Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MATERI KEDUA

PENGEMBANGAN OBAT
‘’Perancangan Obat Rasional Dan Peran CADD’’

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Titik Sunarni, S.Si., M.Si, Apt

Disusun oleh:

Nurdiana Tandi Pare

202020305R

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2021
1. A. Contoh Penerapan CAAD berdasarkan pendekatan LBDD (Analisis HKSA)
Contoh pada Jurnal :

Judul : Analisis HKSA dan Docking Aktivitas Inhibisi Turunan HEPT terhadap
Enzim Reverse Transcriptase HIV

Penulis : Ani Riani Hasana, Ayik Rosita, Fifteen Aprila Fajrin

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang
disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi oleh Human Immunodeficiency
Virus (HIV). Penyakit ini disebabkan oleh retrovirus dari keluarga Lentiviridae dengan single helix
RNA yang disebut Human Immunodeficiency Virus – HIV [1]. Enzim reverse transcriptase (Enzim
RT) HIV memainkan peran penting dalam replikasi membalikkan transkripsi single helix RNA virus
ke dalam DNA double helix. Oleh karena itu, enzim RT-HIV telah muncul sebagai target utama
untuk pengembangan obat untuk terapi HIV / AIDS [2]-[4]. Senyawa induk 1-[(2- hydroxyethoxy)
metil]-6-(phenylthio) timin (HEPT) beserta turunannya termasuk Non- Nucleosidic Reverse
Transcriptase Inhibitor (NNRTI) yang merupakan salah satu obat inhibitor enzim RT-HIV yang
dikembangkan dan cukup memberikan harapan. Pada jurnal penelitian telah dilakukan modifikasi
terhadap gugus-gugus turunan HEPT dengan tujuan untuk mendapatkan struktur baru yang
diharapkan memiliki kemampuan inhibisi enzim RT HIV lebih baik melalui pendekatan molekuler
dan hubungan kuantitatif struktur aktivitas (HKSA) secara komputasi menggunakan program 2D dan
3D QSAR [5]. Penelitian HKSA ini dilakukan untuk menentukan parameter- parameter kimia fisika
apakah yang memiliki pengaruh aktivitas inhibisi paling kuat dari senyawa turunan HEPT terhadap
enzim RT HIV. Docking digunakan untuk mengetahui kemampuan prediksi dalam nilai energi
inhibisinya dari inhibitor saat berinteraksi dengan enzim RT HIV sehingga didapatkan nilai afinitas
sebagai output.

Metode Penelitian
Bahan
Senyawa penuntun yang digunakan dalam penelitian ini adalah HEPT yang dimodifikasi
strukturnya sehingga didapat 85 senyawa yang telah diketahui nilai aktivitasnya (nilai log 1/C) oleh
Thakur et al. pada 2007 dalam Asian Journal of Biochemistry 2 (2): 84-
100. Modifikasi turunan HEPT (1 - [(2- hydroxyethoxy) metil] -6 - (phenylthio) timin) dilakukan
pada empat daerah (Gambar 1) yaitu dengan mengganti gugus-gugus tersebut dengan gugus-gugus
tertentu [5]. Serta nilai parameter-parameter sifat fisika kimia yang dimiliki senyawa HEPT tersebut,
parameter yang digunakan antara lain parameter sifat fisika kimia non-konvensional seperti
Approximate Surface Area (ASA), Surface Area Grid (SAG), Hydration Energy (HE); parameter
sifat fisika kimia klasik seperti Molar Refractivity (MR), Molar Volume (MV), Parachor (Pc),
Refractive Index (η), Surface Tension (ST), density (d),

Polarizability (α) dan parameter hidrofobik seperti log P enam jenis parameter indikator.
Enzim RT yang digunakan diambil dari Protein Data Bank yaitu kode 1RT1, berisi kompleks
enzim RT HIV dengan MKC-442 [7]. Senyawa MKC-442 merupakan senyawa turunan HEPT
dengan nama struktur 6- (cyclohexylmethyl)-1-(ethoxymethyl)-5-isopropyl- hexahydropyrimidine-
2,4-diol.
Gambar 1 Daerah modifikasi senyawa induk HEPT

Alat
Analisis HKSA menggunakan program Unscrambler dan IBM SPSS Statistics 19 trial version,
data aktivitas biologis ditetapkan sebagai variabel terikat dan parameter- parameter sifat fisika kimia
senyawa ditetapkan sebagai variabel bebas, selanjutnya dibuat persamaan regresi linier versus
parameter- parameter HKSA yang menghasilkan hubungan korelasi r2 maksimal dengan metode
Multiple Linear Regression (MLR) [6]. Docking digunakan untuk mengetahui kemampuan prediksi
dalam nilai energi inhibisinya dari inhibitor saat berinteraksi dengan enzim RT sehingga didapatkan
nilai afinitas sebagai output. Analisis prediksi program Docking menggunaan program Autodock
vina. Preparasi pembuatan ligan senyawa uji menggunakan ChemOffice 2004 trial version.

Hasil Penelitian
Hasil analisa HKSA menjelaskan hubungan antara aktivitas biologis log 1/C berbanding lurus
dengan sifat fisika kimia indeks refraksi (η), Molar Volume (MV), Parachor (Pc), I2 (parameter
yang menunjukkan keberadaan Sulphur pada posisi R2) dan ISP (parameter yang menunjukkan
keberadaan Sulphur pada posisi X). Nilai aktivitas (log 1/C)eksperimental dan nilai aktivitas (log
1/C)prediksi merupakan nilai aktivitas yang diperoleh jika nilai parameter MV, Pc, η, I2, dan ISP
dimasukkan sesuai persamaan. Data residual merupakan selisih nilai aktivitas aktual (log
1/C)eksperimental dengan nilai aktivitas (log 1/C)prediksi. Nilai aktivitas senyawa inhibitor enzim RT
HIV turunan HEPT dan nilai afinitas hasil docking menggunakan Autodock vina tidak ditunjukkan.
Hasil penelitian docking menunjukkan senyawa turunan nomor 80 memiliki dengan afinitas terkecil
sebesar -11.3 kcal/mol. Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa posisi inhibitor senyawa nomor 66
(ligan warna warni) dari hasil menggambar sendiri berhimpit dengan posisi inhibitor MKC-442
(ligan warna hijau) yang telah terikat dengan enzim RT (dari literatur). Hal ini juga dibuktikan dari
hasil log docking yang menunjukkan nilai RMSD 0.000, bahwa grid box yang telah ditentukan
merupakan posisi yang paling tepat untuk melihat binding site pocket enzim RT.
Gambar 2 Perbandingan posisi struktur senyawa nomor 66 (warna warni) dengan struktur MKC-442
(hijau) pada HIV-1 RT (PDB code: 1rt1)

