Anda di halaman 1dari 17

MODUL PRAKTIKUM ASMA

STEFANY FERNANDEZ
I. ASMA

II. Praktikum 1

III. Kompetensi Mata Kuliah

Mahasiswa mampu melakukan PIO obat-obat asma

IV. Tujuan
Agar mahasiswa dapat melakukan pelayanan obat asma
V. Teori
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel dan
elemen selular yang berperan. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan hyperresponsiveness
yang menyebabkan episode wheezing berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk
terutama malam dan dini hari. Secara sederhana, Asma merupakan penyakit kronis saluran
pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus,
dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.
Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil
dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma.

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, apa sajakah faktor-faktornya?


Jenis kelamin, Umur pasien, Faktor keturunan (Penelitian genetik menunjukan adanya
hubungan reseptor IgE afinitas tinggi dan gen sitokin T-helper (Th 2) kromosom 5), Faktor
lingkungan (tingkat prevalensi asma di daerah atau kawasan industri lebih tinggi. Kualitas udara
yang buruk (asap, uap dan debu) dapat menjadi penyebab meningkatnya resiko kejadian asma.
Pemaparan alergen dan iritan saluran nafas, seperti asap rokok, serbuk sari)
Apa saja gejala penyakit asma?
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.
Gejala awal berupa :
 batuk terutama pada malam atau dini hari
 sesak napas
 napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
 rasa berat di dada
 dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk gejala
yang berat adalah:
 Serangan batuk yang hebat
 Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
 Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
 Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
 Kesadaran menurun
Penyebab Penyakit Asma
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat digolongkan menjadi :
 Asma alergi
Asma alergi umumnya berhubungan dengan sejarah penyakit alergi yang diderita seseorang
dan atau keluarganya (seperti rhinitis, urtikaria, dan eksim), memberikan reaksi kulit positif
pada pemberian injeksi antigen secara intradermal, peningkatan IgE dalam serum, serta
memberikan respon positif pada uji inhalasi antigen spesifik.
 Asma non alergi
Asma dapat pula terjadi pada seseorang yang tidak memiliki sejarah alergi, uji kulit negative,
dan kadar IgE dalam serumnya normal. Asma jenis ini antara lain dapat timbul ketika
seseorang menderita penyakit saluran nafas atas.
 Campuran asma alergi dan non alergi
Banyak penderita asma yang tidak dapat jelas dikelompokkan pada asma alergi maupun non
alergi, tetapi memiliki penyebab diantara kedua kelompok tersebut.
Klasifikasi berdasarkan organ yang diserang
Berdasarkan organ yang diserang, asma digolongkan menjadi :
 Asma bronchial
Asma bronchial (bronkus) merupakan serangan gangguan pernafasan dan terjadi kesulitan
respirasi karena penyempitan spastic bronkus dan pembengkakan mukosa yang di sertai
pengeluaran lendir kental dan kelenjar bronkus.
 Asma kardiak (kardium)
Asma kardiak merupakan serangan gangguan pernafasan pada penderita penyakit jantung
akibat tidak berfungsinya bilik kiri jantung dan bendungan pada paru-paru.
Klasifikasi berdasarkan gejala
Berdasarkan waktu timbulnya gejala, asma dapat dikelompokkan menjadi :
 Asma musiman
Merupakan asma yang muncul pada musim tertentu misalnya musim hujan, malam hari,
atau musim semi.
 Asma kronik
Pada asma kronik gejala timbul terus menerus
 Asma intermiten
Pada asma intermiten gejala timbul secara berkala (dapat dalam hitungan minggu, bulan,
tahun).

