Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SEDEKAH, INFAK, WAKAF, dan WASIAT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Ibadah


Dosen Pengampu : H.Rudi Hartono,S.Ag.MH.

Disusun oleh kelompok 6 :


1. Wihdatun Najah (2021010030)
2. Ifah Lathifah (2021010151)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL – KHAIRIYAH


CITANGKIL KOTA CILEGON
TAHUN AKADEMIK 2022-202
i

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan rahmat kepada kita semua, sehingga kita mampu
menyelesaikan tugas pembuatan makalah Fiqih ini, sesuai dengan waktu yang telah
di tentukan.

Kami juga menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penggarapan makalah ini, terutama kepada dosen pengampu
kami Pak H.Rudi Hartono,S.Ag.MH,Sehingga kami mampu melaksanakan tugas
mata kuliah ini.

Kami juga memohonkan maaf kepada semuanya apabila dalam makalah


yang kami buat ini, karena masih terdapat banyak sekali kekurangan-kekurangan,
lebih-lebih mengenai referensi. Untuk itu kami kelompok tiga sangat menunggu
kritik maupun saran dari semua pembaca agar kedepannya kami bisa membuat
makalah yang lebih baik lagi.

Cilegon,31Oktober 2022

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................
C. Tujuan.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................
A. Sedekah...................................................................................................
B. Infaq........................................................................................................
C. Wakaf......................................................................................................
D. Wasiat......................................................................................................
BAB III PENUTUP........................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Harta merupakan titipan Allah SWT. yang pada hakekatnya hanya dititipkan
kepada kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Konsekuensi manusia terhadap segala
bentuk titipan yang dibebankan kepadanya mempunyai aturan-aturan tuhan, baik
dalam pengembangan maupun penggunaan.

Terdapat kewajiban yang dibebankan pada pemiliknya untuk mengeluarkan


zakat untuk kesejahteraan masyarakat, dan ada ibadah Maliyah sunnah yakni
sedekah dan infaq. Karena pada hakekatnya segala harta yang dimiliki manusia
adalah titipan Allah SWT. maka setiap kita manusia wajib melaksanakan segala
perintah Allah mengenai hartanya.

B.     Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Sedekah?

2.      Apa Pengertian Dari Infaq?

3.      Apa Pengertian Dari Wakaf?

4.      Apa  Definisi dan Macam-macam Dari Wasiat?

C.     Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan pembahasan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Agar Mahasiswa Dapat Mengetahui Apa Pengertian Dari Sedekah.

2.      Agar Mahasiswa Dapat Mengetahui Apa Pengertian Dari Infaq.

3.      Agar Mahasiswa Dapat Mengetahui Apa Pengertian Dari Wakaf.

4.      Agar Mahasiswa Dapat Mengetahui Apa Definisi dan Macam-Macam Dari


Wasiat.

1
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. SEDEKAH
1. Pengertian Sedekah
Secara etimologi, kata sedekah berasal dari bahasa Arab ash- shadaqah. Pada
awal pertumbuhan islam, sedekah diartikan dengan pemberian yang disunahkan
(sedekah sunah). Sedangkan secara terminologi sedekah adalah memberikan sesuatu
tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala dari Allah Swt.
Sedekah lebih utama apabila diberikan pada hari-hari mulia, seperti pada hari
raya idul adha atau idul fitri. Juga yang paling utama apabila diberikan pada-pada
tempat-tempat yang mulia, seperti di Mekkah dan Madinah.
Dari pengertian tadi, dapat diartikan bahwa sedekah merupakan ibadah yang
sifatnya lentur. Ia tidak dibatasi oleh waktu ataupun batasan tertentu. Dengan
demikian tidak ada waktu khusus untuk bersedekah. Begitu juga, dalam sedekah
tidak ada batasan minimal. Nabi saw. Bersabda: ”bersedekahlah walaupun dengan
sebutir kurma, karena hal itu dapat menutup dari kelaparan dan dapat menghapuskan
kesalahan sebagaimana air memadamkan api.”(HR. Ibnu Mubarak).
Adapun pakar fiqh membagi beberapa contoh bersedekah ialah:
1. Memberikan suatu dalam bentuk materi kepada orang miskin.
2. Berbuat baik kepada orang lain
3. Berlaku adil dalam mendamaikan orang yang bersengketa.
4. Membantu orang yang akan menaiki kendaraan yang akan
ditumpanginya.
5. Memberi senyuman kepada orang lain, dsb.1
Bersedekah berarti memberikan sebagian harta yang kita miliki kepada pihak
orang lain secara ikhlas dan suka rela, dan karena semata-mata mengharapkan
pahala dari Allah SWT. firman Allah SWT.

