Anda di halaman 1dari 20

VIRTUAL SCREENING - BURGER BOOKS

1. Introduction
Virtual screening, disebut juga screening in silico merupakan suatu cabang kimia
medisinal untuk screening komputasi database senyawa kimia dalam pencarian senyawa lead
(penuntun) obat baru. Virtual screening mengacu pada teknik desain obat yang rasional,
structure-based dan modelling molekular. Sekitar tahun 1970, peneliti mengembangkan
penemuan obat baru dengan cara metode penumbuhan berbagai protein dengan kristalografi
X-ray dan NMR, tetapi hasil dari pengembangan tersebut hanya menghasilkan sedikit obat
baru, yaitu kaptopril dan methotrexate. Hal ini dikarenakan resolusi struktur protein rendah
dan keterbatasan metode dan vower komputer. Peneliti telah mencoba metode de novo untuk
mendesain final drug candidate pada komputer. Senyawa yang disarankan lebih banyak sulit
untuk disintesis, kemudian pada akhir tahun 1980 teknik desain obat rasional terdiskredit
karena tingkat kegagalan yang tinggi. Di tahun 1990, terdapat perubahan metode dalam
penemuan obat industri, yaitu teknik screening dan sintesis yang mengubah proses
identifikasi senyawa lead. Karakterisasi genom manusia diduga menghasilkan target obat
baru.
2. Konsep Virtual Screening
Tujuan utama virtual screening adalah untuk mereduksi berbagai ruang senyawa kimia
virtual dari molekul organik kecil untuk mensintesis dan atau screening terhadap target
protein spesifik untuk mendapatkan kandidat obat. Informasi yang didapat dari virtual
screening antara lain: seperti apa bentuk umum dari suatu obat, apa saja yang diketahui dari
senyawa yang berinteraksi dengan reseptor, dan bagaimana struktur protein target dan
interaksi ligand an protein.
2.1 Screening Druglikeness
Bagian pertama dari virtual screening adalah mengevaluasi druglikeness dari
molekul kecil. Molekul druglike menunjukkan parameter farmakokinetika (ADMET).
Molekul druglike secara sintetis layak dan mempunyai pharmacophore yang memberikan
peluang untuk interaksi spesifik dengan protein target yang dimaksudkan. Druglikeness
dinilai menggunakan metode: simple counting, functional group filter, dan
pharmacophore filter. Teknik komputasi digunakan untuk mengidentifikasi druglikeness
meliputi: neutral networks, pendekatan partisi rekursif, dan algoritma genetik.
2.1.1 Counting Scheme
Pengumpulan database untuk obat yang diketahui digunakan untuk mengembangkan
pengetahuan tentang struktur dan sifat potensial dari molekul obat. Sifat fisikokimia yang
penting antara lain bobot molekul, muatan, dan lipofilitas diprofilkan untuk rule simple
counting untuk descriptor yang relevan dengan parameter ADMET. Contohnya adalah
rule of five Lipinski, yang membatasi berat molekul kurang dari atau sama dengan 500,
koefisien partisi octanol-air (Clog P < 5), dan donor dan aseptor yang memiliki ikatan
hydrogen. Pada gambar ditunjukkan bahwa prosedur profil menggunakan parameter polar
surface area (PSA) sebagai descriptor. Dibandingkan antara obat CNS oral dan non-CNS
oral yang mencapai studi efikasi fase 2, didapatkan 90% senyawa obat CNS.

.
2.1.2 Functional Group Filter
Senyawa-senyawa seperti senyawa reaktif, toksik dan senyawa lain yang tidak
diperlukan dihilankan dengan menggunakan filter substruktur spesifik. Contoh senyawa
reaktif antara lain alkil hailda, peroksida, dan carbazide. Lead unsuitable contohnya
crown ether, disulfida rantai metilen alifatik dengan karbon 7 atau lebih. Contoh natural
product yang dihilangkan antara lain quinon, poliena, dan turunan klorohexinida. Namun
tidak semua natural product merupakan unsuitable lead. Penghilangan grup atom dan
senyawa toksik memberikan cara yang cepat dan mereduksi database yang besar, namun
ini hanyalah pendekatan kasar untuk mengeliminasi senyawa yang berpotensi toksik.
Cara yang lebih baik adalah dengan structured-base, dilihat dari mutagenisitas,
karsinogenisitas, dan toksisitas akut.

