Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TENTANG

BERTAQWALAH KEPADA ALLAH

DOSEN PEMBIMBING :

Dr .Lukmanul Hakim M.Ag

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD RAHIM

NIM : 2115060027

PRODI ILMU HADIST


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS NEGERI IMAM BONJOL PADANG
BP 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan
tepat waktu. Sholawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, kerabat, tabi’in tabi’it
hingga akhir kelak. Semoga kita dapat mengikuti sunnah dan meneladani beliau
dalam segala aktivitas kehidupan, Aamiin.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
”Bertaqwalah Kepada Allah”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kita untuk mempelajari ilmu-ilmu hadits.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan
yang saya buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.

Ujung Gading, Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar belakang masalah..............................................................................1


B. Rumusan masalah......................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Pengertian dan Kedudukan Taqwa............................................................2
B. Hakikat dan Makna Taqwa........................................................................4
C. Ciri-Ciri Orang Bertaqwa...........................................................................5
D. Ruang Lingkup Taqwa...............................................................................6
E. Jaminan Allah Bagi Orang Bertakwa ........................................................9
BAB III PENUTUP.......................................................................................10

A. Kesimpulan..............................................................................................10
B. Saran.........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perintah untuk bertakwa kepada Allah SWT senantiasa relevan dengan
waktu dan tempat, kapanpun dan dimanapun. Mengingat, ragam fitnah yang
mengancam hati seorang hamba, lingkungan yang tidak kondusif ataupun lantaran
hati manusia yang rentan mengalami perubahan dan sebab-sebab lainnya yang
berpotensi menimbulkan pengaruh negatif dan turunnya tingkat keimanan dan
ketakwaan seseorang.
Pentingnya berwasiat kepada sesama muslim agar selalu bertakwa kepada
Allah ini dapat disaksikan dari kenyataan bahwa Allah menjadikannya wasiat bagi
orang-orang terdahulu dan yang akan datang.
Hal ini membuktikan bahwa Taqwa merupakan aspek yang sangat penting
dan dibutuhkan dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun masih banyak
yang belum mengetahui hakekatnya. Setiap khutbah jumat ataupun pengajian para
khatib dan ulama selalu menyerukan setiap muslim untuk bertaqwa dan para
makmumpun mendengarnya berulang-ulang kali. Namun yang mereka dengar
terkadang tidak difahami dengan baik dan benar.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud taqwa, bagaimana hakikatnya, bagaimana ciri muslim yang
bertaqwa, dan apa saja jaminan Allah bagi orang-orang yang bertakwa?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Pengertian Taqwa, bagaimana hakikatnya, bagaimana ciri
muslim yang bertaqwa, dan apa saja jaminan Allah bagi orang-orang yang
bertakwa.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Kedudukan Taqwa


Secara etimologis, kata “taqwa” berasal dari bahasa arab taqwa. Kata
taqwa memiliki kata dasar waqa yang berarti menjaga, melindungi, hati-hati,
waspada, memperhatikan, dan menjauhi. Adapun secara terminologis, kata
“taqwa” berarti menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi
segala apa yang dilarang-Nya.
Para penerjemah Al-Qur’an mengartikan “taqwa” sebagai kepatuhan,
kesalihan, kelurusan, perilaku baik, teguh melawan kejahatan, dan takut kepada
Tuhan. Allah swt berfirman:

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah


sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam
keadaan muslim”. (Q.S.Ali Imran [3]:102)

Berdasarkan penelitian Al- Muqaddasi (Beieut, 1323), didalam al-qur’an


terdapat 256 kata taqwa pada 251 ayat dengan berbagai variasi makna. Dasar
katanya adalah w.q.y yang berarti takut, menjaga diri, memelihara, tanggung
jawab dan memenuhi kewajiban. Oleh karena itu, orang yang berwaqwa adalah
orang yang merasa takut kepada Allah berdasarkan kesadaran hatinya untuk
mengerjakan seluruh perintah-Nya, tidak melanggar larangan-Nya, takut akan
terjerumus pada perbuatan dosa. Mereka adalah orang yang menjaga dirinya dari
kejahatan, senantiasa memelihara diri agar tidak melakukan perbuatan yang tidak
diridhai Alloh, bertanggung jawab mengenai sikap, tingkah laku dan
perbuatannya dan mematuhi kewajibannya.
Menurut H.A Salim, yang dimaksud taqwa adalah sikap mental seseorang
yang senantiasa ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka memelihara