1
Rozali643. 2014. Makalah, shodaqoh, indfaq, dan hadiah. (Online),
(http://rozali643.blogspot.co.id/2014/04/makalah-shodaqoh-indfaq-hadiah-ku.html, diakses: 8 April
2017.

2
ِ‫ني و الْ ع ِام لِ ني ع لَ ي ه ا و الْ م لَّ َف ة‬ ِ ِ ِ َ‫الص َد ق‬
َّ ‫ِإ مَّنَ ا‬
‫َ َ ْ َ َ ُ َؤ‬ َ َ ِ ‫ات ل ْل ُف َق َر اء َو الْ َم َس اك‬
ُ

َ ‫يلۖ= فَ ِر‬
ً‫يض ة‬ َّ ‫يل اللَّ ِه َو ابْ ِن‬
ِ ِ‫الس ب‬ ِ ِ‫ني َو يِف َس ب‬ ِ ِ َ‫اب و الْ غ‬
َ ‫ار م‬ ِ ِّ ‫ُق لُ وب ه م و يِف‬
َ َ‫الر ق‬ َ ْ ُُ
ِ ِ ‫اللَّ ِه‬ ‫ِم َن‬
ٌ‫َح ك ْي م‬ ‫يم‬
ٌ ‫َع ل‬ ُ‫َو اللَّ ه‬ =ۗ

‫ا‬
Artinya:
Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir, dan
orang-orang miskin, dan amil-amil Yang mengurusnya, dan orang-orang muallaf
Yang dijinakkan hatinya, dan untuk hamba-hamba Yang hendak memerdekakan
dirinya, dan orang-orang Yang berhutang, dan untuk (dibelanjakan pada) jalan
Allah, dan orang-orang musafir (yang keputusan) Dalam perjalanan. (Ketetapan
hukum Yang demikian itu ialah) sebagai satu ketetapan (yang datangnya) dari Allah.
dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana. ) At-Taubah ayat 60)
sedekah merupakan salah satu amal shaleh yang tidak akan terputus pahalanya,
seperti sabda Rasulullah SAW:
Artinya: "Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua
amalnya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh
yang selalu mendo'akan kedua orang tuanya". (HR. Muslim)
Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang
terdekat dahulu, yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga
terdekat, teman sebaya, dan seterusnya.Dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut
sedekah.Hukum shadaqah ialah sunnah.
1. Orang yang berhak menerima sedekah
2. Orang-orang nyang saleh atau orang-orang yang ahli dalam kebaikan.
3. Orang yang paling dekat dari kita.
4. Orang yang sangat membutuhkan.
5. Orang kaya, keturunan Bani Hasyim, Orang kafir, dan fasik.
6. Sedekah kepada jenazah

3
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Bersedekah.
1) Harta yang disedekahkan bukan berupa barang yang haram, baik haram
karena zat barangnya, seperti daging babi dan minuman keras, maupun
haram karena diperoleh dengan cara yang tidak halal. Bersedekah dengan
barang yang haram juga haram.
2) Barang yang akan disedekahkan hendaknya berkualitas baik. Sengaja
memilih barang-barang yang jelek atau rusak untuk disedekahkan
hukumnya makhruh.
3) Hendaknya menghindari hal-hal yang dapat membatalkan sedekah. Hal–
hal tersebut dijelaskan dalam surah Al-baqarah ayat 264, ”wahai orang-
orang yang beriman janganlah kamu merusak sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaaan penerima)”.
4) Memberikan sedekah dengan ikhlas semata-mata mengharap pahala dan
keridaan Allah. bersedekah karena pamer dan ingin mendapat pujian dari
orang lain akan menjadikan sedekah itu sia-sia dan tidak berpahala
5) Harta yang disedekahkan hendaknya berupa barang-barang yang tidak
mudah rusak dan dapat terus bermanfaat untuk waktu yang lama. Hal
yang demikian disebut sadaqah jariyyah (sedekah yang pahalanya
mengalir terus). Artinya, selama benda tersebut masih memberikan
manfaat kepada orang lain, selama itu pula orang yang bersedekah akan
terus mendapatkan pahala.