Pembahasan
Analisa HKSA menjelaskan hubungan antara struktur dan aktivitas dari suatu senyawa yang
dinyatakan secara matematis. Untuk mendapatkan suatu persamaan regresi multilinier data aktivitas
biologis yaitu log 1/C ditetapkan sebagai variabel terikat dan sifat fisika kimia senyawa ditetapkan
sebagai variabel bebas. Penentuan persamaan regresi dilakukan dengan menggunakan program
statistik Unscrambler X.1 dan IBM SPSS Statistics 19 trial version. Berdasarkan 85 senyawa turunan
HEPT dari 17 parameter bebas dipilih lima parameter menggunakan bantuan program IBM SPSS
Statistics 19 trial version metode univariate correlation dan stepwise, kemudian menggunakan
program statistik Unscrambler metode Multiple Linier Regression (MLR) diperoleh beberapa
persamaan dengan nilai regresi yang berbeda-beda dan dipilih persamaan yang menunjukkan nilai
regresi terbaik yang mendekati satu.
Langkah pertama membuat korelasi matriks antar delapan belas parameter menggunakan program
Unscrambler metode descriptive statistics. Data korelasi ditampilkan dalam bentuk Tabel, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 1. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan linear dan arah
hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua
variabel memiliki hubungan searah. Sebaliknya jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel
memiliki hubungan terbalik [8].

Tabel 1. Tabel korelasi matriks antar tujuh belas parameter dan aktivitas biologi dari senyawa HEPT
dan turunannya menggunakan program unscrambler metode descriptive statistics.

Senyawa dikatakan semakin aktif sebagai inhibitor enzim RT HIV apabila koefisien variabel
terikat berupa log 1/C semakin tinggi atau harga C semakin rendah. Koefisien dengan nilai positif
akan meningkatkan nilai log 1/C dan koefisien dengan nilai negatif akan menurunkan nilai log 1/C.
Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada nilai koefisien korelasi antara R>0.75-0.99, dengan kata lain
tidak ada parameter yang menunjukkan korelasi yang sangat kuat dengan aktifitas log 1/C. Untuk
memperoleh pemodelan atau persamaan dengan tingkat korelasi yang sangat kuat (R>0.75-0.99)
diperlukan kombinasi multi variat.
Kombinasi multi variat dilakukan dengan pengembangan tahap awal yaitu pemodelan metode
koefisien korelasi pada beberapa parameter. Model terbaik HKSA dengan program unscrambler
dengan metode MLR dihasilkan kombinasi parameter SAG, I2, I6, ISP dan IOH.
Pada penelitian ini proses analisis docking molekulnya menggunakan program Autodock Vina.
Program ini merupakan perbaikan dari edisi sebelumnya yaitu Autodock 4.
Autodock Vina merupakan sebuah program baru untuk docking molekul dan penyaringan virtual
yang memiliki kecepatan dua kali lebih besar daripada Autodock 4. Selain itu, akurasi prediksi modus
pengikat juga lebih meningkat atau lebih baik. Penyiapan ligan uji senyawa HEPT dan turunannya
menggunakan program ChemOffice 2004 trial version. Penyiapan ligan uji diawali dengan
menggambar struktur senyawa menggunakan program ChemDraw Ultra 8.0, kemudian dilanjutkan
membuat bentukan struktur bangun ruang senyawa menggunakan program Chem3D Ultra
8.0. Selain itu pada pembuatan bentukan struktur bangun ruang dilakukan minimasi energi dengan
Molecular Mechanical MM2 Methods dengan pencarian konformasi untuk menghasilkan posisi ligan
yang stabil sehingga diharapkan dapat terikat dengan binding site dari protein (enzim RT HIV).
Pemilihan model MM2 ini karena parameter yang digunakan dalam optimasi selain berdasarkan
konformasi dari struktur ligan uji, tetapi juga berdasarkan perhitungan energi titik tunggal untuk
membandingkan konformasi dari molekul yang sama, dan mencari ruang konformasi dengan
memvariasikan sudut dihedral tunggal [11].
Penyiapan yang dilakukan terhadap protein sebelum dilakukan docking diantaranya adalah
penghilangan air, penambahan atom H, penambahan muatan dan penghapusan ligan atau kofaktor
yang tidak terkait. Protein yang digunakan diambil dari Protein Data Bank (www.pdb.org) yaitu
kode 1RT1 berisi kompleks enzim RT HIV dengan MKC-442 dan air [7]. Senyawa MKC-442
merupakan senyawa turunan HEPT dengan nama struktur 6- (cyclohexylmethyl)-1-(ethoxymethyl)-
5-isopropyl- hexahydropyrimidine-2,4-diol, Senyawa MKC-
442 merupakan salah satu senyawa turunan HEPT yang energi dan afinitas diakui dalam docking
molekulnya. Oleh karena itu dalam penyiapannya pertama-tama penghilangan air dan penghapusan
senyawa MKC-442, kemudian penambahan atom H dan muatan. Pemilihan pdb kode 1RT1 ini
karena senyawa MKC-442 digunakan sebagai validasi. Hasil keluaran docking yaitu output berupa
posisi senyawa ligan inhibitor turunan HEPT yang berikatan dengan protein. Selanjutnya digunakan
software PyMOL untuk melihat posisi senyawa ini dibandingkan dengan posisi MKC-
442 apakah posisi berhimpit dan konfirmasi mirip [12].
Setelah protein dikondisikan murni atau bebas dari senyawa-senyawa pengotor seperti air dan
inhibitor, kemudian diatur posisi grid yang sesuai dengan tempat inhibitor turunan HEPT terikat
(binding site pocket). Setelah dilakukan analisis, didapatkan posisi grid dari enzim RT yaitu
center_x=4.67189; center_y=- 40; center_z=-30.5172 dengan besar volume grid box 30x30x30.
Jarak grid box ini menggunakan ukuran yang sama agar perhitungan RMSD terpusat [13]. Untuk
validasi bahwa posisi tersebut merupakan binding site pocket dari enzim RT maka dilakukan
docking terhadap inhibitor turunan HEPT senyawa nomor 66 yang strukturnya mirip MKC-442 dari
hasil menggambar sendiri dengan MKC-442 yang sudah terikat pada enzim RT. Hasil yang
diperoleh dari analisis tersebut diketahui seperti Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa posisi inhibitor senyawa nomor 66 (ligan warna warni) dari
hasil menggambar sendiri berhimpit dengan posisi inhibitor MKC-442 (ligan warna hijau) yang telah
terikat dengan enzim RT (dari literatur). Hal ini juga dibuktikan dari hasil log docking yang
menunjukkan nilai RMSD 0.000, bahwa grid box yang telah ditentukan merupakan posisi yang
paling tepat untuk melihat binding site pocket enzim RT. Metode yang digunakan dikatakan valid
jika harga RMSD yang diperoleh kurang dari 2 artinya posisi ligan baru semakin dekat posisinya
menduduki ligan literatur sehingga metode yang digunakan akan lebih akurat. Validasi dilakukan
pada binding site pocket ligan dengan 10 kali replikasi [14].
Docking dilakukan dengan exhaustiveness 60, karena semakin besar angka
exhaustiveness kemungkinan senyawa hasil docking semakin berimpit atau mendekati sisi aktif atau
binding site pocket semakin besar [14]. Selanjutnya dilakukan replikasi docking sebanyak 10 kali
pada senyawa nomor 66 dengan enzim RT menggunakan grid box yang telah ditentukan tersebut.
Validasi senyawa nomor 66 dilakukan replikasi sebanyak 10 kali menghasilkan nilai afinitas yang
sama sebesar
-10,4 kcal/mol dengan RMSD sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa valid metode docking
dengan RMSD < 2 [15].
Docking terhadap senyawa ligan uji yang diperoleh dari hasil eksperimen beberapa peneliti
terhadap protein enzim RT dengan program Autodock vina untuk mengetahui interaksi antara
keduanya sehingga didapatkan nilai afinitas sebagai output. Semakin rendah afinitas atau energi
bebas yang dihasilkan maka kompleks inhibitor ligan dengan enzim semakin cepat terbentuk atau
dengan kata lain inhibisi inhibitor terhadap enzim RT HIV akan semakin bagus jika afinitas nilainya
besar jika dibandingkan dengan inhibisi inhibitor terhadap enzim RT HIV jika afinitas yang nilainya
kecil. Afinitas yang satuannya digambarkan dengan besaran kcal/mol juga dapat disebut energi bebas
(∆Gobs) [16]. Tabel 2 menunjukkan nilai aktivitas senyawa inhibitor enzim RT HIV turunan HEPT
dan nilai afinitas hasil docking menggunakan Autodock vina. Afinitas atau energi hasil data docking
menggunakan Autodock Vina diperoleh senyawa no. 80 dengan afinitas terkecil sebesar -11.3
kcal/mol.

