Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kimia komputasi sebagai salah satu cabang ilmu kimia berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu komputasi khususnya untuk pemecahan masalah perhitungan molekular yang berbasis kimia kuantum. Salah satu kajian dalam kimia komputasi yang berkembang belakangan adalah metoda docking (1). Docking merupakan suatu teknik penelitian untuk memprediksikan apakah suatu molekul dapat berikatan dengan reseptor. Protein, DNA, dan ligan docking diprediksikan dengan teknik penempatan pada area tertentu sehingga memberikan interaksi yang optimal. Protein ligan dibuat secara modeling yang melibatkan interaksi biokimia antara protein dan ligan. Maka dengan metoda docking fokus riset dapat dipersempit, biaya dan waktu dapat lebih efisien. Aplikasi kimia komputasi PLANTS (Protein-Ligand ANT System) dapat digunakan untuk docking suatu senyawa sehingga diketahui prediksi ikatan senyawa tersebut dengan reseptor atau pun target kerjanya (1,2). Salah satu pemanfaatan metoda docking adalah untuk desain dan pengembangan aktivitas biologis dari senyawa baru misalnya senyawa antiinflamasi. Penggunaan senyawa antiinflamasi ini semakin meluas terutama ditekankan pada senyawa-senyawa baru yang mudah diperoleh dan mempunyai efek samping yang minimum misalnya adalah senyawa-senyawa turunan kurkumin. Membawa senyawa kimia dari aras ide menjadi obat yang beredar di pasar merupakan proses yang membutuhkan sekitar rata-rata 800 juta US dollar menurut catatan yang disampaikan DiMasi dkk. (2003). Biaya yang sangat besar tentunya, apalagi dikaitkan dengan kemampuan ekonomi negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Strategi dan upaya yang efektif dan ekonomis

diperlukan untuk membawa Indonesia juga turut diperhitungkan dalam penemuan obat. Tawaran yang menarik akhir-akhir ini adalah pemanfaatan komputer sebagai alat bantu dalam penemuan obat. Kemampuan komputasi yang meningkat eksponensial merupakan peluang untuk mengembangkan simulasi dan kalkulasi dalam merancang obat. Komputer menawarkan metode in silico sebagai komplemen metode in vitro dan in vivo yang lazim digunakan dalam proses penemuan obat. Terminologi in silico, analog dengan in vitro dan in vivo, merujuk pada pemanfaatan komputer dalam studi penemuan obat. Mengapa dikatakan menarik? Alasan utamanya adalah efisiensi biaya. Sebagai ilustrasi akan disampaikan perbandingan penemuan obat secara konvensional dan dengan bantuan komputer ketika ditemukan suatu senyawa A dalam tanaman Z yang diduga aktif sebagai senyawa antikanker dengan menghambat enzim X, suatu enzim yang sudah diketahui strukturnya secara kristalografi: 1. Konvensional Secara konvensional yang bisa dilakukan adalah mensintesis turunan dan analog senyawa A dan diujikan dalam enzim X sampai ditemukan benerapa senyawa yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pada senyawa-senyawa potensial tersebut dilakukan uji lanjutan dan secara alami senyawa-senyawa tersebut dapat berguguran dan tidak sampai ke pasar karena terbentur beberapa masalah pada uji lanjutan, misal didapati toksis. Kemudian dilakukan skrining lagi dari tanaman yang secara empiris dilaporkan mengobati kanker. 2. Dengan bantuan komputer (Computer-aided drug discovery; CADD) Di lain pihak, keberadaan sebuah komputer pribadi dilengkapi dengan aplikasi kimia komputasi yang memadai ditangan ahli kimia komputasi medisinal yang berpengalaman dapat menayangkan senyawa A secara tiga dimensi (3D) dan melakukan komparasi dengan senyawa lain yang sudah diketahui memiliki aktivitas tinggi, misal senyawa B. Berdasarkan komparasi

3D dilengkapi dengan perhitungan similaritas dan energi, memberikan gambaran bagian-bagian dan gugus-gugus potensial yang dapat dikembangkan dari senyawa A (pharmacophore query). Kemudian berbagai senyawa turunan dan analog disintesis secara in silico alias digambar sesuai persyaratan aplikasi komputer yang digunakan (Untuk selanjutnya disebut senyawa hipotetik). Hal ini jelas jauh lebih murah daripada sintesis yang sebenarnya. Keberadaan data struktur 3D enzim X akan sangat membantu. Aplikasi komputer dapat melakukan studi interaksi antara senyawa-senyawa hipotetik dengan enzim X secara in silico pula. Dari studi ini dapat diprediksi aktivitas senyawa-senyawa hipotetik dan dapat dilakukan eliminasi senyawasenyawa yang memiliki aktivitas rendah. Sebelum diusulkan untuk disintesis, senyawa-senyawa hipotetik tersebut dengan diprediksi toksisitasnya secara in silico dengan cara melihat interaksinya dengan enzim-enzim yang bertanggung jawab pada metabolisme obat. Dari beberapa langkah in silico tersebut, dapat diusulkan beberapa senyawa analog dan turunan senyawa A yang memang potensial untuk disintesis dan dikembangkan, atau mengusulkan untuk mengembangkan seri baru. Jumlah senyawa yang diusulkan biasanya jauh lebih sedikit dibandingkan penemuan obat secara konvensional. Dalam hal ini komputer membantu untuk mereduksi jumlah senyawa yang diusulkan secara rasional dan diharapkan lebih efektif serta , membantu mempelajari interaksi obat dengan targetnya bahkan kemungkinan sifat toksis senyawa tersebut dan metabolitnya. Berdasar pengalaman penulis, dalam waktu satu tahun di Indonesia dikarenakan kurang pengalaman (dan starting material tidak dapat ditemui di agen lokal, harus impor dan butuh waktu tiga bulan jika ada stoknya; alat untuk elusidasi struktur sangat jarang dan andaikan ada pun sering tidak dalam kondisi dapat digunakan,) rata-rata hanya mampu melaporkan sintesis 3 senyawa sederhana. Peran komputer dalam hal ini bagi negera berkembang dapat dioptimalkan.

Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disarikan dua metode yang saling melengkapi dalam penggunaan komputer sebagai alat bantu penemuan obat, yaitu: (i) berdasarkan senyawa yang diketahui berikatan dengan target atau biasa disebut ligand, (rancangan obat berdasarkan ligand; ligand-based drug designi(LBDD)) dan (ii) berdasarkan struktur target baik berupa enzim maupun reseptor yang bertanggung jawab atas toksisitas dan aktivitas suatu senyawa di dalam tubuh (rancangan obat berdasarkan struktur target; structure-based drug design(SBDD)). LBDD memanfaatkan informasi sifat fisikokimia senyawa-senyawa aktif sebagai landasan mendesain senyawa baru. Tiga metode LBDD yang lazim digunakan adalah pharmacophore discovery dan hubungan kuantitatif strukturaktivitas/quantative structure-activity relationship (HKSA/QSAR), dan docking studies. Pharmacophore discovery yaitu metode mencari kesamaan sifat fisikokimia antara lain sifat elektronik, hidrofobik dan sterik dari senyawasenyawa yang dilaporkan aktif kemudian dibangun suatu bagian 3D yang menggabungkan sifat gugus-gugus maupun bagian senyawa yang diduga bertangung jawab terhadap aktivitasnya (pharmacophore). Adapun QSAR memadukan statistika dengan sifat fisikokimia senyawa yang dapat dikalkulasi dengan bantuan komputer guna menurunkan suatu persamaan yang dapat digunakan memprediksi aktivitas suatu senyawa Struktur protein target dapat dimodelkan dari data yang diperoleh struktur kristalnya maupun hasil analisis nuclear magnetic resonance NMR) maupun data genomic (bioinformatics). Struktur protein hasil kristalografi dapat diakses di www.rscb.org. SBDD memanfaatkan informasi dari struktur protein target guna mencari sisi aktif protein yang berikatan dengan senyawa. Berdasarkan prediksi sisi aktif dapat dirancang senyawa yang diharapkan berikatan dengan protein target tersebut dan memiliki aktivitas biologis. Dengan memanfaatan informasi dari struktur target maupun sifat fisikokimia ligand dapat dilakukan skrining uji interaksi senyawa-senyawa yang diketahui aktif (ligand) pada prediksi sisi aktif protein. Berdasarkan informasi yang

diperoleh dirancang senyawa baru yang diharapkan lebih poten dari senyawasenyawa yang ada. Hal ini juga digunakan untuk studi interaksi ligand dengan protein targetnya. Salah satu kelemahan docking studies dalam untuk studi interaksi adalah asumsi struktur protein yang kaku, yang tidak memfasilitasi efek induced-fit dari interaksi protein dengan ligand-nya. Fleksibilitas protein dan interaksinya dengan suatu senyawa dapat dianalisis dengan mengaplikasikan Molecular Dynamics (MD), simulasi yang melihat perubahan struktur suatu senyawa terhadap waktu berdasarkan parameter-parameter tertentu. Permasalahan utama untuk pemanfaatan komputer ini adalah keberadaan aplikasi kimia komputasi yang memadai dan lengkap. Salah satu aplikasi kimia komputasi yang cukup memadai untuk penemuan obat adalah Molecular Operating Environment (MOE) yang dikembangkan Chemical Computing Group (www.chemcomp.com). MOE selain menawarkan fasilitas yang cukup lengkap juga user-friendly sehingga cocok digunakan dalam pembelajaran. Hanya saja aplikasi kimia komputasi yang user-friendly biasanya mahal sehingga alasan efisiensi biaya tidak lagi relevan. Sebagai informasi, biaya lisensi untuk penggunaan akademis (non komersial) sekitar 2000 US dollar pertahun. Namun demikian di era open source ini semakin banyak aplikasi-aplikasi kimia komputasi berbasis open source maupun yang menawarkan free academic license (Geldenhuys dkk., 2006). Hanya saja aplikasi-aplikasi tersebut seringkali tidak user-friendly dan untuk memanfaatkannya membutuhkan kemampuan komputer yang lebih dalam, seperti menguasai LINUX-based operating system dan command line editor bawaan masing-masing aplikasi. Selain tidak userfriendly, aplikasi-aplikasi tersebut seringkali fokus pada satu topik sehingga tidak cukup lengkap digunakan secara komprehensif. Beberapa contoh aplikasiaplikasi yang tersedia secara gratis untuk tujuan nonkomersial: NAMD (http://www.ks.uiuc.edu/Research/namd/) , sebuah aplikasi untuk Molecular Dynamics; maupun Visual trajectory hasil molecular studi Molecular dynamics Dynamics; (VMD; ArgusDock http://www.ks.uiuc.edu/Research/vmd/) untuk visualisasi molekul baik tunggal

(www.arguslab.com)

untuk

docking

analisis;

GAMESS

(www.uiowa.edu/~ghemical/gtk-gamess.shtml) untuk minimisasi energi; dan ACD/labs ChemSkecth (www.acdlabs.com) untuk menggambar struktur kimia. Dengan berbagai data sintesis dan uji aktivitas yang telah dilakukan banyak peneliti yang telah dipublikasikan baik di Indonesia maupun internasional serta data struktur protein yang dapat mudah diakses, berpartisipasi dalam penemuan obat secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan CADD merupakan salah satu peluang yang layak dipertimbangkan untuk ditekuni lebih lanjut.

Kurkumin ( 1,7-bis(4 hidroksi-3 metoksifenil )-1,6 heptadien, 3,5-dion ) adalah pigmen kuning yang diisolasi dari rimpang tanaman Curcuma longa L., yang telah sejak lama digunakan baik sebagai pewarna makanan, bumbu atau obatobatan. Kurkumin aman untuk digunakan. Berdasarkan uji klinis pada manusia, kurkumin memperlihatkan keamanan hingga dosis 10 g/hari (Mehta et al., 1997). Kurkumin menunjukan berbagai aktivitas farmakologis diantaranya sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan antiinfeksi. Bukti lain menunjukan bahwa kurkumin dapat menghambat inisiasi, promosi, dan metastasis tumor. Kurkumin memberikan efek antiproliferasi pada berbagai sel kanker termasuk sel kanker kolon sehingga potensial dikembangkan sebagai antikanker. Kurkumin telah diteliti dan berpotensi sebagai antiangiogenesis (Gururaj et al., 2002). Kemampuan kurkumin sebagai antikanker kemungkinan dikaitkan dengan sifat antistrogenik kurkumin (Shao et al., 2002). Berdasarkan aktivitas tersebut maka kurkumin dijadikan sebagai senyawa penuntun dalam penemuan senyawa obat baru yang lebih poten (1). Sebagai antikanker, pertama-tama kurkumin dikaitkan dengan aktivitasnya sebagai anti-inflamasi yaitu sebagai inhibitor enzim cyclooxygenase, enzim yang mengkatalis sintesis prostanoid dari asam

arakidonat. Disamping itu, kurkumin juga memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim lipoksigenase (LOX) sehingga dapat menurunkan produk metabolitnya yang berupa 5(S)-, 8(S)-, 12(S)dan 15(S)-HETE (hydroxyeicosatetraenoic acids) pada mukosa kolon dan beberapa kanker. Penelitian yang lain menunjukan bahwa kurkumin juga aktif dalam menghambat proses karsinogenesis pada tahap inisiasi dan promosi/progresi. Akir-akhir ini juga dilaporkan bahwa kurkumin juga memiliki efek memacu proses apoptosis yaitu proses kematian sel dalam rangka mempertahankan integritas tubuh secara keseluruhan. (pustaka Jurnal???) Kurkumin mempunyai senyawa analog antara lain senyawa derivat 2,6-dibenziliden sikloheksanon (heksagamavuton), derivat 2,5-dibenziliden siklopentanon (pentagamavuton), dan derivat 1,5-difenil-1,4-pentadien-3-on (gamavuton) (2). Senyawa tersebut telah disintesis oleh Sardjiman dkk (2000). Heksagamavunon-1 (HGV-1) merupakan salah satu derivat siklovalon yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan antiinflamasi, sehingga memungkinkan adanya aktivitas sebagai antikanker. HGV-1 mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker kolon dengan mekanisme kematian kemungkinan melalui apoptosis (Data Belum dipublikasi). Penelitianpenelitian tersebut menunjukkan HGV-1 memiliki aktivitas yang mirip bahkan beberapa lebih baik dibanding kurkumin dan analog kurkumin lainnya. Penelitian lain tentang senyawa tersebut berdasarkan hasil docking derivat 1,5-difenil-1,4-pentadien-3-on (senyawa GVT-0 dan EHP) memiliki afinitas kuat terhadap enzim siklooksigenase-2 (COX-2) dibanding kurkumin (7,8).

O R2 R2

HO R1 R1

OH

heksagamavuton

Gambar I.1 (derivat 2,6-bis(4-hidroksibenziliden)sikloheksanon)


O

R2 R2

OH HO R1 R1

pentagamavuton

Gambar I.2 (derivat 2,5-bis(4-hidroksibenziliden)siklopentanon)

Beberapa penelitian derivat kurkumin secara in silico menunjukan adanya aktivitas inhibisi senyawa tersebut terhadap enzim COX-2, di mana enzim tersebut berperan dalam konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin yang menyebabkan terjadinya inflamasi (9,10) dimana pada beberapa sel kanker ekspresi COX-2 menunjukan adanya peningkatan yang nyata (Crofford,. 1996), demikian juga terhadap enzim LOX-5 apabila terjadi inhibisi terhadap enzim tersebut maka diharapkan inflamasi tidak terjadi. Aktivitas antikanker dari senyawa kurkumin diketahui melalui mekanisme penghambatan pembentukan prostaglandin melalui penghambatan enzim siklooksigenase-2 (COX-2) dan lipooksingenase (LOX-5) pada jalur asam arakidonat. Pada penelitian sebelumnya derivat gamavuton telah diuji sifat inhibisinya terhadap COX2 (4) dan BS-8 telah di uji inhibisinya terhadap LOX-5 (5).

Pada penelitian ini akan diuji aktivitas antikanker yang difokuskan pada senyawa heksagamavuton terhadap enzim COX-2 dan LOX-5, kemudian dibandingkan dengan gamavuton (GVT-0 dan EHP) dan 2-(4-hidroksi benziliden)-5-metil sikloheksana-1,3 dion (BS-8). Pada penelitian ini juga bisa diungkapkan hubungan antara senyawa non bis dengan bentuk bis aromatik turunan kurkumin dalam hal aktivitas antiinflamasi pada metabolisme asam arakidonat jalur COX-2. mekanisme penghambatan senyawa derivat 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion (non bis) terhadap enzim lipooksigenase-5 secara molekuler jika dibandingkan dengan derivat 1,5difenil-1,4-pentadien-3-on (bis aromatik). Untuk mengukur dan membandingkan aktivitas antikanker senyawa derivat kurkumin tersebut dilakukan secara komputasi dengan metode docking dengan menggunakan program PLANTS (Protein-Ligand ANT System). PLANTS merupakan suatu aplikasi docking yang telah di-benchmark secara
internal di grup penelitian Kimia Medisinal, Vrije Universiteit Amsterdam dengan GOLD (aplikasi docking berbayar yang dipakai secara rutin di laboratoriumlaboratorium kimia medisinal di Eropa dan USA).

Kimia komputasi sebagai salah satu cabang ilmu kimia berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu komputasi khususnya untuk pemecahan masalah perhitungan molekular yang berbasis kimia kuantum. Salah satu kajian dalam kimia komputasi yang berkembang belakangan adalah metoda docking. Docking merupakan suatu teknik penelitian secara komputasi atau in silico yang dapat digunakan untuk memprediksi apakah suatu molekul dapat berikatan atau berinteraksi secara kimia dengan reseptor. Protein, dan ligan docking diprediksikan dengan teknik penempatan pada area tertentu sehingga memberikan interaksi yang optimal. Protein ligan dibuat secara modeling yang melibatkan interaksi biokimia antara protein dan ligan. Kelebihan dengan metoda docking fokus riset dapat dipersempit, biaya dan waktu dapat lebih efisien (11,12).

10

Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian terhadap senyawa derivat kurkumin, khususnya senyawa turunan Heksagamavuton terhadap aktivitas antikankernya melalui interaksinya terhadap enzim COX-2 dan LOX-5 dengan metode docking. Berdasarkan informasi-informasi di atas, aktivitas HGV-1 sebagai antikanker perlu dibuktikan pada sel kanker kolon yang diinduksi COX-2 dan LOX-5 secara in silico sebagai upaya untuk menemukan obat baru untuk kanker kolon. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan eksplorasi terhadap senyawa turunan 2,6-dibenziliden metode sikloheksanon terhadap (heksagamavuton) enzim dengan dan menggunakan docking siklooksigenase-2

lipooksigenase-5 sehingga dapat diketahui : Bagaimanakah afinitas senyawa turunan 2,6-dibenziliden sikloheksanon (heksagamavuton) dapat bertindak sebagai inhibitor enzim siklooksigenase-2 dan lipooksigenase-5 sebagai antikanker ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kode PDB 3MQE dapat digunakan sebagai protokol virtual skrining untuk menemukan senyawa yang berpotensi sebagai inhibitor enzim Siklooksigenase-2 (COX-2) baru. D. Manfaat Penelitian Memprediksi aktivitas farmakologi dan mekanisme aksi pada aras molekular menggunakan sikloheksanon metode docking senyawa dan derivat 2,6-dibenziliden siklopentanon (heksagamavuton) 2,5-dibenziliden

(pentagamavuton) dibandingkan gamavuton (GVT-0 dan EHP), dan senyawa benziliden (BS-8) sehingga dapat diprediksi derivat kurkumin yang paling poten sebagai antikanker melalui penghambatan enzim COX-2 dan LOX-5.

Anda mungkin juga menyukai