PENDAHULUAN
2.2 Epidemiologi
Asma adalah penyebab tunggal terpenting untuk morbiditas penyakit
pernapasan dan menyebabkan 2000 kematian/tahun. Prevalensinya, sekarang
sekitar 10-15%, semakin meningkat di masyarakat Barat. Insidensi mengi
tertinggi pada anak-anak (satu dari tiga anak mengalami mengi dan satu dari tujuh
anak sekolah terdiagnosis asma). Asma dikelompokkan sebagai:
a. Ekstrinsik
asma masa anak-anak, berhubungan dengan atopi (atopi-diatesis alergika
familial, bermanifestasi sebagai eksema dan hay fever saat anak-anak). Seringkali
sembuh saat memasuki usia remaja, walaupun bisa timbul kembali saat dewasa.
b. Intrinsik
berkembang dalam tahap kehidupan selanjutnya, lebih jarang disebabkan oleh
alergi, bisa lebih progresif dan respons terhadap terapi tidak begitu baik.
c. Berhubungan dengan pekerjaan
bila berhubungan dengan alergen industri atau tempat kerja (misalnya bahan
fotokopi, dll).
2.3 Etiologi
a. Genetik
Diturunkan dalam keluarga dan berhubungan dengan atopi. Penelitian genetik
menunjukkan adanya hubungan reseptor IgE afinitas tinggi dan gen sitokin Thelper (Th2) (kromosom 5).
b. Faktor Lingkungan
Stimulus bronkial spesifik seperti debu rumah, serbuk sari, dan bulu kucing;
3% populasi sensitif terhadap aspirin.
2
c. Paparan Pekerjaan
Paparan iritan atau sensetizer adalah penyebab penting dari asma yanng
berhubungan dengan pekerjaan.
d. Stimulus Non-spesifik
Infeksi virus, udara dingin, olahraga atau stres emosional juga bisa memicu
timbulnya mengi. Kadar ozon atmosfer yang tinggi (seperti saat badai) atau
masalah khusus merupakan predisposisi terjadinya eksaserbasi asma yang telah
ada.
e. Faktor Lingkungan lain
Diantaranya faktor makanan (tinggi Na+, rendah Mg2+), infeksi pada anakanak (sebagian akibat imunisasi) dan peningkatan jumlah alergen di lingkungan
(debu rumah) menyebabkan peningkatan prevalensi.
2.5 Patofisiologi
Keadaan yang dapat menimbulkan serangan asma menstimulasi terjadinya
bronkospasme melalui salah satu tiga mekanisme, yaitu:
a. Degranulasi sel ast dengan elibatkan imunoglobulin E (IgE),
b. Degranulasi sel mast tanpa melibatkan IgE,
aliran
udar
ekspirasi
tidak
hanya
diakibatkan
oleh
bronkokonstriksi saja tetapi juga oleh adanya edema mukosa dan sekresi
lendir yang berlebihan.
b. Prognosis
Asma adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan. Faktor
risiko kematian akibat asma adalah kepatuhan terhadap terapi yang buruk,
4
perawatan di unit terapi intensif (intensive therapy unit [ITU]) dan perawatan di
rumah sakit walaupun diberi terapi steroid.
2.7 Pengobatan
a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja
sanat cepat, diberikan sebanyak 3-4 semprot, dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 sehari. Golongan
metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
dengan dosis 4 semprot tiap hari. Pemberian obat dalamjangka yang lama
mempunyai efek samping maka, klien yang mendapat steroid jangka lama
harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide
diberikan 1-2 kapsul 4 sehari.
e. Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan posturl drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
2.8 Pencegahan
BAB 3. PATHWAYS
Hiperaktivitas
bronkhus
Edema mukosa
dan dinding
bronkhus
Hipersekresi
mukus
Ketidakefektifan
jalan napas
Peningkatan kerja
pernapasan,
hipoksemia secara
reversibel
Risiko
tinggi
ketidakefektifan
pola napas
Gangguan
pertukaran gas
Keluhan sistemis,
mual, intake nutrisi
tidak adekuat,
malaise,
kelemahan, dan
keletihan fisik.