Kesimpulan Review
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa menurut HKSA yang berperan dalam aktifitas inhibisi
oleh turunan HEPT sebagai NNRTI melawan enzim RT HIV adalah parameter indeks refraksi (η),
Molar Volume (MV), Parachor (Pc), I2 (parameter yang menunjukkan keberadaan Sulphur pada
posisi R2) dan ISP (parameter yang menunjukkan keberadaan Sulphur pada posisi X). Persamaan
terbaik yang diperoleh dengan 75 senyawa memiliki nilai R=0.9135, R 2 =0.8064, RMSE=0.5104, dan
F=69.4881. Hasil penelitian docking menunjukkan senyawa turunan nomor 80 dengan struktur nama
1 (benzyloxymethyl)-6-(3,5-dimethylphenylthio) -5-ethylpyrimidine- 2,4(1H,3H)-dione memiliki
dengan afinitas terkecil sebesar -11.3 kcal/mol. Saran dari penelitian ini adalah perlu adanya uji lebih
lanjut seperti uji secara in vivo untuk
adj benar-benar membuktikan kemampuan inhibisi senyawa
turunan HEPT sebagai NNRTI terhadap enzim RT HIV.
2. A. Contoh Penerapan CAAD berdasarkan pendekatan SBDD (Docking Moleculer)
Contoh pada Jurnal :

Judul : Desain Turunan Senyawa Leonurine Sebagai Kandidat


Obat AntiInflamasi
Penulis : Ruslin1*, Nindy Rachma Az Yana1, Mesi Leorita1

Inflamasi atau radang merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat.
Inflamasi memiliki angka kejadian yang cukup tinggi, dimana inflamasi dapat disebabkan
oleh trauma fisik, infeksi maupun reaksi antigen dari penyakit seperti terpukul benda tumpul
dan infeksi bakteri pada luka terbuka (timbulnya nanah pada luka) yang dapat menimbulkan
nyeri dan dapat mengganggu aktivitas (Senewe et al., 2013). Inflamasi merupakan suatu
respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia
perusak, atau zat-zat mikrobiologik (Mycek et al., 2001).
Pengobatan terhadap inflamasi pada umumnya menggunakan obat-obat sintetik yaitu obat
antiinflamasi steroid yang merupakan golongan kortikosteroid dan obat golongan
antiinflamasi non steroid (AINS). Dari kedua golongan obat antiinflamasi tersebut yang
paling sering digunakan adalah AINS, karena golongan kortikosteroid dalam jangka panjang
dapat menimbulkan efek samping seperti iritasi lambung, moon face, menekan imunitas dan
tulang keropos (Priyanto, 2010).
AINS merupakan golongan obat yang berkhasiat analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi.
Obat golongan AINS bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin yang memblokir
kedua jenis siklooksigenase (COX). Ibuprofen merupakan obat golongan Antiinflamasi Non
Steroid (AINS) yang banyak digunakan dengan antiradangnya yang baik serta efek samping
yang realtif ringan. (Tjay & Rahardja, 2013). Mekanisme kerja ibuprofen yaitu menghambat
enzim siklooksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat
menjadi prostaglandin G2 (PGG2) terganggu (Haqiqi, 2015). Efek samping yang ditimbulkan
obat golongan AINS yaitu mual, gastritis, dan sakit kepala sehingga pengunaan obat ini harus
dilakukan dengan hati-hati pada penderita tukak lambung (Syarif, 1998). Ibuprofen
menyebabkan efek samping sekitar 5-15% pasien mengalami efek samping gastro intestinal
dan sekitar 10-15% dihentikan karena mengalami efek merugikan (Goodman & Gilman,
1996). Oleh karena itu, perlu dicari alternatif lain dengan pengembangan senyawa obat baru
untuk mengendalikan peradangan dengan efek samping yang relatif kecil.
Menurut Liu et al., (2012) salah satu senyawa yang berpotensi sebagai senyawa untuk
mengendalikan peradangan yaitu leonurin. Leonurin merupakan senyawa alkaloid yang
dihasilkan dari tanaman obat (Leonurus artemisia sp) yang telah dilaporkan menunjukkan anti
apoptotis, anti hipertensi, antipiretik, diuretik, dan anti inflamasi. Leonurin memiliki
kemampuan untuk melawan TNF inflamasi dimana leonurin dapat bekerja dengan cara
menghambat inflamasi vaskuler terkait dengan regulasi molekul. Sehingga leonurin dapat
memberikan dasar molekuler sebagai agen farmakologis baru untuk menekan peradangan
pembuluh darah.
Penemuan senyawa obat baru dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode in vivo,
in vitro, dan in silico. Setiap metode memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing.
Metode in vivo dilakukan dengan mengunakan organisme hidup sehingga membuat metode
ini memiliki hasil uji yang cukup menjanjikan dalam pengembangan senyawa obat. Begitu
pula dengan studi in vitro menggunakan media yang diserupakan dengan kondisi tubuh
sehingga hasilnya pun mendekati dengan tujuan akhir yaitu penggunaan kepada manusia.
Studi in silico sendiri merupakan metode yang digunakan pada pengembangan senyawa obat
dengan menggunakan media simulasi misalnya komputer. Metode yang digunakan pada
metode in silico tergantung pada informasi yang didapat sebagai input dan tipe dari hasil yang
dibutuhkan sebagai output. Misal jika struktur tiga dimensi dari protein target telah diperoleh,
maka metode yang dapat digunakan adalah structure based drug design (SBDD) contohnya
moleculer docking (Motiejunas & Wade, 2004). Metode molecular docking atau penambatan
molekuler diaplikasikan pada beberapa tingkat dari proses pengembangan obat untuk tiga
tujuan utama yaitu memprediksi model ikatan dari ligan yang diketahui aktif, pencarian ligan
baru menggunakan in silico screening atau virtual screening dan memprediksi afinitas ikatan
dari beberapa seri senyawa aktif (Leach et al., 2006). Keunggulan dari in silico sendiri yaitu
biaya dan waktu yang dikeluarkan untuk proses desain senyawa dengan menggunakan
komputer relatif sedikit dan dapat diperoleh lebih banyak model senyawa baru dengan biaya
relatif murah dan mudah dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas maka sangat relevan dilakukan studi in silico desain turunan
senyawa leonurin sebagai kandidat obat anti inflamasi dengan metode docking.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian :perangkat keras (Hardware) dan perangkat lunak
(Software). Perangkat keras yang digunakan adalah laptop TOSHIBA Satellite c800-1024, Processor
Intel Celeron 1000 M 1.7 GHz, RAM 2 GB, HDD 320 GB, Grafis Intel VGA GMA, Intel HD Graphics.
Perangkat lunak yang digunakan adalah ChemDraw Professional 15.0, dan HyperChem 8.0, Open
Babel Graphical User Interface (Obabel GUI), AutoDock, dan Discovery Studio Visualizer (DSV).

