Anda di halaman 1dari 10

FILSAFAT HUKUM

THEORY OF JUSTICE

(JUSTICE IN ISLAM)

Nama : Muhammad Ainurrifqy

NPM : 22060109186

Kelas : Hukum Ekonomi Islam

Absen :7

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

2022
Keadilan Islam

Keadilan adalah kebajikan manusia yang paling luhur. Menetapkan keadilan sebagai
syarat berarti menuntut manusia untuk mencapai kekuatan moral yang paling tinggi. Dalam
pandangan Islam, pelaksanaan keadilan dan perlakuan yang sama merupakan suatu
kewajiban. Keadilan dalam Islam adalah keadilan tuhan (Ilahi). Kalau merujuk pada masalah
keadilan llahi, maka dapat dikatakan bahwa sistem dunia yang ada ini menupakan sistem
yang paling arif dan al-mizan.adil Dasar sistem ini bukan saja pengetahuan, kesehatan dan
kehendak. Sistem ini juga merupakan sistem yang paling baik dan sehat. Dunia ini
merupakan yang paling sempurma. Suatu sistem dapat disebut adil, kalau didalam sistem itu
tak ada kesedihan, penderitaan, dan diskriminasi yang tidak semestinya terjadi.Dalam sistem
yang adil, tidak ada tempat bagi kehancuran, karena tidakliah ad.il kalau mahluk dihalangi
dari mencapai kondisi yang sempurna setelah mahluk itu ada. Dalam Al-Quran, secara
eksplisit Allah menyerkkan kepadaumat manusia untuk senantiasa berbuat adil. Firman Allah
dalam Surat al-Nahl ayat 90 yang artinya: "sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar
kamu kamu m engambil pelajaran." Keadilan sering diungkapkan dengan kata-kata al-adil,
al-qisth dan al mizan

Bila mengupas lebih jauh arti keadilan dari sisi Islam, maka pertama-tama yang perlu
dibahas yaitu dari sisi bahasa. Untuk setiap aspek keadilan ada beberapa kata, dan yang
paling umum digunakan adalah adl Lebih jauh, ada beberapa sinonim, mungkin yang
terpenting antara lain: qist, qasd, istiqama, hissab, mizan. Secara harfiah, kata adl adalah
abstract noun (kata benda abstrak), berasal dari kata kera 'adala, yang berarti pertama,
meluruskan atau jujur, mengubah; kedua, menjauh, meninggalkan dari satu jalan (salah)
menuju jalan yang benar, ketiga, menjadi sarma atau sesuai atau menyanakan;
keempat.membuat seimbang atau menyimbangkan. Ide tentang 'adl adalah sebagai kesamaan
digunakan dalam arti menyamakan.satu hal dengan lainnya. Arti ini mungkin dapat
diekspresikan dengan baik dalam istilah kualitaif maupun kuantitatif. Yang pertama merujuk
pada prinsip kesamaan abstrak yang berarti kesamaan dalam hukum atau memiliki hak hak
yang sama seperti tersirat dalam ketentuan al-Quran bahwa "sesungguhnya orang-orang
beriman adalah bersaudara". Sedangkan kuantitatif yang menekankan prinsip keadilan
distributif mungkin dengan terekspresikan dalam istilah gist, gistas dan mizan serta taqwim.

Pengertian literal dari kata adil dalam bahasa Arab adalah kormbinasi dari nilai-nilai moral
dan sosial yang merupakan:

 Fairness (kejujuran/keadilan/kewajaran)
 Balance (keseimbangan)

 Temperance (pertengahan, menahan diri)

 Straightforwardness (kejujuran)

Menurut sistem Islam,apapun yang legal,lurus dan sesuai dengan hukum Tuhan adalah adil.
Konsep ini adalah sifat religius. Dalam pandangan Islam mengenai keseimbangan dunia yang
diatur oleh ketetapan Tuhan, keadilan adalah kebaikan dimana tuhan menyediakan hukuman
hukum yang dia sampaikan melalui kitab suci. Sistem Islam terletak pada norma-norma
keseimbangan tertentu. Dalam Al Qur’an ada ayat-ayat tentang sifat maha
pemaaf,pengampun,pengasih dan penyayang. Masyarakat muslim merupakan “people of the
middle” Kebaikan terletak dipertengahan. Kebaikan yang fundamental yaitu kebaikan yang
tidak keluar batas, dimana semua perasaan benci dan balas dendam dibuang, keadilan dimana
sebuah proporsi diperhitungkan.

Dalam menegakan keadilan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri,harus ada komitmen


bersama dan gerakan bersama. Keadilan hanya bisa ditegakanan di atas landasan persatuan
yang kokoh. Seorang jaksa mungkin bisa adil,tetapi kalau hakimnya tidak adi,rakyat juga
yang akan menjadi korban. Seorang polisi bisa berbuat adil tetapi kalau pengacaranya
curang, tentu keadilan hanya bisa dinikmati oleh orang yang punya uang,begitu seterusnya.
Maka yang terpenting untuk mencapai keadilan harus dirajut insan-insan yang punya visi
membangun negeara berkeadilan. Yaitu menyatukan tekad dan semangat membangun
negara,walaupun aspirasi dan pemikiran bisa berbeda-beda.

Dalam konsep keadilan yang terdapat dalam Islam, khususnya keadilan yang kaitannya
dengan kehidupan sosial tentu tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai konsep
ketuhanan, alam, hidup, dan manusia. Hal ini, karena keadilan merupakan bagian dari agama
Islam. Adapun dasar dari keadilan sosial atau masyarakat yang berkeadilan menurut Sāyid
Quṭb, adalah: 1) al-Taḥarrur al-Wijdānī al-Muṭlaq, yakni keadaan dimana setiap individu
sebagai bagian dari suatu kelompok tidak merasa tertekan dalam kehidupannya, terutama
urusan dalam kegiatan beragama, 2) al-Musāwah al-Insānīyah al-Kāmilah, yakni suatu
keadaan yang menggambarkan bahwa setiap perorangan mempunyai kedudukan yang sama
di depan Tuhan Yang Maha Esa, 3) al-Takāful al-Ijtimā’ī al-Wathīq, yakni keadaan dimana
setiap individu dijamin kebebasannya untuk melakukan apapun yang di kehendaki, dengan
dibatasi oleh hak dan kepentingan anggota masayarakat lain.Selain itu juga, keadilan dalam
Islam merupakan inti sari Islam dan ruhnya, dan sesuatu yang dapat memberikan manusia
perasaan aman, selamat, dan kehidupan yang bahagia.

Keadilan dalam pandangan Islam adalah meletakkkan sesuatu sesuai tempatnya, atau
menurut semestinya,sepatutnyasewajarnya,sepantasnya,seluruhnya dan sejernihnya. Dalam
Islam keadilan itu berlaku secara universal mencakup segala aktivitas dalam seluruh aspek
kehidupan,baik aqidah,syari’ah,hukum,akhlaq,bahkan cinta dan benci. Bukan termasuk
orang adil,orang yang tidak sanggup berbuat adil terhadap dirinya
sendiri,keluarga,masyarakat,ataupun terhadap bangsa dan negara, bahkan terhadap mahluk
tuhan yang lain. Oleh karena itu, sikap adil haruslah mencakup semua aspek itu. Untuk
mengetahui lebih jauh tentang keadilan dalam korelasinya dengan kehidupa
pribadi,keluarga,masyarakat,bangsa dan negara . pembagian keadilan secara universal
adalah:

1. Adil terhadap diri sendiri,yaitu dapat dimulai dengan berbuat adil kepada anggota badan

2. Adil terhadap keluarga, dimana berlaku dan tidaknya keadilan dalam sebuah keluarga
dapat dilihat dan dinilai dari dipenuhi atau tidaknya masing-masing hak dan kewajiban
antar sesama anggota keluarga.

3. Adil terhadap masyarakat, adalah di dalam kehidupan bermasyarakat, berlakullah baik


terhadap anggota masyarakat lain dalam satu komunitas. Ciptakanlah suasana kehidupan
bermasyarakat yang menyejukan dan menyelamatkan,dimulai dari lingkungan yang
nyaman,suasana penuh persahabatan,pola komunikasi yang saling penuh penghormatan
dan pergaulan yang menentramkan.

4. Adil terhadap bangsa dan negara yaitu dengan menjadi warga negara yang baik. Taati
dan laksanakan seluruh peraturan dan hukum perundang-undangan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Taat kepada pemerintah dan pimpinan masyarakat , selama
tidak menyuruh kepada kedurhakaan dan kemaksiatan, karena wajib hukumnya bagi
setiap warga negara untuk mengikuti pimpinannya. Taat kepada pemimpin merupakan
ajaran Islam sesuai yang difirmankan oleh Allah SWT di Al-Qur’an suart an nissa ayat
59. Berlaku adil kepada bangsa dan negara dengan mempunyai rasa nasionalisme dan
patriotisme yang tinggi.

5. Adil terhadap makhluk hidup yaitu dengan senantiasa menyayangi, menjaga,memelihara


dan melestarikan mereka.

Keadilan merupakan tujuan tertinggi dari penerapan hukum. Keadilan dalam Islam
merupakan perpaduan yang menyenangkan antara hukum dan moralitas. Hukum tanpa
keadilan dan moralitas bukanlah hukum dan bisa bertahan lama. Keadilan adalah kemauan
yang bersifat tetap dan terus menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa yang
semestinya untuknya. Keadilan adalah ukuran tentang apa yang hak. Keadilan juga dipahami
sebagai suatu keadaan jiwa atau sikap. Di Indonesia rumusan tentang keadilan yaitu adil
adalah tegak,tidak berat sebelah,yang juga berarti nyata dan nyata itu adalah jujur, sehingga
masalah keadilan itu tidak bisa dilepaskan dari filsafat manusia. Hukum memainkan
perannya dalam mendamaikan pribadi dengan kepentingan masyarakat dan bukan
sebaliknya. Individu diperbolehkan mengembangkan hak pribadinya dengan syarat tidak
mengganggu kepentingan masyarakat. ini mengakhiri perselisihan dan memenuhi tuntutan
keadilan. Karena itu,berlaku adil berarti hidup menurut prinsip-prinsip Islam. Kaum
Muslimin meyakini bahwa hukuman yang ditentukan Allah melalui Al-Qur’an dan sabda
Rasul-nya dala hadits adalah adil. Dengan demikian ia tidak diukur oleh manusia yang
memiliki kepentingan tertentu.

BENTUK-BENTUK KEADILAN
a. Keadilan Individual

Kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri,sehingga tidak melanggar aturan-aturan


agama. Pengendalian diri merupakan unsur utama keadilan, karena dengan adillah terjaganya
keseimbangan pribadi seseorang. Dengan keadilan individual inilah orang terhambat dari
perbuatan jahat dan melanggar hak, baik hak Allah SWT, maupun hak dirinya sendiri.

b. Keadilan Sosial

Keadilan sosial yaitu keserasian dan keseimbangan antara pribadi dengan pribadi lain, dan
antara pribadi dengan masyarakat. keserasian dan seimbangan ini akan dapat diwujudkan bila
didasarkan atas adanya kewajiban dan hak yang pasti. Kewajiban merupakan tanggung jawab
yang harus dilaksanakan. Dimana ada kewajiban disana adanya hak. Jika hak tidak
didapatnya,berlakullah ketidakadilan atau kedzoliman.

c. Keadilan manusia terhadap makhluk lain

Keadilan manusia terhadap makhluk hidup lain,yakni tidak berbuat semena-mena terhadap
makhluk tersebut. Manusia sebagai makhluk yang paling mendapatkan peran sebagai
khalifah di muka bumi ini, tidak menjadikan manusia berlaku semaunya.

d. Keadilan Illahiyah

Keadilan Ilahi yakni berupa kemurahannya dalam memberikan rahmat dan kebaikan untuk
dapat diraih oleh mahluk sesuai dengan kemampuan masing masing dari makhluk tersebut
untuk mencapainya. Allah SWT memberikan kepada mahluknya kemampuan dan tabiat yang
sesuai dengan kondisi fisiknya masing-masing.

BIDANG KEADILAN
1. KEADILAN HUKUM
Diriwayatkan, pada masa beliau, seorang perempuan dari keluarga bangsawan Suku al-
Makhzumiyah bernama Fatimah al- Makhzumiyah ketahuan mencuri emas. Pencurian ini
membuat jajaran pembesar Suku al-Makhzumiyah gempar dan sangat malu. Apalagi, jerat
hukum saat itu mustahil dihindari, karena Nabi Muhammad Saw sendiri yang menjadi
hakim- nya. Bayang-bayang Fatimah al-Makhzumiyah akan menerima hukum potong
tangan (baca: QS. Al-Ma’idah/ 5: 38) terus menghantui mereka. Dan jika hukum potong
tangan ini benar-benar diterapkan, mereka akan menanggung aib maha dahsyat. Dalam
pandangan mereka seorang keluarga bangsawan tidak layak memiliki cacat fisik. Lobi-lobi
politis pun digalakkan sekali dari Fatimah al- Makhzumiyah. Uang emas dihamburkan
untuk upaya itu.puncaknya. bin Zaid, cucu Nabi Muhammad Saw dari anak angkatnya
yang bernama Zaid bin Haritsah, lantas dinobatkan sebagai pelobi oleh Suku al-
Makzumiyah. Kenapa Usamah? Karena Usamah adalah cucu yang sangat disayangi Nabi.
Melalui orang kesayangan Nabi ini, diharapkan lobi itu akan menemui jalan mulus tanpa
rintangan apapun, sehingga upaya meloloskan Fatimah dari jerat hukum bisa tercapai. Apa
yang terjadi? Upaya lobi Usamah bin Zaid, supaya hukum potong tangan itu bisa
diringankan atau bahkan diloloskan sama orang dekatnya, itu justru mendulang penolakan
keras dari Nabi Muhammad Saw, bukannya simpati.
Ketegasan Nabi dalam menetapkan hukuman tak dapat ditawar sedikitpun, oleh
orang dekatnya. Untuk itu, Nabi lantas berkata lantang rusaknya orang-orang terdahulu,
itu karena ketika yang mencuri adalah orang terhormat, maka mereka melepaskannya dari
jerat hukum. Tapi ketika yang mencuri orang lemah, maka mereka menjeratnya dengan
hukuman. Saksikanlah! Andai Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang
akan memotong tangannya. Itulah ketegasan Nabi dalam menegakkan hukum, meskipun
pada orang yang paling disayanginya
2. KEADILAN EKONOMI\
Islam tidak menghendaki adanya ketimpangan ekonomi antara satu orang dengan
yang lainnya. Karena itu, (antara lain) monopoli (al-ihtikar) atau apapun istilahnya,
sama sekali tidak bisa dibenarkan. Nabi Muhammad Saw bersabda:

Tidak menimbun barang kecuali orang-orang yang berdosa. Orang yang bekerja itu
diberi rizki, sedang orang yang menimbun itu diberi laknat. Siapa saja yang
menyembunyikan (gandum atau barang-barang keperluan lainnya dengan mengurangi
takaran dan menaikkan harganya), maka dia termasuk orang- orang yang zalim. ( H R.
M us l i m )
Larangan demikian juga ditemukan dalam al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam
Surah Al-Hasyr ayat 7 yang artinya:
Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal
dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan;
supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara
kalian saja. Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa saja
yang Dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya

Umar bin al-Khattab (khalifah Islam ke-2) pernah mengumumkan pada


seluruh sahabatnya, bahwa menimbun barang dagangan itu tidak sah dan
haram. Umar berkata: Orang yang membawa hasil panen ke kota kita akan
dilimpahkan kekayaan yang berlimpah dan orang yang menimbunnya akan
dilaknat. Jika ada orang yang menimbun hasil panen atau barang-barang
kebutuhan lainnya sementara makhluk Tuhan (manusia) memerlukannya,
maka pemerintah dapat menjual hasil panennya dengan paksa. (HR Ibnu
Majah)

Dalam kaca mata Umar, pemerintah wajib turun tangan untuk mnegakkan keadilan
ekonomi. Ketika ada oknum-oknum tertentu melakukan monopoli, sehingga banyak pihak
yang dirugikan secara ekonomis, pemerintah tidak bisa tinggal diam apalagi malah ikut
menjadi bagian di dalamnya. Membiarkan dan atau menyetujui perbuatan mereka sama
halnya berbuat kezaliman itu sendiri. Islam mengajarkan ekonomi kerakyatan. Ekonomi
kerakyatan menekankan pemerataan kemakmuran di tengah rakyat banyak.
3. KEADILAN POLITIK

Nabi Muhammad SAW bersabda:

Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan- Nya pada hari
yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil (imamun
adil), pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), seseorang
yang hatinya bergantung kepada masjid (selalu melakukan shalat berjamaah di
dalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan
berpisah karena Allah, seseorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik
(untuk bezina), tapi ia mengatakan: "Aku takut kepada Allah", seseorang yang
diberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kirinya tidak tahu apa
yang dikeluarkan tangan kanannya, dan seseorang yang berdzikir (mengingat) Allah
dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya. ( HR. Bukhari)

Pemerintahan atau pemimpin selalu berhadapan dengan masyarakat yang terdiri dari
kelompok dan golongan. Seorang yang terpilih menjadi pemimpin haruslah bisa berdiri
diatas semua golongan. Untuk itu diperlukan sifat keadilan dalm Al Qur’an surat Al Maidah
ayat 8 “Hai orang-orang yang beriman,hendaklah kamu menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk tidak
berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Pemerintah atau pemimpin yang adil akan memberi hak pada yang berhak, yang
komitmen dan bertanggungjawab pada warganya. Tidak mudah menjadi pemimpin adil.
Karena itu, kita tidak seharusnya berebut menjadi pemimpin. Inilah sebabnya Umar bin
al-Khattab menolak usul pencalonan anaknya, Abdullah bin Umar, sebagai
penggantinya. Namun prinsipnya, Islam memandang siapapun berhak menjadi pemimpin
tanpa melihat latar belakangnya.

4. KEADILAN BERKEYAKINAN

Islam memberikan kebebasan penuh bagi siapapun untuk menjalankan keyakinan yang
dianutnya, termasuk keyakinan yang berbeda dengan Islam sekalipun. Konsekuensinya,
kebebasan mereka ini tidak boleh diganggu-gugat. Bahkan Muhammad Syahrûr
menyatakan, percaya pada kekebasan manusia adalah satu dasar akidah Islam yang
pelakunya dapat dipercayai beriman pada Allah SWT. Sebaliknya, kufr adalah tidak
mengakui kebebasan manusia untuk memilih beragama atau tidak beragama. Firman
Allah :

Artinya:
Allah lebih tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih tahu siapa yang mendapat
petunjuk (QS. An- Nahl ayat 125).

KEADILAN MENURUT FILSUF ISLAM

Menurut Murtadha Muthahhari mengemukakan bahwa konsep adil dikenal dalam empat hal
yaitu

1. Adil bermakna keseimbangan dalam arti suatu masyarakat yang ingin tetap bertahan
dan mapan, maka masyarakat tersebut harus berada dalam keadaan seimbang, di mana
segala sesuatu yang ada di dalamnya harus eksis dengan kadar semestinya dan bukan
dengan kadar yang sama. Keseimbangan social mengharuskan kita melihat neraca
kebutuhan dengan pandangan yang relatif melalui penentuan keseimbangan yang
relevan dengan menerapkan potensi yang semestinya terhadap keseimbangan tersebut.
Dalam QS Ar-Rahman ayat 7 yang artinya Allah meninggikan langit dan dia meletakkan
neraca (Keadilan). Para ahli tafsir menyebutkan bahwa yang dimaksud oleh ayat tersebut
adalah keadaan alam yang diciptakan dengan seimbang. Alam diciptakan dan segala
sesuatu dan setiap materi dengan kadar yang semestinya dan jarak-jarak diukur dengan
cara yang sangat cermat.

2. Adil adalah persamaan penafian terhadap perbedaan apa pun. Keadilan yang dimaksud
adalah memelihara persamaan ketika hak memilikinya sama, sebab keadilan mewajibkan
persamaan seperti itu dan mengharuskanya.

3. Adil adalah memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang
yang berhak menerimanya. Keadilan seperti ini adalah keadilan sosial yang harus
dihormati di dalam hokum manusia dan setiap individu diperintahkan untuk
menegakkanya.
4. Adil adalah memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi.

Dengan mengutip pandangan Murtadha Muthahari tentang keadilan : Nurcholis Madjid


mengklarifikasi keadilan dalam beberapa bagian (1) Keadilan mengandung pengertian
perimbangan atau keadaan seimbang (mawzum,balaces) tidak pincang. (2) Keadilan
mengandung makna persamaan (muswah,egalite) dan diskriminitatif dalam bentuk apapun. (3)
Pengertian keadilan adalah utuh jika kita tidak memperhatikan maknannya sebagai pemberian
pengertian kepada hak-hak pribadi dan penuaian hak-hak kepada siapa saja yang berhak.

Menurut AA QODARI keadilan mempunyai arti yang lebih dalam daripada apa yang disebut
dengan keadilan distributif yang dikemukakan Aristoteles bahwa keadilan formal hokum
Romawi atau konsepsi hukum yang dibuat manusia lainnya. Ia merasuk ke sanubari yang paling
dalam dan manusia, karena setiap orang harus berbuat atas nama Tuhan sebagai tempat
bermuarannya segala hal termasuk motivasi dan tindakan. Penyelenggaraan keadilan dalam Islam
bersumber pada Al-Quran serta kedaulatan rakyat atau komunitas muslim yakni ummat. Makna
yang terkandung pada konsep keadilan Islam adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya,
membebankan sesuatu sesuai daya pikul seseorang, memberikan sesuatu yang memang
menjadi haknya dengan kadar yang seimbang.

Keadilan ibnu Sina mengemukakan konsepnya tentang keadilan dipandang dari segi kontrak
sosial, di atas keadilan itulah kota yang adil didirikan. Kota adil tersusun dari tiga kelas yaitu
administrator, artisan ( pekerja yanbg ahli) dan wali(pelindung). Untuk masing-smasing kelas
harus ada pemimpin yang membimmbing pemimpin lain dan seterusnya hingga ke bawah atau
orang-orang awam Setiap orang harus bekerja berdasarkan bakat dan minat mssing-masing dan
merupakan tanggung jawab terhadap penguasa. Penguasa harus bertindak dengan ketegasan,
kejujuran dan kebijaksanaan yang sepenuhnya demi kesejahteraan (khoir) bersama. Keadilan
sebagai tujuan kota adil,

Keadilan versi Ibnu Rusydi adalah suatu kebajikan yang merupakan kualitas dari kejujuran dan
pengendalian diri. Orang-orang yang adil adalah orang –orang yang memiliki dan mengamalkan
kualitas-kualitas di atas, dan orang-orang yang benar-benar adil adalah orang-orang yang seperti
di atas dan memiliki kekuatan kepemimpinan

Keadilan Ibnu Masykawih Ibnu Maskawaih membagi keadilan dalam tiga katagori yaitu:
Alamiyah, konvensional dan Keadilan Ilahi, Katagori ini, tentunya tidak lepas dari Aristoteles.
Menurut Ibnu Maskawaih, Keadilan Ilahi eksis dalam susuatu yang eksis secara metafisik dan
abadi. Perbedaan antara keadilan Ilahi dan keadilan Alamiyah adalah bahwa Keadilan Ilahi eksis
dalam sesuatu selain materi, sedangkan keadilan Alamiyah tidak memiliki eksistensi lain kecuali
dalam materi. Keadilan Ilahi merupakan suatu hubungan spiritual antara manusia dan Allah yang
melebihi hubungan fisik antara manusia dengan alam atau manusia dengan manusiaMenurut Ibnu
Maskawaih, orang-orang yang benar-benar adil adalah orang yang menyelaraskan seluruh indera,
aktivitas-aktivitas dan keadaannya dengan tidak berlebihan dari yang lainnya. Jadi intinya
menurut Ibnu Maskawaih, keadilan merupakan Keadilan Ilahi di mana Allah telah memberi
beberapa kebaikan kepada manusia, maka manusipun dituntut untuk memenuhi beberapa
kewajiban yang terdapat dalam syari‟at

Keadilan Imam Al Ghazali Konsep al-Ghazali tentang keadilan sepertinya sebagai suatu
kombinasi dari gagasan rasional dan revelasional (wahyu). Jadi keadilan merupakan suatu
pernyataan dari kehendak Allah dan terwujud dalam syari‟at. Dalam hal ini syari‟at memberikan
beberapa parameter terhadap suatu hal yang secara moral ia adil atau tidak adil. Akal budi, yang
dalam definisi al-Ghazali sebagai cahaya, adalah suatu saluran yang diilhamkanNya Hikmah
Ilahi pada manusia.

KEADILAN Menurut ar-Razi, para filosof besar telah memberi contoh bagaimana mereka

memperjuangkan standar keadilan, yang realisasinya berupa kebajikan-kebajikan tertinggi yang


berupa: kesederhanaan, kasih sayang, kebajikan universal, usaha untuk mendapatkan kepentingan
bagi semua orang. Bagi ar-Razi, keadilan merupakan keadilan etis sebagai suatu pernyataan yang
hanya berasal dari akal budi yang sama dengan kebajikan Allah atau kebajikan yang bersumber
dari wahyu

Anda mungkin juga menyukai