N DENGAN ASMA
Oleh :
7. Pemeriksaan Penunjang
Pada penyakit asma dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut: (Udin, 2019)
a. Pemeriksaan Spyrometri
Adalah metode penunjang diagnosis asma yang sederhana,
selain tes spirometri biasa untuk asma bisa dilakukan tes
spirometri setalah dilakukan pemberian bromkudilator.
b. X-Ray thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis lain yang akan
menyebabkan gejala obstruksi.
Ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan pada penderita asma
diantaranya (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2016) :
a. Spirometer
Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer /
inhaler),
b. Sputum
Eosinofil meningkat.
c. RO dada
yaitu patologis paru/ komplikasi asma.
d. AGD
Terjadi pada asma berat, pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian pada fase lanjut nomokapnia dan
hiperkapnia (PCO2 naik).
e. Uji alergi kulit, IgE.
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Amin Huda
Nurarif & Hardhi Kusuma, 2016 menyebutkan program pentalaksanaan
asma meliputi 7 komponen, yaitu:
a. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbidity dan mortality.
Edukasi tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi
juga pihak lain yang membutuhkan seperti pemegang keputusan,
pembuat perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
b. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita
sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut
disebabkan berbagai factor antara lain :
1) Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan
terapi
2) Pejanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan
pada asmanya
3) Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview,
sehingga membantu penanganan asma terutama asma mandiri
c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penaatalaksanaan bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu
dipertimbangkan :
1) Medikasi (obat-obatan)
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah
gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
2) Tahapan pengobatan
Semua tahapan: ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Medikasi pengontrol Alternative/Pilihan Alternative
Asma harian lain lain
Asma Tidak perlu -------- --------
Intermiten
Asma Glukokortikosteroid Teofilin lepas lambat ------
Persisten (200-400 ug BD/hari Kromolin
Ringan atau akivalennya) Leukotriene modifiers
Asma Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroid Ditambah
Persisten glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug agonis beta-2
Sedang (400-800 ug BD/hari BD/hari atau kerja lama,
atau ekivalennya) dan ekivalennya) ditambah oral
agonis beta-2 kerja Teofilin lepas lambat,
lama. atau Ditambah
teofilin lepas
Glukokortikosteroid
lambat
inhalasi (400-800 ug
BD/hari atau
ekivalennya) ditambah
agonis beta-2 kerja
lama oral, atau
Glukokortisteroid
Inhalasi (>800 ug BD
atau ekivalennya) atau
Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 ug
BD/hari atau
ekivalennya) ditambah
leukotriene
modifiers.
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolone/
Persisten glukokortikosteroid metilprednisolon oral
Berat (>800 ug BD atau selang sehari 10 mg
ekivalennya) dan ditambah agonis beta-
agonis beta-2 kerja 2 kerja lama, oral,
lama, ditambah 1 ditambah teofilin lepas
dibawah ini : lambat.
Teofilin lepas
lambat
Leukotrien
e modifiers
Glukokortisteroid
Oral
3) Menetapkan pengobatan serangan akut
4) Kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting
diperhatikan oleh dokter yaitu :
a) Tindak lanjut (follow up)
b) Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut
bila diperlukan
5) Pola hidup sehat
a) Meningkatkan kebugaran fisik
Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum.
Walaupun terdapat salah satu bentuk asma yang timbul
serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/EIA),
akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan
olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan
otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pda
olahraga umumnya
b) Berhenti atau tidak merokok
c) Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan
asma.
4. Intervensi Keperawatan
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d hiperglikemia d.d pengisian kapiler
>3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin,
warna kulit pucat, turgor kulit menurun (D. 0009)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi
perifer meningkat.
Kriteria hasil: Denyut nadi perifer meningkat, warna kulit pucat
menurun, pengisian kapiler membaik, akral membaik, turgor kulit
membaik (L.02011).