Metode

Pengunduhan makromolekul protein sebagai target docking

Makromolekul COX-2 diunduh dari situs http://www.rcsb.org.pdb dengan PDB ID 6COX. Data
makromolekul disimpan dalam format *pdb.

Pemodelan struktur molekul

Senyawa leonurin dan turunannya serta ibuprofen (pembanding) dibuat struktur dua
dimensinya menggunakan software ChemDraw Professional 15.0. dan disimpan dalam dalam
format *mol. Invoke Model Builder menggunakan HyperChem, kemudian dilakukan optimasi
geometri dengan metode AM1 dengan nilai RMS Gradient sebesar 0,1 kkal/mol dan disimpan
dalam format *mol. Proses yang telah dijelaskan dilakukan untuk turunan senyawa yang akan
dirancang.
Validasi metode docking

Validasi metode docking dilakukan dengan menambatkan ligan alami dari reseptor COX-2 menggunakan
software AutoDock 4.2. dengan koordinat X=71.06, Y=28.441, Z= 25.961 dan ukuran gridbox X=50, Y=50,
Z=50. Metode docking dikatakan baik jika nilai RMSD (Root Mean Square Deviation) antara konformasi pose
hasil docking dan kristalografi  2Å (Fikry, 2014). Penambatan molekul (Docking)

Proses penambatan molekul dilakukan dengan menambatkan senyawa leonurin dan


turunannya terhadap reseptor COX-2. Penambatan terlebih dahulu dilakukan preparasi
makromolekul dengan menggunakan Autodock Tools dan disimpan dalam format *pdb.
Preparasi tersebut dilakukan untuk memisahkan protein dari pelarut dan ligan atau residu
lainnya. Struktur protein dan ligan yang telah diperoleh dalam bentuk *.pdb kemudian
dikonversi ke file berformat*.pdbqt dan ditentukan parameter yang digunakan dalam proses
penambatan menggunakan aplikasi Autodock Tools. Hasil penambatan dievaluasi
menggunakan Discovery Studio visualizer (DSV).

Evaluasi penilaian hasil docking

Penilaian hasil penambatan molekul berupa energy bebas ikatan (ΔG) senyawa leonurin dan
turunanya dengan obat inflamasi golongan AINS (Anti-Inflammatory Non Steroid) yang
beredar (ibuprofen) serta interaksinya terhadap residu asam amino dari reseptor COX-2. Nilai
ΔG yang semakin kecil merupakan parameter kestabilan konformasi antara ligan dengan
reseptor (Arwansyah et al., 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perancangan dan desain turunan

Perancangan dan desain senyawa turunan leonurin dengan menggunakan ChemDraw Professional

15.1. Dasar perancangan dan desain untuk turunan senyawa leonurin dilakukan dengan menambah
rantai induk, mengganti dan menambahkan gugus tertentu pada rantai yang kemudian menghasilkan
senyawa turunan dalam bentuk 2 dimensi (2D) (Tabel 1).
Tabel 1. Perancangan Turunan Leonurin

Nama Ligan Turunan Leonurin Nama Kimia


OCH3

4-guanidinbutil 4hidroks-3,5-dimetoksi
HO
NH

Leonurin
H3CO
O
N
H
NH2 benzoate
O

OCH3

HO
N-etil-4-hidroksi-3,5-dimetoksi
Turunan-1
benzamida
H
N CH 3
H3CO

O
OCH3

HO

Turunan-2 O
Propil4-hidroksi-3,5-dimetoksibenzoate
H3CO CH3

O
OCH3

Turunan-3 6-hidroksi heksil 4-hidroksi-3,5-


HO

H3CO
O
OH dimetoksi benzoat
O
OCH3

Turunan-4 4-amino butil 4-hidroksi-3,5-dimetoksi


HO

H3CO
O
NH2 benzoat
O
OCH3

Turunan-5 Heptil 4-hidroksi-3,5-dimetoksibenzoat


HO

O
H3CO CH3

O
OCH3

HO

2-hidroksi etil 4-hidroksi-3,5-dimetoksi


O
H3CO OH
benzoat
Turunan-6 O

OCH3

HO
NH2

O
H3CO N NH2

Turunan-7 O 2-(diamina metil amina) etil 4-hidroksi-


3,5-dimetoksi benzoat
OCH3

HO
NH2

Turunan-8 O 6-amina-7-oksooktill 4-hidroksi-3,5-


dimetoksi benzoat
H3CO N NH2

O
OH OCH3

O NH2

O CH3
H3CO

Turunan-9 O O 4-((6-amina-7-oksooktiloksi) karbonil)-


2,6-dimetoksi asam benzoate
OCH3

HO
NH2
H H
N N CH3
H3CO

Turunan-10 O NH O
1-(4-amina-5-oksoheksil)-3-(4-hidroksi-
3,5-dimetoksi benzoil) guanidine
OH OCH3

O NH2
H H
N N CH3
H3CO

Turunan-11 O NH O
4-((3-(4-amina-5-oksoheksil) guanidin)
karbonil)-2,6-dimetoksi asam benzoat
OCH3

HO

O CH3
H3CO N

O CH3
Turunan-12 2-(dimetil amina)ethyl 4-hidroksi-3,5-
dimetoksi benzoat
OH OCH3

