Anda di halaman 1dari 55

ASMA

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Swamedikasi

Dosen Pengampu :

Disusun oleh : Kelompok 3

1. Ana Malia Sari (1061721003)


2. Lutfia Nafisah (1061721018)
3. Safinatunnajah (1061721030)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI”

SEMARANG

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir

semua negara di dunia adalah asma. Asma diderita oleh anak-anak sampai dewasa

dengan derajat penyakit yang ringan samapai berat, bahkan mematikan

(Mangguang, M, Dt. 2016).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan penyakit asma

termasuk 10 besar penyakit kesakitan dan kematian, dengan jumlah penderita

pada tahun 2002 sebanyak 12.500.000. Dari 25 juta penduduk Indonesia, 10%

menderita asma. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005 mencatat

225.000 orang meninggal karena asma (Departemen Kesehatan, 2012).

Saat ini penyakit asma meunjukkan prevelensi yang tinggi. Berdasarkan

data dari WHO (2002) dan Global Initative for Astma (GINA) (2011), di seluruh

dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025

deperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja leih

besar. Menurut GINA (2011) bahwa data dari berbagai Negara menunjukkan

bahwa prevelensi penyakit asma berkisar antara 1-18% (Kemenkes RI, 2017)

Gejala asma yang paling umum adalah batuk. Batuk umumnya terjadi di

malam hari, dini hari, saat cuaca dingin, dan saat beraktivitas fisik. Nafas

terdengar seperti peluit juga kesulitan bernafas. Gejala asma berlangsung antara 2-

3 hari atau bahkan lebih. Setelah serangan asma membaik, penderita asma akan

membutuhkan pereda serangan 3-4 kali per hari hingga batuk dan mengi hilang.

2
BAB II

TINJAUAN PUSKA

2.1 Definisi Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan

banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan

hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang

berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau

dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang

luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan

(Ikawati Z. 2011).

Inflamasi mempunyai peran utama dalam patofisiologi asma. Inflamasi

saluran napas melibatkan interaksi beberapa tipe sel dan mediator yang akan

menyebabkan gejala rinitis dan asma. Masuknya allergen akan mengaktifkan sel

mast dan sel Th2 di saluran nafas. Keadaan tersebut akan merangsang produksi

mediator inflamasi seperti histamin dan leukotrien dan sitokin seperti IL-4 dan IL-

5. Histamin dan leukotrien dilepaskan oleh basofil maupun sel mast dan akan

menimbulkan gejala secara cepat dalam beberapa menit. Gejala pada saluran nafas

atas meliputi rasa gatal pada hidung, bersin, dan rinorhea. Sedangkan gejala pada

saluran nafas bawah meliputi bronkokonstriksi, hipersekresi kelenjar mucus, sesak

nafas, batuk dan mengi (Surjanto E., July P. 2009).

3
Gambar 1. Kondisi saluran napas pada orang sehat

Gambar 2. Kondisi saluran napas pada penderita asma.

Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala

sehingga tidak mengganggu aktivitas akan tetapi dapat pula menyebabkan

eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan

kematian (Departemen Kesehatan RI, 2009).

4
2.2 Etiologi asma

Asma yang terjadi pada anak-anak sangat erat kaitannya dengan alergi.

Kurang lebih 80% pasien asma memiliki alergi. Asma yang muncul pada saat

dewasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti : adanya sinusitis, polip

hidung, sensitivitas terhadap aspirin atau obat-obat antiinflamasi non steroid

(AINS) atau mendapatkan picuan ditempat kerja (Ikawati Z, 2011).

Serangan asma disebabkan oleh peradangan steril kronis dari saluran napas

dengan mastcells dan granulosit eosinofil sebagai pemeran penting. Pada orang-

orang yang peka terjadi obstruksi saluran napas yang reversible. Disamping itu

pula terjadi hiperaktivitas bronki terhadap berbagai stimuli spesifik yang dapat

memicu serangan asma. Stimuli tersebut diantaranya berupa:

1. Rangsangan fisik; perubahan suhu, dingin, dan kabut


2. Rangsangan kimiawi; polusi udara, gas-gas pembuang, sulfurdioksida, ozon,

asap rokok
3. Rangsangan fisik; exertion, hiperventilasi.Rangsangan farmakologis; histamin,

serotonin, NSAIDs, dan obat-obat lain yang dapat membebaskan histamin

(histamin liberator) seperti morfin, kodein, klordiazepoksida, dan polimiksin.

(Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007)

2.3 Faktor Risiko Terjadinya Asma

Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2007) menyatakan bahwa risiko

5
berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu dan faktor

lingkungan.

a. Faktor penjamu

Faktor penjam mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ prediopsisi

asma untuk berkembang menjadi asma. Faktor penjamu melupiti:

b. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/

predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya

eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap.

6
2.4 Patofisiologi Asma

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain

allergen, virus dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Secara

7
klasik asma dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan faktor pemicunya yaitu asma

ekstrinsik atau alergik dan asma intrinsik atau idiosinkratik. Asma ekstrinsik

mengacu pada asma yang disebabkan karena menghirup allergen yang biasanya

terjadi pada anak-anak yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit alergi

(eksim, utikaria atau hay fever). Asma intrinsik mengacu pada asma yang

disebabkan karena faktor diluar mekanisme imunitas dan umumnya dijumpai pada

orang dewasa. Beberapa faktor yang memicu terjadinya asma intrinsik antara lain

udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga (Ikawati Z, 2011).

(Ikawati Z, 2011)

8
Serangan asma yang tiba-tiba disebabkan oleh faktor yang diketahui atau

tidak diketahui, faktor-faktor tersebut meliputi terpapar allergen, infeksi, polutan,

stress, obat-obatan dan lain-lain yang dapat merangsang inflamasi akut atau

konstriksi bronkus. Terjadinya inflamasi akan menyebabkan terlepasnya mediator

kimia seperti histamin, bradikinin, anaflatoxin, prostaglandin, dll yang

menyebabkan terjadinya :

1. Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi atau

memendek
2. Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
3. Peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat menyebabkan edema mukosa,

hipersekresi dan kontraksi otot polos

Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.

Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk

membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara

napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas

yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat

mengeluarkan napas.

