Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

N DENGAN ASMA

DI RUANG MARWAH 3 RSUD HAJI SURABAYA

Oleh :

Moh. Iqbal Khatami


NIM P27820720073

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI
NERS
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Asma
1. Definisi
Asma adalah suatu keadaan kondisi paru – paru kronis yang ditandai
dengan kesulitan bernafas, dan menimbulkan gejala sesak nafas, dada
terasa berat, dan batuk terutama pada malam menjelang dini hari. Dimana
saluran pernafasan mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan penyempitan atau
peradangan yang bersifat sementara (Masriadi, 2016).
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas dan
dikarakteristikkan dengan hiperresponsivitas, produksi mukus, dan
edema mukosa. Inflamasi ini berkembang menjadi episode gejala asma
yang berkurang yang meliputi batuk, sesak dada, mengi, dan dispnea.
Penderita asma mungkin mengalami periode gejala secara bergantian dan
berlangsung dalam hitungan menit, jam, sampai hari (Brunner &
Suddarth, 2017).
2. Klasifikasi
Asma dibedakan menjadi 2 jenis (Amin Huda Nurarif & Hardhi
Kusuma, 2016):
a. Asma Bronkial
Penderita asma bronkial, hiperaktif dan hipersensitif terhadap
rangsangan dari luar, seperti asap kendaraan, bulu binatang, debu
dalam rumah, dan bahan laim yang menyebabkan alergi. Gejala
kemunculannya sangat mendadak sehingga serangan bisa datang
secara tiba – tiba. Jika tidak segera mendapatkan pertolongan,
kematian bisa terjadi pada penderita tersebut. Gejala pada asma
bronkial bisa terjadi adanya radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernafasan. Penyempitan ini akibat dari berkerutnya otot
saluran pernafasan, pembengkakan saluran lendir, dan pembentukan
timbunan lendir yang berlebihan.
b. Asma Kardial
Asma yang ditimbulkan akibat adanya kelainan jantung. Gejala yang
dialami penderita asma kardial biasanya adanya sesak nafas yang
hebat dan terjadi pada malam hari. Pada panduan dari National
Asthma Education and Prevenion Program (NAEPP), klasifikasi
tingkat keparahan asma dibedakan pada 3 kategori, yaitu umur 0-4
tahun, umur 5-11 tahun, dan umur > 12tahun – dewasa. Perbedaannya
sebagai berikut (Masriadi, 2016) :
1) Kategori umur 0 – 4 tahun
Fungsi paru tidak menjadi parameter gangguan. Karena anak
dibawah usia 4 tahun masih sulit dilakukan uji fungsi paru. Pada
kategori usia ini dikatakan asma persisten jika dalam 6 bulan
terjadi 2 serangan dan membutuhkan steroid oral atau episode
mengi sebanyak ≥ 4 episode setahun, lamanya lebih dari sehari,
memiliki faktor resiko untuk asma persisten.
2) Kategori umur 5 – 11 tahun dan umur ≥ 12 tahun – dewasa,
terdapat perbedaan yaitu pada ukuran uji fungsi paru. Klasifikasi
tingkat asma berdasarkan berat ringannya gejala dibedakan
menjadi 3 yaitu:
a. Serangan asma akut ringan:
1. Batuk kering maupun berdahak.
2. Mengi tidak ada atau mengi ringan (Arus Puncak
Aspirasi) kurang dari 80%.
3. Rasa berat pada dada.
4. Gangguan tidur pada malam hari karena batuk maupun
sesak nafas.
b. Serangan asma akut sedang:
1. Batuk kering maupun berdahak.
2. Sesak dengan mengi agak nyaring.
3. APE antara 50-80%.
c. Serangan asma akut berat:
1. Tidak bisa berbaring.
2. Rasa yang sangat sesak pada dada.
3. Posisi ½ duduk agar bisa bernafas.
3. Etiologi
Pasien asma secara umum akan mengalami penyempitan pada bagian
bronkus yang berlebihan sehingga mendapatkan rangsangan. Rangsangan
tersebut dapat berupa bau, udara dingin, polusi udara, infeksi pernapasan
atas dan bawah dan stress. Penyebab asma dibagi menjadi 3, yakni
(Utama, 2018).
a. Asma alergik/ekstrinsik
Adalah jenis asma yang disebabkan oleh alergi berupa bulu binatang,
debu serta makanan. Alergi yang paling sering timbul biasanya
disebabkan melalui udara ataupun yang muncul secara musiman.
Pasien asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit asma yang
diturunkan oleh keluarga.
b. Idiopatik/non alergik
Adalah penyakit asma yang disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan, aktivitas, stress, emosi, dan lingkungan. Biasanya dimulai
pada usia > 35 tahun.
c. Asma campuran
Adalah asma yang sering ditemukan, jenis ini adalah gabungan dari
asma alergik dan juga non alergik.
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis asma terdiri dari batuk, sesak nafas dan mengi. Asma
juga dapat muncul rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan
toleransi kerja, nyeri tenggorokan dan pada asma alergik dapat disertai
dengan pilek atau bersin. Gejala klinis ini memiliki banyak variasi
menurut waktu dan gejala timbul pada musiman maupun perenial, berat,
intensitas serta variasinya diurnal. Adanya timbul gejala sangat
dipengaruhi oleh sumber faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen,
udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan atau aktivitas fisik
lainnya. Faktor sosial pun mempengaruhi munculnya serengan pada
pasien terkena asma seperti karakterisitik rumah, merokok atau tidak,
karakteristik tempat berkerja atau sekolah, respiratorik selama kontraksi
otot polos (GINA, 2018).
5. Patofisiologi
Awalnya igE dan syaraf otonom mendominasi alur jalur imunologis
pada jalur yang didominasi oleh igE, APC mengantarkan alergen yang
akan masuk ke dalam tubuh, kemudian akan dihubungakan sek Th (T
helper) terutama sel Th 2. Sel Th 2 akan interleukin atau sitokin
menginduksi sel-sel plasma sehingga menghasilkan igE dan pro inflamasi
lainnya seperti neutrophil, makrofag, eosinophil, mastosit, trombosit dan
limfositt. Sel proinflamasi tersebut menginisiasi sekresi mediator
infalamasi seperti leukotriene, prostaglanin, histamin, trombiksin,
bradikinin dan lainnya. Akibatnya akan terjadi kontraksi otot di jalan
napas. (Udin, 2019).
6. Komplikasi
Asma yang tidak ditangani dengan tepat akan dapat memicu terjadinya
berbagai masalah medis, baik secara fisik maupun psikis alias komplikasi.
Jika dibiarkan masalah medis yang dapat menjadi kondisi medis yang
sulit disembuhkan. Berikut ini berbagai komplikasi asma yang akan
muncul sebagai berikut (Etika, 2020).
a. Perubahan pada Struktur Saluran Pernapasan (Airway Remodeling).
Hal ini terjadi ketika asma yang telah di derita dalam jangka panjang
menyebabkan dinding pada saluran pernapasan menebal dan
menyepit. Penebalan pada saluran pernapasa ini diakibatkan oleh
adanya peradangan pada paru-paru dan tubuh akan berusahan
melawan peradangan tersebut. Fenomena airway remodelling
termasuk serius karena saluran pernapasan yang mana strukturnya
berubah tidak akan kembali lagi normal, hal ini dapat menyebabkan
penyumbatan dan gagal fungsi paru-paru.
b. Komplikasi Saluran Pernapasan
Meskipun jarang terjadi, asma dapat menyebabkan komplikasi
pernapasan yang mengancam jiwa seperti.
1) Flu pada penderita asma.
2) Pneumonia akibat asma.
3) Pneunotoraks (kolaps sebagian atau seluruh paru-paru).
4) Kegagalan pernapasan.
5) Status asmatikus.
c. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis yang berkaitan dengan asma disebakan oleh
terbatasnya aktivitas dalam sehari-hari sehingga rentan memicu strees
dan kecemasan. Selain itu ada kemungkinan masalah mental yang
dapat dipicu karena penaganan yang kurang tepat, baik orang tua
pasien maupun keluarga lainnya.
d. Obestitas
Hubungan antara obestitas dan asma adalah kurangnya
aktivitas tubuh terutama pada penderita yang belum mendapatkan
penangan medis, cenderung mengalami kesulitan atau takut untuk
berolahraga.
e. Gangguan Tidur
Menurut penelitian yang dilakukan di 2016, sebanyak 75 persen
pengidap asma mengalami gangguan tidur pada malam hari. Padahal
gangguan tidur ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan
lain, misalnya pusing dan tubuh jadi semakin lemas. Dalam sebuah
artikel dari materia Socio-medica, penyakit gangguan pernapasan
terutama asma sangat berkaitan dengan berbagai masalah tidur.
Beberapa diantaranya adalah menurunnya kualitas tidur, sering
terbangun di malam hari, bangun terlalu cepat dan lebih mudah
mengantuk pada malam hari.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pada penyakit asma dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut: (Udin, 2019)
a. Pemeriksaan Spyrometri
Adalah metode penunjang diagnosis asma yang sederhana,
selain tes spirometri biasa untuk asma bisa dilakukan tes
spirometri setalah dilakukan pemberian bromkudilator.
b. X-Ray thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis lain yang akan
menyebabkan gejala obstruksi.
Ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan pada penderita asma
diantaranya (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2016) :
a. Spirometer
Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer /
inhaler),
b. Sputum
Eosinofil meningkat.
c. RO dada
yaitu patologis paru/ komplikasi asma.
d. AGD
Terjadi pada asma berat, pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian pada fase lanjut nomokapnia dan
hiperkapnia (PCO2 naik).
e. Uji alergi kulit, IgE.
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Amin Huda
Nurarif & Hardhi Kusuma, 2016 menyebutkan program pentalaksanaan
asma meliputi 7 komponen, yaitu:
a. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbidity dan mortality.
Edukasi tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi
juga pihak lain yang membutuhkan seperti pemegang keputusan,
pembuat perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
b. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita
sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut
disebabkan berbagai factor antara lain :
1) Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan
terapi
2) Pejanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan
pada asmanya
3) Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview,
sehingga membantu penanganan asma terutama asma mandiri
c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penaatalaksanaan bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu
dipertimbangkan :
1) Medikasi (obat-obatan)
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah
gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
2) Tahapan pengobatan
Semua tahapan: ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Medikasi pengontrol Alternative/Pilihan Alternative
Asma harian lain lain
Asma Tidak perlu -------- --------
Intermiten
Asma Glukokortikosteroid Teofilin lepas lambat ------
Persisten (200-400 ug BD/hari Kromolin
Ringan atau akivalennya) Leukotriene modifiers
Asma Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroid Ditambah
Persisten glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug agonis beta-2
Sedang (400-800 ug BD/hari BD/hari atau kerja lama,
atau ekivalennya) dan ekivalennya) ditambah oral
agonis beta-2 kerja Teofilin lepas lambat,
lama. atau Ditambah
teofilin lepas
Glukokortikosteroid
lambat
inhalasi (400-800 ug
BD/hari atau
ekivalennya) ditambah
agonis beta-2 kerja
lama oral, atau

Glukokortisteroid
Inhalasi (>800 ug BD
atau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 ug
BD/hari atau
ekivalennya) ditambah
leukotriene
modifiers.
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolone/
Persisten glukokortikosteroid metilprednisolon oral
Berat (>800 ug BD atau selang sehari 10 mg
ekivalennya) dan ditambah agonis beta-
agonis beta-2 kerja 2 kerja lama, oral,
lama, ditambah 1 ditambah teofilin lepas
dibawah ini : lambat.
 Teofilin lepas
lambat
 Leukotrien
e modifiers
 Glukokortisteroid
 Oral
3) Menetapkan pengobatan serangan akut
4) Kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting
diperhatikan oleh dokter yaitu :
a) Tindak lanjut (follow up)
b) Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut
bila diperlukan
5) Pola hidup sehat
a) Meningkatkan kebugaran fisik
Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum.
Walaupun terdapat salah satu bentuk asma yang timbul
serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/EIA),
akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan
olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan
otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pda
olahraga umumnya
b) Berhenti atau tidak merokok
c) Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan
asma.

Menurut (Bruner & Suddarth, 2017) yaitu :


a. Penatalaksanaan Medis
1) Agonis adrenergik – beta 2 kerja –pendek.
2) Antikolinergik.
3) Kortikosteroid : inhaler dosis – terukur (MDI)
4) Inhibitor pemodifikasi leukotrien / antileukotrien.
5) Metilxatin.
b. Penatalaksanaan non farmakologis menurut (GINA,2015)
1) Berhenti merokok.
2) Aktifitas fisik secara teratur.
3) Mencegah paparan alergen ditempat kerja, di dalam maupun di
luar ruangan.
4) Mencegah penggunaan obat yang dapat memperberat asma.
5) Teknik pernapasan yang benar (Breathing Exercise, yoga dan
senam asma).
6) Diet sehat dan menurunkan berat badan.
7) Mengatasi stres emosional.
8) Imunoterapi alergen
Rencana Pengobatan Serangan Asma Berdasarkan Berat Asma dan Tempat Pengobatan
Serangan Pengobatan Tempat Pengobatan
RINGAN Terbaik : Di rumah
1. Aktifitas relatif normal Inhalasi agnosis beta -2
2. Berbicara satu kalimat dalam satu nafas Alternatif : Di praktek dokter/ klinik/
3. Nadi < 100 Kombinasi oral agonis beta -2 dan teofilin puskesmas
4. APE >
80%
SEDANG Terbaik : Praktek Dokter Puskesmas
1. Jalan jarak jauh timbul gejala Nebulisasi agonis beta -2 tiap 4 jam
2. Berbicara beberapa kata dalam satu Alternatif :
nafas 3. Nadi 100-120 APE 60-80 % 1. Agonis beta -2 SK/IV
2. Aminofilin IV
3. Adrenalin 1 / 1000 0,3 ml SK
4. Oksigen bila mungkin
BERAT Terbaik : Gawat Darurat / RS Klinik
1. sesak nafas istirahat Nebulisasi agonis beta -2 tiap 4 jam
2. Berbicara kata per kata dalam satu nafas Alternatif :
3. Nadi >120 1. Agonis beta -2 SK / IV
4. APE < 60% atau 100 liter/detik 2. Adrenalin 1 / 1000 0,3 ml SK
3. Aminofilin bolus dilanjutkan drip
4. Oksigen bila mungkin
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Data ini meliputi: nama klien, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, alamat dirawat, diagnosa
medis. Seseorang memiliki resiko tinggi untuk terkena diabetes
mellitus pada umur diatas 40 tahun.
b. Keluhan utama
Pasien diabetes mellitus datang kerumah sakit dengan keluhan utama
yang berbeda-beda. Pada umumnya seseorang dating kerumah sakit
dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan
berat badan turun.
c. Riwayat keperawatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian berupa proses terjadinya gejala khas dari DM,
penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan
informasi apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes
mellitus misalnya riwayat obesitas, hipertensi, atau juga
atherosclerosis.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal
ini berhubungan dengan proses genetic dimana orang tua dengan
diabetes mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut
kepada anaknya.
d. Pola- Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan
persepsi negatif terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,lebih
dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya
resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya
amputasi.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
4. Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola
tidur dan waktu tidur penderita.
5. Pola aktivitas
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
6. Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (selfesteem).
8. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami
neuropati/mati rasa pada kaki sehingga tidak peka terhadap
adanya trauma.
9. Pola reproduksi seksual
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
10. Pola penanggulangan stress
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pasien terganggu dalam beribadah karena penyakit yang
dideritanya.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Meliputi keadaan penderita yang sering muncul adalah kelemahan
fisik. Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma
(tergantung kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk
melakukan kompensasi kelebihan kadar gula dalam darah).
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah (TD) : biasanya mengalami hipertensi dan juga
ada yang mengalami hipotensi.
Nadi (N) : biasanya pasien DM mengalami takikardi saat
beristirahat maupun beraktivitas.
Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea
Suhu (S) : biasanya suhu tubuh pasien mengalami peeningkatan
jika terindikasi adanya infeksi.
Berat badan : pasien DM biasanya akan mengalami penuruan BB
secara signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi dan
terjadi peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin serta pola
makan yang terkontrol.
2. Integumen
Kulit : biasanya kulit kering atau bersisik
Warna : tampak warna kehitaman disekitar luka karena adanya
gangren, daerah yang sering terpapar yaitu ekstremitas bagian
bawah.
Turgor : menurun karena adanya dehidrasi
Kuku : sianosis, kuku biasanya berwarna pucat
Rambut : sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang kurang.
3. Kepala
Wajah : kaji simetris dan ekspresi wajah, antara lain paralisis
wajah (pada klien dengan komplikasi stroke).
Mata : kaji lapang pandang klien, biasanya pasien mengalami
retinopati atau katarak, penglihatan kabur, dan penglihatan ganda
(diplopia).
Telinga : pengkajian adakah gangguan pendengaran, apakah
telinga kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman
pendengaran dengan garputala atau bisikan.
Hidung : tidak ada pembesaran polip dan tidak ada sumbatan,
serta peningkatan pernapasan cuping hidung (PCH).
Mulut :
a. Bibir : sianosis (apabila mengalami asidosis atau
penurunanperfusi jaringan pada stadium lanjut).
b. Mukosa : kering, jika dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis
osmosis.
c. Pemeriksaan gusi mudah bengkak dan berdarah, gigi mudah
goyah.
Leher : pada inspeksi jarak tampak distensi vena jugularis,
pembesaran kelenjar limfe dapat muncul apabila ada infeksi
sistemik
4. Thorax dan paru-paru
Inspeksi : bentuk dada simetris atau asimetris, irama pernapasan,
nyeri dada, kaji kedalaman dan juga suara nafas atau adanya
kelainan suara nafas, tambahan atau adanya penggunaan otot
bantu pernapasan.
Palpasi : lihat adnya nyeri tekan atau adanya massa.
Perkusi : rasakan suara paru sonor atau hipersonor.
Auskultasi : dengarkan suara paru vesikuler atau bronkovesikuler.
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum purulent (tergantung adanya infeksi atau tidak)
Tanda : frekuensi pernapasan meningkat dan batuk
5. Abdomen
Inspeksi : amati bentuk abdomen simetris atau asimetris.
Auskultasi : dengarkan apakah bising usus meningkat.
Perkusi : dengarkan thympany atau hiperthympany.
Palpasi : rasakan adanya massa atau adanya nyeri tekan.
6. Genetalia : adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria,
nokturia, rasanyeri seperti terbakarpada bagian organ genetalia,
kesulitan berkemih (infeksi).
7. Ekstermitas
Biasanya pasien mengalami kesemutan, kebas pada otot.
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah meliputi: GDS > 200
mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial >
200 mg/dl.
2. Urine. Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine: hijau (+),
kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
3. Kultur pus. Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman (Perkeni, 2015).
2. Analisa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputin kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan,mengaitkan data,
menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingkan
dengan standart, mengintepretasikan dan akhirnya membuat kesimpulan.
Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang
disebut diagnosa keperawatan (Octafiansyah, 2020).
3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017)
diagnosa keperawatan yang muncul sebagai berikut :
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d hiperglikemia (D. 0009)
b. Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D. 0019)
c. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b.d resistensi insulin (D.0027)
d. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi) (D.0077)
e. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan b.d perubahan status nutrisi
(kekurangan) (D.0129).
f. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056).
g. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit d.d ketidakseimbangan cairan
(dehidrasi) (D.0037)

4. Intervensi Keperawatan
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d hiperglikemia d.d pengisian kapiler
>3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin,
warna kulit pucat, turgor kulit menurun (D. 0009)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi
perifer meningkat.
Kriteria hasil: Denyut nadi perifer meningkat, warna kulit pucat
menurun, pengisian kapiler membaik, akral membaik, turgor kulit
membaik (L.02011).
Intervensi Keperawatan:
Perawatan sirkulasi (1.02079)
Observasi
1) Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)
2) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
1) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera
4) Lakukan pencegahan infeksi
5) Lakukan perawatan kaki dan kuku
6) Lakukan hidrasi
Edukasi
1) Anjurkan berhenti merokok
2) Anjurkan berolahraga rutin
3) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
4) Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
5) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
6) Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
7) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.
melembabkan kulit kering pada kaki)
8) Anjurkan program rehabilitasi vaskular
9) Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
10) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis.
rasa sakit yang tidak hilang saat Istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
b. Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat
badan menurun 10% dibawah rentang ideal, nafsu makan menurun,
serum albumin menurun (D. 0019).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status
nutrisi meningkat.
Kriteria hasil: Porsi makanan yang dihabiskan meningkat, serum
albumin meningkat, frekuensi makan membaik, nafsu makan
membaik (L.03030).
Intervensi Keperawatan:
Manajemen Nutrisi (1.03119)
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein Berikan
suplemen makanan jika perlu
6) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
c. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b.d resistensi insulin (D.0027)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kadar
glukosa darah berada pada rentang normal
Kriteria hasil : mengantuk menurun, pusing menurun, lelah/lesu
menurun, keluhan lapar menurun, mulut kering menurun, kadar
glukosa dalam darah membaik, kadar glukosa dalam urine membaik,
jumlah urine membaik (L.03022).
Intervensi :
Manajemen hiperglikemia (I.03115)
Observasi
1) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2) Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat
3) Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
5) Monitor intake dan output cairan
6) Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan
darah ortostatik, dan frekuensi nadi
Terapeutik
1) Berikan asupan cairan oral
2) Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap
ada atau memburuk
3) Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi
1) Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
2) Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3) Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4) Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
5) Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
3) Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
d. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi) (D.0077)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
nyeri menurun
Kriteria hasil : Keluhan nyeri menurun, Meringis menurun, Sikap
protektif menurun, Gelisah menurun, Kesulitan tidur menurun,
Menarik diri menurun, Anoreksia menurun, Ketegangan otot menurun,
Frekuensi nadi membaik, Pola napas membaik, Tekanan darah
membaik, Fungsi berkemih membaik, Nafsu makan membaik, Pola
tidur membaik (L.08066).
Intervensi :
Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karekteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgesik

Terapeutik
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
e. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan b.d perubahan status nutrisi
(kekurangan) d.d kerusakan jaringan atau lapisan kulit (D.0129)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
integritas kulit dan jaringan meningkat
Kriteria hasil: kerusakan jaringan menurun, kerusakan lapisan kulit
menurun (L.14125).
Intervensi Keperawatan:
Perawatan integritas kulit (1.11353)
Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik
1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
3) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode
diare
4) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
kering
5) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
6) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
2) Anjurkan minum air yang cukup - Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
3) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
4) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
5) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada
di luar rumah
6) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

f. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen (D.0056).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi
aktivitas meningkat.
Kriteria hasil : Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
meningkat, kecepatan berjalan meningkat, jarak berjalan meningkat,
kekuatan tubuh bagian atas meningkat, kekuatan tubuh bagian bawah
meningkat, keluhan lelah menurun, perasaan lemah menurun, sianosis
menurun, warna kulit membaik (L.05047).
Intervensi :
Manajemen energi (I.05178)
Observasi

1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan


2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara, kunjungan)
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
3) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan

g. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit d.d ketidakseimbangan cairan


(dehidrasi) (D.0037)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
keseimbangan elektrolit meningkat.
Kriteria hasil : Serum natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium,
fosfor meningkat (L.03021).
Intervensi keperawatan :
Pemantauan elektrolit (I.03122)
Observasi
1) Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
2) Monitor kadar elektrolit serum
3) Monitor mual, muntah, diare
4) Monitor kehilangan cairan, jika perlu
5) Monitor tanda dan gejala hipokalemia
6) Monitor tanda dan gejala hiperkalemia
7) Monitor tanda dan gejala hiponatremia
8) Monitor tanda dan gejala hipernatremia
9) Monitor tanda dan gejala hipokalsemia
10) Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia
11) Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia
12) Monitor tanda dan gejala hipernagnesemia
Terapeutik
1) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantaua
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplimentasikan
intervensi keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk
dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi,
dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesehatan (Ali, 2018).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
telah tercapai (Ali, 2018).
PATHWAY

Genetik, sindrom ovarium, Obesitas, usia, pola hidup


virus, bakteri, bahan toksik
Reseptor insulin pada sel
Kerusakan pankreas berkurang

Penghancuran sel-sel beta Jumlah sel pankreas menurun

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Defisiensi insulin
Katabolisme protein
meningkat MK: Hiperglikemia Poliuri
Ketidakstabilan
kadar glukosa Fleksibilitas Dehidrasi
Protein dalam tubuh darah (D.0027) darah menurun
Resistensi infeksi MK: Resiko
Komplikasi Pelepasan
Ketidakseimbangan
mikrovaskuler O2
Luka Elektrolit (D.0037)
Retinopati, Hipoksia
Pertumbuhan
Nefropati, perifer
organisme
Neuropati

Gangren MK: Perfusi


Parastesia, perifer tidak
Sesibilitas efektif (D.0009)
nyeri,
MK: Gangguan
Suhu
integritas MK: Intoleransi
menurun
kulit/jaringan aktivitas (D.0056)
(D.0129)
MK: Nyeri
Akut Lipolisis meningkat
(D.0077)
Penurunan BB

MK: Defisit nutrisi


(D.0019)
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z., 2018. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Mughfuri, A., 2016. Buku Pintar Perawatan Luka Diabetes Mellitus. Jakarta :
Salemba Medika

Najibmo, b. M., 2016. Keperawatan Medikal Bedah 1. Jakarta selatan : pusdik SDM
Kesehatan.

Nurarif & Hardhi., 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Octafiansyah, 2020. Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Infeksi


Neonatus Di Ruang F2 Rspal Dr. Ramelan Surabaya. Karya Tulis Ilmiah. Prodi
Profesi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya

PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2


di Indonesia. Jakarta : PB PERKENI.

Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2019. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika

Safitri, A., Sudarman, S., & Nur, N. H., 2021. Hubungan Pola Makan Dengan
Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas. Pancasakti
Journal of Public Health Science and Research. 1(1): hal. 30- 38.

Smeltzer, s.c & bare brenda, B.G., 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.

Walker, R., 2020. The Diabetes Handbook: Understand and Manage Type 1 and
Type 2 Diabetes. Canada: Dorling Kindersley Limited.

Anda mungkin juga menyukai