O
H
NH2
H 4-((3-(4-amina-4-karboksi butil)
guanidin) karbonil)-2,6-dimetoksi asam
N N OH
H3CO

Turunan-13 O NH O
benzoat
NH2 OCH3
H H
HO N N

NH O NH2
H3CO

Turunan-14 O
3-amina propil 4-(3-(4-amina-5-hidroksi
pentyil) guanidin)-3,5-dimetoksi benzoat
NH2 OCH3
H H
HO N N

4-(dimetil amina) butil 4-(3-(4-amina-5-


NH O
H3CO N
CH3
hidroksi pentil) guanidin)-3,5dimetoksi
Turunan-15 O CH3 benzoat
OCH3
HN
H3C

O
H3CO NH2

Turunan-16 O
4-amina butil 3,5-dimetoksi-4-(propil
amina) benzoat
NH2 OCH3
HN
OH

O
H3CO NH2

O
Turunan-17 4-amino butil 4-(2-amina-2-hidroksi ethil
amina)-3,5-dimetoksi benzoat
Validasi metode docking

Tahap validasi dilakukan menggunakan software AutoDock Tools dengan tujuan agar
diperoleh parameter yang sesuai dalam proses penambatan molekul. Validasi ini dilakukan
dengan caramenentukan nilai RMSD dengan melakukan perbandingan antara ligan alami
dengan senyawa hasil desain, konformasi dari ligan alami diperingkatkan berdasarkan nilai
energi bebas Gibs terkecil hingga terbesar. Nilai energi bebas Gibs yang kecil menunjukan
bahwa konformasi yang terbentuk adalah stabil. Nilai energi bebas Gibs yang
besarmenunjukan kurang stabilnya konformasi molekul (Schneider & Baringhaus, 2008).

Nilai RMSD adalah nilai penyimpangan antara satu konformasi ligan yang menyatakan
kesalahan padaprediksi interaksi antara ligan-reseptor. Artinya, jika nilai RMSD kecil maka
konformasi yangdiperoleh baik dan sebaliknya. Penambatan molekul diawali
dengandilakukan penambatan ligan alami S58 (1-phenyl sulfonamide-3-trifluoromethyl-5
para bromo phenylpyrazole) dengan reseptor protein COX-2. Penambatan yang dilakukan
menghasilkan 100 konformasi ligan yang berbeda. Konformasi-konformasi tersebut
diperingkatkandan dipilih konformasi terbaik dengan nilai RMSD 0,31 Å(Gambar 1), energi
bebas Gibs -10,50 kkal/molartinya konformasi tersebut mendekati konformasi sinar-X ligan
alami.
Gambar 1. Penambatan molekul ligan alami (konformasi sinar-X) dengan ligan alami konformasi 4. Keterangan:
warna abu-abu = ligan alami sebelum docking, warna merah muda = ligan alami setelah docking.

Berdasarkan Gambar 1menunjukkan penambatanligan alami pada konformasi terbaik setelah


ditumpang tindihkan dengan konformasi ligan alami sebelum penambatan molekul. Terlihat
bahwa kedua konformasi menunjukkan pose yang tidak jauh berbeda sehingga parameter
yang digunakan sudah memenuhi kriteria validitas penambatan molekul.

Penambatan molekul (docking)

Penambatan molekul dilakukan dengan ligan leonurin dan turunannya, serta ibuprofen
terhadap protein COX-2 menggunakan AutoDock 4.2. Penambatan molekul dilakukan untuk
memperoleh prediksi energi bebas Gibs serta konformasi terbaik dari ligan ketika berikatan
dengan reseptor yang merupakan parameter afinitas dan kestabilan konformassi antara ligan
dengan reseptor (Tabel 2).
Visualisasi hasil docking

Hasil penambatan molekul divisualisasi menggunakan Discovery Studio Visualizer untuk melihat
interaksi ikatan hidrogen dan jarak ikatan hidrogen yang terjadi antara ligan dengan reseptor.
Visualisasi interaksi ikatan hidrogen dapat dilihat di Gambar 2 dan Tabel 2.

Gambar 2. Interaksi ligan alami konformasi 4 dengan reseptor COX-2. Ket: warna biru = ligan alami, warna merah = asam
amino yang membentuk ikatan hidrogen, warna jingga = asam amino yang saling berikatan.
Tabel 2.Hasil perhitungan energi bebas ikatan (ΔG) dan interaksi ikatan hidrogen

Kode ∆G Jumlah
Hidrogen (Å)
O
lGugus amina primer 1,96
(Tyr936)
O 2,14
T-1 -6,84 3 Gugus fenol
(Ala750)
H
Gugus karbonil 2,34
(His939)
O
Gugus fenol 2,23
(Ala750)
HN
Gugus karbonil 2,41
(Thr763)
T-8 -7,64 4 H
Gugus karbonil 1,93
(Asn933)
H 2,08
Gugus karbonil
(His939)
O
Gugus amina primer 1,85
(Tyr936)
O
Gugus fenol 2,21
(Ala750)
O
T-10 -7,90 5 Gugus amina sekunder 2,16
(Asn933)
HN
Gugus karbonil 2,07
(Thr763)
H
Gugus karbonil 2,01
(Asn933)
O
Gugus amina primer 2,08
(Tyr936)
Gugus amina primer O 2,28
Atom Yang Terlibat / LIGAN Jarak
T-11 -7,95 5 (Phe761)
HN
Gugus karbonil 2,03
(Thr763)
H
Gugus karbonil 1,92
(Asn933)
O
Gugus amina primer 2,29
(Tyr936)
O
Gugus hidroksi 1,91
(Trp938)
OH
Gugus hidroksi 2,26
(Tyr699)
O
Gugus hidroksi 1,95
(Thr763)
O
Gugus karbonil 2,27
(Asn933)
T-13 7,66 10 O
Gugus hidroksi 2,01
(Asn933)
H
Gugus karbonil 2,45
(His758)
HN
Gugus hidroksi 2,18
(Thr763)
H
Gugus hidroksi 1,68
(Asn933)
HN
Gugus hidroksi 2,34
(Leu942)
O
Gugus amina primer 2,10
(Thr763)
O
Gugus amina sekunder 2,15
(Glu841)
O
T-15 -6,90 5 Gugus amina sekunder 2,21
(Glu841)
H
Gugus metoksi 2,30
(Thr763)
H
Gugus hidroksi 2,29
(Gln840)

Turunan senyawa leonurin yang paling baik dalam menghambat COX-2 sebagai
kandidat obat anti inflamasi

Docking merupakan interaksi penambatan antara ligan dan protein yang digunakan
untuk prediksi posisi dan orientasi ligan ketika terikat pada reseptor protein (Girija
et al., 2010). Ligan-reseptor yang saling berinteraksi akan cenderung berada pada
kondisi energy yang paling rendah, kondisi tersebut menyebabkan molekul akan
berada pada keadaan yang stabil sehingga semakin kecil harga ΔG interaksi ligan
dengan reseptor akan semakin stabil (Arwansyah et al., 2014).