Berikut adalah perbandingan kondisi saluran udara di paru-paru pada

manusia normal, penderita asma, dan pada kasus serangan asma akut:

9
Keterangan

a. Kondisi saluran udara di paru-paru pada manusia normal


b. Kondisi saluran darah di paru-paru pada penderita asma
c. Kondisi saluran udara di paru-paru pada serangan asma akut

Dari gambar diatas terlihat bahwa pada penderita asma mengalami

penyempitan pada saluran udara di paru-paru sehingga menimbulkan rasa sesak

nafas dan penyumbatan akibat hipersekresi mukus pada saat timbulnya serangan

asma akut. Asma terjadi pada individu tertentu yang berespons secara agresif

terhadap berbagai jenis iritan dijalan napas. Faktor resiko untuk salah satu jenis

gangguan hiperresponsif ini adalah riwayat asma atau alergi dalam keluarga, yang

mengisyaratkan adanya kecenderungan genetik. Pejanan yang berulang atau terus-

menerus terhadap beberapa rangsangan iritan, kemungkinan pada masa penting

perkembangan, juga dapat meningkatkan resiko penyakit ini. Meskipun

kebanyakan kasus asma didiagnosis pada masa kanak-kanak, pada saat dewasa

dapat menderita asma tanpa riwayat penyakit sebelumnya. Stimulasi pada asma

awitan dewasa seringkali terjadi dikaitkan dengan riwayat alergi yang memburuk.

10
Infeksi pernapasan atas yang berulang juga dapat memicu asma awitan dewasa,

seperti yang dapat terjadi akibat pajanan okupasional terhadap debu dilingkungan

kerja (Corwin J. Elizabeth, 2007).

Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf

otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan

reaksihipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.

Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk

sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi.

Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada

interstisial paru, yang berhubungan eratdengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila

seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut

meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada

sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam

mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor

kemotaktik eosinofil dan bradikinin (Rengganis, Iris, 2011).

11
2.5 Tanda-tanda dan Gejala Asma

Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2007) menyatakan bahwa gejala asma

bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.

Gejala awal berupa : batuk terutama pada malam atau dini hari ,sesak

napas , napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan

napasnya, rasa berat di dada serta dahak sulit keluar.

Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa.

Yang termasuk gejala yang berat adalah: Serangan batuk yang hebat, Sesak

napas yang berat dan tersengal-sengal, Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai

dari sekitar mulut), Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam

keadaan duduk, kesadaran menurun.

2.6 Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, tingkat keparahan dan

pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan

penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang.

Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.

12
.

APE : Arus Puncak Ekspirasi

FEV1 : Volume Ekspirasi Paska dalam 1 detik

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2007)

Klasifikasi derajat asma pada anak menurut Pedoman Nasional Asma Anak

(PNAA) membagi menjadi 3 derajat penyakit yaitu:

a. Asma episodik jarang


b. Asma episodik sering

13
c. Asma persisten

 Klasifikasi Gradasi Asma (Dimodifikasi dari *NAEPP)

*NAEPP = National Asthma Education and Prevention Program

(Departemen Kesehatan RI, 2009)

2.7 Diagnosis Asma

Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik,

pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar

bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak

lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup

penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri

atau peak expiratory flow meter.

14
a. Spirometri

Spirometri adalah mesin yang dapat mengatur kapasitas vital paksa (KVP)

dan volume ekspirasi paksa (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada

kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan

kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi

dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP <

80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP <75%. Selain itu, dengan spirometri

dapat mengetahui reversebiliti asma, yaitu dengan adanya perbaikan VEP1 ≥ 15%

secara spontan, atau setelah inhalasii bronkodilator, atau setelah pemberian

bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kontikosteroid (ihlasai/oral)

2 minggu.

b. Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)

Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa fungsi paru

yang dapat diukur dengan arus puncak ekspirasi (APE). Sumbatan jalan napas

diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2007).

2.8 Penatalaksana Terapi Asma

15
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan penatalaksanaan asma :

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

7. Mencegah kematian karena asma

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2007)

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma

dikatakan terkontrol bila :

1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam

2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak

diperlukan)

4. Variasi harian APE kurang dari 20 %

5. Nilai APE normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

16
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2007).

2.8.1 Terapi non farmakologi

1. Edukasi pasien

Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam

penatalaksanaan asma.

Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman

(mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri)

meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma

sendiri/asma mandiri)

a. meningkatkan kepuasan

b. meningkatkan rasa percaya diri

c. meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri

d. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan

mengontrol asma

e. Bentuk pemberian edukasi

f. Komunikasi/nasehat saat berobat

g. Ceramah

h. Latihan/training

i. Supervisi

j. Diskusi

k. Tukar menukar informasi (sharing of information group)

17
l. Film/video presentasi

m. Leaflet, brosur, buku bacaan ,dll.

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan, 2007).

Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya meningkatkan

kepatuhan pasien dilakukan dengan :

a. Edukasi dan mendapatkan persetujuan

pasien untuk setiap tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan

sepenuhnya kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien

b. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan,

menilai ulang penanganan yang diberikan dan bagaimana pasien

melakukannya. Bila mungkin kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien

(gejala dan faal paru).

c. Menetapkan rencana pengobatan bersama-

sama dengan pasien.

d. Membantu pasien/keluarga dalam

menggunakan obat asma.

e. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi

atau yang dirasakan pasien, sehingga pasien merasakan manfaat

penatalaksanaan asma secara konkret.

f. Menanyakan kembali tentang rencana

penganan yang disetujui bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap

kunjungan.

18
g. Mengajak keterlibatan keluarga.

Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status

sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan.

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2007).

2. Pengukuran peak flow meter

Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat.

Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini

dianjurkan pada :

a. Penanganan serangan akut di gawat darurat,

klinik, praktek dokter dan oleh pasien di rumah.

b. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik

dan praktek dokter.

c. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya

dilakukan pada asma persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien

setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal

perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat

serangan yang mengancam jiwa.

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2007).

19
Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu

pengobatan seperti :

a. Mengetahui apa yang

membuat asma memburuk

b. Memutuskan apa

yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik

c. Memutuskan apa

yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau penghentian obat

d. Memutuskan kapan

pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD

e. Identifikasi dan

mengendalikan faktor pencetus

f. Pemberian oksigen

g. Banyak minum untuk

menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak

h. Kontrol secara teratur

i. Pola hidup sehat

Dapat dilakukan dengan :

Penghentian merokok

Menghindari kegemukan

Kegiatan fisik misalnya senam asma

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2007).

20
2.8.2 Terapi Farmakologi

Menurut Joseph DiPiro pengobatan asma dibagi menjadi 2 yaitu pengobatan

asma akut dan pengobatan asma kronik. Pengobatan asma akut dapat dilakukan

dengan cara pemberian inhalasi agonis β2, antikolinergik, dan kortikosteroid

secara oral ataupun intravena. Untuk pengobatan asma kronik dilakukan

pemberian inhalasi kortikosteriod sebagai pengobatan harian.

