Anda di halaman 1dari 17

PERANCANGAN OBAT RASIONAL

Metode klasik yang biasa diterapkan adalah pengubahan molekul yaitu perancangan
analog senyawa bioassay-guide activity atau senyawa pemandu/petunjuk/penuntun (lead
compound) yang betul-betul aktif. Prinsip bioassay-guide activity merupakan contoh panduan
bahwa perubahan kecil pada struktur molekul menyebabkan sedikit perubahan kuantitatif pada
efek hayati (Bond and Waldmann, 2010 ; Muchtaridi, 2013).
Perancangan obat adalah proses yang didorong oleh inovasi dan terobosan teknologi
yang melibatkan kombinasi metode eksperimental dan komputasi yang canggih. Berbagai
macam pendekatan kimia dapat digunakan untuk identifikasi hits, menghasilkan lead, serta
untuk mempercepat optimalisasi mengarah ke calon obat (Andrade et al., 2010).
Perancangan obat baru sebaiknya mengikuti prinsip utama bioassay-guide activity.
Perancangan obat merupakan proses inventif menemukan obat baru berdasarkan pengetahuan
tentang target biologis. Perancangan obat rasional dibagi menjadi 2 kategori:
1. Pengembangan molekul kecil dengan sifat yang diinginkan untuk target biomolekul yang
fungsi seluler dan informasi struktur 3D-nya diketahui. Pendekatan perancangan obat ini
telah umum digunakan dan ditetapkan secara luas oleh industri farmasi.
2. Pengembangan molekul kecil dengan sifat yang telah ditetapkan untuk targetnya yang fungsi
seluler dan informasi struktur 3D-nya dapat diketahui atau tidak diketahui.
Langkah-langkah yang terkait dengan kedua pendekatan tersebut dan evaluasi sifat-sifat
lainnya dalam desain obat rasional sesuai gambar di bawah ini :
Gambar A : Tahap-tahap perancangan obat jika target diketahui pada kategori.

Gambar A merupakan alur dalam mendesain molekul obat menggunakan target yang sudah
diketahui informasi struktur 3D hingga didapatkan informasi struktur 3D target menggunakan
X-ray kristalografi atau NMR.

1
Gambar B : tahab-tahab perancangan obat jika target tidak diketahui

Gambar B di atas merupakan alur proses mengubah menjadi senyawa pemandu menggunakan
target yang sudah diketahui dan tidak diketahui informasi 3D-nya.

Gambar C : Tahap Peningkatan Ketersediaan Hayati Senyawa Pemandu menjadi


Kandidat obat

2
Berdasarkan Gambar C, langkah-langkah selanjutnya dalam merancang obat adalah:
1. Mencari senyawa penuntun / pemandu / induk (lead compounds). Lead adalah senyawa
(atau seri senyawa) yang memenuhi kriteria minimum yang telah ditentukan untuk
pengoptimalan struktur dan aktivitas lebih lanjut. Catatan: Biasanya, lead akan
menunjukkan aktivitas yang sesuai, selektivitas, SAR yang dapat ditelusur, dan potensi
untuk dipatenkan. Senyawa pemandu digunakan sebagai awal merancang obat baru.
Senyawa induk ini biasanya memiliki kelemahan seperti: aktivitas lemah, atau toksisitas
besar, kurang stabil, masa kerja singkat, dan mempunyai bau dan rasa yang kurang enak.
2. Modifikasi molekul, yaitu mensintesis turunannya dengan menggantikan gugus lain yang
lebih diinginkan dari senyawa penuntun, kemudian dielusidasi strukturnya.
3. Merumuskan hubungan kuantitatif antara struktur dan aktivitas biologisnya (HKSA).
Dengan menggunakan model yang sudah ada dan deskriptor-deskriptor yang bisa
digunakan untuk memprediski hubungannya.
4. Merancang senyawa yang menurut HKSA dari persamaan statistik memberikan nilai lebih
baik ativitas dan kestabilannya.
5. Mensintesis senyawa rancangan dan mengukur aktivitasnya dalam laboratorium.
6. Merancang dosisnya, lalu obat tesebut diuji klinis hingga merancang formulanya.