2.1.3 Klasifikasi Topologi Obat


2.1.3.1 Artificial Neural Network and Recursive Partitioning
Pada gambar digunakan neural network untuk mengkode suatu struktur
molekul dengan neuron pada tubuh, 91 atom secara statistic korespon dengan 91
input neuron pada neural net. 5 jenis neuron ada pada hidden layers digunakan
untuk net design. Single neuron output layer dapat bervariasi antara 0 (nondrug)
dan 1 (obat). Dicoba pada 5000 obat dan 5000 senyawa nondrug, dihasilkan
neural net sebesar 80%.
Metode recursive partitioning digunakan untuk membedakan senyawa obat dan
non-obat, dideskripsikan menurut bagan di bawah ini

2.1.3.2 Kerangka structural dan Rantai samping Obat yang diketahui


Bemis dan Murcko mendiseksi kerangka obat dari CMC (Comprehensive
Medicinal Chemstry) dan menghasilkan kerangka utama dan rantai samping,
didapatkan 32 kerangka dapat mendeskripsikan 5120 obat pada CMC yang
mengandung 1170 scaffolds. Gambar di bawah menunjukkan proses reduksi obat
menjadi kerangkanya dan daftar kerangka yang paling banyak ditemukan pada
CMC.
Rantai samping yang paling sering didapatkan antara lain hidroksil, metil, kloro,
metilamin, amin primer, asam karboksilat, floro, dan sulfonat. Molekul obat
memiliki antara 1 sampai 5 rantai samping. Untuk analisis virtual ada atau
tidaknya senyawa druglike, dapat digunakan rantai samping yang kemudian
dikenal dengan metode RECAP (retrosynthetic combinatorial analysis procedure),
teknik yang dapat mengidentifikasi motif umum obat berdasarkan fragmentasi
molekul dengan reaksi.
2.1.4 Pharmacophore point filter
Pharmacophore point filter sederhana berdasarkan suatu molekul dapat memiliki
paling tidak dua grup farmakofor. Berikut adalah beberapa aturan yang diterapkan
dalam PFI:
 Titik-titik farmakofora digabung dan dihitung sebagai satu jika mereka
dipisahkan oleh kurang dari dua atom karbon.
 Molekul dengan kurang dari dua dan lebih banyak poin farmakofor gagal filter.
 Amina dianggap sebagai poin farmakofora tetapi bukan azole atau diazin.
 Senyawa dengan lebih dari satu asam karboksilat ditolak.
 Senyawa tanpa struktur cincin ditolak.
 Intrasiklik dalam cincin yang sama menyatu dengan satu titik farmakofora.
2.2 Focused Screening Libraries for Lead Identification
Ketika peneliti tidak tahu tentang target spesifik suatu obat, akan lebih baik
untuk melakukan screening dari suatu perbendaharaan atau perpustakaan yang terfokus
dari beberapa ribu senyawa yang memiliki kans lebih tinggi untuk diuji lebih lanjut
daripada hanya mencari beberapa senyawa yang akan diuji dari 1 target spesifik.
Senyawa dari perpustakaan tersebut dapat didesain untuk mentarget family protein
spesifik, contohnya GPCRs, kinase, atau reseptor hormone nucleus.
2.2.1 Targeting
Perpustakaan dengan arah suatu kelas target tertentu dapat dibentuk dari
senyawa yang tersedia atau dapat disintesis dari kombinasi tertentu. Desain
tersebut bergantung pada identifikasi motif structural pada molekul kecil yang
dapat dihubungkan untuk meningkatkan aktivitas pada kelas target tersebut.
Gugus fungsi yang menunjukkan sifat untuk mentarget kelas target tersebut dapat
ditemukan dengan menguji ligan dari literature. Contoh motif berulang pada
GPCRs, adalah piperazin, morfolin, dan piperidin. Senyawa yang memuat motif
structural tersebut diduga memiliki kans yang lebih tinggi untuk aktif pada kelas
target tersebut. Sebuah pendekatan yang lebih teliti untuk mencari kemiripan
GPCR dari senyawa atau pecahannya dapat dilihat dari analisis statistic dari
database obat. Jaringan saraf menunjukkan kegunaan pada klasifikasi kimia
tertentu, seperti senyawa aktif CNS.
Pada sebuah pengujian jaringan dilihat menggunakan 5000 senyawa dari
MDDR yang mentarget GPCRs dan 5000 senyawa yang mentarget kelas target
protein yang lain. Menggunakan kelas aktifitas dari database, sekitar 20000
senyawa mirip GPCR dan 55000 mirip non-GPCR telah diidentifikasi seperti
5HT, leukotriene, dan PAF. Hasilnya menunjukkan kemiripan 80%. Uji
independen dari senyawa tersebut ditemukan bahwa senyawa tersebut mentarget
GPCRs atau target lain yang menunjukkan prediksi kemiripan dengan GPCR pada
70% kasus. Ketika beberapa kombinasi virtual dianalisis, dapat terlihat property
dalam kemiripan GPCR dapat dilihat dari penyusunnya itu sendiri. Ini
menunjukkan keuntungan yang penting untuk mendesai perpustakaan kombinasi
karena untuk perpustakaan virtual yang luas, computer menghabiskan perhitungan
dengan kekuatan dari gugus R dan menjadi tak teratur dengan sangat cepat. Tidak
semua bagian molekul yang mirip GPCR haruslah mirip. 1 bagian saja yang mirip
GPCR terdeteksi, cukup untuk membuat molekul tersebut mirip. Jadi, pada
jaringan saraf tersebut memberikan 2 strategi berbeda untuk mendesain
perpustakaan mirip GPCR : inti mirip GPCR + penyusun senyawa mirip obat, dan
inti tidak mirip GPCR + penyusun senyawa mirip GPCR.
2.2.2 Privilaged
Struktur istimewa adalah tipe struktur dari molekul kecil yang dapat
berikatan dengan afinitas tinggi pada beberapa kelas reseptor. Beberapa tambahan
pada perpustakaan dengan struktur istimewa tersebut dapat meningkatkan
kesempatan menemukan senyawa aktif. Contoh dari senyawa istimewa antara lain
benzazepin analog yang diketahui dapat menjadi ligan efektif puntuk enzim yang
membelah angiotensin I peptide, selain itu adalah ligan reseptor CCK-A yang
efektif. Cyproheptadine derivate diketahui mempunyai antikolinergik perifer,
antiserotonin, antihistamin, dan orexigenik.
2.3 Farmakofor screening
Ketika tidak ada informasi struktur tentang target protein, model farmakofor dapat
menyediakan saringan yang tepat untuk virtual screening. Bahkan ketika ada informasi
struktur itu, filter farmakofor dapat dilakukan terlebih dahulu karena akan lebih cepat
daripada docking dan dapat menurunkan jumlah senyawa yang diduga mahal untuk
didocking. Contohnya, model farmakofor dapat diuji dengan 106 senyawa dalam
beberapa menit pada computer. Aspek yang juga menarik adalah diversitas 3D-
farmakofor.
2.3.1 Pharmacophore
Pada 1894 Emil Fischer mengemukakan hipotesis “kunci dan gembok” untuk
menggambarkan ikatan senyawa pada protein, dimana protein mengenali substrat
melalui interaksi spesifik. Ini merupakan tantangan dari kimia medisinal untuk
mensintesis senyawa yang dapat menangkap susunan 3D dari gugus fungsi di
molekul kecil yang mempunyai farmakofor dan bertanggung jawab pada ikatan
antara substrat ke protein. Definisi farmakofor oleh Peter Gund yang
memodifikasi pernyataan Paul Ehrlich berbunyi “sebuah sifat structural dari
molekul yang dikenali pada reseptor dan bertanggungjawab pada aktivitas
biologis molekul tersebut. Hipotesa farmakofor untuk pengujian dapat dibuat
menggunakan informasi structural dari inhibitor aktif, ligan, atau dari bagian aktif
protein itu sendiri.
2.3.2 Database
Virtual screening digunakan secara umum untuk memilih senyawa yang
berpotensi aktif dari database senyawa yang tersedia. Karena virtual screening
tidak cukup akurat untuk mengidentifikasi hanya senyawa aktif, akan mengurangi
resiko apabila melihat database dengan senyawa yang sudah ada daripada
membuat senyawa baru. Namun, perpustakaan virtual yang dapat disintesis
dengan kombinasi kimia atau analog secara cepat dapat dibuat dengan metode in
silico, dan biasanya digunakan untuk optimisasi senyawa penuntun dan
memprioritaskan sintesis.
Ada database yang mengkode senyawa yang tersedia dalam data standard 2
dimensi (2D-SD) termasuk hubungan dengan MACCS. Database umum tersebut
antara lain Spresi, Available Chemicals Directory, Chemical Abstacts Database.
Banyak perusahaan yang menyediakan database yang dapat diakses dengan
struktur 2D dan informasi dari penyusun senyawanya. Untuk database senyawa
3D biasanya menggunakan Cambridge Structural Database. Database senyawa
organic 2D dapat juga diubah menjadi 3D menggunakan beberapa program,
seperti CONCORD, CORINA, RUBICON.
2.3.3 2D
Pencarian database farmakofor mempunyai peranan penting untuk
mempercepat penemuan obat. Supplier kimia menyediakan database dari senyawa
yang dapat dibeli dimana senyawa ini dicari oleh peneliti bidang kimia medisinal
untuk bahan awal untuk disintesis atau analog dari senyawa penuntun. Pencarian
struktur spesifik dilakukan untuk mengetahui apakah senyawa tersebut benar ada
di database atau tidak. Pencarian substruktur dapat mengidentifikasi molekul yang
lebih luas, dan dapat mengidentifikasi semua senyawa yang memiliki inti struktur
yang sama. Data biokimia yang diperoleh dari pengujian semua senyawa tersebut
dapat digunakan untuk membuat hubungan struktur-aktivitas, bahkan sebelum
dilakukan sintesis. Sebaliknya, pencarian superstruktur digunakan untuk
menemukan molekul yang lebih kecil. Masalah yang dapat terjadi adalah hasil
pencarian yang dapat mencapai ribuan, oleh karena itu haruslah diurutkan
berdasarkan kemiripan dengan senyawa yang diinginkan. Xue et al menunjukkan
bahwa senyawa dengan kemiripan dapat diidentifikasi menggunakan mini
fingerprint, descriptor fisikokimia, atau index struktur semantic.
2.3.4 3D
2.3.4.1 Penemuan Farmakofor Berbasis Ligand
Model Farmakofor berbasis ligand merupakan suatu model alternatif bila model
lain dianggap kurang memberikan hasil yang memuaskan. Farmakofor dikembangkan
melalui pencarian senyawa baru (novel) pada suatu database dengan
mempertimbangkan aspek bahwa sekelompok senyawa aktif dapat dikelompokkan
berdasarkan karakteristiknya yang saling menyerupai dalam berikatan dengan suatu
reseptor. Berdasarkan karakter similaritas tersebut, dapat dilakukan pemetaan
farmakofor melalui 3 tahapan ;
 Mengidentifikasi faktor yang bertanggungjawab terhadap aktivitas biologis
 Mengembangkan konformasi yang paling potensial untuk dikembangkan
 Menentukan ikatan senyawa aktif secara 3 dimensi
2.3.4.2 Pengembangan Farmakofor Secara Manual
Pengembangan farmakofor secara manual hanya digunakan bila senyawa
aktifnya telah umum diketahui fungsinya atau sudah teruji aktivitasnya. Contoh dari
metode ini adalah pengembangan dopamin-transporter (DAT) inhibitor. Dari
skrining 5 senyawa DAT-inhibitor, dapat diketahui bahwa senyawa 4-hydroxy
piperidinol bersifat fleksibel, sedangkan 4 senyawa lain memiliki karakter struktur
yang kaku.
Penelusuran konformasi untuk senyawa 4-hydroxy piperidinol menghasilkan
10 konformasi yang mungkin terjadi. Pertimbangan lain yang perlu dilakukan adalah
jarak antar farmakofor. Jarak tersebut perlu diketahui karena protein bersifat
fleksibel,
2.3.4.3 Pengembangan Farmakofor Secara Otomasi
Karena pengembangan
secara manual relatif memakan
banyak waktu, diperlukan
metode otomatisasi dengan
bantuan suatu software,
misalkan ; HipHop, HypoGen,
Disco, Gasp, dan Flo, sehingga
pencarian farmakofor dapat berlangsung lebih singkat.
Mekanisme kerja program tersebut didasarkan pada algoritma yang
berfungsi untuk memberikan penilaian pada tiap senyawa sehingga

Gambar 1
5 Konformasi senyawa 4-hydroxy piperidinol
diperoleh peringkat (Penilaian didasarkan pada donor-reseptor ikatan
hidrogen, muatan, maupun karakter lipofilisitas) dan dilakukan
identifikasi farmakofor pada serangkaian molekul tersebut. Sebagian
besar dari program-program tsb. juga mempertimbangkan fleksibilitas
ligand saat memetakan farmakofor. Hal tersebut dikarenakan ikatan
senyawa-protein mungkin akan sulit terbentuk pada senyawa dengan
energi konformasi yang kecil.
2.3.4.4 Pengembangan farmakofor berbasis reseptor
Jika struktur reseptor dalam 3 dimensi sudah diketahui, suatu
farmakofor dapat dikembangkan berdasarkan sisi aktif reseptor
tersebut. Data biokimia dapat dianalisa untuk mengetahui identitas
substrat dan ikatan penghambat untuk kemudian menghasilkan
farmakofor dengan bantuan suatu program secara otomatis.
Banyak ligand berikatan dengan protein melalui interaksi
tertentu, seperti ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Program
seperti LUDI dan POCKET dapat menganalisa sisi terbaik protein yang
bisa berikatan dengan ligand dengan mengidentifikasi interaksi-
interaksi tsb. Seperti telah disebutkan bahwa protein tidak bersifat
rigid, Carlson mengusulkan simulasi molekular terkait rigiditas
protein sebagai parameter penting dalam pengembangan senyawa
farmakofor.
2.3.5 Skrining Virtual berbasis Farmakofor
Penyaringan virtual berbasis farmakofor adalah proses
pencocokkan atom maupun gugus fungsi dan relasi geometrik. Contoh
program yang menggunakan prinsip tersebut adalah :
1. 3Dsearch 4. MACCS-3D
2. Aladdin 5. Catalyst
3. UNITY 6. ROCS (berdasarkan struktur)
Secara garis besar, metode ini dibagi dalam dua tahapan ;
program melakukan skrining senyawa yang sesuai dengan yang
dibutuhkan farmakofor, lalu program mengecek apakah struktur
senyawa tersebut sesuai dengan ruang dan kriteria yang tersedia
(Senyawa yang kaku dapat dieliminasi untuk menghemat waktu). Meski
demikian, pencarian pada senyawa fleksibel pun cukup banyak
menghabiskan waktu karena posibilitas konformasinya yang juga jauh
lebih bervariasi daripada senyawa yang kaku.
Pemetaan konformasi fleksibel agar termasuk dalam kriteria
pencarian senyawa juga memiliki dua pendekatan ;
a) Menghasilkan konformasi yang diharapkan melalui membuat suatu
database (lebih lama dan membutuhkan penyimpanan besar), dan
b) Menghasilkan konformasi yang memiliki kesesuaian melalui
penelusuran (tidak terekam dalam database).
Metode penelusuran sistematis cocok digunakan untuk molekul dengan
beberapa ikatan yang sifatnya dapat berrotasi, sehingga
penggunaannya terbatas.
2.4 Skrining Virtual berbasis Bentuk/Struktur
Metode komputasi untuk menggambarkan bentuk 3D dari protein-ligand
umumnya dikenal dengan pendekatan molecular docking. Prinsipnya adalah
mendapatkan data interaksi kedua molekul secara in silico. Pada era ini,
metode ini dapat berlangsung hanya dalam hitungan menit, bahkan bisa
dalam hitungan detik. Proses evaluasi berdasar energi yang menampilkan
ikatan bebas energi antar protein-ligand umum dikenal dengan scoring
function.
Berikut adalah contoh beberapa software dengan metode docking dan model
scoring-nya.

2.4.1 Struktur Protein


Struktur 3 dimensi suatu protein dibutuhkan untuk proses
docking. Struktur tersebut dapat ditelusuri pada suatu PDB
(Protein Data Bank) yang umumnya memiliki lebih dari 18.000
database struktur protein. Sebuah struktur kristal protein
setidaknya harus memiliki resolusi dengan nilai minimum 2,5Ǻ,
karena sedikit perubahan nilai tersebut dapat mengubah hasil yang
didapatkan.
Meski demikian, cukup banyak struktur kristal maupun cair
dari protein yang belum tersedia. Untuk mengatasinya, diperlukan
suatu model homology (struktur yang serupa) dan pseudo-reseptor.
Pengembangan model homology dapat ditelusuri pada PDB.
Pengembangan senyawa secara in silico relatif murah,
sehingga sekalipun kemungkinan keberhasilan percobaan dengan
metode ini cukup kecil, metode ini layak untuk dilakukan mengingat
benefit yang didapatkan sangat besar apabila sukses memberikan
hasil yang memuaskan.
2.4.2 Komputasi
2.4.2.1 Rigid Ligand
Meskipun ligand an kadang fleksibilitas protein merupakan hal krusial pada
docking protein-ligand, terkadang ligand yang rigid juga berguna. Program
DOCK menggunakan algoritma untuk docking pada badan-rigid berdasarkan
pencarian kecocokan jarak. Dimulai dengan permukaan molekul dari protein,
terbentuk set dari lempengan didalam reseptor. Lempengen tersebut
menunjukkan volume yang dapat diisi molekul ligan.
2.4.2.2 Flexible Ligand
Obat-obatan biasanya merupakan molekul yang mempunyai ikatan yang dapat
berotasi. Perbedaan energi antara konformasi ligan biasanya sangat kecil jika
dibandingkan dengan total afinitas ikatan antara ligan dan protein target. Flexibilitas
ligan biasanya digunakan pada docking seperti fragmentasi, algoritma genetik atau
teknik simulasi.
Fleksibilitas ligan dapat dimasukan ke dalam docking dengan rigid docking dari
konformasi ligan ke reseptor. Rigid docking lebih cepat dibandingkan flexible
docking dengan menggunakan fragmentasi. Namun, waktu komputasi meningkan
secara linear dengan jumlah dari konformasi, waktu komputasi dan cangkupan
konformasi harus seimbang.
2.4.3 Scoring dari Interaksi Protein Ligan
Permasalahan dari pengambilan sampel, ikatan geometeri dari protein-ligand
yang kompleks dapat diselesaikan dengan menggunakan program docking. Hal
penting dari penilaian ini untuk virtual screening adalah kecepatan. Oleh karena
itu, syarat akurasinya rendah, karena tidak bisa digunakan untuk menjelaskan
ikatan energi bebas. Tiga hal utama scoring pada aplikasi docking untuk virtual
screening : force field scoring, empirical scoring, dan knowledge base scoring.
2.4.3.1 FF
Interaksi energi yang tidak berikatan biasanya digunakan dalam FF scoring. Berikut
adalah rumus yang digunakan untuk FF scoring.

i = ligand
j = protein
A ij dan B ij = replusi dari vdW (van der Waals) dan parameter atraksi dari potensial
6-12
r ij = jarak antara atom i dan j
q = titik muatan dari tiap atom
D = konstanta dielectric
2.4.3.2 Empirical Scoring
Fungsi dari empirical scoring adalah untuk metode regresi multi variasi.
Contohnya adalah program docking FlexX menggunakan fungsi scoring yang mirip
dengan Bohm. Program ini menghitung jumlah dari energy bebas dari jumlah ikatan
yang berotasi pada ligan, ikatan hydrogen, dan interaksi pasangan ion, hidrofobik dan
pi-stacking dari gugus aromatic, dan interaksi lipofilik :

∆𝐺𝑜, ∆𝐺𝑟𝑜𝑡, ∆𝐺𝑖𝑜, 𝐴𝐺, ∆𝐺𝑎𝑟𝑜, ∆𝐺𝑙𝑖𝑝𝑜 adalah parameter yang cocok dengan metode
regresi multi variasi. f(∆𝑅, ∆∝) menjelaskan penyimpangan dari geometri. Nrot
adalah jumlah dari ikatan yang dapat berotasi secara bebas.
2.4.3.3 Knowledge-Based Scoring
Karena kekuatan yang mengatur interaksi protein-ligan sangat kompleks, maka
pendekatan implisit untuk menangkap semua ikatan protein-ligan yang relevan
tampaknya sangat menarik. Potensi dari pasangan atom protein-ligan dapat dihitung
dengan data structural (misalnya PDB). Nilai akhir dikalkulasikan dari jumlah slueuh
interaksi pasangan atom protein-ligan :

kl = pasangan atom ligan-protein dari tipe ij


r outoff = jarak dari interaksi pasangan atom
A ij (r) = berasal dari jari-jari bola 12A
kb = faktor Boltz-mann
T = temperatur
F vol corr (r) = faktor koreksi dari volume ligand
𝜌𝑠𝑒𝑔 = jumlah densitas dari pasangan atom dari tipe ij pada jarak r
𝜌𝑏𝑢𝑙𝑘 = jumlah densitas dari pasangan atom ligand-protein dari tipe ij dengan jari-
jari bola radius R
2.4.3.4 Consesus Scoring
Scoring atau penilaian ini dengan menggabungkan beberapa fungsi penilaian
sebelumnya. Enzim yang digunakan untuk uji protein : p38 MAP kinase, inosine
monofosfat dehydrogenase dan HIV protease. Jika dibandingkan dengan fungsi
penilaian tunggal lainnya, skema penilaian konsesus ini yang melibatkan dua atau tiga
fungsi penilaian, ditemukan bahwa kesalahan positif (senyawa tidak aktif yang
memiliki nilai prediksi yang tinggi) berkurang secara signifikan. Pendekatan
penilaian konsesus secara konsisten akan meningkat antara 5-10%.
2.4.4 Docking sebagai Virtual Screening
Tahap pada virtual screening adalah
- Prepatasi struktur protein
- Preparasi database ligan
- Kalkulasi docking
- Proses akhir (Post-processing)
Berikut adalah protocol dari virtual screening.

