Anda di halaman 1dari 20

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekompleksan penyakit menyebabkan para tenaga kesehatan mempunyai
inisiatif untuk merawat dan menyembuhkan pasien. Penyakit dikategorikan
ringan, sedang maupun berat, seperti penyakit asma yang akan kami bahas,
bisa dikategorikan sebagai penyakit berat karena berdampak pada kematian
apabila penanganannya tidak tepat. Asma terjadi di semua negara terlepas dari
tingkat perkembangan. Lebih dari 80% kasus kematian asma terjadi di Negara
yang berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah.
Asma adalah penyakit kronis yang ditandai dengan serangan sesak napas
berulang-ulang. Tingkat keparahan dan frekuensi dari orang ke orang
memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Penyakit asma adalah penyakit kronis
paling umum yang banyak terjadi pada anak-anak. Faktor paling kuat yang
menyebabkan serangan asma terjadi pada penderita asma adalah, tungau,
debu, polusi, bulu hewan, serbuk sari, asap tembakau, dan jamur. Penyakit
asma jarang terdiagnosis dan kurang perawatan sehingga memberikan efek
buruk pada penderitanya. Untuk itu perlu adanya peningkatan pengetahuan
mengenai asma agar pencegahan dan penangannya tepat dan cepat.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dari penulisan makalah ini
sebagai berikut.
1.2.1 Apa pengertian, epidemiologi, dan etiologi asma?
1.2.2 Bagaimana patofisiologi, komplikasi dan prognosis asma?
1.2.3 Bagaimana tanda, gejala, pengobatan dan pencegahan asma?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit asma?

1.3 Implikasi Keperawatan


Dengan mengetahui pengertian, penyebab, patofisiologi, tanda dan gejala
asma diharapkan agar perawat lebih fokus dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan penyakit asma baik dalam hal pencegahan
maupun pengobatan atau perawatan klien penderita asma.
1

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Asma


Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran
nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi
mukus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan
ventilasi alveolus.

2.2 Epidemiologi
Asma adalah penyebab tunggal terpenting untuk morbiditas penyakit
pernapasan dan menyebabkan 2000 kematian/tahun. Prevalensinya, sekarang
sekitar 10-15%, semakin meningkat di masyarakat Barat. Insidensi mengi
tertinggi pada anak-anak (satu dari tiga anak mengalami mengi dan satu dari tujuh
anak sekolah terdiagnosis asma). Asma dikelompokkan sebagai:
a. Ekstrinsik
asma masa anak-anak, berhubungan dengan atopi (atopi-diatesis alergika
familial, bermanifestasi sebagai eksema dan hay fever saat anak-anak). Seringkali
sembuh saat memasuki usia remaja, walaupun bisa timbul kembali saat dewasa.
b. Intrinsik
berkembang dalam tahap kehidupan selanjutnya, lebih jarang disebabkan oleh
alergi, bisa lebih progresif dan respons terhadap terapi tidak begitu baik.
c. Berhubungan dengan pekerjaan
bila berhubungan dengan alergen industri atau tempat kerja (misalnya bahan
fotokopi, dll).

2.3 Etiologi
a. Genetik
Diturunkan dalam keluarga dan berhubungan dengan atopi. Penelitian genetik
menunjukkan adanya hubungan reseptor IgE afinitas tinggi dan gen sitokin Thelper (Th2) (kromosom 5).
b. Faktor Lingkungan
Stimulus bronkial spesifik seperti debu rumah, serbuk sari, dan bulu kucing;
3% populasi sensitif terhadap aspirin.
2

c. Paparan Pekerjaan
Paparan iritan atau sensetizer adalah penyebab penting dari asma yanng
berhubungan dengan pekerjaan.
d. Stimulus Non-spesifik
Infeksi virus, udara dingin, olahraga atau stres emosional juga bisa memicu
timbulnya mengi. Kadar ozon atmosfer yang tinggi (seperti saat badai) atau
masalah khusus merupakan predisposisi terjadinya eksaserbasi asma yang telah
ada.
e. Faktor Lingkungan lain
Diantaranya faktor makanan (tinggi Na+, rendah Mg2+), infeksi pada anakanak (sebagian akibat imunisasi) dan peningkatan jumlah alergen di lingkungan
(debu rumah) menyebabkan peningkatan prevalensi.

2.4 Tanda dan gejala


Serangan asma ditandai dengan batuk, suara wheezing (mengi), serta sesak
napas. Gejala yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot napas tambahan,
timbulnya pulsus paradoksus, timbulnya Kussmauls sign. Pasien akan mencari
posisi yang enak, yaitu duduk tegak dengan tangan berpegangan pada sesuatu agar
bahu tetap stabil, biasanya berpegangan pada lengan kursi, dengan demikian otot
napas tambahan dapt bekerja dengan lebih baik. Takikardia akan timbul di awal
serangan kemudian diikuti sianosis sentral.
Gejala asma dapat dibedakan dengan gejala penyakit obstruksi jalan napas
lainnya, seperti bronkitis kronik, emfisema, dan fibrosis kistik. Asma terjadi pada
penderita muda yang bukan perokok; saat berada diantara eksaserbasi akut, nilai
kapasitas residual fungsional adalah normal, daya tahan saat exercise dan
parameter spirometrik pada penderita bronitis kronik maupun penderita emfisema.

2.5 Patofisiologi
Keadaan yang dapat menimbulkan serangan asma menstimulasi terjadinya
bronkospasme melalui salah satu tiga mekanisme, yaitu:
a. Degranulasi sel ast dengan elibatkan imunoglobulin E (IgE),
b. Degranulasi sel mast tanpa melibatkan IgE,

Degranulasi sel mast menyebabkan terlepasnya histamin, yaitu suatu


slowreacting substance of anaphylaxis, dan kinin yang menyebabkan
bronkokonstriksi.
c. Stimulasi langsung otot bronkus tanpa melibatkan sel mast.
Episode bronkospastik berkaitan dengan fluktuasi konsentrasi c-GMP (cyclic
guanosine monophospate) atau konsentrasi c-AMP (cyclic adenosine
monophospate), atau konsentrasi keduanya di dalam otot polos bronkus dan
sel mast. Peningkatan konsentrasi c-GMP dan penurunan c-AMP intraseluler
berkaitan dengan terjadinya bronkospasme sedangkan keadaan sebaliknya,
yaitu penurunan konsentrasi c-GMP dan peningkatan konsentrasi c-GMP
menyebabkan bronkodilatasi. Produksi IgE spesifik memerlukan sensitisasi
terlebih dahulu.
Penurunan

aliran

udar

ekspirasi

tidak

hanya

diakibatkan

oleh

bronkokonstriksi saja tetapi juga oleh adanya edema mukosa dan sekresi
lendir yang berlebihan.

2.6 Komplikasi & prognosis


a. Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang
mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi
pada beberapa individu. Pada kasus ini, kerja pernafasan sangat meningkat.
Apabila kerja pernafasan meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat. Oleh
karena individu yang mengalami serangan asma tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan
oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi
melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental.
Situasi ini dapat menyebabkan pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk
melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis
respiratoril, gagal nafas, dan kematian.

b. Prognosis
Asma adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan. Faktor
risiko kematian akibat asma adalah kepatuhan terhadap terapi yang buruk,
4

perawatan di unit terapi intensif (intensive therapy unit [ITU]) dan perawatan di
rumah sakit walaupun diberi terapi steroid.

2.7 Pengobatan
a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja
sanat cepat, diberikan sebanyak 3-4 semprot, dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 sehari. Golongan
metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
dengan dosis 4 semprot tiap hari. Pemberian obat dalamjangka yang lama
mempunyai efek samping maka, klien yang mendapat steroid jangka lama
harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide
diberikan 1-2 kapsul 4 sehari.
e. Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan posturl drainase, perkusi, dan fibrasi dada.

2.8 Pencegahan

a. Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien


tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim
kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus
serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.

BAB 3. PATHWAYS

Faktor Pencetus Serangan Asma: Alergen,


infeksi saluran napas, tekanan jiwa,
olahraga/kegiatan jasmani yang berat, obatobatan, polusi udara, lingkungan kerja.

Hiperaktivitas
bronkhus

Edema mukosa
dan dinding
bronkhus

Hipersekresi
mukus

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,


penggunaan alat bantu pernapasan.

Ketidakefektifan
jalan napas

Peningkatan kerja
pernapasan,
hipoksemia secara
reversibel

Risiko
tinggi
ketidakefektifan
pola napas
Gangguan
pertukaran gas

Keluhan sistemis,
mual, intake nutrisi
tidak adekuat,
malaise,
kelemahan, dan
keletihan fisik.

Keluhan
psikososial,
kecemasan,
ketidaktahuan akan
prognosis

Perubahan
pemenuhan nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
Gangguan
pemenuhan ADL

Kecemasan
Ketidaktahuan/
pemenuhan
informasi

Status asmatikus

Gagal Napas

Kematian

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
a. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada
klien dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implkasi bahwa
sangat mungkin terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan
adanya faktor non-atopik. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan
tempat klien berada. Berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui pula faktor
yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Status perkawinan dan
gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan
faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji
untuk mengetahui adanya paparan bahan alergen. Hal lain yang perlu dikaji dari
identitas klien adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis,
asuransi kesehatan, dan diagnosis medis.
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan
adanya keluhan sulit untuk bernpas.

Riwayat penyakit saat ini


Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan
keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejalagejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan,
gangguan keadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini
terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi
edema dan pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan batuk
disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha untuk
bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih
suka duduk dengan tangan diletakkan dipinggir tempat tidur, tampak pucat,
gelisah, dan warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hampir
tidak terdengarnya suara napas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,

pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernapasan meningkat


karena asfiksia.
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan
memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan
kembali.

Riwayat penyakit dahulu


Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi
saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung.
Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai
sebagai pencetus serangan, serta riwyat pengobatan yang dilakukan untuk
merigkan gejala asma.

Riwayat penyakit kelurga


Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit alergi
atau penyakit alergi yang lain pada nggota keluarganya karena hipersenitivitas
pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Hood
Alsagaf, 1993).

b. Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien
dengan asma bronkial. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan
perubahan mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering
dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu
berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang
dengan beban hidup lebih yang lebih berat lebih berpotensial mengalami serangan
asma. Berada dalam keadaan yatim piatu,

mengalami ketidakharmonisan

hubungan dengan orang lain, smpai engalam ketakutan tidak dapat menjalankan
peranan seperti semula.

Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat


Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal
sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
tidak akan menimbulkan serangan asma.

Pola hubungan dan peran


Gejala asma sangat membantu klien untuk menjalani kehidupannya secara
normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien,
baik di lingkungan rumah tangga, masyrakat, ataupun lingkungan kerja serta
perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.

Pola persepsi dan konsep diri


Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah
dapat menghambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang
salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak sresor
yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan
serangan asma berulang.

Pola penanggulangan stres


Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi
dan pengaruh stres terhadap kehidupan klien serta cara penunggalangan terhadap
stresor.

Pola sensorik dan kognitif


Kedekatan klien pda sesuatu yang di yakininya di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan
mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang
konstruktif

c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan,
kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir
lengket, dan posisi istirahat klien.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat
postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antreposterior,
retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi
pernapasan.

Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fermitus normal.

Perkusi
Perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.

Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yag meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama
wheezing pada akhir ekspirasi.

B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dam[ak asma pada status krdiovaskuler meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.

B3 (Brain)

10

Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disampig itu, diperlukan
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadran klien apakah compons
mentis, somnolen, atau koma.

B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan kaena berkaitan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria,
karena hal tersebut merupkan tanda awal dari syok.

B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi,
mengingat hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian
tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan
dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat potential
terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea
saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.

B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada
ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji
adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim dan adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut,
kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat
klien yang meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak nafas, dan ortopnea dapat
memengaruhi pola tidur dan istirahat klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keeharian klien seperti olahraga, bekerja,
dan aktivitas lainnya. aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang
disebut dengan eercise induced asma.

11

d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pengukuran fungsi paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.
2) Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau
lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap
bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3) Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Analisis Gas Darah (AGD/Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b) Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema
mukosa sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut
kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
c) Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1001500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik sedangkan hitung sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai
penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkanpengobatan telah tepat.
d) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
5) Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
12

adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,


penumomediastinum, atelektasis, dll.

4.2 Diagnosa
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokontriksi, bronkhospasme, edema mukosa, dan dinding bronkhus,
serta sekresi mukosa yang mukus yang kental.
b. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
c. Gangguan ADL atau intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
kelemahan fisik umum, keletihan

4.3 Intervensi
a. Diagnosa: Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
adanya bronkhokontriksi, bronkhospasme, edema mukosa, dan dinding
bronkhus, serta sekresi mukosa yang mukus yang kental.

Intervensi:
1) Manajemen Jalan Napas: Memfasilitasi kepatenan jalan udara.
2) Pengisapan Jalan Napas: Mengeluarkan sekret dari jalan napas dengan
memasukkan sebuah kateter pengisap ke dalam napas oral dan/atau trakea.
3) Kewaspadaan Aspirasi: Mencegah atau meminimalkan faktor risiko pada
pasien yang berisiko mengalami aspirasi.
4) Manajemen Asma: Mengidentifikasi, menangani, dan mencegah reaksi
inflamasi/kontraksi di dalam jalan napas.

13

5) Peningkatan Batuk: Meningkatkan inhalasi dalam pada pasien yang


memiliki riwayat keturunan mengalami tekanan intratoraksik dan kompresi
parenkim

paru

yang

mendasari

untuk

pengerahan

tenaga

dalam

menghembuskan udara.
6) Pengaturan Posisi: Mengubah posisi pasien atau bagian tubuh pasien secara
sengaja untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis dan psikologis.
7) Pemantauan Pernapasan: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien
untuk memastikan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas yang adekuat.
8) Bantuan Ventilasi: Meningkatkan pola napas spontan yang optimal, yang
memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru.

b. Diagnosa: Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan


asma menetap.
Intervensi:
1) Manajemen Asam-Basa: Meningkatkan keseimbangan asam-basa dan basa
dan mencegah mencegah komplikasi akibat ketidakseimbangan asam-basa
2) Manajemen

Asam-Basa:

Asidosis

Respiratori:

Meningkatkan

keseimbangan asam- komplikasi akibat kadar pCO2 serum yang lebih tinggi
dari yang diharapkan
3) Manajemen

Asam-Basa:

Alkalosis

Respiratori:

Meningkatkan

keseimbangan asam-basa dan mencegah komplikasi akibat kadar pCO2 serum


yang lebih tinggi dari yang diharapkan
4) Manajemen Jalan Napas: Memfasilitasi kepatenan jalan napas
5) Manajemen Anafilaksis: Meningkatkan keadekuatan ventilasi dan perfusi
jaringan untuk individu yang mengalami reaksi alergi (antigen-antibodi) berat
6) Manajemen Asma: Mengidentifikasi, mengatasi, dan mensegah reaksi
terhadap inflamasi/kontriksi di jalan napas
7) Manajemen Elektrolit: Mrningkatkan keseimbangan elektrolit dan mencegah
komplikasi akibat kadar elektrolit serum yang tidak normal normal atau diluar
harapan.
8) Perawatan Emboli:Paru: Membatasi komplikasi pada pasien yang
mengalami, atau berisiko terhadap okulasi sirkulasi paru

14

9) Pengaturan Hemodinamik: Mengoptimalkan frekuensi jantung, preload,


afterload, dan kontraktilitas jantung
10) Interpretasi

Data

Laboratorium:

Menganalisis

secara

klinis

data

laboratorium pasien untuk membantu pengambilan keputusan klinis


11) Ventilasi Mekanisme: Penggunaan alat bantu untuk membantu pasien
bernapas
12) Pemantauan Pernapasan: Mengumpulkan dan menganalisis pasien untuk
memastikan kepatenan jalan napas dan adekuatnya pertukaran gas
13) Bantuan Ventilasi: Meningkatkan pola pernapasan spontan yang optimal
dalam memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida di dalam paru
14) Pemantauan

tanda

Vital:

Mengumpulkan

dan

menganalisis

data

kardiovaskular, pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah


komplikasi.

c. Diagnosa: Gangguan ADL atau intoleransi aktivitas yang berhubungan


dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
Intervensi:
1) Terapi Aktivitas: Memberi anjuran tentang dan bantuan dalam aktivitas fisik,
kognitif, sosial, dan spiritual yang spesifik untuk meningkatkan rentang,
frekuensi, atau durasi aktivitas individu (atau kelompok).
2) Manajemen Energi: Mengatur penggunaan energi untuk mengatasi atau
mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi.
3) Manajemen Lingkungan: Memanipulasi lingkungan sekitar pasien untuk
memperoleh manfaat terapeutik, stimulasi sensorik, dan kesejahteraan
psikologis.
4) Terapi Latihan Fisik:Mobilitas Sendi: Menggunakan gerakan tubuh aktif
atau pasif untuk mempertahankan atau memperbaiki fleksibilitas sendi
5) Terapi Latihan Fisik:Pengendalian otot:Menggunakan aktivitas atau
protokol latihan yang spesifik untuk meningkatkan atau memulihkan gerakan
tubuh yang terkontrol
6) Promosi Latihan Fisik:Latihan Kekuatan: Memfasilitasi latihan otot
resistif secara rutin untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot.

15

7) Bantuan Pemeliharaan Rumah: Membantu pasien dan keluarga untuk


menjaga rumah sebagai tempat tinggal yang bersih, aman, dan menyenangkan.
8) Manajemen

Alam

Perasaan:

Memberi rasa keamanan, stabilisasi,

pemulihan, dan pemeliharaan pasien yang mengalami disfungsi alam perasaan


baik depresi maupun peningkatan alam perasaan.
9) Bantuan Perawatan Diri: Membantu individu untuk melakukan AKS
10) Bantuan Perawatan Diri:AKSI: Membantu dan mengerahkan individu
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari instrumental (AKSI) yang
diperlukan untuk berfungsi di rumah atau di komunitas.

d. Implementasi
NO Diagnosa
1.

Implementasi

Ketidakefektifan

bersihan

jalan napas yang berhubungan


dengan

adanya

bronkhokontriksi,
bronkhospasme,
mukosa,

dan

a. Melakukan manajemen Jalan


Napas
b. Melakukan pengisapan Jalan
Napas

edema

c. Monitor

dinding

Aspirasi

dan

mewaspadai

bronkhus, serta sekresi mukosa

d. Melakukan manajemen Asma

yang mukus yang kental.

e. Meningkatkan batuk dengan


mengajarkan batuk efektif
f. Mengatur posisi yang nyaman
g. Memantau pernapasan
h. Memberi bantuan ventilasi

2.

Gangguan pertukaran gas yang


berhubungan dengan serangan
asma menetap.

a. Melakukan manajemen asambasa:


b. Melakukan manajemen asambasa : asidosis respiratori
c. Melakukan manajemen asambasa : alkalosis respiratori
d. Melakukan manajemen jalan
napas

16

e. Melakukan manajemen
anafilaksis
f. Melakukan manajemen asma
g. Melakukan

manajemen

elektrolit
h. Melakukan perawatan emboli
paru
i. Mengatur

atau

memonitor

hemodinamik
j. Menginterpretasi

data

laboratorium
k. Melakukan tindakan ventilasi
mekanisme
l. Memantau pernapasan
m. Memberi bantuan ventilasi
n. Memantau TTV
3.

Gangguan

ADL

atau a. Mengajarkan terapi aktivitas

intoleransi

aktivitas

yang b. Melakukan manajemen energi

berhubungan
kelemahan
keletihan.

dengan c. Melakukan manajemen


fisik

umum,

lingkungan
d. Mengajarkan

terapi

latihan

fisik: mobilitas sendi


e. Mengajarkan

terapi

latihan

fisik: pengendalian otot


f. Melakukan

promosi

latihan

fisik: latihan kekuatan


g. Memberikan

bantuan

atau

edukasi mengenai pemeliharaan


rumah
h. Melakukan manajemen alam
perasaan
i. Membantu perawatan diri

17

e. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama ...x 24 jam pasien:
1) Dapat mendemonstrasikan batuk efektif.
2) Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
3) Tidak ada suara tambahan atau whezzing.
Frekuensi nafas normal (16-24)x per menit, tanpa bantuan otot nafas.
4) Pasien dapat melakukan beberapa aktivitas (mobilitas fisik) secara mandiri
tanpa adanya sesak.
5) Pasien dapat merawat diri secara mandiri.
6) Pengetahuan pasien akan penyebab, tanda dan gejala, pemeliharaan rumah
dan lingkungan serta penanganan asma meningkat.

18

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran
nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi
mukus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan
ventilasi alveolus. Tanda dari asma yaitu pasien mengalami sesak nafas yang
disertai dengan kontraksi otot disekitar leher, penanganan medis yang bisa
dilakukan dalam pasien penderita asma yaitu dengan pemberian bronkhodilator
B2 yang memiliki prinsip kerja memperlebar aliran jalan nafas. Sehingga
memungkinkan pasien bernafas lebih nyaman. Tindakan keperawatan yang bisa
dilakukan adalah seperti mengajarkan batuk efektif, karena diketahui asma juga
disebabkan oleh sekret yang terlalu banyak disepanjang jalan nafas.

5.2 Saran
Bagi Perawat
Perawat seharusnya meningkatkan pengetahuan mengenai penyebab, tanda
dan gejala serta penatalaksanaannya pada klien dengan penyakit asma. Perawat
juga dapat melakukan promosi kesehatan sebagai salah satu tindakan pencegahan.
Selain itu, penting bagi perawat untuk mampu melakukan asuhan keperawatan
pada penderita asma. Oleh karena itu, penting untuk selalu mengikuti informasi
terbaru dengan mencari referensi lain mengenai penyebab, penatalaksanaan
hingga asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit asma.

Bagi Masyarakat
Bagi penderita asma disarankan untuk menjalani terapi secara berkala dan
berkelanjutan, asma merupakan penyakit yang mematikan karena berhubungan
dengan pernapasan, kematian bisa diakibatkan karena penderita enggan untuk
menjalani pengobatan. Paparan kerja pun juga mempunyai resiko tinggi terhadap
timbulnya asma, jadi alat pelindung diri sangat diperhatikan agar resiko
terjangkitnya asma tidak terjadi.

19

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Wilkinson, Judith M., & Nancy R. ahern. 2002. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC

Internet
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Diterjemahkan oleh: dr. Annisa
Rahmalia dan dr. Cut Novianty R. Jakarta: Erlangga. From:
https://books.google.com/books?isbn=9797419940.
Diakses
pada
23
September 2015.
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Cetakan I.
Jakarta: EGC. From: https://books.google.com/books?isbn=9794489808.
Diakses pada 23 September 2015.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.
Jakarta:
Salemba
Medika.
From:
https://books.google.com/books?isbn=9793027746.
Diakses
pada
23
September 2015.

20

Anda mungkin juga menyukai