebajikan, sekaligus melarang melakukan
perbuatan-perbuatan yang akan menimbulkan ke-madharat-an bagi sesama
manusia.
Dalam konteks ini, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa definisi adil
dalam ayat tersebut adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan ihsān
menempatkannya bukan pada tempatnya. Dengan kata lain, ihsān adalah
memperlakukan pihak lain lebih baik dari perlakuannya, atau memperlakukan yang
bersalah dengan perlakuan yang baik. Sikap ihsan dinilai sebagai sesuatu yang
melebihi keadilan. Namun dalam kehidupan bermasyarakat, keadilan lebih utama
dari pada kedermawanan atau ihsān. Pengertian berbuat kebajikan tersebut
dibangun dari kutipan M. Quraish Shihab terhadap pernyataan Ali bin Abī Thālib.
[8]

2.2. Penerapan Ihsān dalam Kehidupan Bermasyarakat


Ihsān dalam penerapannya telah dipaparkan dalam al Qur’an, salah satunya
surat an Nahl ayat 90. Ayat tersebut terdapat perintah untuk ihsān terhadap kerabat
terdekat. Hal ini juga dijelaskan dalam surat an Nisa’ ayat 36.

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.


dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat,

4
Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. an Nisa’ : 36)
Wahbah al Zuhaily menguraikan secara jelas bahwa ihsān kepada orang tua meliputi
berbuat baik kepada keduanya dan berkhidmat serta mengikuti permintaan mereka
sesuai dengan kemampuan. Termasuk dalam kategori ini adalah bersikap lemah lembut
dalam perangai dan tutur kata terhadap keduanya.[10]
Perintah untuk berbuat kebajikan (ihsān) kepada kedua orang tua dilandasi beberapa
alasan. Di antara alasan dimaksud adalah fakta bahwa kedua orang tua telah berjasa
besar dalam membesarkan dan memelihara anaknya, sebagaimana difahami dari
penjelasan ayat juga dalam dan QS. Luqmān (31) : 14-15;

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu. (14) Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan.(15)” (QS. Luqman : 14-15)
Perintah untuk berbuat ihsān kepada kedua orang tua pada dua ayat terdahulu
mengisyaratkan kepada lawan bicara bahwa perbuatan tersebut adalah sebuah
keniscayaan mengingat peran dan penderitaan orang tua dalam mengasuh anaknya.

5
Latar belakang inilah yang kemudian menjadi penekanan kepada sang anak untuk
berbakti kepada kedua orang tua mereka.
Tahap selanjutnya, diisyaratkan kepada sang anak untuk memperhatikan batas-
batas ketaatan yang dimaksud dengan informasi bahwa kesemua itu hanya pada aspek
yang tidak mengarah kepada pemusyrikan. Al Qur’an secara apik mendeskripsikan
kepada lawan bicara bahwa ada masa tertentu sang anak akan berhadapan dengan
kondisi dimana ia diminta secara tegas untuk memilih, taat kepada kedua orang tua
pada satu sisi dan tidak memusyrikkan Allah pada sisi lain. Untuk kondisi yang
sedemikian itu, al Qur’an mempertegas bahwa hanyalah kepada Allah semata ketaatan
itu dan tiada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman ayat 14-
15.
Meski pada redaksional ayat, QS. Luqmān: 14-15 dan QS. al Ankabūt
mengedapankan perintah berbuat ihsān kepada kedua orang tua. Kongklusi ini ditarik
berdasarkan pengertian bahwa inti pembicaan pada keseluruhan ayat mengisyaratkan
manusia untuk tidak mempersekutukan Tuhannya dengan dasar apapun, bahkan dalam
keadaan lawan bicara tidak mengetahui dasarnya. Untuk kondisi yang sedemikian itu,
al Qur’an mempertegas bahwa hanyalah kepada Allah semata ketaatan itu dan tiada
sekutu bagi-Nya. Seperti yang dikemukakan oleh al Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya
al Kasyf bahwa ketaatan kepada orang tua terbatasi dengan perintah mempersekutukan
Allah.[12]
Ihsān juga digambarkan dalam bentuk ‫نا‬TT‫ حس‬sebagaimana lanjutan ayat bahwa
perbuatan ihsān yang diarahkan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin harus pula diiringi dengan mengucapkan perkataan baik kepada
manusia.
Dalam redaksional surat QS. al Ankabūt ayat 8 menjelaskan bahwa manusia telah
diwajibkan untuk berbuat ihsān kepada kedua orang tua. Perbuatan ini kemudian
dibatasi dengan bentuk dispensasi bahwa taat dan patuh yang dijadikan dasar untuk
berbuat ihsān kepada kedua orang tua tidak dalam hal memperserikatkan Allah dengan
lainnya. Keadaan ini berlaku pada kondisi lawan bicara itu tahu atau tidak. Lengkapnya
ayat tersebut sebagai berikut ;