3
PERANCANGAN OBAT BERBANTUKAN KOMPUTER
(COMPUTER AIDED DRUG DESIGN)
DALAM PENEMUAN OBAT

Proses penemuan dan pengembangan obat baru dari ide awal hingga menjadi produk
siap pakai di tangan konsumen merupakan proses yang panjang dan kompleks yang dapat
memakan waktu bertahun-tahun. Diperkirakan dibutuhkan waktu 12-15 tahun dan biaya tinggi
lebih dari 1 miliar USD.

4
https://www.researchgate.net/figure/Drug-discovery-process_fig1_321183977

5
Siklus tahapan dari penemuan dan pengembangan obat

tahapan penemuan obat

HITS AND LEADS


HIT adalah zat aktif yang memiliki aktivitas preferensial terhadap target dan yang memenuhi
semua kriteria berikut :
(1) aktivitas yang dapat direproduksi / terulang dengan hasil yang sama dalam bioassay yang
relevan,
(2) struktur yang terkonfirmasi jelas dan kemurnian yang tinggi,
(3) spesifisitas untuk target tertentu yang sedang dipelajari,
(4) potensi yang terkonfirmasi mempunyai nilai kebaruan, dan
(5) struktur yang dapat dikendalikan secara kimia, yaitu molekul yang menunjukkan afinitas
terhadap target tertentu secara jelas dan tidak dengan target yang lain.
Setelah hit ditemukan, aktivitasnya harus dikonfirmasi dan divalidasi. Kriteria validasi hit yang
umum adalah sebagai berikut:
(1) hit harus aktif secara in vitro dan mempunyai aktivitas in vivo dalam model target atau
penyakit;
(2) hit tidak boleh menunjukkan toksisitas terhadap human ether-a-go-go-related (hERG);
(3) analog dari hit harus mempunyai hubungan structure_activity (SAR/Structure Activity
Relationships) yang jelas;

6
(4) sifat dasar fisikokimia dan ADME dari serangkaian hit harus dievaluasi untuk
mengidentifikasi sifat potensi yang tidak diinginkan dalam rangkaian dan untuk menilai
hubungan sifat dan struktur (SPR/Structure Properties Relantionship);
(5) hit tidak boleh mengandung gugus fungsi kimia yang reaktif; dan
(6) hit harus memberikan peluang paten.
Baru kemudian hit menjadi senyawa yang biasa disebut lead/pemandu/penuntun.
Jika suatu molekul LEAD yang dihasilkan dari studi tambahan tentang SAR, absorbsi,
distribusi, metabolisme, ekskresi (ADME), dan toksisitas, maka statusnya menjadi "kandidat
obat klinis".
Setelah studi toksikologi singkat, dan memenuhi kriteria yang diperlukan untuk pemberian
kepada manusia untuk studi klinis awal.

