Anda di halaman 1dari 90

FARMAKOTERAPI

ASMA

Farmakoterapi Sistem Endokrin, Saluran Cerna & Nafas


Semester 5 S1 Farmasi, Fakultas Farmasi USB
PENDAHULUAN

• Asma adalah salah satu penyakit kronis paling umum di dunia dengan
sekitar jumlah penderita sekitar 300 juta orang
• Asma adalah penyebab utama absen kerja dan sekolah
• Pengeluaran/Biaya perawatan dan maintanance kesehatan untuk asma
sangat tinggi
• Negara maju pasien menghabiskan 1-2 persen dari total pengeluaran
perawatan kesehatan untuk asma.
• Negara berkembang cenderung menghadapi peningkatan permintaan obat
di RS karena meningkatnya prevalensi asma  Karena asma yang tidak
terkontrol membuat biaya lebih mahal
DEFINISI

• Asma adalah penyakit multifaktorial dengan adanya


obstruksi saluran pernapasan dan sebagian besar reversibel
berdasarkan reaksi inflamasi bronkial kronis. Gejalanya
(batuk, rhonki, mengi, sesak dada, atau sesak napas)
bervariasi dan berkorelasi dengan keterbatasan aliran
ekspirasi (GINA 2018).
• Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik
saluran nafas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk
dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas,
termasuk dalam kelompok penyakit pernafasan kronik.
(Depkes, 2009)
LANJUTAN

• Menurut National Asthma Education and Prevention


Program (NAEPP) pada National Institute of Health
(NIH) Amerika, asma didefinisikan sebagai penyakit
inflamasi kronik pada paru yang dicirikan oleh obstruksi
saluran napas yang bersifat reversibel, inflamasi jalan
napas, peningkatan respon jalan napas terhadap berbagai
rangsangan.
• Gangguan inflammatori kronik dari saluran pernafasan
dimana terdapat banyak sel dan elemen selular yang
memainkan peranan terutama: sel mast, eosinofil,
makrofag, neutropil, dan sel epitelial
PREVALENSI ASMA

• Prevalensi meningkat di banyak negara, terutama pada anak-anak


• Di Amerika, asma lebih dari 4.000 kematian pertahun. Sebagian besar
kematian akibat asma terjadi di luar rumah sakit dan kematian jarang terjadi
setelah rawat inap (Kelly and Sorkness, 2008)
• Prevalensi penderita asma di Indonesia menurut hasil penelitian Riskesdas
adalah sekitar 4%.
• Asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien,
faktor keturunan serta faktor lingkungan.
• Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang
melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini berbeda-beda
antara satu kota dengan kota yang lain di negara yang sama.
PATOFI SIOLOGI
PATOFISIOLOGI

Differensiasi sel T TH2

Menstimulasi differensiasi sel B


menjadi sel plasma penghasil IgE
• Antigen ditangkap (up take) oleh sel
dendrit,  dipecah menjadi peptide yang
lebih kecil dan membentuk kompleks
dengan molekul MHC-klas II menjadi
Peptide-MHC klas II complex.
• Complex ini melalui T cell receptor
memberi signal kepada naive T-
lymphocyte (Th-0),  sekresikan IL-12
yang akan menstimulasi Th-1 untuk
mensekresi IFN-γ, lymphotoxin, IL-2
• Disisi lain IL-12 menginhibisi Th-2
response
• Stimulasi pada Th-2 lymphocyte akan
menghasilkan berbagai sitokin seperti : IL-
4, IL-5, IL-13, IL-9, GM-CSF.
• Sitokin tersebut mempengaruhi sel-sel
imunokompeten seperti limfosit B,
eosinofil, basofil.
• Mediator inflamasi yang dihasilkan
mengakibatkan terjadinya perubahan
anatomis (anatomical changes) sehingga
timbul manifestasi klinis asma
TANDA & GEJALA ASMA

• Episode dyspnea (kesulitan bernafas)