2
dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan yang baik, dan
benar, pantang berbuat salah dan kejahatan terhadap orang lain, diri sendiri, dan
lingkungannya (Gazalba,1976:46).
Kedudukan taqwa sangat penting dalam ajaran agam islam dan kehidupan
manusia. Hal ini dapat dilihat dalam hadist, Rosululloh menasihati al- Gifari,”
supaya ia taqwa kepada Alloh, karena taqwa adalah pokok segala pekerjaan”.
Kesimpulannya adalah taqwa itu pokok, atau pangkal dari segala pekerjaan
muslim.
Di dalam Surat Al-Hujurat (49) ayat 13, takwa dijadikan dasar untuk
saling mengenal antar bangsa, yaitu yang artinya : (13). “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui Maha Mengenal”. Dalam surat lain yaitu Q.S. An-Nisaa
(4) ayat 1, taqwa juga digunakan sebagai dasar persamaan hak antara pria dan
wanita (suami dan isteri) dalam keluarga, karena pria dan wanita diciptakan dari
jenis yang sama. Yang artinya: (1). “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya [263]
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain
[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.”
Takwa sangat penting bagi bangsa indonesia, begitu pentingnya makna
takwa tersebut maka didalam berbagai rumusan peraturan perundang-undangan
kata takwa digunakan sebagai kata kunci seperti yang termuat didalam TAP MPR,
GBHN 1993 (merupakan azaz pertama). Beberapa tahun sebelumnya UU No. 2 th
1989 pasal 4 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan dengan jelas bahwa
pendidikan nasional bertujuan untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa dan

3
mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur”.
Hasan Langgulung dalam (Ahmad Taufik, 2011 : 98) berpendapat bahwa
takwa merupakan kesimpulan semua nilai yang terdapat dalam al-quran, dimana
nilai-nilai ini digolongkan atas beberapa golongan yaitu nilai perseorangan, nilai
kekeluargaan, nilai sosial, nilai kenegaraan, dan nilai keagamaan. Menurut beliaau
pula terdapat tiga tahap usaha memasyarakatkan takwa yang dimulai sejak kecil
sampai dewasa yaitu tahap sosialisasi, tahhap identifikasi, dan tahap penghayatan.
Tahap sosialisasi yaitu anak didik diajar untuk melaksanakan nilai yang
terkandung dalam perkataan takwa. Tahap identifikasi yaitu tahap peniruan
terhadap yeng mereka sukai dan kagumi pada nilai-nilai itu contohnya peniruan
terhadap guru, orang tua, ulama dll. Tahap penghayatan, pada tahap ini anak tidak
lagi kagum pada tokoh yang membawa nilai-nilai itu tetapi mereka gemar dan
nikmat mengerjakan nilai-nilai itu.

B. Hakikat dan Makna Taqwa


Dalam Al-Quran hanya terdapat satu ayat yang secara eksplisit menyebut
kata haqiq (haqiqat), tapi ada 227 ayat yang tafsirnya lain, akan tetapi memiliki
hakikat yang sama dengan hakikat takwa. Diantaranya :
1. “Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-
benarnya taqwa kepada-Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati,
melainkan dalam keadaan beragama islam” (Q.S. Ali Imran 102).
2. “Apa yang telah kami ciptakan itulah yang benar, yang datang dari
tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang yang ragu-ragu”
(Q.S. 3:60
3. “Sesungguhnya manusia betul-betul berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan saling menasehati
tentang haq (kebenaran) dan kesabaran”. (Q.S. Al-‘Ashri : 1-3).

