TENTANG
DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
NIM : 2115060027
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan
tepat waktu. Sholawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, kerabat, tabi’in tabi’it
hingga akhir kelak. Semoga kita dapat mengikuti sunnah dan meneladani beliau
dalam segala aktivitas kehidupan, Aamiin.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
”Bertaqwalah Kepada Allah”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kita untuk mempelajari ilmu-ilmu hadits.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan
yang saya buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Kesimpulan..............................................................................................10
B. Saran.........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perintah untuk bertakwa kepada Allah SWT senantiasa relevan dengan
waktu dan tempat, kapanpun dan dimanapun. Mengingat, ragam fitnah yang
mengancam hati seorang hamba, lingkungan yang tidak kondusif ataupun lantaran
hati manusia yang rentan mengalami perubahan dan sebab-sebab lainnya yang
berpotensi menimbulkan pengaruh negatif dan turunnya tingkat keimanan dan
ketakwaan seseorang.
Pentingnya berwasiat kepada sesama muslim agar selalu bertakwa kepada
Allah ini dapat disaksikan dari kenyataan bahwa Allah menjadikannya wasiat bagi
orang-orang terdahulu dan yang akan datang.
Hal ini membuktikan bahwa Taqwa merupakan aspek yang sangat penting
dan dibutuhkan dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun masih banyak
yang belum mengetahui hakekatnya. Setiap khutbah jumat ataupun pengajian para
khatib dan ulama selalu menyerukan setiap muslim untuk bertaqwa dan para
makmumpun mendengarnya berulang-ulang kali. Namun yang mereka dengar
terkadang tidak difahami dengan baik dan benar.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud taqwa, bagaimana hakikatnya, bagaimana ciri muslim yang
bertaqwa, dan apa saja jaminan Allah bagi orang-orang yang bertakwa?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Pengertian Taqwa, bagaimana hakikatnya, bagaimana ciri
muslim yang bertaqwa, dan apa saja jaminan Allah bagi orang-orang yang
bertakwa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan yang baik, dan
benar, pantang berbuat salah dan kejahatan terhadap orang lain, diri sendiri, dan
lingkungannya (Gazalba,1976:46).
Kedudukan taqwa sangat penting dalam ajaran agam islam dan kehidupan
manusia. Hal ini dapat dilihat dalam hadist, Rosululloh menasihati al- Gifari,”
supaya ia taqwa kepada Alloh, karena taqwa adalah pokok segala pekerjaan”.
Kesimpulannya adalah taqwa itu pokok, atau pangkal dari segala pekerjaan
muslim.
Di dalam Surat Al-Hujurat (49) ayat 13, takwa dijadikan dasar untuk
saling mengenal antar bangsa, yaitu yang artinya : (13). “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui Maha Mengenal”. Dalam surat lain yaitu Q.S. An-Nisaa
(4) ayat 1, taqwa juga digunakan sebagai dasar persamaan hak antara pria dan
wanita (suami dan isteri) dalam keluarga, karena pria dan wanita diciptakan dari
jenis yang sama. Yang artinya: (1). “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya [263]
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain
[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.”
Takwa sangat penting bagi bangsa indonesia, begitu pentingnya makna
takwa tersebut maka didalam berbagai rumusan peraturan perundang-undangan
kata takwa digunakan sebagai kata kunci seperti yang termuat didalam TAP MPR,
GBHN 1993 (merupakan azaz pertama). Beberapa tahun sebelumnya UU No. 2 th
1989 pasal 4 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan dengan jelas bahwa
pendidikan nasional bertujuan untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa dan
3
mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur”.
Hasan Langgulung dalam (Ahmad Taufik, 2011 : 98) berpendapat bahwa
takwa merupakan kesimpulan semua nilai yang terdapat dalam al-quran, dimana
nilai-nilai ini digolongkan atas beberapa golongan yaitu nilai perseorangan, nilai
kekeluargaan, nilai sosial, nilai kenegaraan, dan nilai keagamaan. Menurut beliaau
pula terdapat tiga tahap usaha memasyarakatkan takwa yang dimulai sejak kecil
sampai dewasa yaitu tahap sosialisasi, tahhap identifikasi, dan tahap penghayatan.
Tahap sosialisasi yaitu anak didik diajar untuk melaksanakan nilai yang
terkandung dalam perkataan takwa. Tahap identifikasi yaitu tahap peniruan
terhadap yeng mereka sukai dan kagumi pada nilai-nilai itu contohnya peniruan
terhadap guru, orang tua, ulama dll. Tahap penghayatan, pada tahap ini anak tidak
lagi kagum pada tokoh yang membawa nilai-nilai itu tetapi mereka gemar dan
nikmat mengerjakan nilai-nilai itu.
4
Mayoritas ulama tafsir berpendapat, ayat pertama di atas mansukh (dihapus),
atau tabdil (hukumnya diubah) dengan ayat “fattaqullah mastatha’tum”
(bertaqwalah kepada Allah sesuai kesanggupanmu) (Q.S. Al-Taghabun: 16).