• Dada terasa sesak
• Batuk, terutama malam hari
• Wheezing (nafas berbunyi)
• Nafas pendek
• Cemas
• Gelisah
• Hipoksemia
PEMICU/STIMULUS ASMA

a. Infeksi respiratori
 Virus syncytial respiratori, rhinovirus, infuenza, parainfluenza,
Mycoplasma pneumonia
Respon inflamatori terhadap infeksi viral diperkirakan berhubungan
langsung dengan peningkatan hiperreaktivitas bronkus.
b. Allergen
 Serbuk sari, debu rumah tangga, kecoa, spora jamur, bulu
binatang.
Menyebabkan peningkatan hiperreaktivitas bronkial dengan
peningkatan terkenanya alergen
Asma alergi tergantung pada respon IgE: adanya pelepasan mediator
kimia akibat degranulasi sel mast setelah terjadi reaksi antigen-IgE.
PEMICU/STIMULUS ASMA

c. Lingkungan
 Udara dingin, kabut, dioksida nitrogen, asap tembakau.
Mekanisme yang terjadi diperkirakan akibat kerusakan epitel dan inflamasi mukosa saluran nafas.
d. Emosi
 Kecemasan, stress, tertawa
bronkokonstriksi dari faktor psikologis tampaknya dimediasi utamanya melalui input parasimpatik
yang berlebihan.
e. Obat atau pengawet
• Aspirin/obat NSAID menghambat jalur siklooksigenase
• ACE inhibitor: menyebabkan batuk
• Beta bloker: menghambat adrenalin yang dibutuhkan untuk bronkodilator
• Obat yang menyebabkan alergi: penisilin, sulfonamida
• Pengawet mengandung sulfit dapat menghambat jalur siklooksigenase
PEMICU/STIMULUS ASMA

f. Stimulus pekerjaan
 pemanggang roti (tepung), petani & berkebun (serbuk sari, debu), pekerja kimia
(pewarna azo, antrakuinon, etilendiamin), pekerja kayu (serbuk kayu)
Mekanisme: pelepasan mediator akibat degranulasi sel mast
g. Asma nokturnal
Selama tidur pada malam hari.
Kegagalan fungsi paru-paru yang signifikan antara waktu tidur dan bangun
 diurnal sekresi endogen kortison dan sirkulasi epinefrin
h. Olahraga
Beratnya olahraga yang dilakukan, temperatur udara, kelembapan udara, & keadaan
obstruksi saluran nafas
KLA SIFIKASI ASMA
DIAGNOSIS

• Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan


fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada
pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi,
karena pasien sudah lelah untuk bernapas).
• Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa
dengan spirometri.
• Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung
kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan
kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-
3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai
prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75% (Depkes, 2007).
DIAGNOSIS

• Berdasarkan sejarah medis, pemeriksaan fisik, dan berbagai macam tes.


• Dokter juga akan mencari tahu keparahan penyakit  pendekatan
pengobatan
a. Sejarah medis
• Sejarah keluarga pada asma dan alergi
• Apakah terdapat gejala asma,kapan serta bagaimana mereka muncul
• Kondisi kesehatan yang akan menginterferensi penanganan asma
b. Pemeriksaan fisik
• Ada tidaknya gejala asma saat pemeriksaan
DIAGNOSIS
c. Pengujian
1. Spirometri
Untuk memeriksa kerja paru-paru  mengukur berapa banyak udara yang ditarik dan
dihembuskan.
Dapat dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan
adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC yang sebesar > 20 % menunjukkan diagnosis
asma. Tak ada respon ini bukan berarti tak ada asma.
 melihat keparahan obstruksi dan efek pengobatan
2. Tes bronkoprovokasi
 menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus.
Menggunakan histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, udara dingin, air
penyulingan.
Penurunan FEV1 sebesar 20 % atau lebih setelah tes provokasi adalah bermakna,
khususnya tes kegiatan jasmani dengan berlari cepat selama 6 menit dan denyut
jantung 80-90 % dari maksimum dianggap bermakna bila terjadi penurunan PEFR 10
% atau lebih.
DIAGNOSIS

3. Pemeriksaan tes kulit


Menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik penyuntikan
intradermal allergen tertentu
4. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam serum
Hanya untuk menyokong penyakit atopik
Dilakukan bila tes kulit kurang dipercaya
5. Pemeriksaan radiologi
Untuk mengetahui kecurigaan terhadap proses patologik di paru
(ada benda asing atau penyakit lain yg menyebabkan gejala) atau
komplikasi asma
DIAGNOSIS

6. Analisis gas darah


Hanya pada penderita dengan serangan asma berat dimana terjadi
hipoksemia dan asidosis respiratori
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah
Pada penderita asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat
Sebagai parameter cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang diperlukan
Analisis gas darah
TERAPI FARMAKOLOGI
PENANGANAN ASMA