4
Mayoritas ulama tafsir berpendapat, ayat pertama di atas mansukh (dihapus),
atau tabdil (hukumnya diubah) dengan ayat “fattaqullah mastatha’tum”
(bertaqwalah kepada Allah sesuai kesanggupanmu) (Q.S. Al-Taghabun: 16).
Pada mulanya, ketika ayat di atas (hakikat taqwa) turun, banyak diantara para
sahabat yang gelisah, karena hakikat berarti taat yang terus menerus, tidak pernah
mendurhakai, syukur secara terus menerus dan tidak pernah mengingkari,
mengingat terus dan tidak pernah melupakan-Nya. Kemudian sahabat itu berkata,
tidak mungkin seorang hamba mampu bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa
(hakikatnya) sesuai bunyi ayat di atas.
Makna taqwa sendiri terhimpun dalam pokok-pokok kebajikan yang
terkandung dalam Q.S. Al-baqoroh ayat 177 yang artinya: (177) “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.
Dari ayat tersebut diatas dapat diketahui pokok-pokok kebajikan baik yang
mendatangkan keselamatan, keberuntungan. Dari keduanya jelas sudah
menunjukkan dimensi keimanan dan ketaqwaan yang berjalan secara beriringan
atau bergandengan satu sama lain. Bahkan keduanya bertebaran secara konsisten
di dalam berbagai ayat al-qur’an.

D. Ciri-Ciri Orang Bertaqwa


Di antara tanda-tanda orang bertaqwa dalam QS. Al-baqarah ayat 1-5 adalah :
a. Beriman kepada yang gaib. Termasuk beriman kepada yang gaib ialah
iman kepada Allah, kepada malaikat, dan kepada hari kiamat.

5
b. Mendirikan solat yaitu mengerjakan solat dengan menyempurnakan rukun
dan syaratnya sesuai dengan cara yang diperintahkan Allah dan Rosulnya.
c. Menafkahkan sebagian rizki yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada
orang yang ditentukan oleh agama.
d. Beriman kepada kitab-kitab Allah, yang berarti beriman pula kepada rosul-
rosul Allah yang membawa kitab-kitab itu.
e. Beriman kepada hari akhir, yaitu meyakini adanya hidup setelah mati.

E. Ruang Lingkup Taqwa


Hasan Langgulung dalam (Ahmad Taufik, 2011 : 99) berpendapat bahwa
ruang lingkup takwa dalam rangka memelihara meliputi empat jalur hubungan
manusia yaitu hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan hati nurani atau
dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama manusia, serta hubungan
manusia dengan lingkungan hidup.
1. Hubungan manusia dengan Allah (Hablumminallah)
Hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai dimensi
takwa yang pertama, sebagai prima causa hubungan-hubungan yang lain.
Karena itu seharusnya hubungan ini diutamakan, diatur dan dipelihara.
Inti takwa kepada Allah adalah melaksanakan segala perintah dan
menjauhi segala larangan-Nya. Segala perintah dan semua larangan Allah
ditetapkanNya bukan untuk kepentingan Allah sendiri, tetapi untuk
keselamatan manusia. Manusialah yang akan mendapatkan manfaat
pelaksanaan semua perintah Allah dan penjauhan diri dari segala larangan-
Nya.
Perintah Allah itu bermula dari pelaksanaan tugas manusia untuk
mengabdi hanya kepada Allah semata-mata. Larangan Allah ditetapkan-Nya
agar manusia dapat menyelenggarakan fungsinya sebagai khalifah
(“pengganti” Ilahi di bumi ini), manusia harus senantiasa memperhatikan dan
mengindahkan larangan-larangan-Nya. Larangan itu tidak banyak, tetapi
sangat asasi dalam memelihara kelangsungan hidup dan kehidupan manusia di
dunia yang fana ini.