6
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya.
dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya
kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS. al Ankabut : 8)

2.3. Balasan Bagi Orang-Orang yang Berbuat Ihsān


Orang yang senantiasa berbuat ihsān akan mendapat kedekatan bersama Allah,
kecintaan dari Allah, pahala yang berlipat, balasan surga serta kenikmatan melihat
wajah Allah. Balasan yang akan diterima oleh orang yang senantiasa berbuat ihsān, di
antaranya :
1. Mendapatkan kedekatan bersama Allah.

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang


berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl: 128)
Dalam Tafsir al Jalalain, al Suyuthi menjelaskan bahwa Allah akan menolong
orang-orang yang takut akan kekafiran dan kemaksiatan dengan pertolongannya.
[15]

2. Mendapatkan kecintaan dari Allah

7
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Baqarah :
195)
Al Suyuthi menjelaskan kembali dalam tafsirnya, al Jalalain bahwa Allah akan
memberi pahala kepada orang-orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah.
[17]

3. Mendapatkan surga, pelipat gandaan amalan, dan melihat wajah Allah.

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan
tambahannya. dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula)
kehinaan. mereka Itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus
: 26)

8
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Secara bahasa, kata ihsān sama artinya dengan kata al khoir, al birr, dan al
ma’ruf, yang kesemuanya itu bermakna kebaikan. Tetapi, ihsān secara istilah lebih luas
dalam pengertiannya. Dalam al Qur’an, kata ihsān disebutkan ke dalam 165 ayat. Ihsān
adalah sebuah perbuatan yang melampaui kebiasaan pada umumnya, ia dapat
berbentuk perilaku ataupun perbuatan. Banyak redaksi ayat-ayat dalam al Qur’an yang
menjelaskan tentang ihsān dan penerapannya dalam kebidupan bermasyarakat. Salah
satu contoh perbuatan ihsān adalah berbuat baik terhadap kedua orang tua yang telah
tertulis dalam al Qur’an surat al Ankabut ayat 8.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an
Abady, Muhammad bin Ya’qub Fairuz. Qamus al Muhith. ttp: tnp, tth
Eni, Handi. “Perbedaan al khoir, al birr, al ma’ruf, dan ihsān”, dalam
http://handienioke.blogspot.com, (diakses pada 16 November 2014)
Fathullah, Ahmad Luthfi. al Qur’an al Hadi 11 Kemudahan Berinteraksi dengan al Qur’an.
Jakarta: Pusat Kajian Hadits, tth.
Shihab, M. Quraish. Wawasan al Qur’an Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat.
Bandung: Pustaka Mizan, 2013.
Suyuthi (al), Jalal al Din. Tafsir al Jalalain. Surabaya: al Haramain, 2008.
Zamakhsyari (al), Abu al Qasim. al Kasyf. Beirut: Dar al Kitab al ‘Araby, 1407 H.
Zuhaily (al), Wahbah bin Musthafa. al Tafsir al Munir fi al ‘Akidah wa al Syari’at wa al
Manhaj. Damaskus: Dar al Fikr, 1418 H.

10

Anda mungkin juga menyukai