Terapi Terapi Non Farmakologi

Mengidentifikasi &
menghindari stimulus asma

Edukasi Pasien

Periodic Assessment
& Monitoring

Terapi Farmakologi
TERAPI FARMAKOLOGI

• 6 kelas agen terapetik yang saat ini


diindikasikan untuk penanganan asma:
1. Agonis reseptor  adrenergik
2. Glukokortikoid
3. Inhibitor leukotrien
4. Kromon
5. Metilsantin
6. Inhibitor IgE
PR OSE DUR YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATAS I KE GAWATAN DAL AM
ASMA (RAB, 20 0 0)

• dibagi menjadi :
• 1) Pemberian oksigen, baik melalui kanula maupun melalui masker dengan
kecepatan yang disesuaikan dengan tingkat intensitas asma. Biasanya dibutuhkan
antara 1-15 liter per menit tergantung PaO2.
• 2) Pemberian bronkodilator Pemberian ini dibagi dalam 2 tahap yaitu 250 mg
aminofilin dalam bentuk bolus dalam glukosa 40%, kemudia dilanjutkan dengan
pemberian dosis pemeliharaan per infus 250 mg.
• 3) Kortikosteroid Dosis kortikosteroid bervariasi, tetapi sebagai pegangan dapat
diberikan hidrokortison 4mg/kg BB/jam, dapat pula diberikan mukolitik dan
ekspektoransia.
• 4) Bila pengeluaran cairan tinggi atau terjadi dehidrasi maka dapat dikontrol
dengan pemberian cairan.
TERAPI OBAT

• Terapi inhalasi adalah aplikasi pilihan untuk asma.


• Tiga kategori farmasi umumnya dibedakan untuk perawatan jangka panjang :
• Pengendali: Diambil secara teratur. Mengurangi risiko peradangan dan eksaserbasi dan
mengendalikan gejala.
• Reliever: Diambil seperlunya untuk mengurangi gejala jika eksaserbasi asma. Juga
digunakan untuk pencegahan jangka pendek dari bronkokonstriksi yang disebabkan oleh
olahraga. Ini adalah tujuan utama manajemen asma untuk menjaga kebutuhan pereda
menjadi minimum.
• Add-on: Digunakan pada pasien dengan asma berat dan gejala atau eksaserbasi persisten
meskipun terapi kombinasi dosis tinggi dengan ICS dan optimalisasi faktor risiko yang
dapat dimodifikasi.
MANAJEMEN EKSASERBASI ASMA

• Eksaserbasi asma adalah episode dengan meningkatnya sesak napas, batuk,


dan mengi yang melibatkan fungsi paru-paru terbatas. Atau penurunan fungsi
paru-paru (FEV1) dan / atau terjadinya atau gejala penurunan pernapasan.
• Disebabkan oleh pemicu yang diketahui (infeksi pernapasan, serbuk sari,
polusi udara
• Kerusakan ini dapat digambarkan dalam istilah yang berbeda, seperti :
eksaserbasi, episode, asma berat akut, atau "flare-up
• Penatalaksanaan eksaserbasi asma terjadi secara bertahap dan tergantung pada
tingkat keparahan atau perjalanannya. Pada prinsipnya, tiga tahap dapat
dibedakan: Di rumah (manajemen diri), Di dokter keluarga, Di rumah sakit /
ruang gawat darurat
• Manajemen diri (di rumah)
• Semua pasien asma harus dilatih dalam manajemen diri dan menerima
rencana tindakan asma tertulis, yang mendefinisikan kriteria individu untuk
modifikasi terapi pengontrol dan biasanya berkaitan dengan gejala dan
penurunan PEF (Peak Expiratory Flow) (mis. G. ,> 20% selama lebih dari 2
hari).
PENANGANAN ASMA DI RUMAH

Evaluasi Keparahan
Kondisi PEF: Nilainya < 50%
dari nilai terbaik yang dianjurkan

Terapi Awal
Inhalasi agonis 2 kerja pendek

Respon Baik Respon Jelek


PEF>80%. Tidak terjadi mengi atau Respon Tidak Lengkap PEF<50%. Ditandai dengan mengi
nafas pendek. Respon terhadap PEF 50-60%. Terjadi mengi dan dan nafas yang pendek.
agonis 2 bertahan sampai 4 jam. nafas pendek yang bertahan/terus- Berikan kortikosteroid secara
Boleh diteruskan dengan agonis 2 menerus. oral.
tiap 3-4 jam selama 24-48 jam. Berikan kortikosteroid secara Lanjutkan dengan agonis 2
Pada pasien dengan inhalasi oral. secepatnya.
kortikosteroid, berikan dosis ganda Lanjutkan dengan agonis 2 Jika tidak ada respon, hubungi
selama 7-10 hari dokter dan unit gawat darurat
atau panggil ambulans

