TUGAS 1
Artinya: Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah
kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian
kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling
Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah)".
b) Prinsip Keadilan. Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan hamba Nya untuk berbuat
adil. Di antaranya adalah Surat al-Maidah ayat 8, Al-Hujarat ayat 9, Kata al-adalah dalam
al Qur.an adalah sinonim al-mizan (keseimbangan/moderasi). keadilan pada umumnya
berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan dari pemangku kebijakan. Akan
tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek, seperti keadilan dalam
hubungan antara individu dengan dirinya sendiri, hubungan antara individu dengan
masyarakat, hubungan antara individu dengan hakim dan lain-lain selama prinsip keadilan
dimaknai sebagai prinsip moderasi. Menurut Wahbah Al-Zuhaili bahwa perintah Allah
ditujukan bukan karena esensinya, sebab Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan
dan tidak pula mendapatkan kemudharatan dari perbuatan maksiat manusia. Namun
ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas perilaku dan cara pendidikan
yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat. di antaranya: Manusia
yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu, adanya kecintaan dan kebencian
memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan dari pada
kebenaran (dalam bersaksi), perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal
terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan
kekuasaan dan dalam bermuamalah/berdagang; kemestian berlaku adil kepada isteri;
keadilan sesama muslim dan keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang
harus dipenuhi manusia (mukallaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan
kewajiban tersebut. Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam
dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu (shalih li kulli zaman wa
makan), yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas hukum Islam (murunah) dan
kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan , yaitu;
perkaraperkara dalam hukum Islam apabila telah menyempit.
c) Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar. Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat
manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang diridhai Allah. Dalam filsafat
hukum Barat dikenal sebagai fungsi social engineering atau rekayasa sosial.8 Menurut
Hasbi Ash Shiddieqy, prinsip ini juga dilihat pada peran negara dalam Islam sehingga
negara tidak boleh memaksa masyarakat untuk melakukan sesuatu sesuai dengan
kehendaknya yang semena-mena. Apa lagi yang menyalahi dengan hukum Islam.
Pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan
penalaran logis yuridis terhadap kontek dimana persoalan hukum tengah terjadi.
d) Prinsip Kemerdekaan atau kebebasan. Prinsip kebebasan dalam hukum Islam
menghendaki agar agama/ hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi
berdasarkan penjelasan, demonstrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip
hukum Islam adalah kebebasan dalam arti luas yang mencakup berbagai aspek, baik
kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Kebebasan beragama dalam Islam
dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama. Kebebasan bertindak,
berekspresi dan berimajinasi merupakan kebebasan yang melekat pada tiap-tiap individu
manusia, bahkan merupakan hak paling asasi.
Artinya: tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.
e). Prinsip Persamaan atau Egalite. Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam
Konstitusi Madinah (alShahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan
penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian
penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan
mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti
komunis. Bukti konkrit dari prinsip egalite dalam hukum Islam adalah penghapusan
perbudakan dan penindasan manusia atas manusia. Dalam konteks sesama muslim, Islam
menjamin bahwa tak ada perbedaan suku Arab dengan suku-suku lainnya. Dalam
pandangan hukum Islam semua manusia diperlakukan sama di mata hukum. Tidak ada
yang didhalimi atau diuntungkan dengan the law sejak empat belas abad yang lalu. jauh
sebelum hukum modern.9 . Garansi egalite dalam alQur.an terdapat dalam Surat al-
Hujarat ayat 13, Surat alIsra. ayat 70.
f). Prinsip membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama
dalam peningkatan kebaikan dan ketaqwaan. Prinsip ini menghendaki agar orang muslim
saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Prinsip ini merupakan suatu
prinsip yang mulia dan mengandung nilai tinggi dan terabaikan oleh ummat Islam.