Diagnosa
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya dijumpai
napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada
serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk
bernapas).
Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan
pirometri atau peak expiratory flow meter.
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1).
Terapi non farmakologi
1. Edukasi pasien  meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum
dan pola penyakit asma sendiri)
2. Pengukuran peak flow meter  Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang
sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini
dianjurkan pada :
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Pemberian oksigen
5. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat (Penghentian merokok, Menghindari kegemukan, Kegiatan fisik
misalnya senam asma
Terapi Farmakologi
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat asma dapat dibagi dalam beberapa kelompok,
yaitu zat-zat yang menghindari degranulasi mast-cells (anti-alergika) dan zat-zat yang
meniadakan efek mediator (bronchodilator, antihistaminika dan kortikosteroida).

a. Anti alergika
Anti alergika adalah zat-zat yang berkhasiat menstabilisasi mast-cells sehingga tidak pecah dan
mengakibatkan terlepasnya histamine dan mediator peradangan lainnya.
Contoh kromoglikat dan nedokromil, antihistaminika (ketotifen dan oksatomida) dan β2-
adrenergika (lemah). Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis
alergis (hay fever).
Penggunaan: Kromoglikat sangat efektif sebagai pencegah serangan asma dan bronchitis yang
bersifat alergis. Untuk profilaksis yang layak obat ini harus diberikan 4 kali sehari dan efeknya
baru nyata sesudah 2-4 minggu. Penggunaannya tidak boleh dihentikan dengan tiba-tiba
berhubung dapat memicu serangan. Pada serangan akut kromolin tidak efektif karena tidak
memblok reseptor histamine.

b. Bronkhodilator

Beta 2 adrenergika

stabilisasi membran dan bronkhodilatasi dan praktis tidak bekerja terhadap reseptor-β1
(stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua receptor sebaiknya jangan digunakan lagi
berhubung efeknya terhadap jantung, seperti efedrin, isoprenalin, dan orsiprenalin.
Pengecualian adalah adrenalin (reseptor α dan β) yang sangat efektif dalam keadaan kemelut.
Mekanisme kerjanya adalah: melalui stimulasi reseptor 2 yang banyak di trachea dan bronchi,
yang menyebabkan aktivasi dari adenilat siklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosine
trifosfat (ATP) menjadi siklik adenosine monofosfat (C-AMP) dengan pembebasan energy yang
digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya c-AMP dalam sel menyebabkan
beberapa efek melalui enzim fosfokinase, antara lain bronchdilatasi dan penghambatan
pelepasan mediator oleh mast-cells (stabilisasi membrane).
Contoh: salbutamol, terbutalin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol, klenbuterol,
isoprenalin,. Kerja panjang: salmeterol dan formoterol.
Efek samping: kelainan ventrikel, palpitasi, mulut kering

Antikolinergika
Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem kolinergis dan adrenergic. Bila
karena sesuatu hal reseptor 2 dari sistem adrenergic terhambat, maka sistem kolinergis akan
berkuasa dengan akibat bronchokontriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf
kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek
bronchodilatasi.
Penggunaan: Ipatropium dan tiotropium khusus digunakan sebagai inhalasi, kerjanya lebih
panjang daripada salbutamol. Kombinasi dengan 2-mimetika sering digunakan karena
menghasilkan efek aditif. Deptropin berdaya mengurangi HRB, tetapi kerja spasmolitisnya
ringan, sehingga diperlukan dosis tinggi dengan risiko efek samping lebih tinggi. Senyawa ini
masih digunakan pada anak kecil dengan hipersekresi dahak yang belum mampu diberikan
terapi inhalasi.
Contoh: Ipratropium, tiazinamium, deptropin
Efek samping: mengentalkan dahak, takikardia, mulut kering, obstipasi, sukar berkemih,
penglihatan kabur akibat gangguan akomodasi.
Derivat xantin
blokade reseptor adenosin dan seperti kromoglikat mencegah meningkatnya HRB sehingga
berkhasiat profilaktif. Penggunaannya secara terus menerus pada terapi pemeliharaan ternyata
efektif mengurangi frekwensi serta hebatnya serangan. Pada status asmatikus diperlukan
aminofilin dosis muat 5 mg/kg BB infus selama 20-40menit dilanjutkan dosis pemeliharaan 0,5
mg/kg BB/jam untuk dewasa normal bukan perokok. Anak di bawah 12 tahun dan dewasa
perokok diperlukan dosis lebih tinggi, yaitu 0,8-0,9 mg/kgBB/jam.
Pemberian infus tidak boleh melebihi 6 jam. Kombinasi dengan 2-adrenergik sangat
meningkatkan efek bronchodilatasi teofilin sehingga dapat digunakan dosis dengan risiko efek
samping lebih kecil.
Contoh: Teofilin, aminofilin, kolinteofilinat (partikel size 1-5 micron)
Perhatian: harus banyak minum karena berefek diuretic. Luas terapeutik sempit : Pada pasien
asma diperlukan kadar terapi teofilin sedikitnya 5-8 mcg/mL, efek toksik mulai terlihat pada
kadar15mcg/mL, lebih sering pada kadar di atas 20 mcg/mL, maka pengguna harus diperiksa
kadarnya dalam plasma. Efek samping: mual, muntah, pada OD efek sentral, gangguan
pernafasan, efek kardiovaskuler.