Hubungi dokter untuk instruksi lebih Hubungi dokter secepatnya (pada Segera ke unit darurat
lanjut hari itu juga) untuk instruksi
selanjutnya
MANAJEMEN OLEH DOKTER UMUM ATAU DOKTER ANAK

Dalam pengaturan medis, hal-hal berikut perlu dipertimbangkan dalam kasus eksaserbasi:
• Riwayat medis singkat dan pemeriksaan fisik
• Penilaian keparahan eksaserbasi
• Inisiasi terapi segera
• Riwayat medis harus mencakup:
• Waktu dan penyebab eksaserbasi
• Tingkat keparahan gejala (kinerja fisik dan tidur)
• Tanda-tanda anafilaksis
• Faktor risiko kematian terkait asma (Tabel 6)
• Obat (pereda dan pengontrol, kepatuhan, dan perubahan terbaru)
• Pemeriksaan klinis harus meliputi:
• Tanda vital dan tanda keparahan (lihat Gambar 6)
• Tanda-tanda komplikasi (mis., Anafilaksis, pneumonia, pneumotoraks)
• Tanda-tanda diagnosis alternatif (mis., Benda asing, emboli paru, gagal jantung, disfungsi saluran pernapasan atas)
TERAPI NON FARMAKOLOGI
TERAPI NON FARMAKOLOGI

• mengetahui faktor-faktor risiko dalam lingkungan hidup pasien dan


penerapan langkah-langkah perbaikan memerlukan dialog dokter-
pasien dengan yang waktu intensif serta kemauan pasien untuk bekerja
sama secara aktif.
• Pada akhirnya, terapi non farmakologi asma yang berhasil didasarkan
pada interaksi yang kompleks antara dokter, pasien, terapi, dan
lingkungan pasien.
KOMORBIDITAS

• Sejumlah kondisi kesehatan dapat memengaruhi jalannya asma, sehingga sangat


membatasi kontrol asma dan secara negatif memengaruhi kualitas hidup pasien. Antara
lain:
• penyakit radang di saluran udara bagian atas (rinitis, rinosinusitis) meningkatkan risiko
asma. Secara keseluruhan, 10-40% pasien rinitis alergi menderita asma, dan menderita
eksaserbasi yang lebih sering.
• Faktor-faktor tambahan seperti obesitas, obstructive sleep apnea, dan volume paru-paru
kecil mempersulit penanganan asma tipe khusus ini
• GERD adalah pemicu yang sering ditemukan pada orang dewasa, menyebabkan
peningkatan episode batuk, dan dapat memicu serangan asma. Obat-obatan asma seperti
beta-2-agonis dan sediaan teofilin dapat memperburuk gejala-gejala ini. Dalam kasus
asma yang tidak terkontrol, umumnya direkomendasikan untuk mencari GERD dan
meresepkan terapi anti-refluks empiris selama setidaknya 6 minggu misal PPI
LANJUTAN

• Gangguan psikologis pada pasien asma, ini sering dikaitkan dengan


kepatuhan terapi yang rendah.
• Kecemasan dan gangguan depresi harus diamati secara profesional, dan
pasien harus dilatih untuk bersiap menghadapi keadaan darurat bila
serangan terjadi  memperberat asma
• alergi makanan adalah pemicu gejala asma.
GOLONGAN OBAT

TERAPI ASMA
OBAT OBAT YANG BEKERJA PADA TERAPI A SMA
AGONIS  ADRENERGIK

• MK: stimulasi reseptor beta mengaktivasi jalur adenyl siklase


cAMP sehingga menyebabkan reduksi tonus otot halus. Stimulasi
ini juga meningkatkan konduktansi gerbang besar Ca2+ yang
sensitif K+ pada otot polos saluran pernafasan, mengarah pada
hiperpolarisasi membran dan relaksasi
• Indikasi: asma akut parah, profilaksis asma, mengurangi gejala
• Efek samping: tremor, takikardia, palpitasi, sakit kepala, gugup
• Penggunaan oral agonis  reseptor tidak memperoleh penerimaan
yang luas
KLASIFIKASI AGONIS B2 ADRENERGIK
MEKANISME KERJA OBAT