Tantangan bagi peneliti dalam strategi dan upaya ekonomis dalam penemuan obat. Hal
ini mendasari mengapa pemanfaatan metode kimia komputasi dikembangkan. Sebuah
teknologi yang muncul, Computer Aided Drug Design (CADD) atau desain molekuler
terbantukan komputer (Computer-Assisted Molecular Design, (CAMD) mempercepat
pengembangan obat dengan memanfaatkan informasi dari obat dan penyakit yang ada,
dikombinasikan dengan input antar-disiplin dari bidang lain. Metode berbantuan komputer,
juga disebut metodologi in silico (seperti in vivo, in vitro). Teknologi ini secara luas
menggunakan model matematika dan alat simulasi berdasarkan evaluasi risiko potensial dari
keamanan obat dan desain ekperimen dari uji-uji yang baru. IUPAC memberikan pengertian
kimia komputasi sebagai disiplin ilmu yang menggunakan metode matematika untuk
menghitung sifat molekuler atau untuk menstimulasi kelakuan sistem molekuler.
Dalam CADD, perangkat komputasi dan perangkat lunak digunakan untuk
mensimulasikan interaksi reseptor obat. Ekspansi cepat di bidang ini dimungkinkan oleh
kemajuan daya komputasi dan kecanggihan perangkat lunak dan perangkat keras, identifikasi
target molekuler, dan peningkatan database struktur protein target yang tersedia untuk umum.
Perancangan CADD atau in silico digunakan untuk mempercepat dan memudahkan
identifikasi hit (kandidat obat aktif), seleksi hit-to-lead (kemungkinan kandidat untuk evaluasi
lebih lanjut), mengoptimalkan leads yaitu mengubah senyawa yang aktif secara biologis
menjadi obat yang sesuai dengan meningkatkan sifat fisikokimia, farmasetik, ADMET
(absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, profil toksisitas)/PK (farmakokinetik), dan
menghidari masalah keamanan efek samping obat. Tujuan CADD adalah untuk
mengidentifikasi dan merancang molekul kecil yang memiliki efek terapi klinik yang effisien
dan efektif. Dasar teoritis CADD melibatkan mekanika kuantum dan studi pemodelan molekul
seperti desain obat berbasis struktur; desain obat berbasis ligan; pencarian basis data dan
prediksi afinitas yang mengikat.
Ketika target dipilih untuk desain lead compounds baru, tiga situasi berbeda yang dapat
dihadapi mengenai sejumlah informasi sistem/keadaan yang tersedia:
1) struktur target sudah diketahui dan konformasi bioaktif dari ligan tidak diketahui.
2) hanya konformasi bioaktif dari ligan yang diketahui.

7
3) struktur target dan konformasi bioaktif dari ligan tidak diketahui.
Sebagian besar obat memberikan efeknya melalui interaksi dengan makromolekul
spesifik dalam tubuh. Banyak dari target obat makromolekul ini adalah protein. Protein adalah
rantai polimer panjang dari residu asam amino yang dapat diulang dan dilipat untuk
menghasilkan alur, rongga, dan celah yang merupakan tempat yang ideal untuk interaksi
dengan molekul besar atau kecil. Obat lain memberikan efeknya dengan berinteraksi dengan
kelas makromolekul berbeda yang disebut asam nukleat, yang terdiri dari rantai panjang residu
nukleotida. Contohnya: model obat molekul kecil (daunomycin) yang berinteraksi dengan
target asam nukleat.
Beberapa obat berinteraksi dengan target dapat berupa interaksi kovalen dan interaksi
nonkovalen yang bertanggung jawab untuk afinitas antara obat dan target. Klasifikasi utama
dari gaya tarik nonkovalen adalah interaksi ionik, interaksi ion-dipol, interaksi dipol-dipol,
ikatan hidrogen, kompleks transfer muatan, interaksi hidrofobik, interaksi kation-p, ikatan
halogen, dan gaya van der Waals. Misalnya, muatan yang bermuatan negatif pada obat akan
tertarik ke residu bermuatan positif pada target, atau cincin fenil pada obat akan tertarik ke
rantai samping hidrofobik dari asam amino seperti fenilalanin, leusin, valin, dan lain-lain.
Contoh gambar yang menunjukkan secara skematis beberapa interaksi nonkovalen dari
zanamivir (Relenza) dengan targetnya, neuraminidase, enzim yang sangat penting dalam siklus
reproduksi virus influenza.

Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana beberapa interaksi nonkovalen dapat bergabung


untuk menghasilkan afinitas obat yang tinggi untuk target. Interaksi non-kovalen yang penting
untuk interaksi target obat dibahas lebih lanjut.
Protein tertentu sebagai target obat karena peran yang dimainkannya dalam tubuh:

8
Reseptor adalah protein yang fungsinya untuk berinteraksi dengan ("menerima")
molekul lain (ligan reseptor), sehingga mendorong reseptor untuk melakukan beberapa
tindakan lebih lanjut. Banyak reseptor berperan menerjemahkan sinyal dari luar sel untuk
dihantarkan beraksi di dalam sel. Menggambarkan protein reseptor pada membran sel. Ligan
reseptor berikatan dengan daerah protein yang berada di luar sel, menyebabkan perubahan pada
daerah protein yang ada di dalam sel, sehingga memicu peristiwa intraseluler lebih lanjut
(peristiwa di dalam sel). Bergantung pada penyakitnya, mungkin diinginkan untuk merancang
obat yang mempromosikan pemicu ini (agonis reseptor) atau memblokirnya (antagonis
reseptor). Dasar kimia organik untuk desain dan aksi obat-obatan yang mempromosikan atau
menghambat aksi reseptor dibahas lebih rinci.
Protein lain bertindak sebagai transporter. Protein ini juga menjangkau selaput sel, di
mana perannya adalah untuk membawa atau mengangkut molekul atau ion dari satu sisi sel ke
sisi lainnya. Contoh obat yang memodulasi tindakan transporter.
Enzim adalah kelas protein lain yang berfungsi sebagai target obat yang sangat penting.
Nama resmi suatu enzim biasanya berakhir dengan akhiran “-ase”. Enzim adalah katalis
biologis yang memfasilitasi konversi satu atau lebih reaktan (substrat) menjadi satu produk
baru atau lebih. Sebagai contoh, enzim asetilkolinesterase mengkatalisasi pemecahan
asetilkolin neurotransmitter rangsang, yang penting untuk pembelajaran dan memori (salah
satunya).

Reaksi pemecahan asetilkolin yang dikatalisis oleh enzyme acetylcholinesterase

Pemecahan asetilkolin oleh asetilkolinesterase ini adalah mekanisme dimana efek asetilkolin
dimatikan oleh tubuh. Obat yang menghambat enzim ini akan memperpanjang kerja asetilkolin.
Jadi, misalnya, inhibitor asetilkolinesterase seperti rivastigmine (Exelon) yang telah digunakan
untuk pengobatan gejala penyakit Alzheimer. Contoh target obat lainnya adalah HMGCoA
reductase, suatu enzim dalam jalur biosintesis kolesterol.

9
Peran enzyme HMG-CoA reductase dalam biosintesis kolesterol

Inhibitor enzim ini berfungsi untuk mengurangi produksi kolesterol dan, oleh karena itu, obat
diperlukan bagi pasien dengan kolesterol berlebih dalam aliran darahnya. Contoh-contoh
tersebut meliputi penghambatan enzim merupakan strategi untuk mempromosikan aksi dari
asetilkolin (dengan mencegah pemecahannya) atau penghambatan enzim merupakan strategi
untuk aksi kolesterol dengan menghambat biosintesisnya. Contoh lebih lanjut dari kimia
organik dari desain dan aksi penghambat enzim dibahas lebih lanjut.
Asam nukleat, misalnya, DNA, memiliki peran penting dalam replikasi sel, dan obat-
obatan yang berikatan dengan DNA dapat mengganggu fungsi ini. Mekanisme ini bertanggung
jawab atas aksi beberapa obat antikanker dan anti-infeksi yang masing-masing mengganggu
replikasi sel kanker dan organisme menular. Dasar kimia organik untuk desain dan aksi obat
yang mengganggu fungsi asam nukleat dibahas lebih lanjut.

Metode yang sering digunakan untuk menentukan senyawa pemandu dalam CADD,
yaitu : penapisan acak, ligand based drug design (LBDD), structure based drug design, de
novo design (SBDD) dan blind design. Jika struktur protein tidak diketahui namun ligan
diketahui, maka metode yang digunakan adalah LBDD, seperti Hubungan Kuantitatif Struktur
dan Aktivitas (HKSA) dan pemodelan farmakofor (Kapetanovic, 2008 ‘ Zhang, 2011). Metode
de novo digunakan secara praktis ketika ligan tidak diketahui namun target diketahui
strukturnya. Pendekatan SBDD diaplikasikan jika struktur target diketahui dan ligan diketahui.
SBDD diaplikasikan dalam metode penambatan molekuler (docking) dan simulasi molekuler
dinamik yang menggunakan struktur 3D untuk merancang senyawa aktif baru yang memiliki
aktivitas biologi yang baik.

