Anda di halaman 1dari 18

Download file nya di sini : https://userscloud.

com/cpbyr0p5lv63

MAKALAH
AHLAK TASAWUF
DENGAN JUDUL “ ADIL “

DI SUNUN OLEH :
 Siti Munawaroh
 Tias Asih Triyanti
 Nurhidayatus soleha

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU METRO


LAMPUNG
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur selalu kami haturkan kehadirat penguasa seluruh alam yang tiada
lain dan tak ada yang lain kecuali Allah SWT. Karena berkat limpahan rahmat, taufik,
hidayah, serta inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Akhlak
Tasawuf dengan judul ADIL.

Kami selaku penyusun makalah bagaimanapun juga tak bisa memendam ucapan terima
kasih kepada Bpk Gunawan, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.

Dalam makalah Akhlak Tasawuf dengan judul ADIL ini, kami akan membahas tentang
apa itu Adil, dan kaitan nya adil dengan iman serta ahlak bagi kaum muslim.

Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini masih jauh dari sempurna.
Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari
para pembaca demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang
akan datang.

Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami
penyusun dan para pembaca serta referensi bagi penyusun makalah yang senada di waktu
yang akan datang. Amin.

Metro, 06 oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................... 1


Kata Pengantar .............................................................................................................. 2
Daftar Isi ......................................................................................................................... 3

BAB I
Pendahuluan ................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4

BAB II
Pembahasan .................................................................................................................... 5
2.1 Pengertian Adil ............................................................................................. 5
2.2 Keadilan Tuhan ............................................................................................ 6
2.3 Hubungan Iman Dengan Ahlak .................................................................. 9
2.4 Hubungan Ahlak Dengan Keadilan ........................................................... 13

BAB III
Penutup ........................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 17

Daftar Pustaka ............................................................................................................... 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keadilan adalah sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kita semua. Imam al-mawardi
(salah seorang ulama pengikut madzhab imam syafi’i) berkata. Dalam kitab beliau yang
berjudul adab ad-Dunya wa ad-diin. Sesungguhnya di antara perkara yang dapat membuat
baik keadaan dunia ini adalah keadilan yang menyeluruh daan mencakup semua sisi
kehidupan. Keadilan akan mengajak manusia untuk berbuat baik terhadap sesama manusia ,
membangkitkan semangat untuk melakukan ketaatan kepada Allah ta’ala. Dengan keadilan,
dunia akan dipenuhi dengan kemakmuran , harta benda akan berkembang dan bertambah
banyak, penguasa akan merasa aman dan pemerintahannya akan berumur panjang. Tidak
ada sesuatu yang lebih cepat mengahncurkan dunia dan merusak serta mengotori hati
manusia daripada kezaliman yang merupakan lawan keadilan. Dalam judul yang kita angkat
kali ini, kita akan mencoba mengulas bagaimana pengertian adil menurut pandangan Akhlak
Tasawuf dan implementasi-implementasinya pada kehidupan kita sehari-hari, karena kita
banyak sekali menemui kata adil tidak hanya dalam kehidupan kita individu akan tetapi
dalam keluarga , masyarakat bahkan dalam ketata- negaraan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah Pengertian Adil ?
2. Keadilan Tuhan
3. Hubungan Iman Dengan Akhlak
4. Hubungan Akhlak Dengan Keadilan
5. Akhlak dalam mendapatkan Hak Dan Kewajiban

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Adil


Adil dalam bahasa arab disebut dengan kata “adilun” yang berarti sama dan seimbang.
Adil dalam pengertian sama dapat diartikan sebagai membagi sama banyak atau memberikan
hak yang sama. Misalnya, semua warga negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata
hukum. Adil dalam pengertian seimbang dapat diartikan dengan memberikan hak yang
seimbang dengan kewajiban atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya. Menurut
KBBI adil diartikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada yang benar ,
berpegang pada kebenaran. Beberapa pengertian ini tetap berangkat dari dua makna kata adil
diatas. Dengan prinsip persamaan , seseorang yang adil tidak akan memihak. Kecuali kepada
yang benar. Dengan asas keseimbangan, seseorang yang adil akan berbuat atau memutuskan
sesuatu dengan sepatutnya dan tidak betndak sewenang-wenang. Sedangkan pengertian adil
dalam ilmu akhlak adalah :
Ø Meletakkan sesuatu pada tempatnya
Ø Memberikan atau menerima sesuatu sesuai haknya
Ø Menghukum yang jahat sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.