3. Yang Menghilangkan Pahala Sedekah


Diharamkan bagi wanita Muslimah menyebut-nyebut nama orang yang
menerima sedekah darinya, hingga menyakiti perasaan orang tersebut atau dengan
berbuat riya’ dihadapan orang banyak. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah
SWT.
“ wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan pahala sedekah
kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan orang yang
menerimanya, seperti halnya orang yang menafkahkan hartanya karena perasaan
riya’ kepada manusia.” (Al-Baqarah: 264)

4
Rasulullah bersabda:

‫ثالثة ال يكلمهم هللا يوم القيام==ة وال ينظ==ر إليهم وال ي==زكيهم ولهم ع==ذاب أليم ق==ال أب==و ذر رض==ي هللا عن==ه خ=ابوا‬
‫وخسروا من هم يا رسول هللا؟ قال المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب [رواه أحمد و مسلم وأبو داود‬
]‫والنسائى والدرامى‬

"  Ada tiga golongan yang pada hari kiamat kelak Allah tidak mengajak mereka
bicara, tidak melihat mereka, tidak mensucikan mereka dan bagi mereka adzab yang
pedih. Abu Dzar berkata: Sungguh merugi mereka itu, lalu ia bertanya: siapakah
mereka itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu orang yang memanjangkan
pakaiannya karena sombong, orang yang menyebut-nyebut sedekah yang telah
diberikan, dan orang yang menginfakkan hartanya dengan sumpah palsu.” (HR.
Ahmad, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’I dan Ad-Darimi).2

B. Pengertian Infaq

Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu untuk
kepentingan sesuatu.3Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq berarti
mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan / penghasilan untuk suatu
kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.

Ada pula pendapat yang mengatakan, secara bahasa Infaq bermakna :


keterputusan dan kelenyapan, dari sisi leksikal infaq bermakna : mengorbankan
harta dan semacamnya dalam hal kebaikan. Dengan demikian, kalau kedua makna
ini di gabungkan maka dapat dipahami bahwa harta yang dikorbankan atau
didermakan pada kebaikan itulah yang mengalami keterputusan atau lenyap dari
kepemilikan orang yang mengorbankannya.

Berdasarkan pengertian di atas, maka setiap pengorbanan (pembelanjaan)


harta dan semacamnya pada kebaikan disebut al-infaq. Dalam infaq tidak di
2
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wnita, Pustaka Al-Kausar, Jakarta, 1998, halm. 330.
3
http://www.amany.org/tanya-jawab/40-ziswaf/66-apa-perbedaan-beda-zakat-infaq-dan-
sadaqah-.html

5
tetapkan bentuk dan waktunya, demikian pula dengan besar atau kecil jumlahnya.
Tetapi infaq biasanya identik dengan harta atau sesuatu yang memiliki nilai barang
yang di korbankan. Infaq adalah jenis kebaikan yang bersifat umum, berbeda
dengan zakat. Jika seseorang ber-infaq, maka kebaikan akan kembali pada dirinya,
tetapi jika ia tidak melakukan hal itu, maka tidak akan jatuh kepada dosa,
sebagaimana orang yang telah memenuhi syarat untuk berzakat, tetapi ia tidak
melaksanakannya.

Infaq berbeda dengan zakat, infaq merupakan pemberian yang tidak ada
nishabnya sedangkan zakat sebaliknya. Besar kecilnya sangat bergantung kepada
keuangan dan keikhlasan dalam member, yang terpenting adalah hak orang lain
yang ada dalam harta kita sudah dikeluarkan.4

C. Pengertian dan Hukum Wakaf


Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut istilah
syara’, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya
untuk kebaikan dan kemajuanIslam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya,
artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya
disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali adalah seseorang
menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan
tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’ala
          Pengertian wakaf menurut mazhab hanafi adalah menahan harta-benda
sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka seseorang yang mewakafkan
sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya
kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap dan
kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan.
          Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah menahan harta-benda
atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya atau
menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang yang dicintainya.

4
M. Ali Hasan, Zakat Dan Infaq: Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial Di Indnesia
(Jakarta:Kencana, 2006), 13.

