Disusun oleh:
2022 / 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. Zamzami, S. Thi, M.Ag selaku
dosen pengampu mata kuliah Agama yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................5
3.1 Kesimpulan.........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
Syari’at Islam yang diturunkan dari Allah SWT, telah menanamkan dasar keadilan
dalam masyarakat muslim yang tidak ada duanya, yang tidak dikenal oleh masyarakat manusia
dalam sejarah mereka dahulu, dan tidak sampai kepadanya dalam sejarahnya sekarang. Hal ini
karena ia mengaitkan terealisasinya keadilan dalam dengan Allah, Allah-Lah yang
memerintahkan untuk berbuat adil, dan Dia-Lah yang mengawasi pelaksanaannya dalam
kehidupan nyata, Dia yang memberi pahala bagi yang melaksanakannya, dan menjatuhkan
siksa bagi yang mengabaikannya dalam segala situasi dan kondisi.
Kepemimpinan dalam Islam bukanlah kekuasaan, bukan pula jabatan dan kewenangan
yang mesti dibanggakan, lebih-lebih bagi barang dagangan yang dapat diperjual-belikan.
Hakekat kepemimpinan dalam Islam adalah amanah yang haurs dijalankan dengan baik dan
dipertanggung jawabkan bukan saja di dunia tapi juga di hadapan Allah nanti di akhirat. Dan
Allah swt. mengutuk orang-orang yang tidak menjalankan kepemimpinannya secara
profesional dan proporsional.
1.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Keadilan secara etimologi diartikan dengan makna tidak berat sebelah atau dapat
menetapkan dan menempatkan sesuatu atau hukum dengan benar, tepat, dan sesuai dengan
tempatnya. Keadilan dapat juga diartikan sebagai suatu tindakan atau perlakukan yang
seimbang dan sesuai dengan ketentuan, tidak membenarkan yang salah dan tidak menyalahkan
yang benar, meskipun harus menghadapi konsekuensi-konsekuensi tertentu.
Maka dalam hal ini keadilan dapat didefinisikan menyampaikan segala sesuatu yang
menjadi haknya sekaligus menjaga atau memelihara dan menjauhi yang bukan haknya sesuai
dengan kadar atau ketentuan masing-masing haknya. Allah SWT memerintahkan manusia
untuk menegakkan keadilan seperti termaktub dalam firman-Nya.
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang melakukan perbuatan keji, kemunkaran, dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (QS An Nahl:90).
Menegakkan keadilan dapat dilakukan siapa saja, bukan saja oleh hakim di pengadilan,
polisi, jaksa, atau pun pejabat negara. Seseorang bisa dengan selalu berkata benar,
memberitakan atau memberikan keterangan dan kesaksian yang benar dalam suatu perkara.
Jangan karena benci atau terlalu senang dengan seseorang, kita berlaku tidak jujur, berkata
5
tidak benar, dan berbuat tidak adil, apalagi menjadi saksi di pengadilan untuk suatu perkara
yang dilakukan di bawah sumpah 'Demi Allah'. Sungguh besar dosanya jika memberikan
keterangan yang tidak benar.
Al-quran menggunakan beberapa kata yang berbeda untuk makna keadilan, yaitu kata
qist, mizan, haq, wasatha, dan adl. Kesemua kata tersebut dalam makna yang berbeda dapat
ditujukan pada makna adil atau keadilan.
Kata adil dapat bermakna perlakuan sama atau perlakuan secara seimbang. Dengan
demikian, keadilan haruslah berdasarkan kebenaran, keseimbangan, perlakuan sama, serta
sikap tengah dan tidak memihak. Keadilan tidak bisa ditegakkan apabila mengabaikan
kebenaran. Demikian juga sebaliknya, mengabaikan kebenaran sama dengan mengorbankan
keadilan.
6
b. Keadilan dalam Peradilan.
Seorang hakim wajib berlaku adil dan tidak boleh berat sebelah dalam masalah-
masalah persengketaan yang terjadi antara dua orang atau golongan dengan
memberikan :
Berlaku adil terhadap semua orang tanpa membeda-bedakan antara yang kuat
dan yang lemah, kulit putih dan hitam, Arab dan ajam, Muslim dan non Muslim serta
berkuasa dan rakyat. Keadilan dalam al-Qur‟an memperlakukan manusia seluruhnya
secara sama, baik dalam urusan pertanggung jawaban, pembahasan dan hak-hak sosial
lainnya. Keadilan yang didasarkan pada kebebasan, kesadaran mutlak, persamaan
sepenuhnya seluruh manusia dan tanggung jawab timbal balik antara masyarakat dan
individu
Dalam banyak ayat, Alquran menerangkan bahwa salah satu bentuk keadilan ialah
keadilan terhadap Tuhan sebagai pencipta, yaitu dengan mengikuti jalan kebenaran dari
Allah SWT melalui wahyu-Nya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Allah
SWT mengutus para nabi dan rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Bersama
mereka diturunkan kitab dan neraca (mizan) supaya manusia dapat menegakkan keadilan
(QS 57:25).