• Mekanisme relaksasi dan desensitisasi β2-adrenoceptor (β2-AR) pada otot polos jalan napas
(ASM). Pengikatan agonis spesifik terhadap β2-AR menstimulasi protein Gs reseptor-
berpasangan, yang mengaktifkan adenylyl cyclase (AC). Peningkatan yang dihasilkan dari
siklik 3 ', 5'-adenosin monofosfat (cAMP) mengaktifkan protein kinase A (PKA), yang
memfosforilasi inositol 1,4,5-trisphosphate receptor (IP3R) dari sarcoplasmic reticulum
(SR) dan membuka Ca2 +-diaktifkan K + (BKCa) saluran, sehingga mengarah ke relaksasi.
• Namun, PKA teraktivasi memfosforilasi β2-AR, melepaskannya dari protein Gs. Paparan sel
mast yang peka terhadap alergen menyebabkan pelepasan leukotrien (LT). Interaksi mereka
dengan reseptor spesifik, yaitu, LT-R, mengaktifkan protein Gq, yang meningkatkan
aktivitas fosfolipase C (PLC). PLC mengkatalisis hidrolisis fosfatidylinositol 4,5-bifosfat
(PIP2), yang menghasilkan IP3 dan diasilgliserol (DAG). IP3 mengarah ke kontraksi dengan
meningkatkan pelepasan Ca2 + dari SR sementara DAG mengaktifkan protein kinase C
(PKC). Yang terakhir memfosforilasi beberapa substrat seperti calponin dan CPI-17, yang
merupakan inhibitor myosin-light-chain phosphatase (MLCP
Selain itu, PKC
memfosforilasi baik β2-AR
dan Gs-protein. Rangkaian
kejadian serupa tampaknya
terjadi sebagai respons
terhadap asetilkolin (ACh)
yang dilepaskan oleh saraf
kolinergik melalui reseptor
M3-muskarinik. Selain itu,
aktivasi reseptor M2-
muskarinik menghambat
AC, sehingga menurunkan
tingkat cAMP dan aktivitas
PKA. ATP: adenosine
trisphosphate;
AGONIS  ADRENERGIK

Terdapat 2 kondisi penggunaan oralnya:


a. Terapi oral singkat pada anak < 5 tahun yang tak dapat menggunakan
inhaler namun memiliki sesekali nafas berbunyi dengan infeksi virus pada
bagian atas saluran pernafasan.
b. Pasien dengan asma parah yang lebih berat

Untuk penanganan asma  agonis selektif reseptor 2 (kerja cepat & kerja
lambat)
c. Agonis kerja cepat untuk mengurangi gejala simptomatik asma
Agonis adrenoseptor beta-2 selektif kerja pendek digunakan untuk
menghilangkan gejala asma dengan segera
 albuterol, terbutalin
AGONIS  ADRENERGIK

b. Agonis kerja lama untuk penanganan profilaktik


agonis adrenoseptor beta-2 selektif kerja panjang biasanya ditambahkan pada
kortikosteroid inhalasi untuk pasien yang memerlukan terapi profilaksis.
 salmeterol xinofoat, formoterol
• Penggunaan kronik sering mengarah ke desensitisasi reseptor dan pengurangan
efek
• Desensitisasi pada reseptor yang terdapat pada sel mast dan limfosit
• Penggunaan agonis 2 adrenergik kerja lama dan inhalasi steroid lebih efektif
dari doubling dosis steroid sehingga 2 agonis dapat ditambahkan jika masih
terdapat gejala pada steroid dosis rendah atau medium.
AGONIS  ADRENERGIK

Obat Berinteraksi dengan Efek

Salbutamol Metildopa  Tekanan darah tetap tinggi


(albuterol)  Bronkospasmus,
1 bloker adrenergik mengurangi ventilasi paru-
paru
 Glaukoma akut, peningkatan
Ipratropium bromida
tekanan intraokular
 Takikardia, gelisah
 Meningkatkan hipokalemia
Fenelzin (MAOIs)
Obat yang mengurangi kalium
(kortikosteroid, diuretik, teofilin)
GLUKOKORTIKOID

• MK: menginhibisi respon inflamasi secara menyeluruh


• Indikasi: inflamasi, mengurangi gejala asma
• Efek samping: penurunan sistem imun, moonface, osteoporosis
a. Inhalasi kortikosteroid
Obat langsung menarget pada tempat inflamasi yang relevan  memperbaiki indeks
terapeutik obat dan secara berarti mengurangi efek samping
Digunakan untuk terapi profilaktik asma
 beklometason dipropionat, triamnisolon asetonid, budesonid
b. Glukokortikoid sistemik
Digunakan pada asma akut yang lebih berat dan asma kronik yang parah
Terapi selama periode singkat (5-10 hari) menyebabkan toksisitas yang berhubungan
dengan dosis relatif kecil.
GLUKOKORTIKOID