Menurut istilah agama adil adalah melaksanakan amanat Allah SWT dengan
menempatkan sesuatu pada kedudukan yang sebenarnya, dengan tidak menambahkan atau
menguranginya. Seseorang hendaknya berlaku adil terhadap dirinya sendiri, orang tua,
bangsa dan negaranya bahkan terhadap Allah SWT. Poedja Wijatna mengatakan bahwa
keadilan adalah pengakuan dan perlakuan terhadap yang sah. Sedangkan dalam literatur
islam, keadilan dapat diartikan istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan
atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal
yang di konsultasikan dengan agama. Masalah keadilan ini secara panjang lebar telah di
bahas dan di tempatkan dalam teori yang menjadi induk timbulnya akhlak yang mulia.
Mengingat hubungan hak, kewajiban dan keadilan demikian erat , maka dimana ada hak
maka ada kewajiban, dan dimana ada kewajiban maka ada keadilan, yaitu menerapkan dan
melaksanakan hak sesuai dengan tempat, waktu dan kadarnya yang seimbang. Demikian
pentingnya masalah keadilan dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban.

5
Allah berfirman :
    
  
  
 
 
artinya : sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. (QS.
An-Nahl, 16:90)

Ayat tersebut menempatkan keadilan sejajar dengan berbuat kebajikan, memberi makan
kepada kaum kerabat , melarang dari berbuat keji dan mungkar serta menjauhi permusuhan.
Ini menunjukkan bahwa masalah keadilan termasuk masalah yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak sebagai suatu kewajiban moral.

2.2 Keadilan Tuhan


Yang dimaksud dengan keadilan ialah keadilan yang sesungguhnya dan tuhanlah sebagai
hakimnya diakhirat nanti. Manusia dapat membantu keadilannya melalui berbagai amal
ibadah kepada-Nya . apabila berbuat baik maka akan mendapatkan kebaikan dan sebaliknya
bila berbuat buruk akan mendapat keburukan diakhirat nantinya. Membangun akhlqul
karimah di dunia ini berarti membangun keadilan yang hakiki dan membangun keadilan
tuhan.
Para ulama Muslimin tidak sama pemahamannya terhadap qadar Allah (ketetapan/
kemauan/ kehendak Tuhan). Apakah kehendak Tuhan tersebut mutlak, tidak tunduk kepada
norma-norma baik dan buruk, adil dan dzalim dan kebijaksanaan, ataukah tunduk kepada hal-
hal itu semua. Didalam teologi islam masalah keadilan Tuhan sudah disinggung ini berkaitan
dengan perbuatan-Nya. Menurut paham Mu’tazilah sendiri Tuhan dikatakan adil karena
Tuhan Wajib berbuat baik. Paham keadilan Tuhan dalam pemikiran kalam banyak tergantung
pada pandangan, apakah manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat
ataukah manusia itu hanya terpaksa saja. Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya
manusia ini menyebabkan munculnya makna “keadilan,” yang sama-sama disepakati
mengandung arti meletakkan sesuatu pada tempatnya, menjadi berbeda.
Maka kami jelaskan aliran-aliran yang menyangkut keadilan Tuhan sebagai berikut :