10
Beberapa metode komputasi

Dasar Starategi Modeling

11
LIGAND BASED DRUG DESIGN – LBDD
LBDD yaitu rancangan obat berdasarkan ligan yang sudah diketahui. Ligan dalam hal
ini adalah obat, dan biasanya ligan obat yang sudah diketahui strukturnya. LBBD bisa
diterapkan ketika struktur protein target tidak diketahui. Pendekatan penemuan obat
berbantuan komputer (LBDD) berbasis ligan, yang melibatkan analisis ligan yang diketahui
berinteraksi dengan target yang diinginkan. Metode-metode ini menggunakan suatu seri dari
senyawa yang diketahui berinteraksi dengan target yang diinginkan dan menganalisis struktur
2D atau 3D seri senyawa tersebut. Tujuan keseluruhan adalah untuk mempertahankan sifat
fisikokimia (dari seri senyawa) yang paling penting untuk interaksi yang diinginkan dan
membuang yang tidak relevan dengan interaksi. Ini dianggap sebagai pendekatan tidak
langsung terhadap penemuan obat karena tidak memerlukan pengetahuan tentang struktur
target yang diinginkan. Dua pendekatan mendasar dari LBDD adalah :
(1) pemilihan senyawa berdasarkan kesamaan kimia dengan aktivitas yang diketahui
menggunakan beberapa ukuran kesamaan.
(2) konstruksi model hubungan kuantitatif struktur aktivitas (QSAR) yang memprediksi
aktivitas biologis dari struktur kimia (berupa persamaan HKSA).
Metode ini diterapkan untuk skrining in silico untuk senyawa baru yang memiliki aktivitas
biologis yang menarik, hit-to-lead dan lead-to drug optimization, dan juga untuk optimasi sifat
ADMET. LBDD didasarkan bahwa molekul yang secara struktural mirip cenderung memiliki
sifat yang serupa. Pendekatan LBDD berbeda dengan pendekatan SBDD yaitu bahwa LBDD
juga dapat diterapkan ketika struktur target biologis tidak diketahui.
Jadi LBDD memanfaatkan informasi sifat fisiko-kimia senyawa aktif sebagai landasan
mendesain senyawa baru. Metode LBDD yang lazim digunakan adalah pharmacophore
discovery, hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (HKSA/QSAR) dan database mining.
Pada farmakofor, harus dicari bagian mana dari senyawa tersebut yang berperan.
Molekul-molekul lain ini dapat digunakan untuk memperoleh model farmakofor yang
mendefinisikan karakteristik struktural minimum yang diperlukan yang harus dimiliki suatu
molekul untuk mengikat pada target. Dengan kata lain, model target biologis dapat dibangun
berdasarkan pengetahuan tentang apa yang mengikatnya, dan model ini selanjutnya dapat
digunakan untuk merancang entitas molekul baru yang berinteraksi dengan target.
IUPAC mendifinisikan bahwa farmakofor adalah gabungan kerangka fitur sterik dan
elektronik yang diperlukan untuk memastikan interaksi supramolekul optimal dengan struktur
target biologis yang spesifik dan memicu respon biologis. Fitur farmakofor adalah topografi
dari gugus-gugus fungsi atau atom-atom yang memberikan respon kepada aktivitas biologi.
Fitur farmakofor menggambarkan tata ulang dari atom-atom atau gugus-gugus fungsi yang
penting untuk menghasilkan aktivitas biologi. Farmakofor ditampilkan dalam bentuk 3-D dari
fitur-fitur kimia yang bertanggung jawab dalam aktivitas biologis.
Fitur-fitur kimia dalam farmakofor dapat diuraikan oleh beberapa deskriptor seperti
juga dalam HKSA, seperti efek sterik, elektronik, dan hidrofobik dari pengaruh substituen
dalam senyawa yang bertanggung jawab pada aktivitas biologi. Pola farmakofor dalam sesuatu