 Algoritma Terapi Asma

21
Penilaian Awal
Sejarah, Pemeriksaan Fisik (auskultasi, penggunaan otot , denyut jantung, tingkat pernapasan),
PEF atau FEV1, saturasi oksigen, dan test lain.

PEF atau FEV1 >50% PEF atau FEV1 <50% (Eksaserbasi Berat) Berhentinya Pernapasan
-Inhalasi agonis β2 -Inhalasi agonis β2 dosis tinggi dan antikolinergik -Intubasi dan ventilasi mekanik
-Oksigen untuk mencapai saturasi menggunakan nebulizer tiap 20 menit atau secara dengan O2 100%
O2 ≥90% berkala tiap 1 jam. -Nebulizer agonis β2 dan
-Kortikosteroid oral (sistemik) -Oksigen untuk mencapai saturasi O2 ≥90% antikolinergik
-Kortikosteroid oral (sistemik) -Kortikosteroid intravena

Ulangi Penilaian
Butuh Perawatan RS
Gejala, Pemeriksaan Fisik, PEF, Saturasi
O2, dan tes lain.

Eksaserbasi Sedang (PEF atau FEV1 50-80%, Eksaserbasi Parah (PEF atau FEV1 <50%,
Pemeriksaan Fisik: Gejala Sedang) Pemeriksaan Fisik: Gejala Berat saat Istirahat,
-Inhalasi agonis β2 short acting tiap 60 menit Penggunaan Otot, dan Retraksi Dada)
-Kortikosteroid sistemik -Inhalasi agonis β2 short acting tiap jam atau secara
-Lanjutkan pengobatan 1-3 jam jika ada peningkatan terus menerus dan ditambah inhalasi antikolinergik
-Oksigen
-Kortikosteroid Sistemik

Respon Baik Respon Tidak Lengkap Respon Buruk


-PEF atau FEV1 ≥ 70% -PEF atau FEV1 ≥ 50% tapi ≤70% -PEF atau FEV1 <50%
-Respon berkelanjutan 60 menit -Gejala ringan sampai sedang -PCO2 ≥42 mmHg
setelah pengobatan terakhir -Pemeriksaan Fisik: Gejala Berat,
-Tidak ada gangguan Mengantuk, Kebingungan
-Pemeriksaan Fisik: Normal

Memilih untuk rawat jalan atau Perawatan Intensif di Rumah


Rawat Jalan  Pengobatan Asma
dirawat Akut
di rumah sakit Sakit
-Lanjutkan Pengobatan dengan
Inhalasi Agonis β2 -Inhalasi Agonis β2 per jam atau
-Lanjutkan Penggunaan terus-menerus dan Inhalasi
Kortikosteroid Sistemik secara Oral Dirawat di Rumah Sakit Antikolinergik
-Pasien diberi pengetahuan tentang -Inhalasi Agonis β2 dan -Kortikosteroid Intravena
-Oksigen 22
penggunaan obat Antikolinergik
-Sistemik Kortikosteroid (oral atau -Intubasi dan Ventilasi Mekanis
intravena)
-Oksigen
-Memantau PEF atau FEV1 dan O2
\

(DiPiro dkk, 2006)

 Pengobatan Asma Kronik

Tingkat Keparahan Sebelum Pengobatan Obat yang diperlukan untuk

23
memelihara kontrol jangka panjang
`Gejala Pagi : PEV atau

FEV1 : `Pengobatan Harian

Gejala Siang Keragaman

PEF
Tingkat 4 Berkelanjutan ≤60% -Inhalasi Kortikosteroid dosis tinggi

(Parah) dan inhalasi β2 long-acting

Sering >30% -Jika diperlukan, kortikosteroid tablet

dan sirup jangka panjang


Tingkat 3 Harian 60%-80% -Inhalasi Kortikosteroid dosis rendah

(Sedang) sampai sedang dan inhalasi agonis β2

1malam/ >30% long-acting

minggu
Tingkat 2 2x tiap ≥80% -Inhalasi kortikosteroid dosis rendah

(Ringan) minggu tapi -Atau teofilin 5-15mcg/ml

<1 x / hari

2 malam/ 20-30%

bulan
Tingkat 1 < 2 hari/ ≥80% Tidak perlu pengobatan harian

(Berselang) minggu

≤ 2 malam/

bulan < 20%


(DiPiro dkk, 2006).

 Penggolongan Obat Asma

24
OBAT GOLONGAN

Albuterol larutan nebulizer (5mg/mL)


Albuterol MDI (90µg/hirup)
Levalbuterol larutan nebulizer Agonis β inhaler
Bitolterol ;arutan nebulizer (2mg/mL)
Pirbuterol MDI (200µg/hirup)

Salbutamol
(Ascolen : salbutamol 4mg)
(Asmacel : salbutamol sulfat 2mg, 4mg/tab,
2mg/5ml sirup)
(Hivent : salbutamol sulfat 1mg/ml)
(Volmax : salbutamol 4mg, 8mg)
Terbutalin
(Pulmobron)
(Tismalin)
(Lintaz)
Prokaterol
(Meptin : Prokaterol HCL hemihidrat Agonis β2
50mcg/tab, 25mcg/tab mini, 5mcg/ml sirup)
Meptin Inhatatior solution : Prokaterol HCL
100mcg/ml)
Meptin swinghaler : Prokaterol HCL 10
mcg/dosis)
Klenbuterol
(Spiropent : Klenbuterol hidroklorida 0,02
mg/tab)
Formoterol
(Symbicort : 4,5mg)
Salmeterol
(Seretide : 25mcg)

Efinefrin 1:1000 (1mg/mL) Agonis β Sitemik


Terbutalin (1mg/mL)

Blekometason dipropionat
(Becloment : 200mg/dosis) Kortikosteroid
(Beconase : 50mcg/semprot)
(Ventide : salbutamol 100mcg, beklometason
dipropionat 50mcg tiap 1 dosis/semprot)

25
Budesonide
(Budenbofalk : 3mg)
(Cycotide : 200mcg/siklolokaps)
(Inflammide : 100mcg, 200mcg tiap
semprotaerosil dosis terukur)
Flurikason propionat Kortikosteroid
(Flixotide : 0,5 mg/2ml)
(Seretide : 50mcg tiap semprotan)
Prednison, metilprednisolon, prednisolon

