Anda di halaman 1dari 7

Nama : Diki Pernanda

NIM : 044068412

Matkul : Pendidikan agama islam

1.

Ayat 45 dari Surah Al-Ankabut (29:45) dalam Al-Qur'an menyampaikan pandangan tentang
hukum syariat. Ayat tersebut berbunyi:

"Perintahkanlah (manusia) mengerjakan ketaatan kepada Allah, dan janganlah kamu


termasuk orang-orang yang musyrik."

Pengertian hukum syariat yang dapat diambil dari ayat ini mengacu pada perintah Allah
untuk menerapkan dan mematuhi peraturan dan aturan-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
Hukum syariat adalah sistem hukum Islam yang berasal dari Al-Qur'an dan Hadis (tradisi
Nabi Muhammad SAW). Dalam konteks ayat ini, terdapat beberapa poin penting yang dapat
dijelaskan:

1. Perintah untuk Mengerjakan Ketaatan kepada Allah:


o Ayat ini menekankan pentingnya melaksanakan perintah-perintah Allah dan
hidup sesuai dengan ajaran Islam. Ini mencakup segala aspek kehidupan,
mulai dari ibadah hingga perilaku sosial dan ekonomi.
2. Pentingnya Menghindari Syirik:
o Ayat ini juga mencela perbuatan syirik atau menyekutukan Allah dengan yang
lain. Hal ini menegaskan eksklusivitas pengabdian kepada Allah dan menolak
penyembahan terhadap tuhan-tuhan selain-Nya.

Dengan demikian, pengertian hukum syariat dalam konteks ayat ini adalah sistem aturan dan
norma-norma Islam yang mengatur perilaku dan tindakan umat Islam. Hukum syariat
mencakup aspek ibadah, moralitas, dan etika, serta memberikan pedoman bagi kehidupan
sehari-hari umat Islam. Pematuhan terhadap hukum syariat dianggap sebagai bentuk ketaatan
kepada Allah dan sebagai landasan untuk mencapai kehidupan yang benar dan bermakna
dalam perspektif Islam.

2.
1. Wajib

Merupakan suatu perintah yang harus dikerjakan, di mana orang yang


meninggalkannya akan mendapat dosa.

Hukum wajib terbagi menjadi empat jenis berdasarkan bentuk kewajibannya, yakni
kewajiban waktu pelaksanaannya, kewajiban bagi orang melaksanakannya, kewajiban
bagi ukuran atau kadar pelaksanaannya, dan kandungan kewajiban perintahnya.
Waktu pelaksanaannya

Wajib muthlaq, wajib yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya. Seperti, meng-
qadha puasa Ramadan yang tertinggal atau membayar kafarah sumpah.
Wajib muaqqad, wajib yang pelaksanaannya ditentukan dalam waktu tertentu dan
tidak sah dilakukan di luar waktu yang ditentukan.

Orang yang melaksanakannya

Wajib aini, kewajiban secara pribadi yang tidak mungkin dilakukan atau diwakilkan
orang lain. Misalnya, puasa dan salat.
Wajib kafa'i atau kifayah, kewajiban bersifat kelompok apabila tidak seorang pun
melakukannya maka berdosa semuanya dan jika beberapa melakukannya maka gugur
kewajibannya. Contohnya, sholat jenazah.

Ukuran atau kadar pelaksanaannya

Wajib muhaddad, kewajiban yang harus sesuai dengan kadar yang sesuai ketentuan,
contohnya zakat.
Wajib ghairu muhaddad, kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya, misalnya
menafkahi kerabat.

Kewajiban perintahnya

Wajib mu'ayyan, kewajiban yang telah ditentukan dan tidak ada pilihan lain.
Contohnya, membayar zakat dan salat lima waktu.
Wajib mukhayyar, kewajiban yang objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif.
Seperti, kafarat pelanggaran sumpah.