Keluhan
psikososial,
kecemasan,
ketidaktahuan akan
prognosis
Perubahan
pemenuhan nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
Gangguan
pemenuhan ADL
Kecemasan
Ketidaktahuan/
pemenuhan
informasi
Status asmatikus
Gagal Napas
Kematian
4.1 Pengkajian
a. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada
klien dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implkasi bahwa
sangat mungkin terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan
adanya faktor non-atopik. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan
tempat klien berada. Berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui pula faktor
yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Status perkawinan dan
gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan
faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji
untuk mengetahui adanya paparan bahan alergen. Hal lain yang perlu dikaji dari
identitas klien adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis,
asuransi kesehatan, dan diagnosis medis.
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan
adanya keluhan sulit untuk bernpas.
b. Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien
dengan asma bronkial. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan
perubahan mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering
dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu
berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang
dengan beban hidup lebih yang lebih berat lebih berpotensial mengalami serangan
asma. Berada dalam keadaan yatim piatu,
mengalami ketidakharmonisan
hubungan dengan orang lain, smpai engalam ketakutan tidak dapat menjalankan
peranan seperti semula.
c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan,
kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir
lengket, dan posisi istirahat klien.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat
postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antreposterior,
retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi
pernapasan.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fermitus normal.
Perkusi
Perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yag meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama
wheezing pada akhir ekspirasi.
B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dam[ak asma pada status krdiovaskuler meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
B3 (Brain)
10
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disampig itu, diperlukan
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadran klien apakah compons
mentis, somnolen, atau koma.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan kaena berkaitan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria,
karena hal tersebut merupkan tanda awal dari syok.
B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi,
mengingat hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian
tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan
dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat potential
terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea
saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada
ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji
adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim dan adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut,
kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat
klien yang meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak nafas, dan ortopnea dapat
memengaruhi pola tidur dan istirahat klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keeharian klien seperti olahraga, bekerja,
dan aktivitas lainnya. aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang
disebut dengan eercise induced asma.
11
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pengukuran fungsi paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.
2) Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau
lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap
bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3) Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Analisis Gas Darah (AGD/Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b) Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema
mukosa sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut
kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
c) Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1001500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik sedangkan hitung sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai
penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkanpengobatan telah tepat.
d) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
5) Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
12
4.2 Diagnosa
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokontriksi, bronkhospasme, edema mukosa, dan dinding bronkhus,
serta sekresi mukosa yang mukus yang kental.
b. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
c. Gangguan ADL atau intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
kelemahan fisik umum, keletihan
4.3 Intervensi
a. Diagnosa: Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
adanya bronkhokontriksi, bronkhospasme, edema mukosa, dan dinding
bronkhus, serta sekresi mukosa yang mukus yang kental.
Intervensi:
1) Manajemen Jalan Napas: Memfasilitasi kepatenan jalan udara.
2) Pengisapan Jalan Napas: Mengeluarkan sekret dari jalan napas dengan
memasukkan sebuah kateter pengisap ke dalam napas oral dan/atau trakea.
3) Kewaspadaan Aspirasi: Mencegah atau meminimalkan faktor risiko pada
pasien yang berisiko mengalami aspirasi.
4) Manajemen Asma: Mengidentifikasi, menangani, dan mencegah reaksi
inflamasi/kontraksi di dalam jalan napas.
13
paru
yang
mendasari
untuk
pengerahan
tenaga
dalam
menghembuskan udara.
6) Pengaturan Posisi: Mengubah posisi pasien atau bagian tubuh pasien secara
sengaja untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis dan psikologis.
7) Pemantauan Pernapasan: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien
untuk memastikan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas yang adekuat.
8) Bantuan Ventilasi: Meningkatkan pola napas spontan yang optimal, yang
memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru.
Asam-Basa:
Asidosis
Respiratori:
Meningkatkan
keseimbangan asam- komplikasi akibat kadar pCO2 serum yang lebih tinggi
dari yang diharapkan
3) Manajemen
Asam-Basa:
Alkalosis
Respiratori:
Meningkatkan
14
Data
Laboratorium:
Menganalisis
secara
klinis
data
tanda
Vital:
Mengumpulkan
dan
menganalisis
data
15
Alam
Perasaan:
d. Implementasi
NO Diagnosa
1.
Implementasi
Ketidakefektifan
bersihan
adanya
bronkhokontriksi,
bronkhospasme,
mukosa,
dan
edema
c. Monitor
dinding
Aspirasi
dan
mewaspadai
2.
16
e. Melakukan manajemen
anafilaksis
f. Melakukan manajemen asma
g. Melakukan
manajemen
elektrolit
h. Melakukan perawatan emboli
paru
i. Mengatur
atau
memonitor
hemodinamik
j. Menginterpretasi
data
laboratorium
k. Melakukan tindakan ventilasi
mekanisme
l. Memantau pernapasan
m. Memberi bantuan ventilasi
n. Memantau TTV
3.
Gangguan
ADL
intoleransi
aktivitas
berhubungan
kelemahan
keletihan.
umum,
lingkungan
d. Mengajarkan
terapi
latihan
terapi
latihan
promosi
latihan
bantuan
atau
17
e. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama ...x 24 jam pasien:
1) Dapat mendemonstrasikan batuk efektif.
2) Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
3) Tidak ada suara tambahan atau whezzing.
Frekuensi nafas normal (16-24)x per menit, tanpa bantuan otot nafas.
4) Pasien dapat melakukan beberapa aktivitas (mobilitas fisik) secara mandiri
tanpa adanya sesak.
5) Pasien dapat merawat diri secara mandiri.
6) Pengetahuan pasien akan penyebab, tanda dan gejala, pemeliharaan rumah
dan lingkungan serta penanganan asma meningkat.
18
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran
nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi
mukus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan
ventilasi alveolus. Tanda dari asma yaitu pasien mengalami sesak nafas yang
disertai dengan kontraksi otot disekitar leher, penanganan medis yang bisa
dilakukan dalam pasien penderita asma yaitu dengan pemberian bronkhodilator
B2 yang memiliki prinsip kerja memperlebar aliran jalan nafas. Sehingga
memungkinkan pasien bernafas lebih nyaman. Tindakan keperawatan yang bisa
dilakukan adalah seperti mengajarkan batuk efektif, karena diketahui asma juga
disebabkan oleh sekret yang terlalu banyak disepanjang jalan nafas.
5.2 Saran
Bagi Perawat
Perawat seharusnya meningkatkan pengetahuan mengenai penyebab, tanda
dan gejala serta penatalaksanaannya pada klien dengan penyakit asma. Perawat
juga dapat melakukan promosi kesehatan sebagai salah satu tindakan pencegahan.
Selain itu, penting bagi perawat untuk mampu melakukan asuhan keperawatan
pada penderita asma. Oleh karena itu, penting untuk selalu mengikuti informasi
terbaru dengan mencari referensi lain mengenai penyebab, penatalaksanaan
hingga asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit asma.
Bagi Masyarakat
Bagi penderita asma disarankan untuk menjalani terapi secara berkala dan
berkelanjutan, asma merupakan penyakit yang mematikan karena berhubungan
dengan pernapasan, kematian bisa diakibatkan karena penderita enggan untuk
menjalani pengobatan. Paparan kerja pun juga mempunyai resiko tinggi terhadap
timbulnya asma, jadi alat pelindung diri sangat diperhatikan agar resiko
terjangkitnya asma tidak terjadi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Wilkinson, Judith M., & Nancy R. ahern. 2002. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC
Internet
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Diterjemahkan oleh: dr. Annisa
Rahmalia dan dr. Cut Novianty R. Jakarta: Erlangga. From:
https://books.google.com/books?isbn=9797419940.
Diakses
pada
23
September 2015.
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Cetakan I.
Jakarta: EGC. From: https://books.google.com/books?isbn=9794489808.
Diakses pada 23 September 2015.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.
Jakarta:
Salemba
Medika.
From:
https://books.google.com/books?isbn=9793027746.
Diakses
pada
23
September 2015.
20