Ipratropium bromida
(Atrovent : 0,02 mgtiap semprot, tiap ml
solution Ipratropium bromida 0,25mg) Antikolinergik
(Berodual : 0,02mg)
(Combivent : 0,5mg)
MDI (18mg/hirup)

Kromolin natrium Kromolin natrium


(Intal 5 : 5mg)

Zafirlukas
(Accolate : 20mg)
Montelukas Modifikator Leukotrien
Pranlukast
(Ultair)

Flutikason
(Advair : 250 atau 500 mg)
(Flixotid : 0,5 mg/2ml) Kombinasi terapi pengontrol
(Seretide : 50mcg tiap semprotan)

Omalizumab

Metotreksat
(Methotrexate DBL : 5mg/2ml, 50mg/2ml)
(Methotrexate : 25mg/ml) Methotreksat

Teofilin
(Kalborn : 130mg/kap <15ml sirup>)
Tusapres : 50mg)
(Asmafor : 125mg) Metilxantin
Aminofilin
(Amicain : 200 mg)
(Phyllocontin : 225mg)

26
1. Simpatomimetik

Obat simpatomimetik selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan

bronkodilator yang paling efektif dengan efek samping yang minimal pada

terapi asma. Penggunaan langsung melalui inhalasi akan meningkatkan

bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat dan memberikan efek

perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya alergen, latihan)

yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan secara sistemik

contoh obat golongan simpatomimetik antara lain Albuterol, Bitolterol,

Efedrin, Epinefrin, Isoetharin, Isoproterenol, Metaproteren, Salmeterol,

Pirbuterol, dan Terbutalin.

Mekanisme Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah

sebagai berikut :

1. Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya

vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.


2. Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan

kontraktilitas dan irama jantung.


3. Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan

klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.

Indikasi Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol)

digunakan, bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka

panjang terhadap gejala yang timbul pada malam hari. Obat golongan ini juga

dipergunakan untuk mencegah bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan

fisik. Agonis β2 kerja singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol,

27
terbutalin) adalah terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan

bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik (DiPiro dkk, 2006).

1. Efedrin HCl
 Khasiat obat

Asma bronkial, bronchitis, bronchitis kronik disertai enfiseme,

bronkospasmus empiseme dan alergi lain pada saluran nafas bagian atas

(ISO, 2011).

 Kontraindikasi
- Penderita yang hipertensi
- Penderita yang hipersensitif terhadap efhendrine
- Hipertiroidisme
- Kardiovaskuler
- Glaucoma
- pembesaran kelenjar prostat
- tukak lambung
- ibu hamil (MIMS, 2014)
 Efek samping & mengatasinya

Gugup, tremor, atau insomnia, mual, kehilangan nafsu makan,

penggunaan parenteral berkepanjangan dapat menghasilkan

sindrom menyerupai kecemasan (DepKes RI, 1979).

Hentikan penggunaan atau konsultasikan kepada dokter mengenai

efek samping yang terjadi !!!

 Cara pemakaian

Tablet diminum setiap 4 jam sekali dalam 1 hari

 Dosis

Tablet, Dewasa dan anak lebih dari 12 tahun : 12,5-25 mg setiap 4 jam,

dosis jangan melebhi 150 mg dalam 24 jam.

28
Kapsul, anak-anak: 0,5-0,75 mg/kg atau 16,7- 25 mg/m 2 setiap 4-6

jam.

Untuk anak kurang dari 12 tahun : Konsultasikan dengan dokter

(Dipiro, 2008)

 Waktu pemakaian

Setelah makan

 Lama penggunaan

Jangan lebih dari 3-7 hari pemakaian

 Hal yang diperhatikan selama minum obat

Jika Anda menggunakan obat ini untuk masalah pernapasan dan

kondisi Anda tidak membaik dalam 1 jam atau malah memburuk, atau jika

Anda berpikir Anda mungkin memiliki masalah medis yang serius, carilah

perhatian medis segera. Jika Anda memiliki gejala kambuh atau

berlangsung lebih dari 7 hari, atau jika Anda mengalami demam, ruam,

atau sakit kepala parah, carilah perhatian medis segera. Ini bisa menjadi

tanda-tanda kondisi medis yang serius. Jika Anda memiliki pertanyaan,

konsultasikanlah pada dokter atau apoteker Anda.

 Hal yang harus dilakukan jika lupa minum obat

Segera langsung minum obat jika jarak antara waktu minum tidak

terlalu dekat apabila jarak antar waktu minum sudah dekat jangan

dilakukan penggadaan dosis.

 Cara penyimpanan obat yang baik

29
Sediaan yang mengandung efedrin, garamnya akan terurai apabila

terkena cahaya. Oleh karena itu harus dimasukkan dalam wadah yang

kedap dari cahaya dan terhindar dari cahaya.

 Cara memperlakukan obat yang masih tersisa


- Buka semua isi tablet dan dilakukan penghancuran tablet
- Pada sirup dilakukan pengenceran kemudian dibuang
 Cara membedakan obat yang masih baik dan yang sudah rusak
- Melihat perubahan kemasan
- Lihat expaire date
- Apakah terjadi perubahan warna pada sediaan.

2. SALBUTAMOL

 Khasiat obat

Meringankan gejala-gejala asma dengan cepat saat serangan asma

berlangsung, serta dapat juga dipakai untuk mengobati penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK).

 Kontraindikasi

Hipertiroid, insufisiensi miokardial, aritmia, rentan terhadap

perpanjangan interval QT, hipertensi, kehamilan (dosis tinggi

sebaiknya diberikan melalui inhalasi karena pemberian melalui

pembuluh darah dapat mempengaruhi miometrium dan dapat

mengakibatkan gangguan jantung), menyusui; diabetes mellitus,

terutama pemberian melalui pembuluh darah (pantau kadar gula darah,

dilaporkan ketoasidosis) .Untuk asma jika dosis tinggi diperlukan

selama kehamilan maka sebaiknya diberikan dengan inhalasi kaerna

30
pemberian intravena dapat mempengaruhi miometrium. Mungkin

muncul di ASI; pabrik menyarankan untuk dihindari kecuali manfaat

jauh lebih besar dari risiko- jumlah dari obat yang diinhalasi pada ASI

mungkin terlalu kecil untuk membahayakan.

 Efek samping & mengatasinya

- Jantung berdebar-debar.

- Detak jantung yang cepat atau tak teratur.

- Gemetaran.

- Sakit perut.

- Nyeri dada.

- Batuk berdahak.

- Diare.

- Sulit menelan.