12
molekul dipengaruhi oleh stereokimia, sterik (atom-atom yang diakses ke protein), dan
elektrostatik.
Pada HKSA (Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas) atau QSAR (Quantitative
Structure Activity Relationship), adalah suatu hubungan antara struktur dan aktivitas biologi
yang dinyatakan secara matematis. Hal ini berarti adanya hubungan kuantitatif yang dapat
dihasilkan dari hubungan antara sifat-sifat molekul yang dihitung dan aktivitas biologisnya
yang ditentukan secara eksperimental. Hubungan QSAR ini pada gilirannya dapat digunakan
untuk memprediksi aktivitas analog baru.
Maksud dan tujuan HKSA adalah:
1. Mengetahui deskriptor yang berpengaruh terhadap aktivitas dari suatu senyawa.
2. Membuat persamaan garis linier yang dapat menjelaskan tentang deskriptor yang
berpengaruh terhadap aktivitas suatu senyawa.
3. Mengusulkan senyawa baru yang lebih baik dibandingkan senyawa yang sudah ada.
Persyaratan dalam studi HKSA antara lain:
1. Semua senyawa analog merupakan seri senyawa homolog.
2. Semua senyawa analog mempunyai mekanisme aksi yang sama.
3. Semua senyawa analog terikat pada reseptor yang sama.
4. Efek penggantian isosterik dapat diprediksikan.
5. Binding affinity berkaitan dengan energi interaksi.
6. Aktivitas biologis berkaitan dengan binding affinity.

STRUCTURE BASED DRUG DESIGN – SBDD


SBDD yaitu rancangan obat berdasarkan struktur target yang didasarkan pada struktur
target yang bertanggung jawab atas toksisitas dan aktivitas satu senyawa di dalam tubuh.
Dengan demikan untuk mendesain obat perlu diketahui makromolekul tempat kerja obat
tersebut (target obat) sebagai templatenya. Pendekatan ini memerlukan pemahaman interaksi
makromolekul-ligan. SBDD memanfaatkan informasi dari struktur protein target untuk
mencari sisi aktif protein yang berikatan dengan senyawa obat. Berdasarkan prediksi sisi aktif
dapat dirancang senyawa yang diharapkan berikatan dengan protein target tersebut dan
memiliki aktivitas biologis. Struktur protein target dapat dimodelkan dari data struktur
kristalografi sinar-X (pemodelan homologi) (www.rsch.org) ataupun hasil analisis NMR
(nuclear magnetic resonance) maupun data genomik (bioinformatics).
Dalam proses desain obat berbasis struktur, setelah identifikasi lead compound,
pengamatan struktur 3D lead compound yang terikat ke target. Struktur kompleks target-ligan
diamati dan interaksi yang dibuat molekul kecil (ligan) dengan target diidentifikasi. Lebih
lanjut, ketersediaan struktur target protein biasanya membantu dalam mengidentifikasi potensi
interaksi ligan. Pendekatan tersebut biasanya melibatkan docking molekul ligan ke situs
pengikatan makromolekul sehingga menghasilkan prediksi mode pengikatan untuk setiap
senyawa kandidat, berupa prediksi konformasi ligan dan orientasi (atau posing) dalam suatu
ikatan dan upaya untuk menempatkan ligan pada binding site (konfigurasi dan konformasi yang
tepat) untuk berinteraksi dengan protein. Interaksi penting ini diperoleh setelah memasukkan