Pengabaian ini disebabkan oleh pembekuan daya ijtihad oleh sebagian fuqaha dan
bertaqlid kepada warisan lama, menghilangkan kemaslahatan masyarakat dengan aneka
macam adat istiadatnya. Allah berfirman dalam Surat alMujadalah ayat 9.
g). Prinsip Toleransi. Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang
menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya, tegasnya toleransi hanya
dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam. Wahbah AlZuhaili, memaknai
prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan al-4XU·DQ dan Hadits yang
menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan
jalan untuk meninggalkan syariat ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut
tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam,
baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya. Tasamuh
atau toleransi dalam hukum Islam lebih tinggi nilainya dari hanya sekedar rukun dan
damai. Tasamuh yang dimaksudkan adalah tidak memaksakan atau tidak merugikan
sesama. Peringatan Allah berkaitan dengan toleransi dinyatakan dalam Surat al-
Mumtahanah ayat 8 dan 9.
JAWABAN NO 2 :
5. Etika berbicara
a. Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan..
b. Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar
dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.
c. Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
d. Menghindari perkataan jorok (keji).
6. Etika bertetangga
a. Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.
b. Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat mereka
tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya, apakah
merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti perasaannya.
c. Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita ajak
mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan
nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan mereka.
d. Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita.
MORAL
A. Pengertian
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa
moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara
layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik
atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat
mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama
membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau
buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan.
Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau
buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang
digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam
konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku
yang berkembang di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah
laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral
lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh
masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan
memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai
tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran
moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan
tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.
AKHLAK
A. Pengertian
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid
af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi’ah (kelakuan, tabiat, watak
dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang
pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini,
maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim
jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata
tersebut memang sudah demikian adanya.
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada
berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang
selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara
singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai
hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai
paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak:
1) Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2) Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3) Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari
luar.
4) Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5) Dilakukan dengan ikhlas.
B. Macam-Macam Akhlak
1. Akhlak kepada Allah
a) Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembahNya sesuai
dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikanketundukkan terhadap perintah
Allah.
b) Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi,baik
diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan
dan ketentraman hati.
c) Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah,
karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus
pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu
d) Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil
pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
e) Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah
dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan
angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan
ibadah kepada Allah.
2. Akhlak kepada diri sendiri
§ Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil daripengendalian nafsu dan
penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah,
menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.
§ Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung
banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan
adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan
dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
§ Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda,
kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan
dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
2) Tawaduk
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam
pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.
3) Tasamu
Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia.
4) Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia.
Kewajiban menuntut ilmu telah diterangkan dalam Al-Quran dan Hadits. Belajar merupakan sebuah
kewajiban bagi setiap manusia, karena dengan belajar manusia bisa meningkatkan kemampuan
dirinya. Dengan belajar, manusia juga dapat mengetahui hal-hal yang sebelumnya tidak ia ketahui.
Selanjutnya, kita khususnya sebagai umat muslim haruslah lebih memperhatikan lagi dalam hal
belajar, karena di dalam agama Islam sudah dijelaskan keutamaan bagi para penuntut ilmu.
Allah menerangkan anjuran untuk menuntut ilmu di dalam Al-Quran Q.S. Al-Mujadalah ayat 11:
Kutipan ayat tersebut menerangkan bahwa betapa Allah akan mengangkat derajat mereka yang
menuntut ilmu beberapa kali lebih tinggi daripada yang tidak menuntut ilmu. Isyarat ini menandakan
bahwa dengan ilmu lah manusia bisa menjadi lebih mulia, tidak dengan hartanya apalagi nasabnya.
Dalam sebuah Hadis pun disebutkan tentang keutamaan mempelajari ilmu pengetahuan dalam Islam,
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan
menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Dari kedua dalil di atas menerangkan bahwa umat Islam diwajibkan untuk menuntut ilmu, karena
Allah telah berjanji di dalam Al-Qur’an bahwa barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu maka
Allah akan mengangkat derajatnya, dan Rasulullah juga menjelaskan bahwa dengan belajar atau
berjalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.
Bahwa kewajiban menuntut ilmu itu sepanjang hidup kita dimulai dari kita dilahirkan sampai akhir
hayat kita. Kewajiban ini akan terus ada dan tidak akan terlepas hingga akhir hayat kita. Semoga kita
dapat menjadi muslim yang dimuliakan Allah dengan ilmu kita. Amiin.