7
Jalan kebenaran dalam Alquran itu sama dengan jalan keadilan, yaitu adil terhadap Tuhan
Pencipta yang menciptakan manusia dengan sempurna (QS 7:29).
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil (qist). Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil (adl).
Berlaku adillah karena adil (adl) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS Al Maidah:8).
Allah pun mengingatkan agar kita tetap menjadi saksi yang adil dan berkata benar
walaupun terhadap diri sendiri, ibu/bapak, atau keluarga dekat. Janganlah karena demi
membela diri sendiri, ibu/bapak, atau keluarga dekat, kita berbuat tidak adil terhadap orang
lain dengan memberikan kesaksian yang tidak benar.
Allah mengingatkan: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu
sendiri atau terhadap ibu bapak atau kaum kerabatmu, jika ia kaya atau miskin, maka Allah
lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan kata-kata karena tidak
hendak menjadi saksi maka sesungguhnya Allah maha mengetahui dengan segala apa yang
kamu lakukan” (QS An Nisa:135).
3. Ketajaman hukum
Islam melarang keras hukum yang tajam ke bawah (yaitu tajam dan berlaku penuh
kepada orang-orang miskin dan kekurangan), tetapi tumpul ke atas (yaitu tidak berlaku
penuh kepada pejabat, pemegang kuasa, dan kaum kaya raya). Sungguh, kalau sudah terjadi
hukum yang demikian, Rasulullah telah mengingatkan kepada kita semua bahwa tindakan
8
demikianlah yang mengakibatkan hancurnya umat-umat terdahulu. Tindakan yang
demikianlah yang mengakibatkan pemimpin jatuh dan tidak berharga.
Bila seorang hakim yang memutus suatu perkara tidak secara benar, sungguh besar
ancaman Allah. Rasulullah SAW mengingatkan,
"Hakim itu ada tiga, dua di neraka dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara
tidak benar, padahal ia mengetahui mana yang benar maka ia di neraka. Seorang hakim
yang bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia maka ia di neraka dan seorang hakim
yang menghukumi dengan benar maka ia masuk surga. (HR At-Tirmidzi; shahih lighairihi).
5. Nilai Pancasila
9
- Pertama, keadilan individual yang harus ditegakkan dalam kehidupan pribadi
yang harus didasarkan pada penghormatan atas prinsip-prinsip dan hak-hak
dasar kemanusiaan yang bersumber dari sila ke-2 Pancasila, kemanusiaan yang
adil dan beradab.
- Kedua, keadilan dalam kehidupan sosial ekonomi, yaitu keadilan dalam
kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang tidak membenarkan adanya
ketimpangan sosial dan ekonomi yang lebar antara kelompok kaya dan miskin.
- Ketiga, keadilan dalam hubungan internasional yang menjadi dasar bagi
Indonesia melakukan hubungan internasional yang dilakukan berdasarkan
prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Nilai Pancasila yang tidak boleh diabaikan untuk kita tegakkan pada saat
sekarang ini ialah masalah keadilan karena ketidakadilan berakibat sangat fatal bagi
kehidupan bangsa Indonesia. Karena ketidakadilan, seseorang bisa berbuat nekat
melawan, hukum-hukum sosial yang mapan bisa hancur dalam sekejap oleh kekacauan.
1. Tidak mengambil orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai pemimpin bagi
orang-orang muslim karena bagaimanapun akan mempengaruhi kualitas keberagamaan
rakyat yang dipimpinnya,
Sebagaimana firman Allah dalam QS An-Nisaa: 144.
10
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang
kafir sebagai pemimpin selain dari orang-orang mukmin.”
4. Pemimpin harus bisa diterima (acceptable), mencintai dan dicintai umatnya, mendakan
dan didoakan oleh umatnya. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw.
“Sebaik-baiknya pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu,
kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpin
adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknati mereka
dan mereka melaknati kamu.” (HR Muslim).
11
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil.”
6. Pemimpin harus memiliki bayangan sifat-sifat Allah swt yang terkumpul dalam Asmaul
Husna dan sifat-sifat Rasul-rasul-Nya.
1. Shidiq (jujur).
Seorang pemimpin wajib berlaku jujur dalam melaksanakan tugasnya. Jujur
dalam arti luas. Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mengada-ngada fakta, tidak
bekhianat, serta tidak pernah ingkar janji dan lain sebagainya. Mengapa harus jujur?