6
Sekelompok orang-orang yang mampu memfokuskan diri beribadah
secara menyeluruh dengan batin yang bersih untuk meraih dzat Allah
dinamakan kelompok tassawuf. Untuk menjadi sufi mereka harus benar-benar
bertaubat (taubatan nashuha) dengan menjaga ketaqwaannya.
Ketakwaaan atau pemeliharaan hubungan dengan Allah dapat
dilakukan antara lain sebagai berikut :
a. Beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa menurut cara-cara
yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya
untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia.
b. Beribadah kepada-Nya dengan jalan melaksanakan salat lima kali
sehari semalam, menunaikan zakat apabila telah sampai nisab dan
haulnya, berpuasa selama sebulan dalam setahun, melakukan ibadah
haji sekali seumur hidup, menurut cara-cara yang ditetapkan-Nya.
c. Mensyukuri nikmat-Nya dengan jalan menerima, mengurus,
memanfaatkan semua pemberian Allah kepada manusia.
d. Allah dalam makna tabah, tidak putus asa ketika mendapat musibah
atau menerima bencana,
e. Memohon ampun atas segala dosa dan segala perbuatan jahat atau
tercela.

2. Hubungan Manusia dengan Hati Nurani atau Dirinya Sendiri


Hubungan manusia dengan hati nurani atau diri sendiri sebagai dimensi
takwa yang kedua dapat dipelihara dengan jalan menghayati benar patokan-
patokan akhlak, yang disebutkan Tuhan dalam berbagai ayat Al- Qur’an.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri disebutkan cara-caranya di
dalam ayat-ayat takwa dan dicontohkan dengan keteladanan Nabi
Muhammad. Diantaranya dengan senantiasa berlaku: sabar, pemaaf, adil,
ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri, mengembangkan semua sikap
yang terkandung dalam akhlak atau budi pekerti yang baik.
Selain memelihara komunikasi dan hubungan tetap dengan Allah dan
diri sendiri, dimensi takwa yang ketiga adalah memelihara dan membina

7
hubungan baik dengan sesama manusia. Hubungan antar manusia ini dapat
dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya
hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama dalam
masyarakat dan Negara yang sesuai dengan nilai norma agama.

3. Hubungan Manusia dengan Manusia Lain


Allah mengatur masalah hubungan yang baik sesama manusia antara lain
tentang :
a. Mendahulukan kepentingan orang lain (QS. Al-Baqoroh:177)
b. Berbuat baik adalah merupakan sebaik-baik amalan (QS. Ali’Imron:92)
c. Menyempurnakan takaran dan timbangan, serta tidak merugikan orang
lain–mengurangi takaran termasuk korupsi kecil-kecilan (QS. Al-
A’rof:85)
d. Berinfak atau memberikan sebagian rizki kepada orang lain (QS.Al-
Baqoroh:254)
e. Tolong menolong dan kasih sayang (QS. Al-Maidah:2)

4. Hubungan Manusia dengan Lingkungan Hidup


Hubungan manusia dengan lingkungan dapat dikembangkan antara lain
dengan menyayangi binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan udara
serta semua alam semesta yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan
manusia dan makhluk lainnya.
Melihat pola takwa yang dilukiskan dengan mengikuti empat jalur
komunikasi manusia tersebut diatas, jelas kiranya bahwa ruang lingkup takwa
kepada Allah menyangkut seluruh jalur dan aspek kehidupan manusia, baik
yang berhubungan dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan manusia lain
maupun dengan alam dan lingkungan hidup.
Konsekuensi dari empat pemeliharaan hubungan dalam rangka ketakwaan
tersebut adalah bahwa manusia harus selalu menumbuhkan dan mengembangkan
dalam dirinya empat, yakni (1) tanggung jawab kepada Allah SWT; (2) tanggung
jawab kepada hati nurani sendiri; (3) tanggung jawab kepada manusia lain; (4)

8
tanggung jawab untuk memelihara flora dan fauna, udara, air, dan tanah serta
kekayaan alam ciptaan Allah. Keempat tanggung jawab itu harus dikembangkan
sebaik-baiknya.

F. Jaminan Allah Bagi Orang Bertakwa


Banyak sekali jaminan dan penghargaan yang diberikan oleh Allah bagi
umatNya yang selalu bertakwa baik jaminan di dunia maupun di akhirat. Erikut
beberapa jaminan yang dijanjikan oleh Allah :
1. Selalu di lindungi oleh Allah
“.... Allah adalah pelindung orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-
Jathiyah (45): 19)
2. Menjadi manusia termulia di sisi Allah.
Ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah,
‫ َأْتَقاُهْم‬: ‫“ يا َرُسْو َل ِهللا َم ْن َأْك َر ُم الَّناِس ؟ َقاَل‬
“Wahai Rasulullah, Siapakah manusia termulia ? maka Rasulullah
menjawab : “Yang paling bertaqwa” (HR. Bukhori dalam kitab ahadits
al-anbiya’ dan Muslim dalam kitan Al-Fadha’il)
3. Menjadi Wali (Kekasih) Allah
‫َأال ِإَّن َأْو ِلَياَء ِهَّللا ال َخ ْو ٌف َع َلْيِهْم َو ال ُهْم َيْح َز ُنوَن اَّلِذ يَن َآَم ُنوا َو َك اُنوا َيَّتُقوَن‬
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-
orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.[QS. Yunus (10) : 62-63].
Para wali Allah adalah orang-orang yang penuh ketaqwaan kepada-Nya,
tidak takut melainkan kepada Allah semata. Para wali bukanlah yang
selalu memiliki kemampuan diatas rata-rata manusia biasa, memiliki
kesaktian dengan ilmu kanoragannya dan berkemampuan supranatural
4. Meraih Ma`riyyatullah (kebersamaan)
‫َو اَّتُقوا َهَّللا َو اْع َلُم وا َأَّن َهَّللا َم َع اْلُم َّتِقيَن‬
“dan bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang bertaqwa” [QS. Al-Baqarah(2) : 194]
5. Dimudahkan urusannya

9
‫َفَأَّم ا َم ْن َأْع َطى َو اَّتَقى َو َص َّدَق ِباْلُح ْس َنى فَس ُنَيِّسُرُه ِلْلُيْسَر ى‬
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak
akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. [QS. Al-Lail (92) : 5-7].
6. Dilapangkan Rizkinya
‫َو َم ْن َيَّتِق َهَّللا َيْج َعْل َلُه َم ْخ َرًج ا َو َيْر ُز ْقُه ِم ْن َح ْيُث ال َيْح َتِس ُب‬
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya “. [QS. Ath-Thalaq (85) : 2 dan 3)”.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Taqwa adalah sikap mental seseorang yang senantiasa ingat dan waspada
terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa,
selalu berusaha melakukan perbuatan yang baik, dan benar, pantang
berbuat salah dan kejahatan terhadap orang lain, diri sendiri, dan
lingkungannya (Gazalba, 1976:46).
2. Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim,
yang aplikasinya berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan
sosial.
3. Inti takwa kepada Allah adalah melaksanakan segala perintah dan
menjauhi segala larangan-Nya. Segala perintah dan semua larangan Allah
ditetapkanNya bukan untuk kepentingan Allah sendiri, tetapi untuk
keselamatan manusia.
4. Manusia harus selalu menumbuhkan dan mengembangkan dalam dirinya
empat, yakni (1) tanggung jawab kepada Allah SWT; (2) tanggung jawab
kepada hati nurani sendiri; (3) tanggung jawab kepada manusia lain; (4)
tanggung jawab untuk memelihara flora dan fauna, udara, air, dan tanah
serta kekayaan alam ciptaan Allah.

B. Saran
Kita sebagai insan yang beragama islam harus berusaha meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan kita sehingga kita menjadi umat islam yang bangga
dengan keislaman kita.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://amgy.wordpress.com/2008/02/22/taqwa-dan-implikasinya-terhadap-
pendidikan/
http://dc177.4shared.com/doc/jOClsWu-/preview.html
http://wikipedia.com/taqwa
Di unduh pada tanggal 02 Oktober 2012

12

Anda mungkin juga menyukai