- Sakit kepala.

- Menggigil.

- Demam.

- Mual.

Hentikan penggunaan atau konsultasikan kepada dokter mengenai

efek samping yang terjadi.

31
 Cara pemakaian

Tablet diminum 1 – 2 tablet, 3 – 4 kali sehari.

cara menggunakan inhaler

- Bukalah penutup ujung inhaler lalu kocok inhaler dengan kuat.


- Genggam inhaler seperti contoh pada gambar. Tarik dan

hembuskan nafas secara perlahan.

- Pegang inhaler di depan mulut dengan kepala agak

menengadah.Tempatkan ujung inhaler di dalam mulut di atas

lidah dan tutup inhaler dengan bibir Anda. Mulailah menarik

nafas perlahan dan tekan inhaler 1 kali bersamaan dengan

menarik nafas perlahan sedalam-dalamnya.


- Tahan nafas Anda selama 10 detik atau selama mungkin yang

Anda sanggup, sebelum menghembuskan nafas perlahan untuk

memastikan seluruh obat masuk ke saluran nafas.


- Jika dokter menyarankan lebih dari 1 kali pemakaian inhaler,

maka tunggulah 1 menit sebelum kembali mengocok inhaler

dan mengulangi langkah pada poin 2,3,dan 4.


- Setelah selesai, berkumurlah dahulu dengan air hangat.
- Cuci dan bersihkan ujung inhaler dengan air hangat tiap hari.
 Dosis

32
Salbutamol tablet 2 mg, 4 mg, dan 8 mg. Contoh merek: Volmax

Salbutamol Sirup mengandung 2 mg salbutamol sulfat dalam setiap 5

ml.

Salbutamol Inhaler atau Ventolin inhaler (merek) mengandung 100

mcg salbutamol sulfat dalam setiap 1 kali semprotnya.

Ventolin Nebules mengandung 2,5 mg salbutamol sulfat dalam Setiap

1 ampulnya.

Dosis dewasa : dosis yang dianjurkan adalah 1 – 2 tablet, diberikan 3 –

4 kali sehari Anak usia di atas 12 tahun : dosis yang dianjurkan

adalah sirup 5 ml – 10 ml, diberikan 3 – 4 kali sehari.

Anak usia 6 – 12 tahun : dosis yang dianjurkan adalah sirup 5 ml,

diberikan 3 – 4 kali sehari.

Anak usia 2 – 6 tahun : dosis yang dianjurkan adalah sirup 2,5 ml – 5

ml, diberikan 3 – 4 kali sehari.

Dosis inhaler : untuk anak usia di atas 4 tahun dan dewasa yang

dianjurkan adalah 1 – 2 tarikan napas, setiap 4 hingga 6 jam per hari.

Dewasa: Sebagai pelega bronkospasme akut dosis yang dianjurkan

adalah 100 atau 200 mcg yang dapat diulang setiap 4 sampai 6 jam

sekali. Sebagai pencegahan bronkospasme yang dipicu allergen atau

latihan fisik dosis yang dianjurkan adalah 200 mcg.

33
Anak-anak: Sebagai pelega bronkospasme akut dosis yang dianjurkan

adalah 100 mcg yang dapat diulang setiap 4 sampai 6 jam sekali.

Sebagai pencegahan bronkospasme yang dipicu allergen atau latihan

fisik dosis dapat ditingkatkan hingga 200 mcg apabila diperlukan.

Dosis penguapan : untuk anak usia di bawah 2 tahun yang dianjurkan

adalah 0,2 – 0,6 mg/kg/hari yang terbagi menjadi setiap 4 – 6 jam.

Untuk anak usia 2 – 12 tahun yang dianjurkan adalah 0,6 – 2,5

mg/pemberian, diberikan 2 – 3 kali sehari. Untuk dewasa yang

dianjurkan adalah 2,5 mg/pemberian, diberikan 3 – 6 kali sehari jam

sesuai kebutuhan.

 Waktu pemakaian

Untuk sediaan oral, sebaiknya diminum 1 jam sebelum atau 2 jam

sesudah makan.

 Hal yang diperhatikan selama minum obat


- Memiliki riwayat alergi terhadap salbutamol atau bahan-bahan lain

yang terkandung di dalamnya. Untuk sediaan oral, sebaiknya

diminum 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan.


- Telan tablet salbutamol dan jangan memecah maupun

mengunyahnya.
- Sebaiknya berkumur setiap kali sehabis mengkonsumsi salbutamol

supaya tenggorokan dan mulut tidak kering.


- Jika dibutuhkan lebih dari 1 hisapan dalam sekali pemakaian, maka

beri jarak waktu minimal 1 menit untuk setiap hisapan.


 Hal yang harus dilakukan jika lupa minum obat

Salbutamol tablet : Jika ada dosis yang terlewat, segera minum

salbutamol yang terlewat. Namun jika waktu yang ada hampir

34
mendekati waktu pengonsumsian selanjutnya, lewati pengonsumsian

yang tertinggal kemudian lanjutkan mengkonsumsi salbutamol seperti

biasa. Jangan pernah mengkonsumsi 2 dosis dalam sekali pemakaian.

 Cara penyimpanan obat yang baik

Simpan pada suhu ruangan dan jauhkan dari cahaya langsung dan

tempat lembab. Jangan disimpan di dalam kamar mandi. Jangan

dibekukan. (aerosol: 15-25 ºC; inhalasi cair: 2-25 ºC dan sirup: 2-30

ºC).

 Cara memperlakukan obat yang masih tersisa


- Buka semua isi tablet dan dilakukan penghancuran tablet
- Pada sirup dilakukan pengenceran kemudian dibuang.
 Cara membedakan obat yang masih baik dan yang sudah rusak
- Melihat perubahan kemasan
- Lihat expaire date
- Apakah terjadi perubahan warna pada sediaan

3. THEOPHILLIN

TEOFILIN

 Khasiat obat : obstruksi saluran napas reversibel, asma akut berat,

bronkodilator yang digunakan untuk asma dan untuk mengatasi penyakit paru

obstruksi kronik yang stabil, secara umum tidak efektif untuk eksaserbasi

penyakit paru obstruksi kronik. (BPOM, 2017)