6
1. Aliran kalam rasional
Konsep keadilan bagi kalangan rasional banyak didominasi oleh pendapat aliran
Mu’tazilah. Bagi Mu’tazilah, prinsip keadilan merupakan salah satu prinsip dari lima
prinsip dasar Mu’tazilah yang biasa disebut Al-Ushul Al-Khamsah. Konsep keadilan
bagi mereka mempunyai dua sisi pembahasan, Pertama, menyangkut hak dan
kewajiban; dalam konteks ini keadilan berarti lawan dari kezaliman.
Kedua, berkaitan dengan perbuatan Tuhan, dengan pengertian bahwa segala
perbuatannya adalah baik dan mustahil ia melakukan perbuatan buruk. jadi Tuhan
wajib berbuat baik terhadap manusia.
Sama dengan sikap dasar terhadap kebebasan manusia dalam kehendak dan perbuatan
yang dipahami Mu’tazilah, aliran Maturidiah Samarkand menggaris bawahi makna
keadilan Tuhan sebagai lawan dari perbuatan zalim Tuhan terhadap manusia. Tuhan
tidak akan membalas kejahatan, kecuali dengan balasan yang seimbang dengan
kejahatan itu. Tuhan tidak akan menganiaya hamba-hamba-Nya dan tidak akan
memungkiri segala janji-Nya yang telah disampaikan kepada manusia. Abu Mansur
al-Maturidi memberi dalil pandangan di atas dengan firman Allah ayat 160 surat al-
An’am dan ayat 9 surat Ali Imran.
Golongan Mu’tazilah menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
kebebasan dan kehendak manusia dengan keadilan Tuhan, karena bagaimana
mungkin, jika manusia itu tidak diberi kebebasan dan kehendak dalam melakukan
sesuatu perbuatan dan kemudian diminta pertanggung jawaban atas akibat
perbuatannya. Hal ini jelas bertentangan dengan keadilan Allah yang menghendaki
agar manusia itu diberi balasan sesuai dengan perbuatannya yang dilakukan dengan
kehendaknya yang bebas bukan terpaksa. Dan selanjutnya, ia dapat meniadakan
kedzaliman dari Allah sebab kemungkaran moral yang dilakukan manusia dan
sekiranya kemungkaran itu sudah ditentukan Allah atas manusia sejak azali, maka
balasan yang diberikan atasnya merupakan suatu kezaliman. Muhammad abduh
memandang soal keadilan Tuhan bukan hanya dari segi ke maha sempurnaan Tuhan,
tetapi juga dari pemikiran rasional manusia. Sifat ketidak adilan tidak bisa diberikan
kepada Tuhan, karena ketidak adilan tidak sejalan dengan ke maha bijaksanaan
Tuhan, tidak sejalan dengan kesempurnaan hukum-hukum-Nya dan tidak pula sejalan
dengan kesempurnaan peraturan alam semesta. Bagi kalangan Mu’tazilah, Tuhan
yang maha bijaksana harus memiliki suatu maksud dari penciptaan alam semesta ini,
dan bahwa terdapat keadilan, kebaikan dan keburukan yang objektif dalam ciptaan

7
Tuhan, sekalipun terhadap orang yang mengesampingkan hukum Ilahi (syari’ah)
mengenai kebaikan dan keburukan. Tuhan tidak akan berbuat kejahatan dan bersifat
tidak adil.
2. Aliran Al-Asy’ariyyah
Adapun aliran Al-Asy’ariyyah, yang menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan, memberi makna keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan
mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak
hati-Nya dalam kekuasaan-Nya. Itulah makna adil bila dikaitkan dengan Tuhan dalam
pandangan Asy’ariyah. Dengan demikian, ketidak adilan dipahami dalam arti Tuhan
tidak bisa berbuat sekehendak-Nya terhadap makhluk-Nya. Atau dengan kata lain,
dikatakan tidak adil bila yang terpahami adalah Tuhan tidak lagi berkuasa mutlak
terhadap milik-Nya.
Terkait hubungan antara kekuasaan mutlak Tuhan dengan keadilan Tuhan maka al-
Baghdadi[ mengatakan, Tuhan bersifat adil dalam segala perbuatan-Nya. Tidak ada
suatu larangan pun bagi Tuhan. Ia berbuat apa saja yang dikehendakinya. Seluruh
makhluk milik-Nya dan perintah-Nya adalah di atas segala perintah. Ia tidak
bertanggung jawab tentang perbuatan-perbuatan-Nya kepada siapa pun.
3. Aliran Maturidiyah
Sependapat dengan Asy’ariyah, aliran Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa
keadilan Tuhan haruslah dipahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan. Secara jelas al-Bazdawi mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan
dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos. Tuhan berbuat
sekehendaknya sendiri. Keadaan Tuhan yang bersifat maha bijaksana tidak
mengandung arti bahwa disebalik perbuatan Tuhan terdapat hikmat-hikmat. Atau
dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan pada kepentingan manusia,
tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.
Kaum Maturidiyyah kaum Samarkhan karena menganut paham free will dan free
act serta adanya batasan bagi kekuasaan mutlak tuhan, dalam hal ini mempunyai
posisi yang lebih dekat kepada kaum Mu’tazilah daripada kaum Asy’ariyyah. Tetapi
tedensi golongan ini untuk meninjau wujud dari sudut kepentingan manusia lebih
kecil dari tedensi kaum Mu’tazilah. Hal itu mungkin disebabkan oleh karena kekuatan
yang di berikan golongan Samarkhan kepada akal serta batasan yang mereka berikan
kepada kekauasaan mutlak Tuhan, lebih kecil yang di berikan kaum Mu’tazilah.