Karena berbagai tindakan tidak jujur selain merupakan perbuatan yang jelas-jelas
berdosa, jika biasa dilakukan, juga akan mewarnai dan berpengaruh negatif kepada
kehidupan pribadi dan keluarga pemimpin itu sendiri. Bahkan lebih jauh lagi, sikap dan
tindakan yang seperti itu akan mewarnai dan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.
12
pundaknya. Dalam pandangan Islam, setiap pekerjaan manusia adalah mulia. Pemimpin
merupakan suatu tugas mulia, lantaran tugasnya antara lain memenuhi kebutuhan
seluruh anggota masyarakat akan barang dan atau jasa untuk kepentingan hidup dan
kehidupannya.
3. Tidak menipu.
Pemimpin hendaknya menghindari penipuan, sumpah palsu, janji palsu,
keserakahan, perselisihan dan keburukan tingkah polah manusia lainnya. Setiap
sumpah yang keluar dan mulut manusia harus dengan nama Allah. Jika sudah dengan
nama Allah, maka harus benar dan jujur. Jika tidak henar, maka akibatnya sangatlah
fatal. Oleh sehab itu, Rasulululah saw selalu memperingatkan kepada para pemimpin
untuk tidak mengobral janji atau berpromosi secara berlebihan yang cenderung
mengada-ngada, semata-mata agar terpilih, lantaran jika seorang pedagang berani
bersumpah palsu, akibat yang akan menimpa dirinya hanyalah kerugian.
4. Menepati janji.
Seorang pemimpin juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada
rakayat terlebih lagi tentu saja, harus dapat menepati janjinya kepada Allah swt. Janji
yang harus ditepati oleh para pemimpin. Sementara janji kepada Allah yang harus
ditepati oleh para pemimpin Muslim misalnya adalah salatnya. Sebagaimana Firman
Allah dalam Alquran:
“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung. Dan
apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepadaNya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah:
“Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan
Allah sebaik-baik pemberi rezki” (QS Al Jumu’ah:10-11)
5. Murah hati.
Dalam suatu hadis, Rasulullah saw menganjurkan agar para pemimpin selalu
bermurah hati dalam melaksanakan pemerintahani. Murah hati dalam pengertian;
ramah tamah, sopan santun, murah senyum, suka mengalah, namun tetap penuh
tanggungjawab.
13
Sabda Rasulullah SAW: “Allah berbelas kasih kepada orang yang murah hati
ketika ia menjual, bila membeli dan atau ketika menuntut hak”. (HR Bukhari)
14
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Keadilan bukan bicara mengenai makna yang umum tetapi juga lahir dari mkna hakekat
manusia itu dicptakan. Bagaimana manusia yang diciptakan dengan kesempurnaan
dapat menjadikan dirinya tonggak tegaknya keadilan.
Keadilan tidak dimaknai secara individu saja, namun baik individu maupun masyarakat
bersama. Keadilan tidak untuk diri sendiri tapi bagaimana keadilan yang ditegakkan
mampu membawa maslahat bagi masyarakat atau orang lainnya.
Menghadirkan seorang pemimpin adil, dilakukan mulai sejak awal, yakni saat memilih
dan mengangkat seseorang menjadi pemimpin, Rasulullah Saw telah mengingatkan,
“Siapa yang mengangkat seseorang untuk satu jabatan yang berkaitan dengan urusan
masyarakat sedangkan dia mengetahui ada yang lebih tepat, maka sesungguhnya ia
telah mengkhianati Allah, Rasul dan Kaum Muslimin”,
Sabda nabi lainnya, “Bagaimana keadaan kalian, demikian pula ditetapkan penguasa
atas kalian”. Pepatah Arab meenegaskan bahwa “Sebagaimana adanya dirimu,
begitulah pemimpin yang akan memimpinmu”, maknanya adalah pemimpin itu ibarat
cermin dari masyarakatnya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat
menangkap aspirasi masyarakatnya, sedangkan masyarakat yang baik adalah
masyarakat yang berusaha mewujudkan pemimpin yang dapat menyalurkan aspirasi
mereka”, dikutip dari M. Quraish Shihab (1994) dalam bukunya “Lentera hati”
15
DAFTAR PUSTAKA
https://drive.google.com/file/d/1nEnjjH5aBbxGUfnJgNyM2i7kxdgchBuh/view
https://www.uin-suska.ac.id/2016/04/18/islam-dan-kepemimpinan-sebuah-catatan-
untuk-pemimpin-dan-calon-pemimpin-muslim-akhmad-mujahidin/
https://www.republika.co.id/berita/ormdei396/karakter-pemimpin-dalam-perspektif-
alquran
16