 KI : pasien Hipersensitivitas terhadap aminofilin atau teofilin, Infark baru

Epilepsi
 E.S dan cara mengatasi : Lebar terapeutik kecil! Efek utama dan efek samping

ada korelasilangsung dengan kadar plasma! Reaksi-reaksi kardiovaskular

(takikardi, takiaritma, hipotensi) Gangguan gastrointestinal (mual, muntah),

gangguan saraf pusat (gelisah,gangguan tidur) Efek yang tak diinginkan

35
Reaksi yang merugikan mulai timbul bila dosis teofilin dalam darah telah

melebihi 15 μg/ml. Efek samping yang sering terjadi adalah muntah dan

gangguan saraf pusat. Interaksi dengan berbagai obat, terutama cimetidine dan

fenitoin, dan indeks terapeutik yang sempit, jadi, seperti dalam kasus dengan

banyak obat asma lain, penggunaannya harus dipantau untuk menghindari

toksisitas. Hal ini juga dapat menyebabkan mual, diare, peningkatan denyut

jantung, aritmia, dan eksitasi SSP (sakit kepala, insomnia, iritabilitas, pusing

dan kepala ringan) Kejang juga bisa terjadi pada kasus yang parah toksisitas

dan dianggap keadaan darurat neurologis Toksisitas logam meningkat dengan

eritromisin, simetidin, dan fluoroquinolones seperti ciprofloxacin. Hal ini

dapat mencapai tingkat beracun jika dikonsumsi dengan makanan berlemak,

suatu efek yang disebut dosis pembuangan


 Cara pemakaian : diminum tiap 12 jam sekali

 Dosis :

Dewasa: 130-150 mg, jika diperlukan dapat dinaikkan menjadi 2 kalinya.

Anak: 6-12 tahun: 65-150 mg, kurang dari 1 tahun: 65-75 mg, 3-4 kali sehari

sesudah makan.

Tablet lepas lambat: 1 tablet per hari tergantung respons masing-masing dan

fungsi pernafasan Wanita hamil: Rekomendasi yang dianjurkan terhadap

dosis teofilin adalah konsentrasi teofilin pada serum berkisar 5-12 mg/mL

selama kehamilan

Dosis oral. Oleh karena terdapat variasi antara setiap individu maka dosis

harus disesuaikan dengan melihat perbaikan klinis, efek samping, dan kadar

pemeliharaan dalam darah antara 10-20 μg/ml.

36
Dosis tergantung juga dari tiap merk teofilin. Secara umum dosis 200-400 mg

tiap 12 jam. Anak 6-12 tahun : 125-200 mg tiap 12 jam Anak 2-12 tahun :

9mg/kg setiap 12 jam (maksimal 200 mg)

Dosis permulaan yang umum antara 10-16 mg/kgBB/hari, bilamana dosis

akan ditingkatkan maka perlu monitor kadar teofilin dalam plasma. Untuk

preparat lepas lambat dosis seharinya lebih rendah dari preparat biasa Bila

tampak tanda intoksikasi maka dosis harus segera diturunkan.

Dosis intravena. Tujuan utama pemberian teofilin intravena adalah untuk

secara cepat mendapatkan kadar dalam plasma antara 10-20 sel/ml. Bila

pasien belum mendapat teofilin sebelumnya, diberikan loading dose 6

mg/kgBB selama 20-30 menit melaui infus, selanjutnya diteruskan dengan

dosis pemeliharaan

Pembagian dosis berdasarkan Indikasi

Dewasa : PO Acute bronchospasm jika pasien tidak mengkonsumsi obat

golongan xanthine lainya: Loading dose: 5 mg/kg. Chronic

bronchospasm 300-1,000 mg dalam dosis terbagi tiap 6-8 jam. Modified-

release preparation: 175-500 mg tiap 12 jam. IV Acute severe

bronchospasm jika pasien tidak mengkonsumsi obat golongan xanthine

lainya: Loading dose: 4-5 mg/kg by infusion over 20-30 min. Maintenance

dose: 0.4-0.6 mg/kg/hr.

Intravenous

Acute severe bronchospasm

37
Dewasa: Loading dose: 4-5 mg/kg by infusion over 20-30 min. Maintenance

dose: 0.4-0.6 mg/kg/hr.

Anak-anak: Loading dose: 4-5 mg/kg by infusion over 20-30 min.

Maintenance dose: 1-9 tahun Initially, 0.8-1 mg/kg/hr; >9-12 tahun Initially,

0.7-0.77 mg/kg/hr.

Geriyatri: dosis lebih rendah dari dosis dewasa.

Oral

Acute bronchospasm

Dewasa: Loading dose: 5 mg/kg.

Anak-anak: ≥1 tahun sama seperti dosis dewasa.

Geriyatri: dosis lebih rendah dari dosis dewasa.

Oral

Chronic bronchospasm

Dewasa: 300-1,000 mg in divided doses 6-8 hrly. As modified-release

preparation: 175-500 mg 12 hrly.

Anak-anak: <6 tahun Not recommended; 6-12 tahun 20-35 kg: 120-250 mg

bid; >12 tahun 250-500 mg bid.

Geriyatri: Dosis lebih rendah dari dosis dewasa

38
Dosis teofilin untuk bayi :

Dosis maksimum teofilin berdasarkan usia :

(Depkes,2007)

39
Bentuk dan kekuatan sediaan :
1. Injeksi i.v teofilin 400mg/250mL; 400mg/500mL; 800mg/500mL
2. Kapsul lunak : 130mg
3. Elixir : 130mg/15mL
4. Tablet : 150mg; tablet salut selaput : 125mg, 250mg
5. Sirup : 150mg/15mL
6. Kapsul lepas lambat : 300mg
 Waktu pemakaian : sesudah makan
 Lama penggunaan : penggunaan teofilin jangan lebih dari 3-7 hari
 Hal yang harus diperhatikan selama minum obat : Perhatian untuk penyakit

jantung, hipoksemia, penyakit hati, hipertensi, gagal jantung kongestif,

pecandu alkohol, pasien lanjut usia dan bayi. Efek pada saluran pencernaan :

perhatian untuk pasien peptik ulser, iritasi lokal mungkin terjadi, efek saluran

pencernaan akan meningkat secara sistemik untuk level serum yang lebih

tinggi dari 20 mcg/mL. Penurunan tekanan pada esofageal bawah dapat

menyebabkan refluks, aspirasi dan memperparah kerusakan saluran

pernapasan
 Hal yang harus dilakukan jika lupa minum obat : Segera langsung minum obat

jika jarak antara waktu minum tidak terlalu dekat apabila jarak antar waktu

minum sudah dekat jangan dilakukan penggadaan dosis.