2. Sunah

Orang yang melaksanakan berhak mendapat ganjaran (pahala), namun tidak akan
dosa bila ditinggalkan. Pembagian hukum sunnah berdasarkan tuntutan untuk
melakukannya di antaranya,

Sunah muakkad adalah perbuatan yang selalu dilakukan oleh nabi, di samping ada
keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu.
Contohnya, sholat witir.
Sunah ghairu mu'akad adalah sunnah yang dilakukan oleh nabi, tetapi tidak tidak
dilazimkan untuk berbuat demikian. Contohnya, sunah 4 rakat sebelum dzuhur dan
sebelum ashar.

3. Makruh

Makruh secara bahasa artinya mubghadh (yang dibenci). Jumhur ulama


mendefinisikan makruh sebagai larangan terhadap suatu perbuatan. Namun, larangan
tidak bersifat pasti, lantaran tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan
tersebut.

Artinya, orang yang meninggalkan larangan tersebut akan mendapat ganjaran berupa
pahala. Sebaliknya, orang tersebut tidak akan mendapat apa-apa bila tidak
meninggalkannya.

Para ulama membagi makruh ke dalam dua bagian, yakni:

Makruh tahrim adalah sesuatu yang dilarang oleh syariat secara pasti. Contohnya
larangan memakai perhiasan emas bagi laki-laki.
Makruh tanzih adalah sesuatu yang diajurkan oleh syariat untuk meninggalkannya,
tetapi larangan tidak bersifat pasti. Contohnya memakan daging kuda saat sangat
butuh waktu perang.

4. Mubah

Hukum mubah memberikan pilihan bagi seseorang untuk mengerjakan atau


meninggalkannya. Bila dikerjakan, orang tersebut tidak dijanjikan ganjaran pahala.
Tetapi, tidak pula dilarang dalam mengerjakannya.

Artinya jika sesuatu bersifat mubah, maka tidak ada pahala atau dosa jika dilakukan.

Ulama ushul fiqih membagi mubah dalam tiga jenis, di antaranya:

- Tidak mengandung mudharat (bahaya) apabila dilakukan atau tidak. Contohnya,


makan, minum, dan berpakaian
- Tidak ada mudharat bila dilakukan, sementara perbuatan itu pada dasarnya
diharamkan. Misalnya, makan daging babi saat keadaan darurat.
- Sesuatu yang pada dasarnya bersifat mudharat, tetapi Allah SWT memaafkan
pelakunya. Contoh, mengerjakan pekerjaan haram sebelum Islam.

5. Haram

Secara terminologi, haram adalah sesuatu yang dilarang Allah SWT dan rasulNya.
Orang yang melanggar mendapat dosa, sementara orang yang meninggalkannya
dijanjikan pahala.

Menurut madzhab hanafi, hukum haram harus didasarkan dalil qathi yang tidak
mengandung keraguan sedikitpun. Sehingga kita tidak mempermudah dalam
menetapkan hukum haram.

Ada beberapa jenis haram yang dikelompokkan oleh jumhur ulama, yaitu:

Al Muharram li dzatihi, sesuatu yang diharamkan oleh syariat karena esensinya


mengandung kemadharatan bagi kehidupan manusia. Contoh makan bangkai, minum
khamr, berzina.
Al Muharram li ghairihi, sesuatu yang dilarang bukan karena kandungannya, tetapi
karena faktor eksternal. Misalnya, jual beli barang secara riba.

3.

Prinsip-prinsip umum dalam hukum Islam mencakup pedoman dan aturan yang mengarahkan
perilaku individu dan masyarakat sesuai dengan ajaran Islam. Berikut adalah tujuh macam
prinsip-prinsip umum hukum Islam:

1. Tawhid (Pengesaan Tuhan):


o Prinsip ini menegaskan keesaan Allah (Tuhan) dalam segala aspek kehidupan.
Tawhid mencakup keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang
layak disembah, dan tidak ada tuhan selain-Nya. Prinsip ini membentuk dasar
dari seluruh ajaran Islam.
2. Adalah (Keadilan):
o Keadilan merupakan prinsip utama dalam hukum Islam. Seseorang diharapkan
untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam peradilan,
hubungan sosial, dan ekonomi. Adalah mencakup pemberian hak-hak yang
setara kepada semua individu tanpa memandang suku, agama, atau status
sosial.
3. Maqasid al-Shariah (Tujuan Hukum Islam):
o Prinsip ini menekankan pada tujuan dan maksud dari hukum Islam, yang
melibatkan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda.
Maqasid al-Shariah mengarahkan umat Islam untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut dalam setiap tindakan mereka.
4. Maslahah (Kemaslahatan):
o Prinsip ini menekankan pada upaya mencapai kemaslahatan atau kebaikan
bersama. Tindakan dan kebijakan yang diterapkan diharapkan memberikan
manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat. Maslahah mencakup aspek-aspek
seperti kesehatan, pendidikan, dan keadilan sosial.
5. Ijtihad (Penafsiran):
o Ijtihad adalah prinsip penafsiran dan pemikiran yang melibatkan upaya untuk
menghasilkan keputusan hukum berdasarkan sumber-sumber hukum Islam
(Al-Qur'an dan Hadis) untuk menyelesaikan masalah baru atau yang
kompleks. Ini menunjukkan fleksibilitas dan adaptabilitas hukum Islam
terhadap perubahan zaman.
6. Qiyas (Analogi):
o Qiyas adalah metode analogi yang digunakan untuk menetapkan hukum
terkait situasi atau peristiwa yang tidak secara langsung diatur oleh Al-Qur'an
atau Hadis. Prinsip ini memungkinkan hukum Islam untuk diterapkan pada
konteks-konteks baru berdasarkan kesamaan atau analogi dengan situasi yang
telah diatur dalam sumber-sumber utama.
7. Istishab (Pertahankan Status Quo):
o Istishab menekankan pada prinsip mempertahankan status quo atau keadaan
yang sudah ada, kecuali ada bukti yang jelas untuk mengubahnya. Prinsip ini
mendorong stabilitas dan kontinuitas dalam penerapan hukum Islam.
Prinsip-prinsip ini membentuk dasar etika dan tata cara hidup umat Islam, membimbing
mereka untuk menjalani kehidupan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Prinsip-prinsip ini juga
memberikan landasan bagi pengembangan hukum Islam dalam berbagai konteks dan situasi.

4. Sunnah, dalam konteks Islam, merujuk pada tindakan, perkataan, persetujuan, dan
ketetapan Nabi Muhammad SAW. Sunnah memiliki posisi dan fungsi yang sangat penting
terhadap Al-Qur'an, dan keduanya saling melengkapi sebagai dua sumber utama hukum dan
pedoman dalam Islam.

1. Posisi Sunnah terhadap Al-Qur'an:


o Sunnah memegang posisi penting sebagai pelengkap dan penjelas Al-Qur'an.
Meskipun Al-Qur'an merupakan sumber utama hukum Islam, banyak petunjuk
dan detail tertentu yang diperoleh dari Sunnah. Sunnah membantu
menjelaskan dan memberikan konteks lebih lanjut terhadap ajaran-ajaran yang
terdapat dalam Al-Qur'an.
2. Fungsi Sunnah terhadap Al-Qur'an:
o Penjelasan (Tafsir): Sunnah membantu dalam penjelasan dan tafsir Al-
Qur'an. Nabi Muhammad SAW, sebagai utusan Allah, memberikan
interpretasi langsung terhadap ayat-ayat Al-Qur'an melalui tindakan,
perkataan, dan persetujuannya. Sunnah membantu umat Islam memahami
konteks dan aplikasi praktis ajaran-ajaran Al-Qur'an.
o Penambahan dan Penjelasan Hukum: Sunnah memberikan hukum-hukum
tambahan dan penjelasan terkait dengan hukum-hukum yang terdapat dalam
Al-Qur'an. Beberapa hukum dan aturan tertentu diuraikan lebih lanjut oleh
Nabi melalui Sunnah.
o Penyempurnaan Ajaran Moral dan Etika: Sunnah menyempurnakan ajaran
moral dan etika yang disajikan dalam Al-Qur'an. Tindakan dan perilaku Nabi
menjadi contoh yang nyata untuk diikuti oleh umat Islam dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.
o Pemberian Detail Ritual dan Ibadah: Sunnah memberikan rincian dan
petunjuk lebih lanjut terkait dengan pelaksanaan ritual dan ibadah yang
diperintahkan dalam Al-Qur'an. Contohnya adalah cara pelaksanaan shalat,
puasa, dan haji.
o Peneguhan dan Persetujuan: Sunnah juga berfungsi sebagai peneguhan
terhadap ajaran-ajaran Al-Qur'an. Tindakan atau persetujuan Nabi terhadap
suatu praktek atau hukum dapat menegaskan kebenaran dan keabsahan ajaran
tersebut.
o Sumber Hukum Kedua: Sunnah bersama dengan Al-Qur'an membentuk dua
sumber utama hukum dalam Islam. Hukum-hukum Islam yang mencakup
ibadah, muamalah, dan jinayat didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah.