8
Dengan demikian jika kaum Mu’tazilah menempatkan keadilan Tuhan sebagai
keadilan raja konstitusional yang kekuasaannya dibatasi oleh hukum-hukum,
walaupun hukum tersebut adalah buatannya sendiri, maka kaum Asy’ariyah
menempatkan keadilan Tuhan sebagai keadilan raja absolut, yang memberikan
hukuman menurut kehendak mutlaknya, tidak terikat pada suatu kekuasaan, kecuali
kekuasaannya sendiri.
Persolan masalah keadilan dalam hal ini terkait dengan setiap usaha manusia dan
pandangan manusia terhadap konsep takdir. Takdir sebagaimana yang diketahui di
bagi menjadi dua, yaitu taqdir yang tetap (mubram) dan yang dapat diubah dan
diusahakan (mu’allaq), Jadi, perlu diketahui oleh setiap muslim bahwa dalam
kehidupan ini wilayah yang mu’allaq lebih besar porsinya dari wilayah yang mubram.
Taqdir yang dapat diusahakan tersebut berada dalam setiap sisi kehidupan ini dan
terkait dengan hukum sebab akibat (kausalitas).
Sebagai contoh, misalnya, jika seseorang ingin menjadi orang pintar maka ia harus
belajar dengan rajin dan tekun; jika ingin menjadi pengusaha kaya, maka harus
berusaha semaksimal mungkin dan berusaha mencari setiap peluang usaha yang dapat
mendatangkan uang; atau, jika tidak ingin mendapat musibah tsunami, maka carilah
tempat tinggal yang jauh dari wilayah pantai yang rawan tsunami. Jadi, apa yang
terjadi dalam kehidupan kita sekarang, tidak terlepas dari apa yang kita lakukan dan
usahakan pada waktu terdahulu. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya bagi seorang
muslim untuk berprasangka baik terhadap Tuhan (husnun al-zhann) dalam
kehidupannya.

Jadi secara umum umat Islam berpegangan bahwa keadilan tuhan ialah mutlak artinya
tuhan akan membalas orang baik ke surga dan orang jahat ke neraka. Secara garis besar tuhan
akan membalas manusia sesuai amal perbuatannya.

2.3 Hubungan Iman Dengan Akhlak


1. Akhlak Ekspresi Iman
Islam adalah ajaran yang komprehensif dan integral. Ajaran yang lengkap dan
terpadu. Setiap Muslim dituntut untuk menjalankan Islam secara lengkap dan terpadu
dalam kehidupannya. Islam mencakup akidah, fikih dan akhlak. Akidah membahas
tentang keimanan dan keyakinan seorang Muslim. Fikih membahas tentang tehnis dan
mekanisme dalam beribadah. Akhlak membahas prilaku dan sikap seorang Muslim

9
baik kepada dirinya, Tuhannya, sesama manusia juga makhluk. Cakupan akhlak
sangat luas, diantara sisi-sisinya misalnya akhlak dalam politik, dalam usaha, dalam
sosial masyarakat, dan sebagainya. Tidak boleh ada ketimpangan dalam diri seorang
Muslim dalam tiga sisi ajaran Islam tersebut. Sisi akidah, fikih dan akhlak Muslim
sepatutnya menjadi satu kesatuan yang terintegrasi dalam bingkai Islam. Allah SWT.
berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (Al-Baqarah: 208).
Sebagaimana Allah SWT. mengecam para Ahli Kitab yang bersikap memilah milih
ajaran agama, mengimani sebagian ajaran dan mengkufuri sebagian yang lain,
memprektekkan sebagian dan membuang sebagian. “Apakah kamu beriman kepada
sebahagian Al kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah
Balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang
sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”. (Al-Baqarah: 85).
2. Kedudukan Akhlak
Akhlak sebagai salah satu ajaran inti dalam Islam mendapat perhatian sangat besar.
Akhlak merupakan sisi yang mempengaruhi penilaian seorang di mata Allah SWT.
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada wajah dan harta kalian, tetapi Allah
melihat kepada hati dan perbuatan kalian”. (HR. Muslim). Dalam Hadits lain
disebutkan: “Tidak ada perkara yang lebih berat dalam timbangan seorang Mukmin
pada hari Kiamat nanti dari akhlak yang baik”. (HR. Tirmidzi). “Sesungguhnya
diantara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya di Hari Kiamat
nanti adalah orang yang paling baik akhlaknya”. Akhlak yang baik mampu
mengangkat dan memuliakan derajat seorang Muslim. “Sesungguhnya seorang
Mukmin bisa meraih derajat ahli puasa dan qiyamullail dengan akhlak yang baik.
(HR. Abu Dawud dan Hakim).
Begitu besar perhatian Islam terhadap ajaran akhlak. Seakan pengajaran akhlak
menjadi misi yang sangat dijunjungtinggi Rasul Saw dalam berdakwah. Betapa tidak
akhlak mewakili eksterior (tampilan luar) seorang Muslim, yang pada selanjutnya
mempengaruhi kondisi dan nasibnya kemudian di Akhirat. Tidak sebatas ini, bahkan
akhlak mempengaruhi jatuh bangunnya sebuah komunitas, bahkan Umat.
Sebagaimana syair yang dilantunkan oleh penyair ternama Syauqi: “Satu Umat

10
dipengaruhi dengan akhlaknya, jika akhlak (mulia) pudar maka Umat itu juga akan
punah”.

3. Iman dan Akhlak


Iman berarti attashdiiq yaitu membenarkan dan meyakini. Berarti membenarkan dan
meyakini ajaran Islam dalam hati, membenarkan dengan lisan juga mengamalkan
dalam perbuatan (ahlu sunah wal jama’ah). Sedangkan akhlak dari kata alkhulq yang
berarti kebiasaan, watak dan perangai.
Hubungan antara iman dan akhlak sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Iman dan
akhlak satu paket. Maka, tidak bisa dipercaya bila seorang mengaku baik iman namun
akhlak dan perbuatannya jauh dari nilai keimanan. Begitu pula seorang akan sulit
menjaga kebaikan akhlak dan perbuatannya dalam segala kondisi, ketika keimanan
tidak bersemayam lekat dalam jiwanya. Siapa yang memiliki perangai dan akhlak
yang buruk maka itu pertanda buruknya keimanan dan keislaman dalam dirinya.
Bahkan kaitan atau hubungan ini, terlihat jelas dalam definisi iman -yang notabene
dipahami sebagai kerja hati- yang juga mencakup amal lisan dan badan.
Dari sini juga dipahami bahwa, untuk merubah atau menghilangkan akhlak dan
perilaku yang tercela perlu dibenahi juga sisi keimanan dan keislaman dalam jiwa.
Karena perilaku dan akhlak merupakan ekspresi dan sesuatu yang lahir dari apa yang
ada dalam jiwa dan hati. Sebagaimana iman adalah energi yang mendorong seseorang
berakhlak baik, menghiasi dirinya dengan amal saleh dan menjaganya dari perkara
yang tidak terpuji, bagitu pula hawa nafsu bisa mendorong seseorang untuk
melakukan perbuatan sebaliknya. Maka, jika keimanan mendominasi hati dan jiwa
seseorang sehingga ia mengalahkan dorongan hawa nafsu, dalam kondisi ini, akhlak
dan perbuatan baik adalah buah yang lahir darinya. Namun sebaliknya, jika hawa
nafsu mendominasi dan mengalahkan keimanan, maka ia akan melahirkan perbuatan
dan akhlak tercela.
Dalam berbagai ayat Allah SWT mengawali perintah untuk berakhlak baik dengan
panggilan keimanan. Ketika memerintah untuk berlaku adil, Allah SWT menyeru
dengan seruan keimanan: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil.

11
dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. (Al-Maidah: 8). Dalam ayat lain disebutkan: “Hai orang-orang yang
beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar. (At Taubah: 119).
Akhlak bias menjadi barometer keimanan seseorang. Ibadah-ibadah yang disyariatkan
sebagai sarana untuk mengkondisikan hati dan meningkatkan keimanan, bisa diukur
baik atau tidaknya pelaksanaan ibadah tersebut, diterima atau tidaknya ibadah tersebut
dari sisi akhlak dan perilaku. Seringkali dalam berbagai hadits Rasulullah Saw.
mengangkat pemahaman ini. Bagaimana Rasul Saw. mengisyaratkan ukuran diterima
atau tidaknya shalat seorang dari perilakunya. Diriwayatkan dari Ali bin Ma’bad,
Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang sholatnya tidak bisa mencegahnya dari
perbuatan keji dan munkar, maka ia hanya bertambah jauh dari Allah.”
Bahwa ibadah sholat yang baik adalah ketika ia mampu mewarnai perilaku dan
perbuatan kita. Baik perbuatan yang hanya berdampak pada diri sendiri maupun orang
lain atau sosial. Shalat yang mampu mengkondisikan jiwa dan keimanan seseorang
bisa dinilai dari perbuatan dan akhlaknya. Begitu pula tentang ibadah puasa.
Rasulullah Saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah: “Siapa yang
tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah SWT. tidak
berkepentingan atas puasanya dari makanan dan minuman”. (HR. Tirmidzi).
Begitulah Secara umum hal ini diisyaratkan Rasulullah Saw, dari Abu Hurairah,
Rasulullah Saw: “Apakah kalian tahu siapa orang yang bangkrut itu?” para shahabat
menjawab, “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak ber-dirham
dan ber-perhiasan.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari
umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat nanti dengan membawa pahala
shalat, shiyam dan zakat, tetapi dia juga mencela si ini, menuduh si itu, memakan
harta si ini, menumpahkan darah si itu, serta memukul si ini-itu, lalu si ini diberi
kebaikan-kebaikannya, dan si itu diberi kebaikan-kebaikannya, lalu jika kebaikan-
kebaikannya habis sementara semua belum selesai, maka kesalahan-kesalahan
mereka diberikan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR.
Muslim).