13
ligan yang diketahui ke dalam situs pengikatan makromolekul yang berguna dalam merancang
senyawa yang sama sekali baru dan juga untuk lead optimization.
Pada metode docking molekuler didasarkan pada pemanfaatan informasi struktur target
maupun sifat fisikokimia ligan untuk melakukan uji interaksi senyawa obat pada prediksi sisi
aktif protein. Berdasarkan informasi yang diperoleh dirancang senyawa baru yang diharapkan
lebih aktif dari senyawa-senyawa yang telah tersedia. Fleksibilitas protein dan interaksinya
dengan suatu senyawa dianalisis dengan mengaplikasikan simulasi Molecular Dynamics (MD),
yaitu simulasi yang menganalisis perubahan struktur suatu senyawa sebagai fungsi waktu
berdasarkan parameter-parameter tertentu (Trieb dkk., 2004). Senyawa baru mempunyai
aktivitas tertentu, untuk memperkuat keyakinan bahwa senyawa tersebut mempunyai suatu
aktivitas bisa dilakukan dengan docking. Tiap protein mempunyai ligan spesifik, dengan
demikian obat dikembangkan berdasarkan ligan tersebut. Parameter interaksi obat dengan
protein adalah energi, jika energi yang dibutuhkan untuk berinteraksi lebih kecil, artinya ikatan
ini lebih stabil, demikian sebaliknya.
Proses docking terdiri atas beberapa tahab yang kompleks. Proses ini diawali dengan
penerapan docking algarithm yang memposisikan ligan pada sisi aktif dengan konformasi
tertentu dan urutan pencarian konformasi tertentu, kemudian scoring function yang melengkapi
docking algarithm akan mengevaluasi konformasi dengan melakukan perhitungan berdasarkan
sifat fisikokimia untuk memperoleh struktur molekul yang optimal. Berdasarkan proses
tersebut maka suatu program penambatan molekul merupakan kombinasi dari fungsi scoring
dan algoritme.
Pada metode desain de novo, struktur protein target harus sudah dapat dilihat secara
jelas dengan kristalografi dan spektrofotometer NMR kemudian dimodelkan di komputer
terutama pada tempat ikatannya. Protein diisolasi sehingga bisa diketahui struktur
penyusunnya. Meskipun protein ukurannya besar namun hanya bagian tertentu yang berikatan
dengan obat saja yang dianalisis. Jika struktur protein sudah diketahui, maka obatnya baru
dirancang untuk memperoleh obat yang sesuai dengan protein yang sudah diisolasi tersebut.
Sedangkan dalam hal ini struktur atau ligannya belum diketahui. Untuk kepentingan tersebut,
struktur senyawa kimia dibentuk menggunakan fragmen-fragmen atau potongan gugus-gugus
fungsi yang sesuai sisi pengikatan (binding site) protein target. Target pendekatan ini
melengkapi sifat tempat pengikatan 3-dimensi dari protein target. Sifat ini dapat termasuk
elektrostatik, ukuran, bentuk, lipofilisitas, aromatisitas dan sebagainya.
Tahapan dalam rancangan de novo pertama-tama harus mencari tahu residu-residu
asam amino apa saja yang ikut berperan dalam binding site suatu protein target. Kemudian
mencari fragmen-fragmen yang diperlukan dalam menyusun obat, maka berbagai macam
senyawa dengan gugus tertentu dimasukkan untuk dilihat interaksinya dengan residu-residu
asam amino dalam binding site. Jika energinya rendah (ikatan bagus/stabil), maka fragmen
tersebut adalah kandidat untuk bagian obat yang akan dirancang nanti.

Saat ini perancangan obat rasional melibatkan kedua pendekatan dari CADD dengan
mengkombinasikan informasi dari kedua pendekatan tersebut.

14
Tinjauan Alur Kerja Desain Obat yang Dibantu Komputer

Beberapa Struktur Obat yang Ditemukan


Menggunakan Pendekatan CADD

15
Lingkup Pekerjaan dalam Perancangan Obat Baru

Komputer dalam Kimia Medisinal

16
LITERATUR :
Hari purnomo, 2019, Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas, Percetakan Andi Offset,
ISBN : 978-602-53471-6-0

Muchtaridi, Arry Yanuar, Sandra Megantara, Hari Purnomo, 2018, Kimia Medisinal – Dasar-
Dasar dalam Perancangan Obat, Prenadamedia Group, ISBN : 978-602-422-131-7

Richard B. Silverman and Mark W. Holladay (Auth.), 2015, The Organic Chemistry of Drug
Design and Drug Action-Academic Press.

TUGAS

Pilih salah satu tugas di bawah ini membuat review jurnal dan jurnal harus
dilampirkan, antara lain :
1. Berikan contoh penerapan CADD berdasarkan pendekatan :
A. LBDD (analisis HKSA)
B. SBDD (docking molekuler)

2. Berikan contoh penerapan komputer dalam penelitian perancangan obat


berdasar jurnal penelitian yang telah dilakukan.

3. Berikan contoh obat yang diperoleh melalui pendekatan desain obat


berbasis struktur dan desain obat berbasis ligan !

17

Anda mungkin juga menyukai