Hasil visualisasi tiga dimensi (3D) pada area penambatan ligan dan reseptor dapat
menunjukkan ikatan hidrogen. Interaksi ikatan hidrogen antara ligan dan reseptor
dapatmempengaruhi aktivitas senyawa serta adanya jarak ikatan antara salah satu
atom ligan dengan atom reseptor akan mempengaruhi kekuatan ikatan (afinitas)
ligan-reseptor. Ikatan hidrogen yang baik memiliki jarak ˂ 2,8 Å. Semakin
kecil jarak ikatan hidrogen antara ligan dengan residu asam amino penting pada
reseptor maka kekuatan afinitas keduanya semakin besar (Qoonita & Daryono,
2012).

Ikatan hidrogen adalah interaksi yang terbentuk antara atom hidrogen dengan atom
yang memiliki nilai keelektronegatifan tinggi. Ikatan hidrogen mempunyai kekuatan
berikatan dengan reseptor dan juga bisa lepas ikatannya setelah terjadi ikatan dan
adanya reaksi (Syahputra et al., 2014). Ikatan hidrogen melibatkan interaksi atom
hidrogen yang terikat dengan atom elektronegatif seperti flour (F), nitrogen (N),
oksigen (O). Nilai donor dan akseptor ikatan hydrogen berhubungan dengan
aktivitas biologis dari suatu molekul obat. Ikatan hydrogen dapat mempengaruhi
sifat-sifat kimia-fisika senyawa,seperti titik didih,titik lebur, kelarutan dalam air,
kemampuan dalam pembentukan kelat dan keasaman. Perubahan sifat-sifat tersebut
dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis senyawa (Glowacki et al., 2013).

Berdasarkan data pada tabel2 diperoleh nilai ∆G terkecil pada ligan turunan 11 (T-
11) yaitu sebesar - 7,95 kkal/mol. Hal ini mengindikasikan bahwa memiliki afinitas
yang paling baik diantara semua ligan. Nilai energi bebas ikatan yang kecil
menunjukkan bahwa konformasi yang terbentuk adalah stabil. Semakin rendah nilai
energi bebas ikatannya maka semakin stabil interaksi ligan tersebut terhadap reseptor
dan afinitas ligan terhadap reseptor semakin kuat (Schneider & Baringhaus, 2008).

Perbandingan antara ∆G turunan terbaik dengan ibuprofen

Ibuprofen termasuk obat anti inflamasi non steroid (AINS) turunan asam propionat.
Obat ini dapat meredakan rasa sakit ringan hingga menengah, serta mengurangi
peradangan. Ibuprofen merupakan obat anti inflamasi yang baik dan banyak
digunakan sehingga dipakai sebagai pembanding (Aryani dan Purwandi, 2016). Pada
penelitian ini, didapatkan turunan terbaik yaitu turunan 11 (T-11) dengan nilai
sebesar -7,95 kkal/mol sedangkan ibuprofen (P/I) dengan nilai sebesar -6,14
kkal/mol.Interaksi turunan 11 (T-11) dan iburofen dengan reseptor COX-2 dapat
dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 3.

Tabel 3. Turunan terbaik dengan ibuprofen


Jumlah Atom yang terlibat Jarak
∆G
Nama Ligan Ikatan Ikatan
(kkal/mol) Ligan Reseptor
Hidrogen (Å)
O
Gugus amina primer (Tyr936) 2,10
O
Gugus amina primer (Asn933)
2,15
Turunan 11 O
(T-11)
-7,95 5 Gugus amina sekunder (Phe761)
2,21
HN
Gugus karbonil 2,30
(Thr763)
H
Gugus amina sekunder (Gln840) 2,29
O
Pembanding/ Gugus hidroksi 2,04
(Tyr936)
Ibuprofen -6,14 2
H
(P/I) Gugus hidroksi (Thr757)
2,03

Berdasarkan data di atas, turunan 11 (T-11) merupakan turunan terbaik diantara


ligan induk dan turunan lainnya maupun ligan pembanding.

(a) (b)

Gambar 3. Interaksi ligan (a) Turun 11, dan (b) ibuprofen, dengan reseptor COX-2

KESIMPULAN REVIEW

Berdasarkan pendekatan in silico dengan metode molecular docking senyawa


leonurin dan turunannya dapat dijadikan sebagai kandidat obat anti inflamasi dalam
menginhibisi enzim COX-2, dengan hasil terbaik yang didapatkan pada ligan
turunan 11 dengan nilai ∆G sebesar -7,95 kkal/mol dan membentuk interaksi ikatan
hidrogen dengan 5 residu asam amino diantaranya :Tyr936 (O), Asn933 (O), Phe761
(O), Thr763 (HN), Asn933 (H) bila dibandingkan dengan ibuprofen (-6,14 kkal/mol)
sebagai pembanding.
3. Pendekatan desain obat berbasis struktur dan desain obat berbasis ligan.
Contoh pada Jurnal :