Secara keseluruhan, Al-Qur'an dan Sunnah bekerja bersama-sama untuk memberikan


pedoman lengkap bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan mereka. Sunnah tidak dapat
dipisahkan dari Al-Qur'an, dan keduanya saling melengkapi untuk membentuk dasar hukum
dan ajaran Islam.
5. Meskipun sering kali digunakan secara bergantian, istilah-istilah seperti moral, susila, budi
pekerti, etika, dan akhlak memiliki perbedaan dalam konteks penggunaan dan konsepnya.
Berikut adalah penjelasan singkat mengenai perbedaan dan kaitan antara istilah-istilah
tersebut:

1. Moral:
o Moral merujuk pada seperangkat prinsip dan nilai-nilai yang menentukan apa
yang dianggap benar atau salah dalam masyarakat. Ini mencakup norma-
norma yang mengatur perilaku dan interaksi antara individu. Moral seringkali
bersifat relatif dan dapat bervariasi antara budaya, agama, dan kelompok
masyarakat.
2. Susila:
o Susila adalah istilah dalam bahasa Indonesia yang juga merujuk pada tingkah
laku yang baik, benar, dan sesuai dengan norma-norma moral. Susila
mencakup norma-norma moral yang dianggap baik dan dihormati dalam
masyarakat.
3. Budi Pekerti:
o Budi pekerti berkaitan dengan karakter dan akhlak baik seseorang. Ini
mencakup sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang mencerminkan kepribadian
yang baik. Budi pekerti menyoroti aspek-aspek seperti kejujuran, kebaikan
hati, keramahan, dan tanggung jawab.
4. Etika:
o Etika adalah studi tentang prinsip-prinsip moral dan standar perilaku yang
membimbing tindakan manusia. Etika membahas pertimbangan rasional dan
sistematis mengenai apa yang benar dan salah. Ini mencakup pemeriksaan
teoritis mengenai moralitas dan sering digunakan dalam konteks profesional
atau akademis.
5. Akhlak:
o Akhlak sering kali digunakan sebagai sinonim untuk moral dan merujuk pada
perilaku atau tindakan yang dianggap baik atau buruk dalam konteks agama
atau moralitas. Dalam konteks Islam, akhlak sering kali merujuk pada
moralitas yang sesuai dengan ajaran agama.

Kaitan Antara Semua Istilah:

 Semua istilah tersebut berhubungan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang


membimbing perilaku manusia. Meskipun ada perbedaan nuansa dalam penggunaan
kata, secara umum, semua istilah ini mengejar tujuan yang serupa, yaitu menciptakan
norma-norma dan pedoman untuk perilaku manusia yang baik.
 Moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak semuanya mencerminkan usaha manusia
untuk hidup secara bermartabat, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai yang dihormati
dalam masyarakat atau agama tertentu. Meskipun konsep dan penggunaan istilah-
istilah ini dapat bervariasi, intinya adalah menciptakan panduan perilaku yang baik
dan benar.

Anda mungkin juga menyukai