Pada mulanya, ketika ayat di atas (hakikat taqwa) turun, banyak diantara para
sahabat yang gelisah, karena hakikat berarti taat yang terus menerus, tidak pernah
mendurhakai, syukur secara terus menerus dan tidak pernah mengingkari,
mengingat terus dan tidak pernah melupakan-Nya. Kemudian sahabat itu berkata,
tidak mungkin seorang hamba mampu bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa
(hakikatnya) sesuai bunyi ayat di atas.
Makna taqwa sendiri terhimpun dalam pokok-pokok kebajikan yang
terkandung dalam Q.S. Al-baqoroh ayat 177 yang artinya: (177) “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.
Dari ayat tersebut diatas dapat diketahui pokok-pokok kebajikan baik yang
mendatangkan keselamatan, keberuntungan. Dari keduanya jelas sudah
menunjukkan dimensi keimanan dan ketaqwaan yang berjalan secara beriringan
atau bergandengan satu sama lain. Bahkan keduanya bertebaran secara konsisten
di dalam berbagai ayat al-qur’an.
5
b. Mendirikan solat yaitu mengerjakan solat dengan menyempurnakan rukun
dan syaratnya sesuai dengan cara yang diperintahkan Allah dan Rosulnya.
c. Menafkahkan sebagian rizki yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada
orang yang ditentukan oleh agama.
d. Beriman kepada kitab-kitab Allah, yang berarti beriman pula kepada rosul-
rosul Allah yang membawa kitab-kitab itu.
e. Beriman kepada hari akhir, yaitu meyakini adanya hidup setelah mati.
6
Sekelompok orang-orang yang mampu memfokuskan diri beribadah
secara menyeluruh dengan batin yang bersih untuk meraih dzat Allah
dinamakan kelompok tassawuf. Untuk menjadi sufi mereka harus benar-benar
bertaubat (taubatan nashuha) dengan menjaga ketaqwaannya.
Ketakwaaan atau pemeliharaan hubungan dengan Allah dapat
dilakukan antara lain sebagai berikut :
a. Beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa menurut cara-cara
yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya
untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia.
b. Beribadah kepada-Nya dengan jalan melaksanakan salat lima kali
sehari semalam, menunaikan zakat apabila telah sampai nisab dan
haulnya, berpuasa selama sebulan dalam setahun, melakukan ibadah
haji sekali seumur hidup, menurut cara-cara yang ditetapkan-Nya.
c. Mensyukuri nikmat-Nya dengan jalan menerima, mengurus,
memanfaatkan semua pemberian Allah kepada manusia.
d. Allah dalam makna tabah, tidak putus asa ketika mendapat musibah
atau menerima bencana,
e. Memohon ampun atas segala dosa dan segala perbuatan jahat atau
tercela.
7
hubungan baik dengan sesama manusia. Hubungan antar manusia ini dapat
dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya
hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama dalam
masyarakat dan Negara yang sesuai dengan nilai norma agama.
8
tanggung jawab untuk memelihara flora dan fauna, udara, air, dan tanah serta
kekayaan alam ciptaan Allah. Keempat tanggung jawab itu harus dikembangkan
sebaik-baiknya.
9
َفَأَّم ا َم ْن َأْع َطى َو اَّتَقى َو َص َّدَق ِباْلُح ْس َنى فَس ُنَيِّسُرُه ِلْلُيْسَر ى
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak
akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. [QS. Al-Lail (92) : 5-7].
6. Dilapangkan Rizkinya
َو َم ْن َيَّتِق َهَّللا َيْج َعْل َلُه َم ْخ َرًج ا َو َيْر ُز ْقُه ِم ْن َح ْيُث ال َيْح َتِس ُب
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya “. [QS. Ath-Thalaq (85) : 2 dan 3)”.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Taqwa adalah sikap mental seseorang yang senantiasa ingat dan waspada
terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa,
selalu berusaha melakukan perbuatan yang baik, dan benar, pantang
berbuat salah dan kejahatan terhadap orang lain, diri sendiri, dan
lingkungannya (Gazalba, 1976:46).
2. Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim,
yang aplikasinya berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan
sosial.
3. Inti takwa kepada Allah adalah melaksanakan segala perintah dan
menjauhi segala larangan-Nya. Segala perintah dan semua larangan Allah
ditetapkanNya bukan untuk kepentingan Allah sendiri, tetapi untuk
keselamatan manusia.
4. Manusia harus selalu menumbuhkan dan mengembangkan dalam dirinya
empat, yakni (1) tanggung jawab kepada Allah SWT; (2) tanggung jawab
kepada hati nurani sendiri; (3) tanggung jawab kepada manusia lain; (4)
tanggung jawab untuk memelihara flora dan fauna, udara, air, dan tanah
serta kekayaan alam ciptaan Allah.
B. Saran
Kita sebagai insan yang beragama islam harus berusaha meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan kita sehingga kita menjadi umat islam yang bangga
dengan keislaman kita.
11
DAFTAR PUSTAKA
http://amgy.wordpress.com/2008/02/22/taqwa-dan-implikasinya-terhadap-
pendidikan/
http://dc177.4shared.com/doc/jOClsWu-/preview.html
http://wikipedia.com/taqwa
Di unduh pada tanggal 02 Oktober 2012
12