Judul : Kajian Pendekatan Penempatan Ligan pada Protein


Menggunakan Algoritma Genetika

Penulis : Hartanto Setiawan dan Mohammad Isa Irawan

Sering berkembangnya teknologi informasi, komputasi pengolahan data menjadi


lebih cepat untuk dilakukan. Salah satu bidang teknologi yang berkembang sekarang ini
adalah komputasi biologi. Komputasi biologi adalah bidang ilmu yang berfokus pada
penyusunan sebuah model matematika dalam menyelesaikan dan menganalisis masalah
sekuen biologi. Selain itu dalam perkembangan komputasi biologi juga digunakan untuk
menemukan prinsip-prinsip baru yang mendasar dalam ilmu biologi seperti pencarian obat.
Komputasi pada bidang biologi atau dikenal sebagai bioinformatika, pada umumnya
merupakan kombinasi biologi dan komputasi dimana menggunakan aplikasi dari alat
komputasi dan analisis untuk menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi. Salah
satu nya seperti perkembangan teknologi DNA rekombinan merupakan suatu pengetahuan
baru dalam rekayasa genetika organisme yang dikenal sebagai bioteknologi.
Bidang kajian bioinformatika yang sedang berkembang sekarang ini adalah molecular
docking (penempatan molekul). Molecular docking merupakan metode berbasis genetika
yang dapat digunakan untuk mencari pola interaksi yang paling tepat dan melibatkan antara
dua molekul, yaitu reseptor dan ligan. Ligan sendiri merupakan molekul sinyal kecil yang
terlibat dalam kedua proses anorganik dan biokimia.
Molecular docking bertujuan meniru peristiwa interaksi suatu molekul ligan dengan
protein yang menjadi targetnya pada uji in-vitro [1]. Molecular docking dapat
diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan fleksibilitas molekul yaitu Rigid Docking
(bersifat rigid/kaku), semi-fleksible docking (bersifat semi fleksibel) dan fleksible
docking (bersifat fleksibel). Tujuan dari docking adalah untuk mencapai konformasi
protein dan ligan yang optimal. Docking membantu dalam mempelajari obat / ligan atau
interaksi reseptor / protein dengan mengidentifikasi situs aktif yang cocok pada protein,
mendapatkan geometri terbaik dari kompleks ligan – reseptor. Docking menjadi dasar
untuk penemuan obat secara simulasi komputasi. Langkah pertama dari desain obat
dibantu komputer adalah menemukan situs pengikatan ligan protein, yang merupakan
kantong atau celah pada permukaan protein yang digunakan untuk mengikat ligan (obat
terlarang) [2].
Dengan peningkatan jumlah struktur biologi molekul yang tersedia, pendekatan
docking telah menjadi alat yang sangat penting dan berguna dalam penemuan obat
rasional berbasis struktur dan desain [2]. Untuk reseptor protein dengan struktur tiga
dimensi yang dikenal, masalahnya docking ligan-protein pada dasarnya terdiri dalam
memprediksi konformasi terikat ligan molekul dalam situs aktif protein.
Berbagai metode komputasi telah dikembangkan untuk menentukan struktur dan fungsi
protein dan mempelajari lebih lanjut tentang protein lipat mekanisme [3]. Efisien
komputasi teknik dapat membantu untuk memecahkan masalah struktur protein (yaitu
Homologi pemodelan, threading dan ab initio), yang memungkinkan aplikasi yang
beragam dalam banyak bidang penelitian scientifik [3]. Pengetahuan tentang struktur 3D
protein ini juga sangat penting untuk studi mitra makromolekul lain dengan siapa mereka
dapat berinteraksi. Selain itu dengan penerapan komputasi dalam hal ini juga dapat
mengurangi biaya yang sangat besar, dan menghemat waktu dalam rekombinasinya, serta
mempermudah dalam perhitungan kompleks suatu rekombinasi. Dalam hal ini masalah
utama docking adalah sulit optimasi yang melibatkan banyak derajat kebebasan, dan
pengembangan efisien docking algoritma dan metodologi akan menjadi manfaat besar
dalam desain obat baru. Dalam hal ini pendekatan algoritma optimasi sangat membantu
optimasi untuk mendapatkan desian obat secara simulasi. Kombinasi dari algoritma
genetika (GA) [4][5], rotamer Perpustakaan dan dinamika molekular (MD) atau normal
mode (NM) [6][7], dapat merupakan pendekatan yang baik untuk melakukan docking
studi. Algoritma genetika juga dapat digunakan untuk menyelesaiakan permasalahan
CVRP, Penempatan pegawai, penjadwalan, optimasi BTS, dll.
Berdasarkan latar belakang diatas, bagaimana mengenai pendekatan penempatan ligan pada
protein. Jenis molecular docking yang digunakan adalah fleksible docking. Pendekatan yang
digunakan adalah algoritma genetika. Algoritma genetika digunakan untuk rekombinasi dan
untuk mencari kombinasi terbaik dari struktur konformasi protein digunakan untuk
rekombinasi dan untuk mencari kombinasi terbaik dari struktur konformasi protein.

I. PERANCANGAN PROGRAM
A. Data Protein dan Ligan

Data yang digunakan adalah protein dari virus plasmodium malariae (Malaria) dan virus
dengu (DBD). Ligan yang digunakan adalah ligan dari tumbuhan kina dan tumbuhan jambu
merah. Tumbuhan kina diasumsikan sebagai obat dari penyakit Malaria sedangkan
tumbuhan jambu merah diasumsikan sebagai obat dari penyakit DBD. Protein menggunakan
jenis docking protein-ligand docking serta flexibel docking. Pemodelan sekuen diperlukan
untuk mendapatkan nilai parameter untuk menghitung energi dari docking molecule.
Pemodelan sekuen menggunakan web : http://swissmodel.expasy.org/ .
B. Algoritma Genetika
Algoritma genetika digunakan sebagai solusi pemencahan permasalahan docking
molecule. Algoritma genetika menghasilkan kromosom acak bernilai 0 atau 1 dimana
kromosom merepresentasikan solusi penempatan ligan pada protein sesuai dengan binding
site protein. Algoritma genetika akan berhenti saat melebihi maksimum generasi. Tahap
awal adalah dibangkitkan kromosom awal kemudian kromosom diterjemahkan untuk
dilakukan perhitungan nilai fitness. Tahap selanjutnua adalah operator algoritma genetika
meliputi seleksi, crossover, dan mutasi. Proeses seleksi menggunakan metode roulette
sedangkan proses crossover menggunakan one-point crossover. Sebelum dilakukan operator
genetika dilakukan perhitungan nilai fitness. Setelah tahap mutasi di bangkitkan individu
baru dan dilakukan proses seperti tahap awal hingga generasi melebihi maksimum generasi.
1. Teknik Penyandian
Teknik penyandian disini meliputi penyadian gen dari kromosom. Gen merupakan bagian
dari kromosom. Selain itu kromosom diasumsikan sebagai solusi dari permasalahan
penempatan docking. Satu gen biasanya akan mewakili satu variabel. Gen dapat
dipresentasikan dalam bentuk: string bit, pohon, array bilangan real, daftar aturan, elemen
permutasi, elemen program, atau representasi lainnya yang dapat diimplementasikan untuk
operator genetika.
2. Prosedur Inisialisasi
Ukuran populasi tergantung pada masalah yang akan dipecahkan dan jenis operator
genetika yang akan diimplementasikan. Setelah ukuran populasi ditentukan, kemudian
harus inisialisai terhadap kromosom yang terdapat pada populasi tersebut. Inisialisasi
kromosom dilakukan secara acak, namun demikian harus tetap memperhatikan domain
solusi dan kendala permasalahan yang ada.
C. Fungsi Evaluasi
Ada 2 hal yang harus dilakukan dalam melakukan evaluasi kromosom, yaitu: evaluasi
fungsi objektive (fungsi tujuan) dan konversi fungsi objektive kedalam fungsi fitness.
Secara umum, fungsi fitness diturunkan dari fungsi objektive dengan nilai tidak negatif.
Apabila ternyata fungsi objektive memiliki nilai negatif, maka perlu ditambahkan suatu
konstanta C agar nilai fitness yang terbentuk menjadi tidak negatif. Penentuan
parameter
Yang disebut parameter disini adalah parameter kontrol algoritma genetika, yaitu:
ukuran populasi (popsize), peluang crossover (Pc), dan peluang mutasi (Pm). Nilai
parameter ini ditentukan juga berdasarkan permasalahan yang akan dipecahkan.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Algoritma Genetika dalam Docking Molecule


Algoritma genetika pada docking molecule untuk penempatan ligan pada protein.
Diagram Alur untuk Algoritma Genetika pada docking molecule dapat dilihat pada
Gambar 3.

Tidak

Ya

Gambar 3. Alur proses algoritma genetika.

Algoritma genetika digunakan sebagai sebuah solusi docking. Setiap individu merupakan
solusi permasalahan dari protein-ligan docking, dimana individu merupakan posisi ligan
sebagai reseptor dari protein [5]. Oleh karena itu, konformasi ligan diwakili oleh kromosom
yang dibentuk oleh nyata saat gen yang mewakili ligan translasi, orientational dan
konformasi derajat kebebasan. Penelitian molekul docking memfokuskan pada produk
simulasi Proses pengenalan molekuler. Hal ini bertujuan untuk mencapai konformasi
dioptimalkan untuk kedua protein dan ligan dan relatif orientasi antara protein dan ligan
sedemikian rupa sehingga energi bebas dari sistem keseluruhan diminimalkan.
Algortima genetika digunakan sebagai pemecahan solusi pada docking ligan protein.
Algoritma genetika digunakan untuk membangun atau mengenerate titik penempatan. Titik
penempatana dilakukan pada binding site atau sisi aktif sebagai reseptor untuk proses
docking. Dalam algoritma genetika terdapat istilah generasi, populasi, individu, kromosom
serta alel.
1. Alel adalah nilai dari gen.
2. Kromosom adalah gabungan gen-gen yang membentuk nilai tertentu.
3. Individu adalah satu nilai atau keadaan yang menyatakan salah satu solusi yang
mungkin dari permasalahan yang diangkat.
4. Populasi adalah sekumpulan individu yang akan diproses bersama dalam satu siklus
proses evaluasi
Generasi adalah satu siklus proses evolusi atau iterasi dalam algoritma genetika

a. Setelah diperoleh panjang bit kromosm kemudian dilakukan inisialisasi acak dengan
cara memberikan nilai biner 1 atau 0 secara acak untuk setiap alel dari gen.
b. Kemudian bilangan biner pada setiap individu yang telah diperoleh dari tahap
inisialisasi acak diubah ke dalam bentuk decimal.
110 = (22 ∗ 1) + (21 ∗ 1) + (20 ∗ 0) = 4 + 2 + 0 = 6
c. Nilai decimal yang diperoleh kemudian dicocokan dengan urutan random binding site
yang diperoleh dari tahap pembentukan individu. Kemudian dihitung nilai evaluasi
atau nilai fitness dengan index posisi sesuai dengan binding site. Jika nilai hasil
perubahan biner ke decimal melebihi atau tidak cocok dengan urutan random dair
inding site maka tidak dapat dilakukan docking sehingga nilai evaluasi bernilia 0
dengan kata lain sekuen tidak memenuhi.
d. Tahap selanjutnya adalah operator algoritma genetika. Dalam algoritma genetika,
operator yang digunakan ada 2 yaitu
1. Operasi Evaluasi yang melibatkan proses seleksi (selection) didalamnya.
2. Operasi Genetika yang melibatkan operator pindah silang (crossover) dan mutasi
(mutation)
e. Tahap seleksi digunakan untuk memilih individu-individu mana saja yang akan
dipilih untuk proses kawin silang dan mutasi. Langkah pertama yang dilakukan
dalam seleksi adalah pencarian nilai fitness. Nilai fitnesss akan digunakan pada
tahap-tahap seleksi berikutnya. Masing- masing individu dalam selskis akan
menerima probabilitas reproduski yang tergantng pada nilai obyektif terhadap nilai
obyektif dari semua individ dalam seleksi tersebut.
Tahap Selanjutnya adalah kawin silang atau (crossover). Kawin silang adalah operator
dari algoritma genetika tidak melibatkan dua induk untuk membentuk kromosom baru.
Pindah silang menghasilkan titik baru dalam ruang pencarian yang diuji. Operasi ini
tidak selalu dilakukan pada semua individu yang ada. Individu dipilih secara acak untuk
dilakukan crossing dengan probabilitas kawin silang antara 0 sampai dengan 1. Jika
dipindah silang tidak dilakukan, maka nilai induk akan diturunkan kepada keturunan.
Gambar 5. Diagram alir proses crossover.

j. Tahap selanjutnya mencari nilai minimum dari semua generasi. Hasil digunakan untuk
cek homology kecocokan hasil docking dengan menggunakan software MATLAB
A. Hasil Implementasi dan penyejajaran sekuen

Hasil dari implementasi menggunakan algoritma genetika dapat dilihat pada tabel 1
dimana menghasilkan nilai evaluasi dan posisi dari penempatan ligan pada protein.
Tabel 1.

Hasil implementasi

No Protein Ligan Nilai evaluasi Posisi

1 Malaria Kina -18234.47 134

2 Malaria Jambu merah -13851.972 41

3 DBD Kina -3291.149 28

4 DBD Jambu merah -3833.07 52

Implementasi juga menggunakan software PLANTS (Protein- Ligand ANT System).


PLANTS menggunakan algoritma Ant Colony (koloni semut) untuk docking molecule.
Tabel 2 merupakah hasil implementasi dengan software PLANTS.

Hasil implementasi menggunakan java parameter yang digunakan adalah parameter


CHARMM dengan nilai hasil docking evaluasi sekitar -13254.93. Implementasi
menggunakan software PLANTS parameter yang digunakan adalah parameter GOLD
didapatkan nilai 9898.66 Terlihat bahwa nilai yang dihasilkan memiliki selisih yang besar
di karena pamater yang digunakan berbeda. Tahap selanjutnya adalah penyejajaran sekuen
hasil docking dengan sebelum docking. Pada tabel 3 menunjukan hasil pensejajaran untuk
protein virus Malaria dan DBD, untuk ligan adalah kina dan jambu merah. Dari tabel
terlihat untuk protein virus malaria dan ligan kina memiliki persentasi kemiripan nilai lebih
kecil sama dengan dibandingkan dengan protein virus malaria dan ligan jambu merah.
Kemudian dari tabel juga terlihat untuk protein virus DBD dan ligan jambu merah memiliki
persentasi kemiripan nilai lebih kecil dibandingkan dengan nilai dari protein virus DBD dan
ligan kina. Persentasi kemiripan mempengaruhi suatu docking, untuk nilai persentasi
kemiripan (homologi) kecil maka protein tersebut sudah memiliki sifat yang berbeda dari
sekuen awal protein.

KESIMPULAN REVIEW
Berdasarkan analisis terhadap hasil pengujian program, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa Algoritma Genetika dapat diterapkan untuk molecule docking ligan dan protein
dengan protein virus malaria dan DBD, ligan tumbuhan kina dan jambu merah. Penerapan
algoritma genetika dalam docking tidak berlaku untuk semua protein dan ligan. Dalam
penerapannya tingkat homologi mempengaruhi keberhasilan. Semakin tinggi homologi
sekuen setelah docking dan sekuen awal virus, maka docking tidak berhasil. maka docking
tidak berhasil.

Anda mungkin juga menyukai