C. Kortikosteroida
Berdaya antiradang karena memblok enzim fosfolipase-A2 sehingga pembentukan mediator
peradangan prostaglandin dan leukotriene dari asam arachidonat tidak terjadi, juga pelepasan
asam arachidonat oleh mast-cells juga dirintangi, meningkatkan kepekaan reseptor 2 hingga
efek -mimetika diperkuat.
Penggunaan: bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus juga pada infeksi bakteri
untuk melawan reaksi peradangan. Juga efektif pada reaksi alergi tipe IV (lambat). Untuk
mengurangi HRB, zat ini dapat diberikan per-inhalasi atau per-oral. Pada kasus gawat obat ini
diberikan secara IV (per infus), kemudian disusul dengan pemberian oral.
Penggunaan peroral-lama: menekan fungsi anak ginjal dan menyebabkan osteoporosis.
Maka hanya diberikan untuk satu kur singkat. Lazimnya pengobatan dimulai dengan dosis tinggi
yang dalam waktu 2 minggu dikurangi sampai nihil. Bila diperlukan, kur singkat demikian dapat
diulang lagi.
Contoh: hidrokortison, prednison, deksametason
inhalasi: beklometason, flutikason,budesonida.

D. Mukolitik dan ekspektoransia


Contoh: asetilsistein, bromheksin, ambroksol, KI dan amonium klorida Semua zat ini
mengurangi kekentalan dahak, mukolitik dengan merombak mukoproteinnya dan
ekspektoransia dengan mengencerkan dahak sehingga pengeluarannya dipermudah.
Akan dipelajari pada bab berikutnya.

e. Antihistamin
Obat-obat ini memblok reseptor histamine (H1-receptor blockers) dan dengan demikian
encegah bronchokontriksinya. Efeknya pada asma terbatas karena tidak melawan
ronchokontriksi dari mediator lain yang dilepaskan mast-cells. Banyak antihistamin juga
berdaya sedative dan antikolinergis, mungkin inilah sebabnya mengapa kini masih agak banyak
digunakan pada terapi pemeliharaan. Ketotifen dan oksatomida berdaya menstabilkan mast-
cells, oksatomida bahkan berdaya antiserotonin dan antileukotrien

f. Zat antileukotrien (anti-Lt)


Pada pasien asma leukotriene turut menimbulkan bronchokontriksi dan sekresi mucus. Zat
antagonis-leukotrien bekerja spesifik dan efektif pada terapi pemeliharaan terhadap asma Kerja
anti-leukotrien berdasarkan penghambatan sintesis Lt atau memblok reseptor Lt.

Contoh Lt-blokers: zileuton,setirizin, loratadin, azelastin, ebastin.