Golongan Berinteraksi dengan Efek


obat

Kortikosteroid Glisirizin, makrolida Peningkatan kadar


kortikostreroid
Aminoglutemid, antasid, Penurunan kadar
barbiturat, ketokonazol, kortikosteroid
kontrasepsi oral Meningkatkan
NSAID perdarahan GI & ulcer
Efek antidiabetes
berkurang
Efek antikoagulan
Antidiabetes
berkurang
antikoagulan
METILSANTIN

• MK: Inhibisi fosfodiesterase sehingga menghambat


pengubahan cAMP menjadi AMP yang selanjutnya
meningkatkan bronkodilasi
• Efek samping: Vasokonstriksi serebral
• Penggunaan menurun karena resiko toksisitas parah
yang mengancam nyawa dan beragam interaksi obat
 kafein, teobromin, teofilin
MEKANISME KERJA OBAT
METILSANTIN

Obat Berinteraksi dengan Efek


Teofilin Asiklovir, simetidin, kontrasepsi Metabolisme teofilin
oral, antibiotik makrolida, terhambat sehingga
siprofloksasin, zafirlukast, kadarnya meningkat
zileuton
Karbamazepin, rifampisin Menurunkan kadar
teofilin dalam darah
Antasid Absorpsi teofilin
dihambat
Hipokalemia, kerja
Agonis 2 adrenergik
jantung meningkat pada
penggunaan dosis tinggi
Antagonis dengan
 1 bloker teofilin, menghambat
metabolisme teofilin
KROMOLIN DAN NEDOKROMIL

• MK: memblok saluran kalsium dalam sel mast


• Indikasi: profilaktik asma kronik, asma alergi
• Efek samping: iritasi, batuk, mual
• Hanya efektif pada inhalasi
• Tidak lebih dari atau kurang efektif dibanding teofilin,
atau antagonis leukotrien pada asma persisten
LEUKOTRIEN RESEPTOR
ANTAGONIS & INHIBITOR
SINTESIS LEUKOTRIEN

• MK: Antagonis reseptor yang berpengaruh


terhadap bronkokonstriksi, inhibisi pembentukan
leukotrien
• Indikasi: Pengobatan jangka panjang simptomatik
asma ringan hingga sedang
• Efek samping: Efek pada hati dan kulit, infeksi,
efek GI
 zafirlukast, montelukast, zileuton
L E U K O T R I E N R E S E P TO R A N TA G ON I S & I N H I B I TO R S I N T E S I S
LEUKOTRIEN

Obat Berinteraksi dengan Efek


Zafirlukast Warfarin Peningkatan
kadar warfarin
Eritromisin Menurunkan
bioavaibilitas
zafirlukast
Peningkatan
Teofilin, aspirin
kadar zafirlukast
ANTIBODI MONOKLONAL ANTI IGE
• MK: mengikat IgE pada Fc sehingga tak dapat berikatan
dengan reseptor IgE pada sel mast dan basofil sehingga
mencegah reaksi alergi
• Indikasi: untuk dewasa dan remaja lebih dari 12 tahun
dengan alergi dan asma persisten sedang hingga parah
• Efek samping: anafilaktik
• Efektif dalam mengurangi ketergantungan pada
kortikosteroid dan mengurangi frekuensi asa yang lebih
berat.
• Diberikan secara subkutan
 Omalizumab
ANTIKOLINERGIK

• MK: mengurangi respon bronkokonstriksi


melalui mekanisme refleks vagus
• Indikasi: Bronkospasmus, terapi penunjang
asma bronkial, asma

• Efek samping: Takikardia, agitasi, retensi urin


 atropin sulfat, ipratorium bromida
TUGAS FARMAKOTERAPI

• BUATLAH DALAM BENTUK PAPER(MAKALAH) DAN PRESENTASI


• DETIL PRESENTASI PPT
• PENDAHULUAN PENYAKIT
• EPIDEMIOLOGI/PREVALESI
• ANATOMI NORMAL
• PATOFISIOLOGI
• MANIFESTASI KLINIK
• DIAGNOSA
• TATALAKSANA TERAPI
• FARMAKOLOGI
• NON FARMAKOLOGI
• ALGORITMA TERAPI
• OBAT OBAT YANG DIGUNAKAN
• STUDI KASUS
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai