Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM DESAIN DAN PENGEMBANGAN

OBAT
PEMODELAN FARMAKOFOR (PHARMACOPHORE
MODELING)

Ahmad Fauzi
260110140147

Asisten Laboratorium:
Riska Prasetiwati
Yuda Hardianto

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI DAN KIMIA MEDISINAL


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
PEMODELAN FARMAKOFOR (PHARMACOPHORE MODELING)

I. Tujuan
Membuat dan menentukan farmakofor dari suatu kompleks ligand-protein
yang terdapat di Protein Data Bank http://www.rcsb.org/, dengan menggunakan
software premium LigandScouth.

II. Prinsip
a. Farmakofor
Farmakofor adalah kelompok senyawa yang berperan sebagai bagian penting
dalam suatu obat. Selain itu, farmakofor juga dapat didefinisikan sebagai susunan
geometrik atom atau gugus fungsi yang dapat menghasilkan respon biologi.
Menurut IUPAC, farmakofor adalah suatu kelompok dengan sifat sterik dan
elektronik yang dibutuhkan untuk memastikan interaksi supramolekular optimal
dengan target biologis dan untuk memicu atau memblok respon biologis (Hajare et
al., 2011).
b. Ligan
Ligan adalah suatu molekul (obat, hormon, neurotransmitter) yang berikatan
dengan reseptor. Ikatan antara ligan dan reseptor dapat bersifat spesifik dan
reversibel. Akibatnya, reseptor dapat menjadi aktif ataupun sebaliknya menjadi
tidak aktif. Aktivasi reseptor dapat meningkatkan ataupun menurunkan fungsi sel.
Satu jenis ligan dapat berinteraksi dengan berbagai tipe reseptor (Farinde, A. 2016).
c. High-Throughout Screening (HTS)
HTS merupakan suatu Teknik terbaru yang digunakan dalam desain obat dan
dapat diaplikasikan dalam ilmu biologi maupun kimia. HTS merupakan proses
dalam skrining dan assaying banyak modulator biologis dan efektor tertentu dan
spesifik target. Tujuan utama dari teknik ini adalah untuk mempercepat penemuan
obat baru dengan meng-skrining senyawa besar dengan cepat. Selain itu, dengan
metode ini, dapat menurunkan biaya yang diperlukan dalam mendesain obat baru
(Szymanski et al., 2012).
III. Teori Dasar
Farmakofor atau pharmacophore merupakan konfigurasi spasial fitur penting
yang memungkinkan molekul ligan bisa berinteraksi dengan reseptor target tertentu
(Dror, et al., 2010). Prediksi ikatan antara protein (molekul besar) dan ligan
(molekul kecil) dalam penampisan molekul virtual sangatlah penting karena untuk
menemukan senyawa penuntun dalam pengembangan obat selanjutnya (dhnlr,
2016).
Secara garis besar, terdapat dua macam strategi di dalam CADD, yaitu ligand-
based drug design (LBDD) dan structure-based drug design (SBDD). Terdapat
beberapa macam metode di dalam LBDD, yaitu diantaranya adalah dengan
menggunakan pemodelan farmakofor, QSAR, dan analisis kemiripan sifat kimia
secara dua dimensi (2D chemical similiarity analysis methods). Sedangkan cara
yang paling sering digunakan dalam SBDD adalah dengan cara men- dockingkan
ligan uji terhadap protein yang menjadi target kemudian diikuti dengan penerapan
fungsi penilaian (scoring function) untuk memperkirakan kemungkinan apakah
ligan uji tersebut akan berikatan dengan protein dengan afinitas yang cukup kuat
(McInnes, 2007).
Pengembangan obat baru dapat dilakukan dengan menggunakan metode
structure-based pharmacophore design untuk pemodelan farmakofor yang
kemudian akan diskrining secara virtual. Metode structure-based pharmacophore
design dipilih karena metode ini dapat menunjukkan tempat ikatan ligan pada
makromolekul serta dapat menentukan titik interaksi utama antara ligan dan
makromolekul. Metode structure-based pharmacophore design sendiri dibagi
menjadi 2 sub kategori, yaitu berbasis kompleks ligan dan makromolekul serta
berbasis makromolekul (tanpa ligan). Aplikasi yang dapat digunakan adalah Ligand
Scout versi 3.12. Ligand Scout memberikan penyajian yang sangat baik berbasis
kompleks ligan dan makromolekul (Wolbert and Langer, 2005).
Ligand Scout merupakan program komputasi yang berbasis model
farmakofor tiga dimensi yang akurat untuk proses skrining virtual. Selain itu,
program ini menggunakan performa algoritma yang tinggi dan sudah tervalidasi
untuk memberikan prediksi yang baik dengan kecepatan skrining yang cepat.
LigandScout menyediakan tampilan muka untuk analisis skrining termasuk kurva
hasil yang diperoleh dan grafik tiga dimensi (Wolbert and Langer, 2005).

IV. Alat dan Bahan


a. Alat
1. Perangkat Keras
Komputer dengan spesifikasi yang menunjang
2. Perangkat lunak
LigandScouth 4.1 (Wolber and Inte : Ligand GmbH)
b. Bahan
Ligan [A]LS299 yang terkompleks dengan Cyclin Dependent Kinase 2
(PDB ID : 1KE6) dan ligan ligan [B] STR2 yang terkompleks dengan
reseptor progesteron (PDB ID : 1A28)

V. Prosedur
Penentuan farmakofor dari ligan dilakukan dengan cara:
1. Ketik kode pdb protein yang akan diunduh (1KE6 & 1A28) pada kotak di
area atas sebelah kanan, kemudian tekan tombol Download.
2. Protein akan terunduh dan ditampilkan dalam mode macromolecule view,
dimana protein digambarkan dalam bentuk ribbon dan ligan berada dalam
kotak yang berwarna kuning.
3. Klik pada kotak yang berwarna kuning yang berada dalam protein,
sehingga molekul ligan akan di zoom, dan informasinya akan tampil di
jendela sebelah kanan.
4. Apabila molekul ligan dalam data pdb strukturnya tidak lengkap, misalnya
ada salah satu ikatan yang putus, hal ini dapat diperiksa dengan cara
mengklik ikatan pada tampilan 2D atau pada tampilan 3D, dan apabila ada
yang tidak sesuai, ikatan tersebut dapat diperbaiki dengan mengklik
tombol retype bond atau tombol [1], [2] dan [3].
5. Apabila molekul ligan sudah benar, tekan tombol [Ctrl+F9] untuk
membuat farmakofor.
6. Dari farmakofor yang terbentuk, tentukan gugus mana yang bertindak
sebagai donor ikatan hidrogen, akseptor ikatan hidrogen, interaksi
hidrofobik, dll.

VI. Pembahasan
Pemodelan farmakofor merupakaan salah satu jenis pendekatan berdasarkan
struktur ligand -based drug design /LBDD. Terdapat beberapa macam fitur
farmakofor yang biasa digunakan, yaitu diantaranya adalah donor ikatan hidrogen,
akseptor ikatan hirogen, hidrofobik, dan area-area yang terionisasi negatif maupun
positif. Sebuah fitur farmakofor menggambarkan sebuah sifat tertentu dan tidak
terikat hanya oleh suatu gugus tertentu saja. Dengan demikian, gugus-gugus yang
mempunyai sifat yang sama akan mempunyai fitur farmakofor yang sama
Pemodelan farmakofor yang dilakukan yaitu terhadap ligan yang telah
terkompleks dengan reseptornya masing-masing. Ligan pertama yaitu dengan kode
[A]LS299 yang terkompleks dengan Cyclin Dependent Kinase 2 (PDB ID : 1KE6)
yang merupakan salah satu subfamily dari protein kinase yang berperan penting
dalam pembelahan sel eukariotik. Over ekspresi dari CKD2 menyebabkan rugulasi
siklus sel yang abnormal. Hal ini berkaitan dengan ddengan hiperpoloferasi sel.
Sehingga CKD2 potensial digunakan sebagai target terapi kanker. Informasi fitur
kimia yang diperoleh yaitu :
Gambar pemodelan Pharmacopore 3D (kiri) dan 2D(kanan) 1: Akseptor ikatan hydrogen; 2
: Donor ikatan hydrogen; 3 : fitur hidrofobik)

Hasil pemodelan farmakofor menunjukan ligan [A]LS299 fitur-fitur kimia


yang terdapat diantaranya yaitu 3 akseptor hidrogen, 2 donor hidrogen, fitur-fitur
hidorfobik dan tidak terdapat fitur area yang terionisasi positif maupun negatif.
Adanya atom O pada rantaai terbuka (S=O dan C=O) menjadi akseptor ikatan
hydrogen yang berikatan dengan asam amino asparagin (ASP86A), asam amino
leusin (LEU83A) dan molekul air (HOH405A).

Donor atom hydrogen asam amino asparagin yang akan berikaatan dengan atom atom
oksigen (hydrogen akseptor) pada ligand [A]LS299

Donor atom hydrogen asam aamino leusin yang akan berikatan dengan atom oksigen
(akseptor ikatan hydrogen) pada ligand [A]LS299

Donor atom hydrogen pada molekul air yang akan berikatan dengan atom oksigen (akseptor
ikatan hydrogen) pada ligand [A]LS299

Interaksi selaanjutnya yaitu donor ikatan hidorgen pada gugu amda (NH) pada
reseptor CKD2 yang akan berikaatan dengan asam amino leusin (LEU83A) dan
glutamin (GLU81A). Ikatan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut :
Atom oksigen (akseptor ikatan hydrogen) asam amino glutamin yang akan berikatan
dengan atom hydrogen (donor) pada ligand [A]LS299