Contoh Lt-reseptor blokers: zafirlukast, pranlukast, montelukast.
VI. Langkah-langkah Praktikum
1. Mahasiswa dibagi kedalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang (kelompok akan
ditentukan oleh dosen pembimbing)
2. Setiap kelompok mengisi lembaran kerja yang tersedia.
3. Mahasiswa mendiskusikan brosure obat yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu
4. Mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi dan tanya jawab
5. Laporan lengkap dengan lembaran kerja yang dikerjakan saat praktikum, diprint rapi,
memuat ACC pembimbing setiap pertemuan dan dikumpulkan sebelum Ujian Akhir
semester.

Lembaran Kerja
Golongan Indikasi Nama zat Bentuk sediaan Brand name/ nama E.S
Obat aktif obat/ Kekuatan produsen spesifik

Catatan (mahasiswa mencatat apa saja yang dibahas pada saat praktikum. Harus diisi oleh
mahasiswa setiap pertemuan)
Pembimbing,

(___________)
Latihan
1. Jelaskan penyebab penyakit asma
2. Bagaimana terapi pengobatan untuk pasien asma?
3. Sebutkan penggolongan obat asma dan mekanisme kerjanya masing-masing!
4. Jelaskan penggolongan zat antileukotrien sebagai obat asma beserta contohnya masing-
masing
5. Mengapa antikolinergik dapat mengobati asma?

MODUL PRAKTIKUM BATUK


STEFANY FERNANDEZ
I. BATUK

II. Praktikum 2

III. Kompetensi Mata Kuliah

Mahasiswa mampu melakukan PIO obat-obat batuk

IV. Tujuan
Agar mahasiswa dapat melakukan pelayanan obat batuk
V. Teori

Pada banyak gangguan saluran pernapasan, batuk merupakan gejala penting yang
ditimbulkan oleh terpicunya reflex batuk. Misalnya pada alergi (asma), sebab-sebab mekanik
(asap rorkok, debu) tumor paru, perubahan suhu yang mendadak dan rangsangan kimiawi (gas,
bau). Seringkali juga disebabkan oleh peradangan akibat infeksi virus seperti virus selesma
(comoncold), influenza, bronchitis, dan pharyngitis. Virus-virus ini dapat merusak mukosa
saluran pernapasan, sehingga menciptakan pintu masuk untuk infeksi sekunder oleh kuman,
misalnya pneumococci dan haemophilus. Batuk dapat mengakibatkan menjalarnya infeksi dari
suatu bagian paru ke yang lain dan juga merupakan beban tambahan bagi pasien penyakit
jantung.
Penyebab batuk lainyan adalah peradangan dari jaringan paru, tumor dan juga akibat efek
samping beberapa obat (penghambat ACE).

A. Pengertian batuk
Batuk adalah suatu reflex fisologi protektif yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan
membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu dan zat-zat perngsang asing yang dihirup,
partikel-partikel asing dan unsur-unsur infeksi. Orang sehat hamper tidak sama sekali batuk
berkat mekanisme pembersihan dari bulu getar di dinding bronchi yang berfungsi menggerakkan
dahak keluar dari paru-paru menuju batang tenggorok. Cilia ini bantu menghindarkan masuknya
zat-zat asing ke saluran pernapasan.

B. Jenis-jenis batuk
Batuk dapat dibedakan menjadi dua jenis batuk, yaitu batuk produktif dan nonproduktif.

Batuk produktif, merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi megeluarkan zat-zat
asing (kuman, debu, dan sebagianya) dan dahak dari batang tenggorok seperti duraikan diatas.
Batuk ini pada hakikatnya tidak boleh ditekan oleh obat pereda. Tetapi dalam praktik seringkali
batuk yang hebat mengganggu tidur dan meletihkan pasien ataupun berbahaya, misalnya setelah
pembedahan. Untuk meringankan dan mengurangi frekuensi batuk umumnya dilakukan terapi
simptomatis dengan terapi obat-obat batuk. Yaitu zat pelunak, ekspektoransia, mukolitika dan
pereda batuk.

Batuk non produktif, bersifat kering tanpa adanya dahak misalnya pada batuk rejan, atau juga
karena pengeluarannya memang tidak mugkin, seperti pada tumor. Batuk menggelitik ini tidak
ada manfaatnya, menjengkelkan dan sering kali mengganggu tidur. Bila tidak diobati, batuk
demikian akan berulang terus karena pengeluaran udara yang cepat pada waktu batuk akan
kembali merangsang mukosa tenggorok dan farynx.
Antitusif, Penggolongan lain dari antitusif dapat dilakukan sesuai dengan titik kerjanya dalam
otak (SSP) atau diluar SSP, yakni zat-zat sentral dan zat-zat perifer.
Zat-zat sentral. Kebanyakan antitusif bekerja sentral dengan menekan pusat batuk disumsum
lanjutan dan mungkin juga bekerja terhadap pusat saraf lebih tinggi di otak dengan efek
menenangkan. Dengan demikian zat-zat ini dapat menaikan ambang bagi impuls batuk.

Lalu juga dapat dibedakan antara zat-zat yang dapat menimbulkan adiksi dan zat-zat yang
bersifat non adiktif.

Zat aditif : candu (pulvis opii, pulvis doveri), kodein. Zat-zat ini termasuk dalam kelompok obat
yang disebut opioid. Opioid memiliki sifat farmakologi dari candu atau morfin. Karena adanya
resiko ketagihan yang agak besar, candu kini tidak digunakan lagi. Kodein hanya dalam dosis
tinggi dan bila digunakan untuk jangkan waktu lama memiliki resiko adiksi.

Zat non adiktif : noskapin, dekstrometorfan, pentolsiverin. Antihistaminika dianggap juga


termasuk dalam kelompok ini. Misalnya prometasin dan difenhidramin.
Zat-zat perifer. Obat-obat ini bekerja diluar SSP (diperifer) dapat dibagi pula dalam beberapa
kelompok yang sudah diuraikan diatas yaitu emolliensia, ekspektoransia, mukolitika, anestetika
local dan zat-zat pereda.

C. Penggolongan Obat Batuk


1. GOLONGAN ANTITUSIF
Kodein

Obat ini banyak digunakan sebagai pereda batuk dan penghilsng rasa sakit biasanya dikombinasi
dengan asetosal yang memberikan efek potensiasi. Kodein juga dapat membebaskan histamine.

Efek samping : jarang terjadi pada dosis biasa dan terbatas pada opstipasi, mual dan muntah,
pusing, dan termangu-mangu. Pada anak kecil dapat terjadi konvulsi dan depresi pernapasan.
Dosis tinggi dapat menimbulkan efek sentral tersebut. Walaupun kurang hebat dan lebih jarang
daripada morfin, obat ini dapat pula mengakibatkan ketagihan.

Dosis : oral sebagai analgetik dan pereda batuk 3-5 dd 10-40 mg dan maksimal 200 mg sehari.
Pada diare 3-4 dd 25-40 mg.

Sediaan kombinasi dengan feniltoloksamin adalah kodipront dimana kedua obat terikat pada
suatu resin (damar), yang memberikan efek kerja panjang.
Noskapin
Efek meredakan batuknya tidak sekuat kodein tetapi tidak mengakibatkan depresi pernapasan
atau opstipasi, sedangkan efek sedatifnya dapat diabaikan. Resiko adiksinya ringan sekali.
Noskapin tidak bersifat analgetik dan merupakam pembebas histamine yang kuat dengan efek
bronchokontriksi dan hipotensi pada dosis besar.
Efek samping : jarang terjadi dan berupa nyeri kepala, reaksi kulit, dan perasaan lelah letih tidak
bersemangat.
Dosis : oral 3-4 kali sehari 15-50 mg, maks. 250 mg sehari.

Dektrometorfan
Berkahasiat menekan rangsangan batuk yang sama kuatnya dengan kodein, tetapi bertahan lebih
lama. Tidak berkhasiat analgetik, sedatif, sambelit, atau adiktif, oleh karena itu tidak termasuk
dalam daftar narkotika.
Efek samping : hanya ringan dan terbatas pada megantuk, termangu-mangu, pusing, nyeri
kepala, dan gangguan lambung usus.
Dosis : oral 3-4 dd 10-20 mg p.c (tidak ada sediaan tunggal)
Anak-anak 2-6 thun 3-4 dd 8 mg, 6-12 thun 3-4 dd 15 mg.

2. OBAT-OBAT GOLONGAN ANTIHISTAMIN


Prometazin : sebagai antihistaminikum berkhasiat meredakan rangsangan batuk berkat sifat
sedatif dan antikolinergiknya yang kuat. Obat ini terutama digunakan bagi anak-anak diatas usia
1 tahun pada batuk malam yang menggelitik. Perlu diperhatikan bahwa obat ini jangan diberikan
kepada anak kecil di bawah usia 1 tahun, karena dapat mengakibatkan depresi pernapasan dan
kematian mendadak.
Efek samping : antikolinergiknya dapat menyebabkan retensi urine dan gangguan akomodasi
pada manula.
Dosis : 3 dd 25-50 mg (garam HCl) d.c
Anak-anak diatas 1 tahun 2-4 dd 0,2 mg/kg.
Oksomemazin : adalah derivat dengan khasiat dengan penggunaan yang sama, efek
antikolinergiknya lemah.
Dosis : 2-3 dd 15 mg, anak-anak 1-2 thn 2,5-10 mg sehari, 2-5 thn 10-20 mg sehari, 5-10 thn 2-3
dd 10 mg.
Difenhidramin : sebagai zat antihistamin (H1-blocker), senyawa ini bersifat hipnotik-sedatif dan
dengan demikian meredakan rangsangan batuk.

Dosis : 3-4 dd 25-50 mg.

3. GOLONGAN MUKOLITIK
Astilsistein. Berkhasiat mencairkan dahak yang liat melalui pemutusan jembatan disulfide,
sehingga rabtai panjang antara mukoprotein terbuka dan lebih mudah dikeluarkan melalui proses
batuk. Asetilsistein juga mampu memperbaiki gerakan bulu gatar (silia) dan membantu efek
antibiotic ( doksisiklin, amoksisiklin, dan tiamfenokol). Zat ini terutama efektif terhadap dahak
yang kental sekali dan sangat bermaafaat bagi pasien COPD dan mucoviscidosis. Asetilsitein
juga merupakan zat Penawar atau antidotum terhadap keracunan parasetamol melalui
peningkatan persediaan glutation. Zat ini mengikat metabolit tiksit dari parasetamol dan dengan
demikian dapat menghindari necrosis hati bila diberikan dalam waktu 10 jam peroral setelah
intoksikasi.
Efek samping yang sering terjadi adalah mual muntah, maka penderita tukak lambung perlu
waspada. Sebagai obat inhalasi, zat ini dapat menimbulkan kejang brinchi pada penderita asma.
Pada dosis tinggi ( seperti pada intoksikasi parasetamol) dapat timbul reaksi anafilaktis dengan
rasa gatal, udema, hipotensi, dan bronchospasme.
Dosis : oral 3-6 dd 200 mg atau 1-2 dd 600 mg granulat
Anak-anak 2-7 thn 2 dd 200 mg, dibawah 2 thn 2 dd 100 mg. sebagai antidotum keracunan
parasetamol oral 150 mg/kg berat badan dari larutan 5%, disusul dengan 75 mg/kg setiap 4 jam.
Karbosistein. Adalah derifat dengan penggunaan yang sama tetapi khasiat mukolitiknya lebih
lemah. Diperkirakan bahwa efeknya terhadap lambung lebih jarang terjadi. Plasma ½ 2 jam.
Dosis : oral 3-4 dd 750 mg
Anak-anak 3 dd 100-375 mg.