Intervensi Keperawatan:
Perawatan sirkulasi (1.02079)
Observasi
1) Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)
2) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
1) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera
4) Lakukan pencegahan infeksi
5) Lakukan perawatan kaki dan kuku
6) Lakukan hidrasi
Edukasi
1) Anjurkan berhenti merokok
2) Anjurkan berolahraga rutin
3) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
4) Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
5) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
6) Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
7) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.
melembabkan kulit kering pada kaki)
8) Anjurkan program rehabilitasi vaskular
9) Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
10) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis.
rasa sakit yang tidak hilang saat Istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
b. Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat
badan menurun 10% dibawah rentang ideal, nafsu makan menurun,
serum albumin menurun (D. 0019).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status
nutrisi meningkat.
Kriteria hasil: Porsi makanan yang dihabiskan meningkat, serum
albumin meningkat, frekuensi makan membaik, nafsu makan
membaik (L.03030).
Intervensi Keperawatan:
Manajemen Nutrisi (1.03119)
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein Berikan
suplemen makanan jika perlu
6) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
c. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b.d resistensi insulin (D.0027)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kadar
glukosa darah berada pada rentang normal
Kriteria hasil : mengantuk menurun, pusing menurun, lelah/lesu
menurun, keluhan lapar menurun, mulut kering menurun, kadar
glukosa dalam darah membaik, kadar glukosa dalam urine membaik,
jumlah urine membaik (L.03022).
Intervensi :
Manajemen hiperglikemia (I.03115)
Observasi
1) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2) Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat
3) Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
5) Monitor intake dan output cairan
6) Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan
darah ortostatik, dan frekuensi nadi
Terapeutik
1) Berikan asupan cairan oral
2) Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap
ada atau memburuk
3) Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi
1) Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
2) Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3) Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4) Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
5) Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
3) Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
d. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi) (D.0077)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
nyeri menurun
Kriteria hasil : Keluhan nyeri menurun, Meringis menurun, Sikap
protektif menurun, Gelisah menurun, Kesulitan tidur menurun,
Menarik diri menurun, Anoreksia menurun, Ketegangan otot menurun,
Frekuensi nadi membaik, Pola napas membaik, Tekanan darah
membaik, Fungsi berkemih membaik, Nafsu makan membaik, Pola
tidur membaik (L.08066).
Intervensi :
Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karekteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
e. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan b.d perubahan status nutrisi
(kekurangan) d.d kerusakan jaringan atau lapisan kulit (D.0129)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
integritas kulit dan jaringan meningkat
Kriteria hasil: kerusakan jaringan menurun, kerusakan lapisan kulit
menurun (L.14125).
Intervensi Keperawatan:
Perawatan integritas kulit (1.11353)
Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik
1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
3) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode
diare
4) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
kering
5) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
6) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
2) Anjurkan minum air yang cukup - Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
3) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
4) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
5) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada
di luar rumah
6) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Defisiensi insulin
Katabolisme protein
meningkat MK: Hiperglikemia Poliuri
Ketidakstabilan
kadar glukosa Fleksibilitas Dehidrasi
Protein dalam tubuh darah (D.0027) darah menurun
Resistensi infeksi MK: Resiko
Komplikasi Pelepasan
Ketidakseimbangan
mikrovaskuler O2
Luka Elektrolit (D.0037)
Retinopati, Hipoksia
Pertumbuhan
Nefropati, perifer
organisme
Neuropati
Mughfuri, A., 2016. Buku Pintar Perawatan Luka Diabetes Mellitus. Jakarta :
Salemba Medika
Najibmo, b. M., 2016. Keperawatan Medikal Bedah 1. Jakarta selatan : pusdik SDM
Kesehatan.
Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2019. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika
Safitri, A., Sudarman, S., & Nur, N. H., 2021. Hubungan Pola Makan Dengan
Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas. Pancasakti
Journal of Public Health Science and Research. 1(1): hal. 30- 38.
Smeltzer, s.c & bare brenda, B.G., 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.
Walker, R., 2020. The Diabetes Handbook: Understand and Manage Type 1 and
Type 2 Diabetes. Canada: Dorling Kindersley Limited.