 Cara penyimpanan obat yang baik : Sediaan yang mengandung efedrin,

garamnya akan terurai apabila terkena cahaya. Oleh karena itu harus

dimasukkan dalam wadah yang kedap dari cahaya dan terhindar dari cahaya.
 Cara memperlakukan obat yang masih tersisa : Buka semua isi tablet dan

dilakukan penghancuran tablet


 Cara membedakan obat yang masih baik dan yang sudah rusak : Melihat

perubahan kemasan, Lihat expaire date, Apakah terjadi perubahan warna pada

sediaan.

 Penyimpanan dan stabilitas : larutan teofilin bebas alkohol dikemas ulang

dalam suntikan oral propilen disimpan pada suhu ruangan dibawah

40
pencahayaan selama 180 hari tanpa adanya perubahan signifikan dari

konsentrasi teofilin. Larutan terlindung dari cahaya karena berpotensi

perubahan warna, oral teofilin 5mg/ml dalam pembawa suspense lebih stabil

sampai 90 hari dalam botol kuning gelap disimpan pada suhu 23-25ºC.

41
Gambar 4. Perbandingan efek farmakologi dan sifat farmakokinetik bronkodilator

simpatomimetik

42
Untuk pasien-pasien yang menderita asma ringan dengan serangan sewaktu-

waktu (intermiten), umumnya hanya memerlukan bronkodilator agonis reseptor

β2 per inhalasi yang digunakan bila perlu saja. Untuk pasien asma sedang dengan

serangan yang lebih sering dan untuk pasien yang lebih sering memerlukan

43
inhalasi aerosol, atau timbul gejala serangan nokturnal (malam hari), diperlukan

pengobatan tambahan.

Untuk pengobatan tambahan lebih baik digunakan obat antiinflamasi per

inhalasi (seperti kromolin atau kortikosteroid per inhalasi). Untuk pasien yang

gejala asmanya masih sukar dikontrol dengan pemberian secara teratur kombinasi

antiinflamasi per inhalasi dan agonis β2 seperlunya saja, perlu ditambahkan

teofilin. Bila penambahan teofilin pada kombinasi di atas masih tidak memberikan

hasil, atau timbul efek samping yang mengkhawatirkan, perlu dilakukan

pemeriksaan kadar teofilin dalam darah dengan batas-batas kadar terapi 10-20

mg/L (Munaf, 2004).

2. Golongan Xantin

Obat golongan xantin termetilasi (teofilin, kafein, teobromin) memiliki

beberapa efek fisiologis yaitu melemaskan otot polos, merangsang otot jantung,

merangsang sistem saraf, dan memicu pembentukan urin oleh ginjal (diuresis).

Teofilin dapat diberikan secara intravena untuk memperbaiki eksaserbasi akut

asma atau per oral untuk mencegah serangan asma akut. (Sacher, R.A dan

McPherson R.A. 2004)

Teofilin mungkin berguna pada beberapa pasien yang menderita asma

nokturnal, karena efek lepas lambat dapat memberikan terapi dan lebih efektif

daripada efek lepas lambat dari agonis β (Albert, dkk. 2008).

Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma pada oarng

sehat dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki

44
kontraktilitas pada pasien dengan penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007)

Dosis dan Cara Penggunaan

A. Aminofilin

Status asmatikus seharusnya dipandang sebagai keadaan emergensi. Terapi

optimal untuk pasien asma umumnya memerlukan obat yang diberikan secara

parenteral, monitoring ketat dan perawatan intensif. Berikut adalah dosis untuk

pasien yang belum menggunakan teofilin.

Pasien Dosis awal Dosis pemeliharaan


Anak 1-9 tahun 6,3 mg/kg a 1 mg/kg/jam a
Anak 9-16 tahun dan perokok 6,3 mg/kg a 0,8 mg/kg/jam a

dewasa
Dewasa bukan perokok 6,3 mg/kg a 0,5 mg/kg/jam a
Orang lanjut usia dan pasien 6.3 mg/kg a 0,3 mg/kg/jam a

dengan gangguan paru-paru


Pasien gagal jantung kongestiv 6.4 mg/kg a 0,1-0,2 mg/kg/jam a
(DiPiro dkk, 2006).

3. Antagonis Reseptor Leukotrien

a. Zafirlukas

Zafirlukas adalah antagonis reseptor leukotriene D4 dan E4 yang selektif

dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA – Slow

Reacting Substances of Anaphylaxis). Produk leukotriene dan okupasi

reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstruksi otot

polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses

inflamasi yang menimbulkan tanda gejala asma.

45
b. Montelukast Sodium
Adalah antagonis reseptor leukotriene selektif dan aktif pada gangguan

oral, yang menghambat reseptor leukotriene sistenil. Produksi leukotriene

dan okupsi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan,

konstruksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan

dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan, 2007).

4. Antikolinergik

Contoh obat bronkodilator antikolinergik adalah Ipatropium bromida

(ATROVEN). Obat ini efektif terutama untuk penyakit paru obstruktif menahun

(PPOM), namun untuk terapi asma kurang menonjol. Senyawa ini hanya tersedia

dalam bentuk inhalasi. Dibanding dengan agonis β2, ipratropium bromida kurang

efektif pada asma, tidak mempunyai efek terhadap reaksi cepat ataupun lambat.

Pada asma biasanya tidak diberikan tersendiri, tetapi sering dikombinasikan

dengan agonis β2.

Kombinasi kedua obat ini lebih efektif dan masa kerjanya lebih panjang

daripada diberikan tersendiri. Ipratropium dapat lebih efektif pada penderita asma

46
psikogenik dan dan pada penderita yang menggunakan antagonis β2 adrenoseptor.

Dosis per inhalasi 4x 36 µg/hari, mulai kerja lambat, kadar puncak dicapai dalam

1-2 hari. Karena itu, hanya digunakan untuk profilaksis (Munaf, 2004 : 581).

Bronkodilator yang bekerja sebagai penstimulasi reseptor β adrenergik di

jalan napas (agonis β) merupakan terapi asma yang utama. Obat ini diinhalasi

(atau diberikan dalam bentuk sirup pada anak yang masih sangat kecil) pada saat

awitan serangan dan di antara serangan sesuai kebutuhan. Bronkodilator tidak

menghambat respon inflamasi sehingga tidak efektif jika digunakan secara

tunggal selama eksaserbasi asma sedang atau buruk. Penggunaan terlalu sering

atau pengguaan tunggal bronkodilator menyebabkan angka kematian bermakna.

Saat ini sudah tersedia agonis beta adrenergik jangka panjang yang dapat

menurunkan penggunaan inhaler yang sering pada beberapa pasien (Corwin,

2009).