Atom oksigen (akseptor ikatan hydrogen) asam amino leusin yang akan berikatan dengan
atom hydrogen (donor) pada ligand [A]LS299

Selanjutnya dilakukan analisis apakah ligand memenuhi aturan Lipinski rules of


five. Secara garis besar obat dengan rute administrasi oral harus memenuhi aturan
sebagai berikut :
1. Tidak lebih dari 5 donor ikatan hydrogen
2. Tidak lebih dari 10 akseptor ikatan hydrogen
3. Massa molekul kurang dari 500 dalton
4. Koefisien pasrtisi oktanol-air (Log-P) tidak lebih besar dari 5
Ligan [A]LS299 memenuhi aturan Lipinski rules of five sehingga bisa
dikembangkan sebagai molekul obat.
Pemodelan farmakofor selanjutnya ligan [B] STR2 yang terkompleks dengan
reseptor progesteron (PDB ID : 1A28). Reseptor 1A28 merupakan super family dari
steroid yang bertanggung jawab terhadap beberapa peranan penting dalam tubuh.
Informasi fitur kimia yang diperoleh yaitu :
Pemodelan farmakofor ligan [B] STR2 3D (kiri) dan 2D (kanan), 1 : akseptor ikatan
hydrogen; 2 : fitur hidrofobik

Dari pemodelan farmakofor menunjukan ligan [B] STR2 memiliki 2 akseptor


ikatan hydrogen dan fitur hidrofobik. Akseptor iktan hydrogen yaitu pada atom
oksigen yang terikat pada atom karbon siklik (C=O) yang beriktan dengan asam
amino glisin (GLN725B) dan molekul air (HOH1025B).

Donor atom hydrogen asam amino glisin yang akan berikaatan dengan atom atom oksigen
(hydrogen akseptor) pada ligan [B] STR2

Ligan [B] STR2 memenuhi aturan Lipinski rules of five sehingga bisa
dikembangkan menjadi melekul obat dengan target reseptor progesterone Reseptor
1A28.

VII. Simpulan
Dalam pemodelan farmakofor dengan aplikasi LigandScouth 4.1 fitur-fitur
kimia yang diperhatikan diantaranya donor ikatan hidrogen, akseptor ikatan
hirogen, hidrofobik, dan area-area yang terionisasi negatif maupun positif. Ligan
[A]LS299 yang terkompleks dengan Cyclin Dependent Kinase 2 (PDB ID : 1KE6)
memiliki tiga akseptor ikatan hydrogen dan dua donor ikatan hydrogen dan ligan
[B] STR2 yang terkompleks dengan reseptor progesteron (PDB ID : 1A28)
memiliki dua akseptor ikatan hidorgen.
DAFTAR PUSTAKA

Dhnlr. 2016. Penambatan Molekul (Molecular Docking): Pengenalan. Available at


https://dhnlr.com/tekno/penambatan-molekul-molecular-docking-
pengenalann [diakses pada tanggal 25 September 2017].
Dror, O., et al. 2010. A Novel Approach Efficient Pharmacophore Based Virtual
Screening. Available at
http://www.ncbi.nih.gov/pmc/articles/PMC27674455 [diakses pada tanggal
05 Oktober 2017].
Farinde, A. 2016. Drug-Receptors Interactions. Available online at
http://www.merckmanuals.com/professional/clinical-
pharmacology/pharmacodynamics/drug%E2%80%93receptor-interactions.
Accessed 24 September 2017; 19.51 WIB.
Hajare, R. A., Landge, S. T., Darvhekar, V. M., Chandewar, A. V. 2011.
Pharmacophore in Drug Design and Discovery. Available online at
http://www.kppub.com/articles/jan2011/pharmacophore_in_drug_design.ht
ml. Accessed 24 September 2017; 18.42 WIB.
McInnes C., 2007, Virtual Screening Strategies in Drug Discovery, Curr. Opin.
Chem. Biol. 11, 494–502
Qing, Xiaoyu., Xiao, Yin Lee., Joren, De Raeymaeker., et al. 2014. Pharmacophore
modeling: advances, limitations, and current utility in drug discovery. Journal
of Receptor, Ligand and Channel Research. Vol 7: pp. 81-92
Szymanski M. R., Jezewska M. J., Bujalowski W. (2013). The Escherichia coli
primosomal DnaT protein exists in solution as a monomer–trimer equilibrium
system. Biochemistry 52, 1845–185
Wolbert, G., and Langer, T. 2005. LigandScout: 3-D Pharmacophores Derived from
Protein-Bound Ligands and Their Use as Virtual Screening Filters. J. Chem.
Inf. Model. Vol. 45 (1). 160 – 169.

Anda mungkin juga menyukai