Anda di halaman 1dari 6

Sumber : 1. Alim, Muhammad. 2010. Asas-asas Hukum Modern dalam Hukum Islam.

Jurnal
Pustaka Media Hukum, 17(1), 151-161. DOI:
https://journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article/view/373

2. Fatarib, Husnul. 2014. Prinsip Dasar Hukum Islam (Studi Terhadap fleksibilitas dan
adabtabilitas hukum Islam). Nizam, 4(1), 63-77. DOI:
https://media.neliti.com/media/publications/154807-ID-prinsip-dasar-hukum-islam-
studi-terhadap.pdf

3. Nur, Muhammad. 2020. Pengantar dan Asas-asas Hukum Pidana Islam. Aceh:
Yayasan PeNA Aceh Divisi Penerbitan. DOI:
https://repository.unimal.ac.id/5586/1/Editor%20Buku%20Pengantar%20dan%20asas-
asas%20hk%20Pidan%20Islam.pdf

4. Rohma, Adi Nur. 2018. Modul Pembelajaran Asas-asas Hukum Islam Bagian 1 dan 2.
Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.

5. Sularno, M. 2012. Membumikan Hukum Pidana Islam di Indonesia (Agenda dan


Kendala). Al-Mawarid, 12(1), 20-32. DOI:
https://media.neliti.com/media/publications/42577-ID-membumikanhukum-pidana-
islam-di-indonesia-agenda-dan-kendala.pdf

Catatan Hasil Belajar :

1. Prinsip-prinsip dalam Hukum Islam


Secara etimologi kata "prinsip" berarti dasar atau aturan pokok, sedangkan secara
terminologi diartikan sebagai pembentuk dan titik tolak pembinaan hukum Islam yang
kebenarannya bersifat universal dan inheren. Prinsip-prinsip dalam hukum Islam terbagi
menjadi prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum hukum Islam lebih bersifat
universal, sedangkan prinsip khusus merupakan prinsip setiap cabang hukum Islam.
Menurut Juhaya S. Praja terdapat tujuh prinsip umum hukum Islam, meliputi,
a) Prinsip tauhid yaitu fondasi ajaran Islam yang menyatakan bahwa semua manusia
berada dalam satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid (La Ilaha Illa
Allah yang artinya tiada Tuhan selain Allah). Dalam prinsip tauhid, tujuan dari
semua ciptaan Allah merupakan bagian dari kebermaknaan wujud, termasuk
dalam hal ibadah. Menurut prinsip ini ibadah termasuk dalam proses dan
pelaksanaan hukum Islam, serta penghambaan, penyerahan, atau manifestasi dari
rasa syukur kepada Allah sehingga Tuhan hanyalah Allah SWT (tidak ada
penuhanan antar sesama manusia). Dalam hal ibadah juga terdapat kaidah hukum
yaitu al-ashlu fi al-'ibadat at-taufiq wa al-ittiba (kaidah yang wajib dilaksanakan
berdasarkan perintah Allah dan Rasul-Nya), dan al masyaqqab tajlib at-taysir
(kesulitan dalam pelaksanaan ibadah mendatangkan kemudahan). Al-Qur'an dan
As Sunnah sebagai sumber hukum Islam diakui dalam prinsip tauhid. Dalam
prinsip tauhid terdapat prinsip-prinsip khusus mengenai ibadah, diantaranya
1) Prinsip hubungan yang tanpa perantara (langsung) dengan Allah, artinya
yang wajib disembah hanya Allah dan tidak terdapat perantara antara
Allah dengan hamba-Nya (didasarkan pada QS. Ghafir ayat 60 dan QS.
Al-Baqarah ayat 186).
2) Prinsip beban hukum (taklif) guna memelihara akidah dan iman,
mensucikan jiwa (tazkiyat al-nafs), dan membentuk pribadi yang luhur.
Dari prinsip ini timbul asas kemudahan, artinya hukum Islam tidak
menyulitkan dan dapat dikerjakan oleh semua manusia (terdapat
keringanan, seperti rukhsah dan dharurah).
b) Prinsip keadilan. Keadilan dalam hukum Islam terdapat dalam berbagai aspek dan
dimaknai sebagai prinsip moderasi. Allah selalu memerintahkan kepada hamba-
Nya untuk berlaku adil. Keadilan dimaknai sebagai keseimbangan, baik dalam hal
hubungan manusia, hawa nafsu, maupun kewajiban dan kemampuan manusia.
Dari prinsip keadilan ini mencuat kaidah yang menyatakan bahwa praktik hukum
Islam sesuai dengan ruang waktu, maksudnya berdasarkan kaidah tersebut, ke-
elastisitasan hukum Islam (murunah) dan kemudahan dalam pelaksanaannnya
merupakan kelanjutan dari prinsip keadilan, meliputi perkara hukum Islam yang
sempit menjadi luas, dan jika telah meluas maka kembali menyempit.
c) Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar, yaitu hukum Islam digunakan untuk
menggerakkan manusia kepada tujuan yang baik dan benar (yang diridhai Allah).
Pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan dengan berdasar pada
wahyu dan penalaran logis yuridis mengenai perkara hukum yang sedang terjadi.
d) Prinsip kemerdekaan atau kebebasan, yaitu Hukum Islam disiarkan dengan tanpa
paksaan, melainkan berdasarkan penjelasan, demonstrasi, dan argumentasi. Lalu
maksud kebebasan di sini mencakup berbagai aspek baik dalam kebebasan
individu maupun kebebasan komunal yang dijamin dalam hukum Islam dengan
prinsip bebas tanpa paksaan dalam beragama. Selain itu, Kebebasan yang
menyangkut hak asasi tidak boleh bertentangan dengan kemlasahatan umum.
e) Prinsip persamaan dan egalite. Dalam konstitusi Madinah (al-Shahifah) terdapat
prinsip persamaan yang menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia
oleh manusia. Prinsip persamaan dalam hukum Islam digunakan untuk
mengontrol sosial. Selanjutnya prinsip egalite dalam hukum Islam menentang
perbudakan dan penindasan manusia atas manusia. Jadi dalam hukum Islam
seluruh manusia dipandang dan diperlakukan sama. Prinsip-prinsip tersebut dapat
ditemukan dalam QS. Al-Hujarat ayat 13 dan QS Surat Al-Isra ayat 70.
f) Prinsip al-Ta'awun, yaitu prinsip yang menghimbau untuk saling tolong menolong
antar sesama manusia yang didasarkan pada prinsip tauhid untuk meningkatkan
kebaikan dan ketakwaan. Prinsip ini sering terabaikan oleh umat Islam karena
pembekuan daya ijtihad oleh sebagian fuqaha dan bertaqlid pada warisan lama
sehingga menghilangkan kemaslahatan masyarakat dengan berbagai adat
istiadatnya.
g) Prinsip toleransi. Prinsip ini menghendaki tegaknya hak-hak Islam dan umatnya
(tidak terjadi pelanggaran) di mana toleransi yang dimaksudkan di sini dapat
diterima jika tidak merugikan agama Islam. Penerapan prinsip toleransi ada pada
Al-Qur'an dan Hadist guna menghindari kesempitan dan kesulitan sehingga tidak
ada alasan untuk meninggalkan syari’at hukum Islam. Toleransi atau Tasamuh
dalam Islam bermakna tidak memaksakan atau tidak merugikan.

Hasbi Ash Shiddieqy dalam bukunya berpendapat ada enam prinsip hukum Islam
selain yang telah disebutkan di atas, meliputi

a) Prinsip khitab dihadapkan pada akal, yaitu dalam hukum Islam akallah merupakan
sebab dibebaninya kewajiban pada seorang Mukallaf. Hal ini dimaksudkan agar
para fuqaha mendasarkan pemikirannya pada kebenaran Wahyu karena yang
Maha pembuat hukum adalah Allah dan Allah Maha Tahu.
b) Prinsip akidah yang dibatasi dengan akhlak yang utama, yang dapat menjaga
kesucian jiwa dan menjaga pribadi yang lurus (dan meluruskan) di mana prinsip
ini erat kaitannya dengan kehormatan manusia.
c) Prinsip menjadikan berbagai macam beban hukum bukan sebagai beban badan,
melainkan untuk kebaikan jiwa dan kesuciannya.
d) Prinsip mengawinkan agama dengan dunia berkenaan dengan masalah hukum,
maksudnya hukum Islam melakukan integrasi antara pekerjaan dunia dengan
akhirat. Dalam prinsip ini juga menyerahkan masalah ta'zir (hukuman) kepada
penguasa atau hakim di mana untuk batasan-batasan hukuman telah ditetapkan
dalam hukum Islam meskipun bentuk hukumannya sebagian besar diserahkan
kepada hakim (disebut hukum ta'zir).
e) Prinsip tahkim, yaitu ketika terjadi sengketa hukum antara dua pihak
diperbolehkan meminta hakim yang dipandang terhormat untuk memutuskan di
mana keputusan tersebut mengikat meskipun tanpa legalitas dari hakim resmi.

2. Asas-asas Umum dalam Hukum Islam


Asas-asas umum hukum Islam yang paling utama terdiri dari 3 asas, meliputi
a) Asas keadilan. Kata keadilan disebut lebih dari 1.000 kali dalam Al-Qur'an dan
dapat dikatakan sebagai asas semua asas hukum Islam. Keadilan merupakan
tujuan tertinggi dari diberlakukannya hukum Islam. Kata adil sendiri dalam
bahasa Arab "adl" yang artinya sama. Dalam Al-Qur'an, kata adil diungkapkan
dengan kata al adl (sama), al qist (bagian), dan al mizan (alat untuk
menimbang/keadilan). Jadi dalam penerapan hukum Islam harus ada keadilan
hukum, yaitu semua mendapat perlakuan yang sama dan keadilan diberikan sesuai
dengan bagian yang patut.
b) Asas kepastian hukum. Asas kepastian hukum berkaitan erat dengan asas legalitas.
Asas kepastian hukum maksudnya adalah hukum yang berasal dari Allah
merupakan otoritas tertinggi dalam ajaran Islam yang dalam penerapannya harus
disampaikan sejelas-jelasnya kepada umat sebagai pedoman dalam kehidupan
mereka.
c) Asas kemanfaatan. Dalam pemberlakuan hukum Islam harus diperhatikan asas
kemanfaatannya karena merupakan pelengkap asas keadilan dan kepastian hukum.

3. Asas-asas Hukum Islam dalam bidang Pidana, Perdata, Perkawinan, dan


Kewarisan
a) Asas-asas hukum Islam dalam bidang pidana, meliputi
1) Asas Legalitas
Kata legalitas berarti sah atau sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Asas legalitas dalam Islam tidak didasarkan pada akal manusia, melainkan
ketentuan Tuhan. Asas legalitas ini memandang bahwa jika terdapat suatu
perkara yang belum ada ketentuannya maka tidak akan ada delik
pengadaan hukuman. Dasar hukum asas legalitas ada pada QS Al-Isra' :
15, QS Al Qashash : 59, dan kaidah fiqh.
2) Asas Pelarangan melempar kesalahan pada orang lain
Asas ini menghendaki bahwa seseorang bertanggung jawab atas kesalahan
yang ia perbuat bukan atas kesalahan orang lain. Asas ini ada pada QS Al-
An'am: 64, QS. Faathir: 18, az-Zumar: 7, an-Najm: 38, dan al-Mudatsir:
38.
3) Asas praduga tak bersalah
Asas ini menganggap seseorang yang dituduh melakukan kejahatan jika
hakim belum menyatakan bersalah dan belum ada bukti-bukti yang kuat
maka seseorang tersebut harus diperlakukan tidak bersalah.
b) Asas-asas hukum Islam dalam bidang perdata, meliputi
1) Asas kebolehan (mubah)
Asas ini menghendaki pemberian kesempatan yang luas untuk
mengembangkan bentuk dan hubungan hukum perdata, serta diizinkan
melakukan hubungan perdata asalkan tidak dilarang dalam Al-Qur'an dan
as-sunah.
2) Asas kemaslahatan hidup
Asas ini beranggapan bahwa hubungan perdata harus mendatangkan
kebaikan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
3) Asas kebebasan dan kesukarelaan
Asas ini memandang hubungan perdata bersifat bebas dan sukarela.
4) Asas menolak mudharat dan mengambil manfaat
Asas ini menganggap hubungan perdata yang bersifat mudharat harus
dijauhi, sedangkan yang mendatangkan manfaat harus dikembangkan.
5) Asas kebajikan
Asas ini menghendaki bahwa hubungan perdata harus mendatangkan
kebaikan bagi kehidupan kedua belah pihak dan masyarakat.
6) Asas kekeluargaan atau kebersamaan yang sederajat
Asas ini menghendaki saling menghormati dan tolong menolong untuk
mencapai tujuan bersama.
7) Asas adil dan berimbang
Asas ini maknanya hubungan perdata harus seimbang dan bebas dari unsur
penipuan.
8) Asas mendahulukan kewajiban daripada hak
Asas ini menyatakan keutamaan kewajiban sebelum melakukan
penuntutan hak.
9) Asas kebebasan berusaha
Asas ini maknanya setiap orang bebas berusaha tanpa demi kebaikan
dirinya dan keluarganya asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan
hukum perdata.
10) Asas hak milik berfungsi sosial
Maksudnya hak milik diarahkan untuk upaya meningkatkan kesejahteraan
sosial. Jadi bukan untuk kepentingan pribadi semata.
11) Asas tertulis atau diucapkan di depan saksi
Artinya hubungan perdata harus dituangkan dalam perjanjian tertulis
disaksikan para saksi.
12) Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain
Asas ini mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan hubungan perdata
tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain.
13) Asas kemampuan berbuat atau bertindak
Asas ini menyatakan bahwa manusia mampu menjalankan hak dan
kewajiban dengan sehat dan jasmani disebut Mukallaf.
14) Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa
Maksudnya setiap usaha yang dilakukan manusia seharusnya mengandung
kebajikan dan manusia akan mendapatkan hak dari setiap usaha dan jasa
yang dilakukannya.
15) Asas perlindungan hak
Artinya setiap hak yang diperoleh dengan jalan yang halal dan sah wajib
untuk memperoleh perlindungan.
16) Asas yang beriktikad baik harus dilindungi
Asas ini menghendaki jika ada pihak yang melakukan hubungan perdata
dan mempunyai iktikad baik dalam hubungan tersebut namun tidak
mengetahui ada hal yang salah secara tersembunyi maka kepentingannya
harus dilindungi dan diperbolehkan menuntut jika dirugikan karena iktikad
baiknya.
17) Asas risiko dibebankan pada harta, tidak pada pekerja
Asas ini menyangkut kerugian yang hanya dibebankan pada pemilik modal
atau usaha saja, bukan pekerja.
18) Asas mengatur dan memberi petunjuk
Artinya ketentuan hukum perdata selain yang bersifat ijbari (karena
ketentuannya telah qath'i) hanya bersifat mengatur dan memberi petunjuk
kepada orang yang melakukan hubungan perdata.
c) Asas-asas hukum Islam dalam bidang perkawinan, meliputi
1) Asas kesukarelaan
Kesukarelaan di sini maksudnya baik antara calon suami dan calon istri
maupun keluarga kedua belah pihak sukarela untuk mengadakan
pernikahan.
2) Asas persetujuan
Merupakan konsekuensi dari asas kesukarelaan, artinya pernikahan terjadi
tanpa paksaan.
3) Asas kebebasan memilih pasangan
Artinya setiap manusia mempunyai hak dan kebebasan dalam menentukan
pasangannya dalam pernikahan selama tidak bertentangan dengan syari'at
Islam.
4) Asas kemitraan suami-istri
Asas ini mengandung pengertian bahwa kedudukan suami istri adalah
sama, namun karena perbedaan kodrat menyebabkan perbedaan dalam hal
tugas dan fungsi.
5) Asas untuk selama-lamanya
Asas ini menghendaki perkawinan yang selama-lamanya yang didasarkan
pada cinta kasih selama hidup untuk melangsungkan keturunan.
6) Asas monogami terbuka
Asas ini mengandung bahwa suami boleh beristri lebih dari satu asalkan
dapat memenuhi syarat-syarat tertentu.
d) Asas-asas hukum Islam dalam bidang kewarisan, meliputi
1) Asas ijbari
Asas ini menyatakan bahwa proses peralihan harta seseorang yang telah
meninggal tanpa kehendak dari pewaris atau ahli pewaris. Jadi proses
tersebut terjadi dengan sendirinya berdasarkan ketetapan Allah.
2) Asas bilateral
Menurut asas ini yang mempunyai hak kewarisan dari kedua belah pihak
yaitu pihak dari kerabat keturunan laki-laki dan dari pihak kerabat
keturunan perempuan.
3) Asas individual
Asas ini menghendaki pembagian harta warisan seseorang yang telah
meninggal kepada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara
individu.
4) Asas keadilan yang berimbang
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hak seseorang dalam
memperoleh harta warisan dan kewajiban yang harus dijalankannya.
5) Asas terjadi akibat kematian
Maksudnya kewarisan hanya ada atau sebagai konsekuensi dari seseorang
yang meninggal (akibat kematian).

Anda mungkin juga menyukai