A. Ipratropium Bromida

Mekanisme Kerja

Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik)

yang akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja

asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan

tidak bersifat sistemik.

Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan

penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus

mukosa hidung (DiPiro, dkk, 2006 : 826-844).

47
Indikasi digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator

lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan

bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik,

termasuk bronkhitis kronik dan emfisema (DiPiro, dkk, 2006).

Dosis dan Cara Penggunaan

Bentuk Sediaan Dosis


Aerosol 2 inhalasi (36 mcg) empat kali sehari. Pasien boleh

menggunakan dosis tambahan tetapi tidak boleh

melebihi 12 inhalasi dalam sehari


Larutan Dosis yang umum adalah 500 mcg (1 unit dosis

dalam vial), digunakan dalam 3 sampai 4 kali sehari

dengan menggunakan nebulizer oral, dengan interval

pemberian 6-8 jam. Larutan dapat dicampurkan

dalam nebulizer jika digunakan dalam waktu satu

jam.

B. Tiotropium Bromida

Mekanisme Kerja

Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya digunakan

sebagai antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan efek

farmakologi dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga

terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi tiotropium bersifat

sangat spesifik pada lokasi tertentu.

48
Indikasi Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang

berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan

emfisema.

Dosis dan Cara Penggunaan

1 kapsul dihirup, satu kali sehari dengan alat inhalasi Handihaler (DiPiro, dkk,

2006).

5. Kromolin Sodium dan Nedokromil

a. Kromolin Natrium

Obat ini tidak mempunyai aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolenergik,

vasokontriktor atau aktivitas glukokortikoid. Kromolin menghambat pelepasan

mediator, histamine dan SRS-A dari sel mast. Digunakan sebagai pengobatan

profilaksis pada asma bronkial (DiPiro, dkk, 2006 : 826-844).

b. Nedokromil Natrium

Nedokromil merupakan anti inflamasi inhalasi untuk pencegahan asma. Obat ini

menghambat aktivasi secara in vitro dan pembebasan mediator dari berbagai tipe

sel berhubungan dengan asma termasuk eosinofi, neutrophil, makrofag, sel mast,

monosit dan platelet. Nedokromil menghambat perkembangan respon bronco

konstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi. Digunakan

untuk terapi pemeliharaan untuk psien dewasa dan anak usia enam tahun atau

lebih pada asma ringan sampai sedang (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan

Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).

6. Kortikosteroid

49
Kortikosteroid disintesis pada kelenjar adrenal di bawah kontrol hormon

ACTH hipofisis. Kortikosteroid kebanyakan dari jenis hidrokortison (kortisol).

Pelepasan ACTH dikendalikan oleh hormon pelepas kortisol dari hipotalamus.

Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja

dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan

jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta

adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme

bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan

inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik

minimal (DiPiro, dkk, 2006).

50
7. Obat-Obat Penunjang

a. Ketitifen Fumarat

Adalah suatu antihistamin yang mengantagonis secara nonkompetitif dan

relative selektif reseptor H1, menstabilkan sel mast dan menghambat pelepasan

mediator dari sel-sel yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas.

b. N-Asetilsistein

Aksi mukolitik asetilsistein berhubungan dengan kelompok sulfhidril pada

molekul yang bekerja langsung untuk memecahkan ikatan disulfide antara ikatan

molekuler mukoprotein, menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan viskositas

mucus. Aktivitas mukolitik pada asetilsistein meningkat seiring dengan

peningkatan pH. Digunakan sebagai terapi tambahan untuk sekresi mucus yang

tidak normal, kental pada penyakit bronkopulmonasi kronik dan akut.

51
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2007).

52
BAB III

PEMBAHASAN

Seorang Bapak bernama Bapak Ari umur 32 tahun beberapa jam yang lalu

terkena sesak nafas. Kemudian datang ke apotek untuk membeli obat. Bapak ari

tiba-tiba terkena sesak nafas setelah pindah rumah dan keadaan di lingkungan

tersebut dingin dan kotor.

Subjektif : Bapak Ari usia 32 tahun, gejala sesak nafas.

Objektif :-

Assesment : pasien mengalami sesak nafas akut.

Planning :

Terapi non farmakologi:

istrahat yang cukup, menjaga kebersihan tempat tinggal dan

lingkungan, menghindari polusi udara baik berupa asap kendaraan

juga rokok.

Terapi farmakologi:

Neo napasin tablet

Komposisi : - 12,5 mg ephedrine HCl

- 130 mg theophylin

Aturan pakai : Neo napasin 3x1 setelah makan

53
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Albert, R. K. dkk. 2008. Clinical Respiratory Medicine. Third Ed. Philadelphia:


Mosby Elsevier. .

Corwin, J.Elizabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Buku Kedokteran EGC:


Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma.

Jakarta. Direktorat Bina Farmasi dan Klinik.

Departemen Kesehatan, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Depkes

RI: Jakarta.

Departemen Kesehatan, 2011. ISO Indonesia Volume 46 Tahun 2011-2012.

Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta:

Depkes RI.

Departemen Kesehatan, 2014. MIMS Indonesia Edisi 15 Tahun 2014. Jakarta.

DiPiro J, T., Wells B, G., Schwinghammer, T, L., DiPiro C, V. 2005.


Pharmacotherapy Handbook. Sixth Edition. McGraw-Hill Education
Companies : Inggris.
Dipiro, Joseph T., Talbert, Robert L., Et al. 2008. The Seventh edition of the

benchmark evidence-based pharmacotheraphy. McGraw-Hill Companies Inc.

USA.

54
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI : Jakarta

Ikawati, Z. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya. Bursa


Ilmu: Yogyakarta

Kemenkes, RI. 2017. Asma. Infodatin. Pusat data dan informasi Kementrian
kesehatan RI: Jakarta

Mangguang, M, Dt. 2016. Faktor Risiko Kejadian Asma pada Anak di Kota
Padang. Arc. Com. Health, 3 (1) : 1-7

Munaf, S. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Ed. 2. EGC: Jakarta.

Rengganis, Iris. 2011. Diagnosis dan Tata Laksana Asma Bronkial. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo: Jakarta.

Sacher, R. A., McPherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Cetakan 1. EGC : Jakarta
Seto, Sagung. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta.

Surjanto, E., July, P. 2009. Mekanisme Seluler dalam Patogenesis Asma dan
Rinitis. Jrnal Respirologi Indonesia, 29 (3) : 128-138

Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2007. Obat-obat Penting. Edii V. Gramedia: Jakarta.

55

Anda mungkin juga menyukai