Anda di halaman 1dari 2

Manfaat Kimia Komputasi dalam Penemuan Obat

Membawa senyawa kimia dari aras ide menjadi obat yang beredar di pasar
merupakan proses yang membutuhkan sekitar rata-rata 800 juta US dollar
menurut catatan yang disampaikan DiMasi dkk. (2003). Biaya yang sangat
besar tentunya, apalagi dikaitkan dengan kemampuan ekonomi negaranegara berkembang, seperti Indonesia. Strategi dan upaya yang efektif dan
ekonomis diperlukan untuk membawa Indonesia juga turut diperhitungkan
dalam penemuan obat.
Tawaran yang menarik akhir-akhir ini adalah pemanfaatan komputer sebagai
alat bantu dalam penemuan obat. Kemampuan komputasi yang meningkat
eksponensial merupakan peluang untuk mengembangkan simulasi dan
kalkulasi dalam merancang obat. Komputer menawarkan metode in
silico sebagai komplemen metodein vitro dan in vivo yang lazim digunakan
dalam proses penemuan obat. Terminologi in silico, analog dengan in
vitro dan in vivo, merujuk pada pemanfaatan komputer dalam studi
penemuan obat.
Mengapa dikatakan menarik? Alasan utamanya adalah efisiensi biaya.
Sebagai ilustrasi akan disampaikan perbandingan penemuan obat secara
konvensional dan dengan bantuan komputer ketika ditemukan suatu senyawa
A dalam tanaman Z yang diduga aktif sebagai senyawa antikanker dengan
menghambat enzim X, suatu enzim yang sudah diketahui strukturnya secara
kristalografi:
1.

Konvensional

Secara konvensional yang bisa dilakukan adalah mensintesis turunan dan


analog senyawa A dan diujikan dalam enzim X sampai ditemukan benerapa
senyawa yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pada senyawasenyawa potensial tersebut dilakukan uji lanjutan dan secara alami
senyawa-senyawa tersebut dapat berguguran dan tidak sampai ke pasar
karena terbentur beberapa masalah pada uji lanjutan, misal didapati toksis.
Kemudian dilakukan skrining lagi dari tanaman yang secara empiris
dilaporkan mengobati kanker.
2.

Dengan bantuan komputer (Computer-aided drug discovery; CADD)

Di lain pihak, keberadaan sebuah komputer pribadi dilengkapi dengan


aplikasi kimia komputasi yang memadai ditangan ahli kimia komputasi

medisinal yang berpengalaman dapat menayangkan senyawa A secara tiga


dimensi (3D) dan melakukan komparasi dengan senyawa lain yang sudah
diketahui memiliki aktivitas tinggi, misal senyawa B. Berdasarkan komparasi
3D dilengkapi dengan perhitungan similaritas dan energi, memberikan
gambaran bagian-bagian dan gugus-gugus potensial yang dapat
dikembangkan dari senyawa A (pharmacophore query). Kemudian berbagai
senyawa turunan dan analog disintesis secara in silico alias digambar
sesuai persyaratan aplikasi komputer yang digunakan (Untuk selanjutnya
disebut senyawa hipotetik). Hal ini jelas jauh lebih murah daripada sintesis
yang sebenarnya. Keberadaan data struktur 3D enzim X akan sangat
membantu. Aplikasi komputer dapat melakukan studi interaksi antara
senyawa-senyawa hipotetik dengan enzim X secara in silico pula. Dari studi
ini dapat diprediksi aktivitas senyawa-senyawa hipotetik dan dapat
dilakukan eliminasi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas rendah.
Sebelum diusulkan untuk disintesis, senyawa-senyawa hipotetik tersebut
dengan diprediksi toksisitasnya secara in silico dengan cara melihat
interaksinya dengan enzim-enzim yang bertanggung jawab pada
metabolisme obat. Dari beberapa langkah in silico tersebut, dapat diusulkan
beberapa senyawa analog dan turunan senyawa A yang memang potensial
untuk disintesis dan dikembangkan, atau mengusulkan untuk
mengembangkan seri baru. Jumlah senyawa yang diusulkan biasanya jauh
lebih sedikit dibandingkan penemuan obat secara konvensional.

Anda mungkin juga menyukai