12
Dan secara tegas Rasulullah Saw menjelaskan tentang kemestian akhlak baik sebagai
tanda keimanan seseorang. Begitu sebaliknya, siapa yang berakhlak dan prilaku buruk
pertanda tidak ada iman seseorang: “Demi Allah tidak beriman, tidak beriman, tidak
beriman! Ditanya: Siapa itu wahai Rasul? Orang yang tidak menjadikan tetangganya
merasa aman akibat perilaku buruknya”. (HR. Bukhari).

2.4 HUBUNGAN AKHLAK DENGAN KEADILAN


Islam mengajarkan pada umatnya bahwa sesungguhnya sikap dan tingkah laku baiklah
yang akan menjadi buah keberhasilan dalam meraih cita-cita. Ada satu hal yang patut
diketahui bahwa akhlak yang baik yang sesuai dengan tuntunan Rosulullah niscaya akan
mudah berakselerasi dan beradaptasi dengan diri sendiri, keluarga saudara-saudara dan
sesamanya.
Begitu juga dengan sikap adil, harus ditanamkan kepada diri seseorang karena
sesungguhnya keadilan itu mendekatkan diri kepada ketaqwaan. Berbuat adil didunia ini
dapat membuat tenang dalam hidup dan disayangi orang-orang terdekatnya. Keadilan pasti
datang jika setiap manusia melakukannya dan dimulai dengan diri sendiri. Dan ketahuilah
bahwa sesungguhnya manusia itu mempunyai kelemahan dan kelebihan sendiri-sendiri. Oleh
karena itu dengan pertolongan Allah dan usaha keras untuk menciptakan keadilan, insya
Allah akan tercipta seperti yang diharapkan.

2.4.1 Akhlak dalam Keadilan Menurut UU


Didalam UU ditetapkan bagaimana seseorang itu menghukum, bagaimana
seseorang itu mengambil keputusan. Akhlak terhadap sesama manusia pun diatur dalam
undang-undang namun penekanannya tidak disebutkan secara tegas hanya akhlak secara
umum saja. Contoh akhlak yang dimuat dalam undang-undang untuk meyakini adanya
sang pencipta bahwa kekuasaan-nya diatas segala-galanya (KUHP pasal 532-547) dan
pasal-pasal yang lain tentang penyimpangan akhlak disebutkan yaitu 533 yang berbunyi
“Diancam hukuman kurungan paling lama 2 tahun atau denda Rp. 200.000,00”.
Menurut Ibnu Maskawih keadilan terbagi pada tiga pokok hal yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana keadilan dan akhlak terhadap tuhan artinya manusia harus adil
beribadah kepada-Nya. Jangan hanya mementingkan kehidupan dunianya saja,
tetapi harus adil untuk kepentingan akhirat yang kekal abadi.

13
2. Bagaimana keadilan dan akhlak yang dilakukan manusia. Keadilan dan akhlak
sesama diwujudkan dalam bentuk antara lain :
a) Menghormati dengan cara ma’ruj
b) Memberi salam dan menjawab salam dengan wajah yang manis
c) Pandai berterima kasih
d) Menepati janji
e) Jangan mengejek
f) Tidak mencari-cari kesalahan orang lain.
3. Keadilan dan akhlak terhadap leluhur sebagai seorang muslim harus berbuat adil
dan memberikan hak-hak mereka.

2.4.2 Akhlak dalam Mendapatkan Hak dan Keadilan


Menurut Poejawijasna hak ialah semacam milik, kepunyaan, yang tidak hanya
merupakan benda saja, melainkan pula tindakan, pikiran dan hasil pemikiran itu. Jadi hak
adalah wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan,
memiliki, meninggalakn, mempergunakan atau menuntut sesuatu.
Hak dipengaruhi dua faktor. Yang pertama faktor yang merupakan objek hakiki
(dimiliki) yang selanjutnya disebut hak objektif dan bersifat fisik non fisik. Kedua faktor
subjek (manusia) yaitu orang yang berhak. Orang tersebut berhak memiliki dan bertindak
sesuai sifatnya. Dari segi objektif dan hubungan dengan akhlak, hak itu secara garis
besar dapat dibagi menjadi tujuh bagian yaitu :
1) Hak hidup
2) Hak mendapatkan perlakuan hukum
3) Hak mendapatkan keturunan (hak kawin)
4) Hak milik
5) Hak mendapatkan nama baik
6) Hak kebebasan berfikir
7) Hak mendapatkan kebenaran

Semua hak diatas tidak dapat diganggu gugat, karena hak asasi yang fitrah yang
diberikan oleh tuhan kepada manusia dan hanya tuhan yang dapat mencabut hak-hak
tersebut.

14
Untuk berbuat adil merupakan perbuatan yang sulit, tetapi harus disadari bahwa
berbuat adil merupakan sunah dan wajib dilaksanakan tiap-tiap umat manusia, sesuai
dengan firman Allah dalam surat Thaaha ayat 112 yang berbunyi :
Artinya :“Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan
beriman, Maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan
tidak (pula) akan pengurangan haknya”.
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang mengerjakan amal saleh
tidak perlu khawatir diperlakukan tidak adil dan Allah menjamin ia mendapatkan haknya
selama menegakkan keadilan dan kebenaran.
Menurut Ibnu Maskawih menyebutkan bahwa adil itu bila seseorang dapat berbuat
sebagai berikut :
1) Menjalin persahabatan
2) Bersemangat sosial
3) Menjauhkan diri dari permusuhan
4) Mengikuti orang yang berbuat benar dan baik
5) Berwibawa disegala bidang dan lain-lain

Cakupan aspek keadilan sangat luas sehingga dalam segala hal harus dapat
menempatkan mana hak pribadi, hak negara, hak kelompok dan hak orang lain dengan
cara yang adil. Akan tetapi ada beberapa hal menurut keadilan harus ada persamaan,
sedang tidak persamaan berarti dihakimi, diantara ialah:
1) Persamaan didalam undang-undang. Berarti dalam undang-undang tidak ada
perbedaan yang kaya dan yang miskin, mulia dan hina.
2) Persamaan didalam hak-hak, maka tiap orang mempunyai hak untuk merdeka,
berpendapat dan sebagainya.
3) Persamaan dalam kedudukan bahwa siapapun bisa mendapatkan sesuai dengan
kecakapannya.
4) Persamaan dalam pemilihan umum, yaitu baik kaya maupun miskin
mempunyai hak yang sama dalam pemilihan umum.

2.4.3 Aklak dalam Mendapatkan Hak dan Kewajiban


Di dalam masyarakat, sering terlihat manusia lebih terpengaruh oleh dorongan
perasaan egoistis yang selalu memperhatikan haknya sendiri tetapi mereka lupa dengan
kewajibannya untuk ditunaikan yang menjadi hak orang lain. Dalam mendapatkan hak,

15
harus terlebih dahulu mengerjakan kewajiban-kewajibannya. Gambaran hak dan
kewajiban dapat disebutkan sebagai berikut:
1) Hak Allah atas manusia, menjadi kewajiban manusia terhadap Allah
2) Hak anak-anak untuk di didik adalah kewajiban orang tua
3) Hak yang kecil dibimbing adalah kewajiban yang dewasa
4) Hak yang lebih tua untuk dihormati adalah kewajiban yang muda

Oleh karena itu didalam islam tidak ada satu perintah pun untuk menuntut hak
telebih dahulu tetapi keseimbangan antara hak dan kewajiban. Artinya kewajiban
dilaksanakan terlebih dahulu baru dituntut hak sesuai dengan firman Allah dalam surat
An Nisa 4:30
Artinya : “Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka
kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah” (QS. An Nisa 4:30).

Hikmah yang terkandung dalam mendapatkan hak dan kewajiban yang telah diatur
dalam ajaran Akhlak Al-kariman sebagai berikut :
1) Mendahulukan kewajiban kepada Allah SWT, manusia dan alam sekitarnya
2) Meminta hak atas jerih payah sesuai dengan pekerjaan dan perbuatannya
3) Dilarang mennuntut hak sebelum melaksanakan kewajiban
4) Menghormati hak orang lain dengan cara ma’ruf
5) Saling menghargai hak miliknya
6) Menghormati hak sepadan
7) Dengan mendahulukan kewajiban daripada hak berarti menjalan keadilan.

Oleh karena itu hak merupakan wewenang, bukan berwujud kekuatan maka
diperlukan penegak hukum dan melindungi yang lemah. Cara demikian orang lain pun
berbuat yang sama pada dirinya dan akan dipeliharalah pelaksanaan hak asasi manusia
itu.
Didalam kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’ yaitu sesuai
perbuatan apabila dikerjakan mendapat pahala dan ditinggallkan mendapat dosa. Akhlak
adalah peringai dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain maupun terhadap sang
pencipta. Hubungannya dengan hak yaitu sebagai milik yang dapat digunakan oleh

16
seseorang tanpa ada yang dapat menghalangi. Hak yang demikian itu merupakan bagian
dari “akhlaqul karimah” karena harus dilakukan seseorang sebagai kewajiban dan
haknya. Dan sebaliknya dan itu disebut pula “akhlaqul madmumah atau tercela.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adil dalam bahasa arab disebut dengan kata “adilun” yang berarti sama dan seimbang.
Adil dalam pengertian sama dapat diartikan sebagai membagi sama banyak atau memberikan
hak yang sama. Misalnya, semua warga negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata
hukum. Adil dalam pengertian seimbang daoat diartikan dengan memberikan hak yang
seimbang dengan kewajiban atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya.
Paham keadilan bagi kaum Mu’tazilah mengandung arti kewajiban-kewajiban yang
harus di hormati Tuhan. Sedangkan paham Asy’ariyyah tentang keadilan bertentangan
dengan paham yang di bawa kaum Mu’tazilah, keadilan dalam paham Asy-ariyyah ialah
keadilan raja absolute yang meberikan hukuman menurut kehedak mutlak-Nya, tidak terikat
pada suatu kekuasaan, kecuali kekuasaan-Nya sendiri. Kaum Maturidiyyah golongan
Bukhara mengambil possisi yang lebih dekat dengan posisi Asy-Ariyyah dalam hubungan ini,
sedangkan golongan Samarkhan mengambil posisi yang lebih dekat pada Mu’tazillah.
Hubungan antara iman dan akhlak sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Iman dan akhlak
satu paket. Maka, tidak bisa dipercaya bila seorang mengaku baik iman namun akhlak dan
perbuatannya jauh dari nilai keimanan. Begitu pula seorang akan sulit menjaga kebaikan
akhlak dan perbuatannya dalam segala kondisi, ketika keimanan tidak bersemayam lekat
dalam jiwanya. Siapa yang memiliki perangai dan akhlak yang buruk maka itu pertanda
buruknya keimanan dan keislaman dalam dirinya. Bahkan kaitan atau hubungan ini, terlihat
jelas dalam definisi iman -yang notabene dipahami sebagai kerja hati- yang juga mencakup
amal lisan dan badan.

17
Akhlak dan berbuat adil sangat erat hubungannya, akhlak baik mampu berbuat adil, akhlak
buruk terjadi penyimpangan hak dan keadilan. Keduanya saling berhubungan dan tarik-
menarik tidak bisa dilepaskan antara satu dengan yang lainnya. Allah seslalu
memperingatkan untuk selalu berbuat kebajikan dan keadilan karena keadilan itu
mendekatkan diri kepada taqwa. Manusia khalifah di bumi, wajib menerapkan konsep akhlak
dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Intinya setiap perbuatan dan tingkah laku harus
sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Dengan menegakkan keadilan berarti kita
menjalankan undang-undang dan menjadikan persamaan rasa solidaritas antar umat
beragama.
DAFTAR PUSTAKA

Nafa Abuddin, 1997 , Akhlak Tasawuf, Jakarta : PT. Rajagrafindo


^ http://archive.is/20120707073535/afatih.wordpress.com/2010/01/03/adil/
[megasholihah33.blogspot.com/2015/07/adil.html 4
Nasution, Harun, Teologi Islam : Aliran-aliran, Sejarah, Analisa perbandingan, UI Press,
Jakarta, 1986.
http : // makalah manajannail. Blogspot. Com / 2012 / 05 / Keadilan-Tuhan . html
Drs. M. Yamin Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Islam (Jakarta: AMZAH,
2007)
Drs. M. Yamin Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektf Al-Qur’an (Jakarta: Amzah,
2007)

18

Anda mungkin juga menyukai