Bromheksin. Berkhasiat mukolitik pada dosis yang cukup tinggi. Viskositas dahak dikurangi
melalui depolimerisasi serat-serat mokopolisakaridanya. Bila digunakan melului inhalasi efeknya
sudah tampak setelah 20 menit. Sedangkan peroral baru setelah beberapa hari dengan
berkurangnya rangsangan batuk.
Efek samping : berupa ganguang saluran cerna, pusing dan berkeringat, tetapi jarang terjadi.
Pada inhalasi dapat terjadi bronchokontriksi ringan.
Dosis : oral 3-4 dd 8-16 mg (klorida),
Anak-anak 3 dd 1,6-8 mg tergantung dari usia.
4. GOLONGAN EKSPEKTORAN
Kalium iodide

Iodide menstimulasi sekresi mucus di cabang tenggorok dan mencairkannya, tetapi sebagai obat
batuk (hampir) tidak efektif. Namun obat ini banyak digunakan dalam sediaan batuk, khususnya
pada asma, walaupun resiko efek samping besar sekali.

Efek samping : berupa gangguan tiroid, urticarial dan iod-akne juga hyperkalemia(pada fungi
ginjal buruk).

Dosis : pada batuk oral 3 dd 0,5-1 g, maks. 6 g sehari. Bagi pasien yang tidak boleh diberikan
kalium, obat ini dapat diganti dengan natriumklorida dengan khasiat yang sama.

Ammonium klorida

Berkhasiat diuretic lemah yang menyebabkan acidosis, yaitu kelebihan asam dalam darah.
Keasaman darah merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi nafas meningkat dan gerakan
bulu getar (cilia) di saluran nafas distimulasi. Sekresi dahak juga meningkat. Maka senyawa ini
banyak digunakan dalam sediaan sirop batuk, misalnya obat batuk hitam(OBH)

Efek samping : hanya terjadi pada dosis tinggi dan berupa acidosis( khusus pada anak-anak dan
pada pasien ginjal) dan gangguan lambung (mual, muntah), karena sifat yang merangsang
mukosa.

Dosis : oral 3-4 dd 100-150 mg, maks. 3 g seharinya.

Guaifenesin (gliserilguaikolat)

Merupakan derivat guaikol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis
sediaan batuk popular. Pada dosis tinggi bekerja merelaksasi otot, seperti mefenesin.

Efek samping : kadang kala berupa iritasi lambung (mual, muntah ) yang dapat dikurangi bila
diminum dengan segelas air.

Dosis : oral 4-6 dd 100-200 mg.

VI. Langkah-langkah Praktikum


1. Mahasiswa dibagi kedalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang (kelompok akan
ditentukan oleh dosen pembimbing)
2. Setiap kelompok mengisi lembaran kerja yang tersedia.
3. Mahasiswa mendiskusikan brosure obat yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu
4. Mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi dan tanya jawab
5. Laporan lengkap dengan lembaran kerja yang dikerjakan saat praktikum, diprint rapi,
memuat ACC pembimbing setiap pertemuan dan dikumpulkan sebelum Ujian Akhir
semester.
Lembaran Kerja
Golongan Indikasi Nama zat Bentuk sediaan Brand name/ nama E.S
Obat aktif obat/ Kekuatan produsen spesifik
Catatan (mahasiswa mencatat apa saja yang dibahas pada saat praktikum. Harus diisi oleh
mahasiswa setiap pertemuan)

Pembimbing,

(___________)
Latihan
1. Jelaskan penyebab terjadinya batuk dan berikan masing-masing contohnya!
2. Bagaimana terapi pengobatan untuk pasien batuk?
3. Sebutkan penggolongan obat batuk dan mekanisme kerjanya masing-masing!
4. Mengapa dalam pengobatan asma, obat batuk juga menjadi salah satu alternative
pengobatan?

Anda mungkin juga menyukai