Disampaikan pada Forum Diskusi Rutin Dosen Jurusan Kimia dan Pendidikan Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang
PENDAHULUAN
Proses penemuan obat sangat kompleks dan memerlukan tahapan yang banyak dan waktu
yang lama. Tujuan dari desain obat adalah untuk menemukan senyawa kimia yang dapat
berinteraksi baik dengan reseptor. Interaksi kimia dalam desain obat salah satu caranya dapat
dilihat dengan pemodelan komputer. Desain obat dengan pendekatan struktur menggunakan
metode komputasi dapat meningkatkan kecepatan dalam proses penemuan obat. Komputer dapat
dengan cepat menghasilkan dan memprediksi ikatan dan menghasilkan kandidat obat terbaik yang
potensial. Komputer dapat fokus untuk melakukan sintesis hanya untuk senyawa yang berpotensi
sebagai kandidat obat (Baldi, 2010).
Computer-aided drug design (CADD) adalah sekumpulan teknik yang digunakan untuk
merancang obat baru dengan bantuan komputer. CADD dimanfaatkan untuk memilih senyawa
penuntun (lead compound), optimasi aktivitas dan profil ADMET dan meningkatkan keamanan
obat. CADD juga dikembangkan untuk memprediksi mekanisme dan target molekuler dari suatu
senyawa bahan alam yang selama ini membutuhkan upaya dan tenaga yang besar untuk dilakukan.
Penggunaan CADD dalam memprediksi mekanisme suatu senyawa diharapkan dapat
mempercepat pengembangan senyawa yang memiliki aktivitas tertentu menjadi suatu obat (Chen
dan Ren 2014).
Docking molekuler adalah suatu metode CADD yang kini banyak dimanfaatkan dalam
pembuatan desain obat baru. Metode komputasi ini digunakan untuk memprediksi interaksi dari
dua molekul. Salah satunya untuk mempelajari interaksi antara ligan dan protein. Interaksi dapat
dilihat dari binding site dari target makromolekuler. Metode yang dapat meningkatkan efektivitas
serta menurunkan biaya dari pencarian senyawa aktif baru. Tujuan dari docking molekuler adalah
memberikan prediksi terhadap struktur kompleks ligand-reseptor dengan metode komputasi.
Aplikasinya digunakan pada desain obat misal untuk molekul kecil obat yang disebut ligan dan
makromolekul pada protein reseptor. Gaya yang digunakan untuk menghitung keseluruhan
program doking yaitu gaya mekanika molekuler.
Proses docking terdiri dari dua tahap yang saling berhubungan yaitu docking
algorithms/docking pose dan scoring function. Algoritma docking berfungsi untuk mengeksplorasi
konformasi ruang dan ligan atau target protein. Fungsinya adalah unntuk mendapatkan konformasi
paling stabil dari kompleks ligan-protein yang terbentuk dari pencari konformasi/orientasi ligan
terhadap daerah tambatan reseptor. Ikatan molekuler akan terbentuk dari gugus fungsional ligan
yang berinteraksi dengan residu –residu asam amino protein reseptor. Scoring function berfungsi
untuk mengevaluasi konformasi dengan menghitungkan kekuatan afinitas antara ligan dengan
protein dan kemudian mengarahkan eksplorasi konformasi ligan kepada pose yang memiliki
afinitas lebih kuat (Meng et al. 2011).
Jika kompleks ligan-reseptor sudah ditentukan maka aktivitas biologi bisa diketahui dari
strukturnya. Scoring function berfungsi untuk menghitung afinitas kompleks ligan-protein reseptor
yang terbentuk. Nilai afinitas yang diperoleh dalam bentuk energi bebas Gibbs (ΔGbind). Nilai
energi bebas Gibbs yang kecil menunjukkan bahwa konformasi yang terbentuk adalah stabil,
sedangkan nilai energi bebas Gibbs yang besar menunjukkan kurang stabilnya kompleks yang
terbentuk. Semakin negatif nilai yang dihasilkan, maka semakin baik afinitas kompleks ligan-
protein, sehingga diharapkan aktivitasnya pun semakin baik. Fungsi scoring pada docking
molekuler berdasarkan gaya mekanika molekuler yang meliputi energy tolakan, ikatan hidrogen,
elektrostatika, desolvation dan entropi torsional. Hasil scoring memiliki korelasi dengan afinitas
ligan terhadap protein target, yang dapat memberikan petunjuk tentang mekanisme kerja senyawa
yang diuji. Metode ini memiliki keunggulan dari segi waktu yang lebih singkat dan biaya yang
lebih murah dibandingkan melakukan uji secara in vitro (Cosconati et al. 2010). Dengan
memanfaatkan docking molekuler, protein target dapat diprediksi berdasarkan skor dan model
interaksi kompleks ligan-protein.
PRINSIP
Tahap pertama dalam docking molekuler adalah menyiapkan struktur protein dan ligan
yang diinginkan. Struktur protein diperoleh dari kristalografi sinar-x, atau spektroskopi NMR,
kemudian disimpan dalam Protein Data Bank. Ligan dapat dibuat dengan software kimia seperti
Chemdraw atau Marvinsketch. Struktur protein dan basis data ligan yang potensial berfungsi
sebagai input untuk program docking.
Metode docking ligan-protein adalah suatu alat untuk mempelajari interaksi antara protein
dan ligan. Docking biasa digunakan pada tahapan untuk mendesain aktif lead yang potensial.
Persyaratan yang dibutuhkan apabila ingin melakukan docking: data struktur untuk ligan dan
reseptor protein yang diinginkan, dan prosedur untuk memprediksi pose interaksi ligan dan
protein. Struktur protein target untuk docking dapat diperoleh dari web RSCB Protein Data Bank
(PDB). Jumlah struktur yang ada dalam repository PDB mencapai >62,000 kompleks protein-
ligan, dengan >60,000 struktur diperoleh dari Xray dan >1700 dari NMR. Peningkatan jumlah
input data struktur PDB dan entri dari database kimia sangat membantu dalam perkembangan
docking molekuler. Ada 3 tipe docking yaitu :
a. rigid body docking, dimana reseptor dan ligan diperlakukan rigid
b. flexible ligan docking, dimana reseptor rigid namun ligan dapat fleksibel
c. flexible docking, dimana reseptor dan ligan keduanya disetting fleksibel
Selama proses doking molekuler, search algorithm menghitung jutaan ligan konformasi.
Fungsi skoring kemudian mengevaluasi kualitas dari posisi doking untuk memandu metode
pencarian yang relevan dengan konformasi ligan. Fungsi skoring harus dapat membedakan jenis
ikatan yang berhubungan nilai energi terendah dari semua posisi yang dicari dengan prediksi
posisi. Tujuan kedua dari fungsi skoring yaitu yaitu untuk dapat mengklasifikasikan dengan tepat
ligan yang aktif dan tidak aktif melalui virtual screening. Tujuan lain yaitu dapat memprediksi
konstanta afinitas dan meranking beberapa senyawa berdasarkan afinitasnya.
Docking molekuler memiliki fungsi scoring berdasarkan gaya mekanika molekuler yang
meliputi tolakan, ikatan hidrogen, elektrostatika, desolvation dan entropi torsional. Hasil scoring
memiliki korelasi dengan afinitas ligan terhadap protein target, yang dapat memberikan petunjuk
tentang mekanisme kerja senyawa yang diuji. Metode ini memiliki keunggulan dari segi waktu
yang lebih singkat dan biaya yang lebih murah dibandingkan melakukan uji secara in vitro
(Cosconati et al. 2010). Dengan memanfaatkan docking molekuler, protein target dapat diprediksi
berdasarkan skor dan model interaksi ligan-protein.
Fungsi skoring terdapat 3 jenis (Wang et al. 2003; Huang et al. 2010): force field, empiris,
dan knowledge based. Algoritma molekuler doking yang digunakan biasanya adalah reseptor rigid
dan ligan dapat fleksibel. Algoritma yang digunakan yaitu: Monte Carlo, genetic algorithm,
fragment-based and molecular dynamics. Program yang bisa digunakan docking dengan
menngunakan database yang besar diantaranya: DOCK,FlexX, GOLD, dan ICM (Gaba, Shaheed,
Ajit, Jujhar, & Memorial, 2015).
Fungsi skoring rata-rata menggunakan medan gaya force field yang menghitung energi dari
pose. Energi negatif mengindikasikan system yang stabil karena interaksi ikatan yang disukai.
Fungsi skoring force field memprediksi energy ikatan bebas dari kompleks ligan-protein dengan
menambah kontribusi dari tipe interaksi yang berbeda. Contoh fungsi skoring yang menggunakan
medan gaya force field yaitu DOCK.
Metode molekuler docking penting dalam merencanakan dan mendesain obat baru. Metode
ini bertujuan untuk memprediksi ikatan dan afinitas dari molekul kecil dari situs ikatan dari
reseptor target. Molekuler docking terdiri dari 3 tahap: prediksi pose, virtual screening, dan
perkiraan afinitas ikatan. Metode docking yang berhasil harus dapat memprediksi dengan benar
pose ligan asli dalam situs ikatan reseptor dan interaksi kimia-fisika molekul. Metode ini juga
harus dapat membedakan ikatan antara molekul yang tidak berikatan dan meranking ligan pada
senyawa terbaik yang ada pada database. Algoritma pencarian dan fungsi energi skoring adalah
piranti pada docking yang dapat menghasilkan dan mengevaluasi konformasi ligan. Kemampuan
dalam menggambarkan energi interaksi pada kompleks ligan-reseptor sangat berguna dalam
desain obat (Guedes, Magalhães, & Dardenne, 2013).
Ada beberapa program dan algoritma yang digunakan untuk melakukan molecular doking.
Program dan algoritma untuk docking dapat dilihat di Tabel 1. Autodock Vina merupakan software
molekuler docking yang merupakan pengembangan dari Autodock. Vina memiliki kecepatan
prediksi 62 kali lebih cepat dan akurasi prediksi model interaksi yang lebih baik dibandingkan
Autodock dengan optimasi algoritma serta memanfaatkan fitur multithreading sehingga
mempercepat proses kalkulasi pada komputer multi-core (Trot dan Olson 2011). Auto Dock
(Automated Docking of Flexible Ligands to Receptors) terdiri dari 3 program: AutoDock sebagai
tempat docking dari ligand kepada set grid yang menggambarkan protein target, AutoGrid yang
menghitung grid, dan AutoTors yang mengatur ikatan yang bisa diatur sebagai ligan yang bisa
berotasi.
Genetic algorithms (GA) adalah salah satu aplikasi dalam algoritma stokastik yang
digunakan dalam program molecular docking seperti AutoDock and Gold. Tahap pertama adalah
algoritma melakukan pembacaan keseluruhan dari struktur parameter dari struktur awal kromosom
yang berupa vektor. Kromosom dianggap sebagai awalan untuk melakukan algoritma pencarian
acak yang menghasilkan populasi awal dari kromosom yang melingkupi area dari landscape
energi. Populasi ini kemudian dievaluasi dan kromosom yang mempunyai energi terendah dipilih
sebegai template. Prosedur ini menurunkan energi rata-rata dari ensemble kromosom dengan
mentransimisikan karakter struktur yang paling disukai dari satu populasi ke yang lain dan
selanjurnya konformasi dieksplorasi (Ferreira, Santos, Oliva, & Andricopulo, 2015).
Program molecular doking menggunakan fungsi skoring untuk memprediksi energi ikatan
dari kompleks ligan reseptor. Variasi energi disebabkan karena formasi dari struktur ligan-reseptor
yang diperoleh dari binding constant (Kd) dan energy bebas Gibbs (ΔGL). Prediksi dari energi
ikatan dilakukan dengan mengevaluasi sifat fisika-kimia yang terdapat dalam ikatan ligan-reseptor
(termasuk interaksi intermolekul, desolvasi, dan efek entropi). Semakin besar jumlah parameter
fisika-kimia yang dievaluasi, maka semakin akurat fungsi skoring yang diperoleh.Efeknya adalah
biaya komputasi meningkat dengan bertambahnya jumlah variabel. Idealnya fungsi skoring yang
efisien harus seimbang antara akurasi dan kecepatan, apalagi saat bekerja dengan menggunakan
ligan yang besar.
Perhitungan pada autodock untuk fungsi skoring dengan menggunakan medan gaya force
field menghitung energi ikatan dengan menjumlahkan ikatan dari bonding (bond stretching, angle
bending, dan dihedral variation) serta energi non-bonded (elektrostatik dan van der Waals
interactions). Fungsi skoring ini menggunakan metode ab initio untuk menghitung energi pada
masing-masing suku menggunakan perhitungan dari mekanika klasik. Persamaan perhitungan
force field dengan menggunakan fungsi skoring adalah sebagai berikut:
Metode perhitungan yang lain adalah dengan menggunakan skoring empiris. Skoring
empiris menghitung suku dari binding energy. Tiap suku dari masing-masing fungsi
menggambarkan satu jenis dari gejala fisika termasuk dari pembentukan kompleks ligan-reseptor.
Suku yang termasuk adalah ikatan hidrogen, interaksi ionik dan non polar, desolvasi dan efek
entropi. Knowledge scoring functions menggunakan perhitungan energi potensial pasangan yang
diketahui dari kompleks ligan-reseptor untuk mendapat fungsi umum (Kahsai, 2011).