6
Berdasarkan definisi dari Abu Hanifahini, maka harta tersebut ada dalam
pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih hidup, dan bisa
diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual ayau
dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang dikeluarkan oleh Abu
Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri
Pengertian wakaf menurut mazhab maliki adalah memberikan sesuatu hasil
manfaat dari harta, dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi
manfaat tersebut walaupun sesaat
Pengertian wakaf menurut peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah
perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta
kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-
lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan
ajaran agama Islam.
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk
salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya,
dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan
adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan,
mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum,
misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan
sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka
berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan
manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus
menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan
bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam hadits:
‫ح‬ َ ‫ص > َدقَ ٍة َجا ِريَ > ٍة اَ ْو ِع ْل ٍم يَ ْنتَفَ > ُع بِ > ِه اَ ْو َولَ > ِد‬
ٍ ِ‫ص >ال‬ ٍ َ‫اِ َذا َم>>اتَ ابْنَ ا َد َم اِ ْنقَطَ > َع َع َملُ >هُ اِالَّ ِمنْ ثَال‬
َ :‫ث‬
)‫مسلم‬ ‫(رواه‬ ُ‫يَ ْدع ُْولَه‬
Artinya:
“Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya,
kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang
dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan
tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan.

7
Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan
sebidang tanah diKhaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai
Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut?
Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan
manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya
dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula
diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)

1.      Syarat dan Rukun Wakaf


a.       Syarat Wakaf
Syarat-syarat harta yang diwakafkan sebagai berikut:
Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang.
Misalnya, “Saya wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang
akan datang”. Hal ini disebut tanjiz Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi
wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan  (mauquf) itu
b.      Rukun Wakaf
1.      Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
·         kehendak sendiri
·         berhak berbuat baik walaupun non Islam
2.      Sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;
·         barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat
diberikan maupun dikemudian hari
·         milki sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan
ataumusya (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain
·         Tempat berwakaf (yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang
memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah.
·         Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak
mampu dan sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi
(bukan bersifat umum)

8
2.       Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa dikatakan
sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang diserahkan haruslah harta yang tidak habis
dipakai, tapi bermanfaat secara terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara
perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan
harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak,
misalnya:
a.       Sebidang tanah
b.      Pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c.       Bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
Dalam Islam, pemberian semacam ini termasuk sedekah jariyah atau amal
jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan terus menerus mengalir kepada orang
yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal sekalipun, selama harta yang
diwakafkan itu tetap bermanfaat. Hadits nabi SAW:
ُ‫ح يَ ْدع ُْولَ>ه‬ َ ‫ص> َدقَ ٍة َجا ِريَ> ٍة اَ ْو ِع ْل ٍم يَ ْنتَفَ> ُع بِ> ِه اَ ْو َولَ> ِد‬
ٍ ِ‫ص>ال‬ ٍ َ‫اِ َذا َماتَ ابْنَ ا َد َم اِ ْنقَطَ> َع َع َملُ>هُ اِالَّ ِمنْ ثَال‬
َ :‫ث‬
)‫مسلم‬ ‫(رواه‬
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua
amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu
yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Berkembangnya agama Islam seperti yang kita lihatsekarang ini diantaranya
adalah karena hasil wakaf dari kaum muslimin. Bangunan-bangunan masjid,
mushala (surau), madrasah, pondok pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir
semuanya berdiri diatas tanah wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga
pendidikan Islam, majelis taklim, madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang
kegiatan operasionalnya dibiayai dari hasil tanah wakaf.
Karena itulah, maka Islam sangat menganjurkan bagi orang-orang yang kaya
agar mau mewariskan sebagian harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini
dilakukan atas persetujuan bersama serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan
dana yang lebih bermanfaat bagi perkembangan umat.

9
3.      Tata cara perwakafan tanah milik
a. Calon wakif dari pihak yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus
datang dihadapan Pejabat Pembantu Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk
melaksanakan ikrar wakaf
b. Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara
lisan, jelas dan tegas kepada nadir yang telah disyahkan dihadapan PPAIW yang
mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan
menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat
c. Calon wakif yang tidak dapat datang di hadapan PPAIW membuat ikrar
wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama
Kabupaten atau Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf. Ikrar ini dibacakan
kepada nadir dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksi
d. Tanah yang diwakafkan baik sebagian atau seluruhnya harus merupakan
tanah milik. Tanah yang diwakafkan harus bebas dari bahan ikatan, jaminan, sitaan
atau sengketa Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa,
dan sehat akalnya. Segera setelah ikrar wakaf, PPAIW membuat Ata Ikrar Wakaf
Tanah.
4.      Surat yang harus dibawa dan diserahkan oleh wakif kepada PPAIW
sebelum pelaksananaan ikrar wakaf
Calon wakif harus membawa serta dan menyerahkan kepada PPAIW surat-surat
berikut.
a. Sertifikat hak milik atau sertifikat sementara pemilikan tanah
b. Surat Keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat yang
menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut suatu perkara dan
dapat diwakafka
c. Izin dari Bupati atau Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria Setempat

5.       Hak dan Kewajiban Nadir


Nadir adalah kelompok atau bandan hukum Indonesia yang diserahi tugas
pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf

10
a. Hak Nadir
·  Nadir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya
ditentukan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya.
Dengan ketentuan tidak melebihi dari 10 % ari hasil bersih tanah wakaf
·   Nadir dalam menunaikan tugasnya dapat menggunakan fasilitas yang jenis
dan jumlahnya    ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau
Kotamadya.
b. Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan
hasilnya, antara lain:
·   menyimpan dengan baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
·   memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha meningkatkan
hasilnya
·   menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
6.       Mengganti Barang Wakaf
Prinsip-prinsip wakaf diatas adalah pemilikan terhadap manfaat suatu
barang. Barang asalnya tetap, tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. Barang
yang diwakafkan tidak boleh diganti atau dijual. Persoalannya akan jadi lain jika
barang wakaf itu sudah tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan
harga atau nilai jual setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil jualnya dibelikan
gantinya. Dalam keadaan demikian , mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab
dengan cara demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan
tujuan wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang
diwakafkan tadi.
Sayyidina Umar r.a. pernah memindahkan masjid wakah di Kuffah ke tempat
lain menjadi masjid yang baru dan lokasi bekas masjid yang lama dijadikan pasar.
Masjid yang baru tetap dapat dimanfaatkan. Juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa
tujuan pokok wakaf adalah kemaslahatan. Maka mengganti barang wakaf tanpa
menghilangkan tujuannya tetap dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan
hukumnya.

7.       Pengaturan Wakaf


Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik, apabila faktor-faktor
pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau pemelihara barang wakaf.

11
Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya tidak mengalami kesulitan.
Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan program kerja telah disiapkan
secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah barang tentu berbeda-beda antara masing-masing
orang yang mewakafkannya meskipun tujuan utamanya sama, yaitu demi
kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara tertulis diatas materai atau denagn
akta notaris adalah cara yang terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian,
kemungkinan penyimpangan dan penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah
dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu diterima dan dikelola oleh
yayasan-yayasan yang telah bonafide dan profesional, kemungkinan penyelewengan
akan lebih kecil.
8.       Hikmah Wakaf
Hikmah wakaf adalah sebagai berikut:
a.       Melaksanakan perintah Allah SWT untuk selalu berbuat baik. Firman Allah
SWT:

َ‫وا ۡٱلخ َۡي َر لَ َعلَّڪُمۡ تُ ۡفلِحُون‬


ْ ُ‫ُوا َربَّ ُكمۡ َو ۡٱف َعل‬
ْ ‫ٱعبُد‬ ْ ‫ٱس ُجد‬
ۡ ‫ُوا َو‬ ْ ‫ڪع‬
ۡ ‫ُوا َو‬ ْ ُ‫يَ ٰـَٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
َ ‫وا ۡٱر‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al
Hajj : 77)
b.      Memanfaatkan harta atau barang tempo yang tidak terbatas
Kepentingan diri sendiri sebagai pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan
masyarakat Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal
ini, rasulullad SAW bersabda dalam salah satu haditsnya:
َ ‫ َم ْن الَ يَ ْهتَ َّم بِا َ ْم ِر ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ فَلَي‬                                  
)‫ْس ْمنِّى (الحديث‬
Artinya: “Barangsiapa yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum
muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al Hadits)

c.       Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi


Wakaf biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial
kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.

12
ِّ‫ح ْال َجاص‬ َ ‫ح ْال َعا ِّم ُمقَ َّد ُم عَلى َم‬
ِ ِ‫صال‬ ِ ِ‫صال‬
َ ‫َم‬
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang
khusus.”
Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat adalah:
a) dapat menghilangkan kebodohan
b) dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan.
c) dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial.
d) dapat memajukan atau menyejahterakan umat.5

D. Pengertian Wasiat

Kata wasiat berasal dari bahasa Arab, yaitu wasiat yang berarti “suatu
ucapan atau pernyataan dimulainya suatu perbuatan”. Biasanya perbuatan itu
dimulai setelah  orang yang mengucapkan atau menyatakan itu meninggal dunia.
Para ulama pada umumnya sepakat bahwa pengertian wasiat ialah :
pernyataan atau perkataan seseorang kepada orang lain bahwa ia memberikan
kepada orang lain itu hartanya tertentu atau membebaskan hutang orang itu atau
memberikan manfaat sesuatu barang kepunyaan setelah ia meninggal dunia. Seperti
si A berwasiat kepada si B bahwa ia memberikan B, sehingga B memiliki separuh
harta A yang terletak di kota C bila ia telah meninggal dunia. Setelah A meninggal
dunia, B memiliki separuh tanah A yang terletak dikota C.
Ada beberapa perbedaan antara wasiat dengan hibah. Pada hibah, pemilikan
dari pemberian itu terjadi setelah selesai pernyataan hibah diucapkan atau
dinyatakan oleh yang menghibahkan, sedangkan pada wasiat pemilikan itu baru
terjadi setelah meninggal dunia orang yang berwasia, bahkan jika orang yang
menerima wasiat lebih dahulu meninggal dari orang yang berwasiat, maka wasiat itu
menjadi batal, kecuali jika ada perjanjian bahwa ahli waris orang yang menerima
wasiat boleh menerima wasiat itu. hibah hanya berupa pemberian harta hak milik,
sedangkan wasiat bentuk pemberiaannya lebih luas dari itu, boleh berupa garta
milik, pembebasan hutang, manfaat dan sebagainya. Hibah tidak boleh dibatalkan,
sedangkan wasiat dapat dibatalkan bila orang yang menerima wasiat lebih dahulu
meninggal dunia dari orang yang berwasiat.

5
Sri Ramadan. 2014. Makalah zakat, infaq, sadaqah, dan wakaf. (Online),
(http://sriramadan.blogspot.co.id/2014/12/makalah-zakat-infaq-sedekah-dan-wakaf.html, diakses 8
April 2017).

13
Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW yang
menerangkan dan menjadi dasar dari wasiat itu, yang dari padanya dipahami bahwa
wasiat itu merupakan kewajiban moral bagi seseorang untuk memenuhi hak orang
lain atau kerabatnya, karena orang itu telah banyak berjasa kepadanya atau
membantu usaha dan kehidupannya, sedang orang itu tidak termasuk orang atau
keluarganya yang memperoleh bagian harta waris. Seakan-akan wasiat itu
merupakan penyempurnaan dari hukum waris yang telah disyariatkan.
Hadist-hadist yang berhubungan dengan wasiat di antaranya :
a.        Dari Abdullah bin Umar, ia berkata : Bahwasanya Rasullullah SAW.
Bersabda : Tidak pantas seorang muslim yang mempunyai suatu harta yang harus di
wasiatkannya membiarkannya dua malam, kecuali wasiatnya itu telah tertulis. (H.R
Bukhari)
b.       Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : (Alangkah baiknya), andai kata orang mau
menurunkan wasiatnya ke seperempat, karena sesungguhnya Rasullullah
bersabda :Sepertiga itu banyak atau besar . (Muttafaqun’alaih).
Berbeda pendapat dengan para ulama tentang hukum wasiat. Ibnu Hazain
berpendapat bahwa wasiat itu wajib dilakukan oleh seorang yang mempunyai harta
banyak atau sedikit. Pendapat ini berasal dari pendapat Abdullah bin Umar,
Thalhah, Zubair,Abdullah bin Aufa, Thawus, Asy-Sya’bi dan Az-Zuhri. Mereka
beralasan dengan arti lahir dari ayat 180 surat Al-Baqarah di atas. Pada ayat itu
terdapat perkataan “kutiba” (diwajibkan). Karena itu hukum berwasiat itu adalah
wajib.
Mazhab yang empat, yaitu Mazhdhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali
serta golongan Zya’ah Zaidiyah berpendapat bahwa wasiat itu bukan wajib bagi
orang yang mempunyai harta banyak atau sedikit, tetapi hukumnya tidak sama bagi
tiap-tiap orang. Hukumnya itu disesuaikan dengan keadaan orang yang berwasiat
dan orang atau yang akan menerima wasiat.
Menurut mereka wasiat itu wajib dilakukan oleh setiap orang yang merasa
bahwa dalam hartanya itu terdapat hak orang lain atau hak sesuatu yang lain. Hak
orang lain atau sesuatu yang lain itu dirasakan ada karena ada sesuatu kewajiban
yang belum terpenuhi, atau jasa seseorang yang telah diberikan tanpa pamrih
diwaktu berusaha atau dalam usaha mengatasi hidup dan kehidupannya dan
sebagainya. Jika tidak dilakukan wasiat itu hak orang lain itu akan terlantarkan
karena tidak ada jalan lain untuk memberikannya atau akan dirasakan sebagai

14
hutang yang belum terbayar di dunia maupun di akhirat. Contohnya ialah zakat yang
dirasa belum dibayar, kewajiban menunaikan ibadah haji yang belum terlaksana
pada hal ia adalah orang yang mampu, amanah atau harta orang lain yang dirasa
tercampur dengan harta sendiri, jasa orang lain yang belum diimbali atau belum
sempurna diimbali dan sebagainya.
Selanjutnya mereka mengatakan bahwa wasiat itu haram hukumnya bila
wasiat itu menimbulkan kemudharatan terhadap pihak yang lain, seperti memberi
kemudharatan kepada ahli waris, berwasiat lebih seperti tiga dan sebagainya.
Wasiat yang menimbulkan kemudharatan itu termasuk perbuatan dosa besar,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas RA ,yang artinya :
“Wasiat yang menimbulkan kemudharatan itu termasuk perbuatan dosa besar. (HR.
An Nisa’i)Termasuk wasiat yang haram ialah wasiat yang ada hubunganya dengan
perbuatan maksiat, seperti wasiat untuk membangun rumah ibadah selain rumah
ibadah yang sesuai dengan ajaran islam, wasiat utnk mendirikan pabrik menuman
keras, wasiat untuk beternak babi, dan sebagainya.
Menurut mereka wasiat itu makruh hukumnya, bila orang yang berwasiat itu
mempunyai harta yang sedikit, sedang ahli warisnya memerlukan harta itu,
berwasiat memberikan harta kepada orang fasik dan ia akan menggunakan harta itu
untuk berbuat kefasikan dan sebagainya
Hukum berwasiat itu mubah bagi orang kaya. Hartanya cukup untuk ahli warisnya
dan cukup pula untuk berwasiat kepada orang lain. Bahkan orang kaya itu sunah
hukumnya bila ia berwasiat menggunakan hartanya untuk menegakan agamanya
Allah.
1.       Rukun  (unsur) wasiat
Dalam hal wasiat, ada beberapa unsure yang memenuhinya , diantaranya :
a.         Sighat wasiat
Dalam hal ini , sighat wasiat memiliki arti kata-kata atau pernyataan yang di
ucapkan oleh orang-orang yang berwasiat kepada penerima wasiat. Sighat wasiat
terdiri dari “ijab” dan “qabul”. Yang dimaksud ijab ialah perkataan atau pernyataan
yang di ucapkan oleh orang yang berwasiat, sedangkan qabul ialah kata-kata yang di
ucapkan oleh yang menerima wasiat sebagai tanda penerimaan dan persetujuan.
Pemberian wasiat dapat diberikan kepada seseorang tertentu, tetapi dapat juga
diberikan untuk masjid, langgar, untuk mendirikan sekolah, untuk mendirikan
rumah sakit dan sebagainya, serta ijab dari yang berwasiat tidak memerlukan qabul.

15
Pemilikan atau pemindahan harta dapat terjadi ketika orang yang berwasiat
meninggal dunia.
2.       Orang yang berwasiat
Orang yang berwasiat hendaknya mempunyai kesanggupan melepaskan
hartanya kepada orang lain, baligh, berakal, menentukan sesuatu atas kehendaknya,
sadar terhadap apa yang dilakukannya. Menurut Imam Hanafi “jika ahli waris tidak
menyetujui wasiat itu, maka wasiat itu tetap dilakukan asalkan tidak melebihi 1/3
hartanya. Tidak boleh melebihi 1/3 hartanya di karenakan orang yang berwasiat
tidak boleh meninggalkan ahli waris yang miskin. Orang yang berwasiat yaitu
tentunya adalah orang yang mempunyai harta lebih.
3.        Orang yang menerima wasiat
Selain wasiat, orang yang menerima wasiatpun juga memiliki sayrat juga,
diantaranya:
a.        Ia bukan merupakan ahli waris orang yang berwasiat . seperti sabda NABI
yang artinya “ tidak boleh berwasiat kepada ahli waris “.
b.        Orang yang menerima wasiat itu orang tertentu, maksutnya orang yang
mempunyai arti yang sebenarnya pada waktu yang di wasiatkan.
c.         Orang yang menerima wasiat tidak pernah membunuh oraang yang berwasiat
kepadanya, kecuali pembunuhan itu di benarkan oleh ajaran islam.
Abu hanifah dan muridnya berpendapat bahwa kesahan wasiat itu tergantung pada
ahli waris. Tidak di syaratkan bahwa orang yang berwasiat dan penerima wasiat
sama-sama beragama islam, boleh juga berwasiat kepada berlain agama.
4.       Yang diwasiatkan
a.        Harta yang diwasiatkan telah ada setelah orang yang berwasiat meninggal
dunia dan telah dapat dialihmilikkan kepada oaring yng menerima wasiat, sesuia
dengan syarat yang telah di tentukan.
b.       Yang diwasiatkan haruslah harta yang suci, bias di manfaatkan oleh orang
yang menerimanya.
c.        Jumlah harta yang diwasiatkan tidak boleh lebih dari 1/3 harta yang
dimilikinya.
Menurut Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa yang di maksud
dengan sepertiga disini ialah sepertiga dari jumlah harta yang dimiliki setelah yang

16
berwasiat meninggal. Sedangkan Imam Malik berpendapat sepertiga itu ialah
sepertiga dari jumlah harta yang berwasiat waktu ia menyatakan wasiatnya.6
Syarat wasiat yang lain yaitu mumayyiz, artinya orang yang berwasiat itu dapat
membedakan antara yang baik dan yang buruk serta orang yamng bukan inkar
kepada ALLAH SWT. Syarat ini di kususkan oleh Mazdhab Maliki. Apabila oaring
yang menerima wasiat seperti anak kecil, maka dapat diterima oleh wali atas
namanya.7
5.      Yang membatalkan wasiat
a.       Orang yang berwasiat itu mendapat sakit gila sampai ia meninggal.
b.      Orang yang menerima wasiat meninggal dulu sebelum orang yang berwasiat.
c.       Harta yang diwasiatkan itu habis ataupun musnah sebelum yang berwasiat itu
meningal dunia.
6.      Wasiat itu di cabut oleh orang yang berwasiat.
Suatu wasiat dapat dicabut oleh pemberi wasiat tanpa memerlukan pertimbangan
atau persetujuan dari yang berwasiat, seperti :8
a.       Yang berwasiat menjual harta yang diwasiatkannya kepada orang lain.
b.      Yang berwasiat mengalihkan wasiatnya kepada orang lain.
c.       Yang berwasiat menambah, mengurangi atau menukar harta yang
diwasiatkan.

6
Dardjad Zakiah. Ilmu Fiqh jilid 3. 1995 . Yogyakarta. Hlm: 168-174.
7
A. Rahman. Penjelasan Lengkap Hukun-hukum ALLAH(Syariah). 2002. Jakarta Utara. Hlm: 419.
8
Ibid,Hlm: 175

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam telah memerintahkan umatnya untuk bersedekah, sebagaimana firmah Allah:
“perumpamaan sedekah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi
siapa saja yang dia kehendaki. Allah maha luas karunia-Nya lagi maha mengetahui.”
(Al-Baqarah:261).
Infaq ini berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan harta untuk
kepentingan sesuatu. Jika zakat zakat tadi harus mencapai nisab ( atau batasan
tertentu) untuk mengeluarkannya, infaq ini tidak memiliki batasan, jadi sifatnya
sukarela berapapun. Infaq ini dikeluarkan oleh siapapun, baik orang yang memiliki
harta berlebih maupun orang yang berkecukupan (QS. Ali Imran: 134).
Kalau dari segi bahasa, wakaf artinya menghentikan atau menahan. Dalam
arti luas, wakaf ini berarti membekukan hak milik terhadap harta atau benda tertentu
untuk kepentingan umum. Ketentuan dalam berwakaf adalah memberikan sesuatu
yang tidak ada habisnya (tidak boleh dijual). Misalnya untuk wakaf ini adalah
memberikan Al-Qur’an kepada masjid-masjid yang membutuhkan.
Wasiat berarti pesan, baik berupa harta maupun lainnya. Sedangkan menurut
syari’at, wasiat berarti pesan khusus yang dijalankan setelah orang yang berpesan itu
meninggal dunia.

B. SARAN
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada
kami. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya.
Karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, alfa dan lupa.

18
DAFTAR PUSTAKA
 Rozali643. 2014. Makalah, shodaqoh, indfaq, dan hadiah. (Online),
(http://rozali643.blogspot.co.id/2014/04/makalah-shodaqoh-indfaq-hadiah-ku.html,
diakses: 8 April 2017.
 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wnita, Pustaka Al-Kausar, Jakarta, 1998, halm.
330.
 http://www.amany.org/tanya-jawab/40-ziswaf/66-apa-perbedaan-beda-zakat-infaq-dan-
sadaqah-.html
 M. Ali Hasan, Zakat Dan Infaq: Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial Di Indnesia
(Jakarta:Kencana, 2006), 13.

Anda mungkin juga menyukai