Protein yang disiapkan untuk virtual screening hanya sekali saja kecuali ada
konformasi protein yang berbeda baru dipertumbangkan. Reseptor juga perlu
ditetapkan serta struktur protein dan reseptor harus dimodelkan seakurat mungkin.
Karena jumlah molekul besar, maka tahap manual dalam preparasi dari
database ligan harus dihindarkan. Dimulai dari struktur 2D, tipe ikatan harus di
cek, protonasi harus dihilangkan, molekul pelarut harus dihilangkan, kecuali
muatan harus tetap ada. Koordinat 3D bisa dihasilkan dengan program seperti
CONCORD atau CORINA. Parameter optimisasi dan pengambilan sample
tergantung dari flexibilitas senyawa. Karena docking tunggal tidak bergantung
satu sama lain, maka dapat dijalankan secara paralel.
2.5 Filter Cascade
Virtual Screening merupakan proses mengurangi database secara cepat dan sangat
memungkinkan untuk bekerja secara efesien sampai angka terkecil dari senyawa yang
diduga lead compound yang digunakan sebagai proyek pengembangan obat. Teknik ini
telah dijelaskan di atas bentuk cascade dari perbedaan fungsi filter yang mana
dikendalikan oleh kecepatan mereka. Kecepatan filter ADMET menggunakan 3D dan 3D
filter farmakofor dan pada akhirnya dilakukan docking dan metode penilaian.
3. Aplikasi
3.1 Identifikasi dari penghambat DAT berdsasarkan pencarian database farmakofor
3D
Dopamin Transporter (DAT) adalah suatu transmembran protein helix yang mana
memiliki peran dalam menghentikan dopamin transmission dengan mengikat pelepasan
dopamin di sinap. Tidak ada struktur eksperimen yang tersedia untuk DAT.
Bagaimanapun, secara luas SAR dari DA inhibitors (kebanyakan analog kokain) tersedia.
DAT berhubungan dengan beberapa penyakit seperti kecanduaan dan penyakit gangguan
perilaku (ADD). Dalam usulan ini, suatu model farmakofor merupakan derivat yang
berdar pada 2 komponen yang telah diketahui R-Cocaine dan WIN-35065-2. Ikatan
pada elemen dari senyawasenyawa itu adalah cincin N yang mana dapat tersubstitusi,
karbonil oksigen dan cincin aromatik ditetapkan dalam posisi tersebut sebagai center.
Karena kedua senyawa memiliki beberapa fleksibilitas, untuk mendapatkan hasil
pencarian konformasi sistematik yang memungkinkan makan derivat harus berikatan
dengan DAT. Untuk mengidentifikasinya perlu dilakukan pengelompokkan konformer.
Setelah selesai, ukur jarak antar farmakofor yang terpilih.
Analisa pada beberapa database kimia menggunakan farmakofor 3D, NCI 3D-
database menggunkan program Chem-X untuk pencarian. Saat pencarian tiap-tiap
senyawa, pertama dicek apakah memiliki farmakofor ata u tidak, kedua, ketiga dan
seterusnya, hingga mendapatkan senyawa yang telah teruji. Hasil pengujian ini bisa
mencapai 3 juta konformasi dengan total senyawa mencapai 4094, dimana 2% dari
database teridentifikasi sebagai “hits.” Angka-angka ini nantinya diseleksi menggunakan
filter seperti berat molekul, struktur baru, simplisitas, kesatuan, dan ikatan hidrogen
pengikat nitrogen. 70 senyawa terpilih untuk pengujian assay biokimia. 44 senyawa
menunjukkan lebih dari 20% bekerja sebagai inhibitor [3H]mazindol assay ikatan, yang
mana tiga komponen dipilih dari derivat SAR.
3.2 Penemuan Novel Matriptase Inhibitors dengan Structure-Based 3D Database
Screening
Matriptase adalah protease serin mirip trypsin yang ditemukan dapat terlibat
dalam pemodelan ulang jaringan, invasi kanker, dan metastasis. Inhibitor matriptase yang
poten dapat digunakan untuk pengobatan atau pencegahan kanker. HAI -1 (Hepatocyte
growth factor activator inhibitor 1) merupakan natural inhibitor dari matriptase. Dengan
demikian, dengan cara menganalisis interaksi dalam bentuk kompleks matriptase dan
HAI-1 Kunitz domain 1, dapat ditemukan interaksi penting yang dapat diidentifikasi
lebih lanjut. Adapun strategi yang digunakan untuk melakukan identifikasi inhibitor kali
ini adalah , pertama dengan membuat matriptase-HAI-1 kompleks Kunitz domain 1,
dimana kemudian diidentifikasi daerah ikatan pada matriptase dengan diperiksa
menggunakan NCI 3D database untuk menemukan kelompok ikatan yang mengikat HAI-
1 dengan matriptase dan hasil pengujian biokimianya (Gambar.6.25). Dalam
pembentukkan struktur 3D dari Kunitz domain 1 dari KSPI digunakan permodelan
homologasi. Kompleks dari matriptase dengan HAI-1 Kunitz domain 1 dibuat
menggunakan kombinasi docking manual dan program CHARMM (210). Hasil yang
didapat terdapat 3 region penting untuk mengikat inhibitor. Kemudian ketiga active site
ini digunakan dalam in silico screening dengan program DOCK. Dari proses ini 2000
senyawa teratas dengan score energy yang lebih besar dipertimbangkan sebagai inhibitor
yang potensial. Untuk cara lebih efesien dalam melakukan virtual screening yang
terdapat diatas dapat dilakukan dengan pencarian gugus pharmacophore dengan docking
terlebih dahulu. Dengan demikian diapatkan 69 senyawa yang terseleksi untuk
biochemical testing.
Ditemukan bawa matriptase lebih menyukai residu yang bermuatan positif yaitu
dalam posisi P1, inhibitor juga harus merupakan kelompok bermuatan posif untuk
mengikat secara efesien kepada Asp 185 daru situs S1 matriptase. Dari screening
didapatkan bahwa bis-benzamidines dipilih untuk penentuan Ki (concentration
independent) karena kelas senyawa ini dapat berikatan dengan situs S1 dan situs anionik.
Hasil ini menunjukkan bahwa dengan mengkombinasi pharmacophore hypothesis dengan
pencarian structure-based database dapat memberikan cara yang efesien untuk
mengindentifikasi leads compound dalam melakukan desain obat. Dengan meningkatan
scoring function akan membuat prediksi yang benar dan konsisten dari ikatan afinitas
protein dan ligand.
4. Kesimpulan
Cara untuk meningkatkan hasil keluaran adalah dengan menjaga nilai dari senyawa
docked sekecil mungkin dengan menggunakan pengetahuan prefilter database, utamanya
berdasarkan informasi gugus pharmacophore. Prescreen virtual libraries dengan
menggunakan pharmacophore techniques utamanya digunakan ketika menggunakan
representasi bentuk dari receptor site, pencarian pharmacophore bisa menjadi prefilter yang
sangat efektif. Juga dalam kasus dimana fleksibilitas receptor sitebermasalah, pencarian
pharmacophore mungkin kurang ketat. Sarana dan jalur diatas menunjukkan cara sederhana
dan murah untuk menemukan novel lead compound dalam penemuan obat. Proses virtual
screening merupakan cara yang efektif dan cepat, bahkan dengan virtual screening dapat
menghasilkan petunjuk yang mungkin tidak bisa dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai